You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti
balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada
kekuatan

untuk

mempertahankan

pengembangannya.

Paru-paru

sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu


lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru
di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit
cairan dengan tekanan negatif yang ringan1.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru
tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika
bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenik2.
Pneumotoraks adalah salah satu sindrom kebocoran udara yang
paling umum yang terjadi pada masa neonatus3. Pneumotoraks
diklasifikasikan ke dalam pneumotoraks primer (tanpa penyakit paruparu yang jelas) dan pneumothorax sekunder (karena adanya patologi
paru yang mendasari, atau berhubungan dengan faktor-faktor pemicu
seperti takipnea transien baru lahir, aspirasi mekonium, penggunaan
ventilasi tekanan positif kontinu (CPAP), ventilasi mekanik, pneumonia,
gangguan sindrom pernapasan atau pengobatan pasca surfaktan)3-9.
Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video
(VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata memberikan

banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks


relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit 2.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk
mengetahui definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa
pneumotoraks secara tepat sesuai jenis dan luasnya pneumotoraks,
karena hal tersebut akan berpengaruh pada penanganannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam

pleura

yang

menyebabkan

kolapsnya

paru

yang

terkena10.

Pneumotoraks adalah suatu akumulasi udara ekstrapulmonal dalam dada.


Selama masa anak-anak pneumotoraks tidak lazim terjadi. Penyakit ini paling
sering diakibatkan kebocoran udara di dalam paru. Kebocoran udara dapat
bersifat primer atau sekunder dan dapat secara spontan, traumatis, iatrogenik,
atau katamential (karena menstruasi)11
Penyebab pneumotoraks yang paling lazim adalahinflasi berlebihan
yang mengakibatkan robekan alveolar. Kebocoran udara terjadi selama 24-36
jam pertama pada bayi dengan aspirasi mekonium, pneumonia, dan penyakit
membran hialin bia kelenturan paru berkurang.11

B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu 2,12 :

1. Pneumotoraks spontan
Yaitu

setiap

pneumotoraks

yang

terjadi

secara

tiba-tiba.

Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu
:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Pneumotoraks ini kadang
terjadi pada anak usia belasan tahun dan pada orang dewasa muda,
paling sering pada anak laki-laki yang tinggi dan kurus.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik
kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.

Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,


misalnya

pada

pengobatan

tuberkulosis

sebelum

era

antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.


Dan

berdasarkan

jenis

fistulanya,

maka

pneumotoraks

dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu 12 :


1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara
di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan 13.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif

13

. Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi


mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound) 2.
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura

melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga


pleura tidak dapat keluar 13. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas 2.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 13 :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar


paru (> 50% volume paru).

Pada neonatus, pneumotoraks yang disertai dengan hipoplasia paru lazim


ditemui; terjadi pada umur hari pertama, dan disebabkan karena
berkurangnya luas permukaan alveolar dan kelenturan paru yag jelek.

Pneumotoraks

juga

diketahui

berhubungan

dengan

gangguan

penguranagn volume cairan amnion (sindrom Potter,; agenesis ginjal,


displasia ginjal, kebocoran cairan amnion kronis), berkurangnya gerakan
pernapasan janin (oligohidramnion, penyakit neuromuskular), lesi paru
yang menempati ruang (hernia diafragmatika, efusi pleura, kilotoraks),
dan kelainan toraks (distrofi toraks asfiksia).11
C. Penghitungan Luas Pneumotoraks
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang
bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1.

Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
2

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter


kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka
rasio diameter kubus adalah :
83
______

103

2.

512
=

______ __

= 50 %

1000

Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh 2.

% luas pneumotoraks

3.

A + B + C (cm)
x 10
3

__________________

Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan
luas hemitoraks 11

(L) hemitorak (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

D. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah 2,12,13 :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada

gerak pernapasan. Keparahan nyeri biasanya secara tidak langsung


menggambarkan luasnya kolaps.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Manifestasi klinis pneumotoraks biasanya mendadak, dan keparahannya
tergantung pada luas kolapsnya paru. Pneumotoraks yang luas dapat
menimbulkan nyeri, dispnea, dan sianosis. Biaanya terjadi distres pernapasan,
retraksi, dan suara pernapasan yang sangat berkurang pada paru yang terlibat.
Pemeriksaan perkusi pada daerah yang terlibat adalah timpani. Laring, trakea,
dan jantung dapat bergeser ke arah sisi yang tidak sakit. Bila ada cairan,
biasanya ada daerah timpani yang berbatas tegas tepat di atas daerah perkusi
redup yang rata. 11
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut, 2:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang
lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
E. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan 12,13:
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)

b.

Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat


2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumotoraks antara lain 14,15:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang

sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan


tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut 12:
1)

Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi


jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

2)

Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam


dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum.

Udara

yang

tadinya

terjebak

di

mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang


lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3)

Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan


tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan


anak panah merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.

G. Penatalaksanaan
Tujuan

utama

penatalaksanaan

pneumotoraks

adalah

untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan


untuk kambuh lagi. Terapi bervariasi menurut luasnya kolaps dan sifat serta
keparahan penyakit yang mendasari. Pneumotoraks ukuran kecil atau bahkan
ukuran sedang pada kebanyakan anak normal dapat sembuh tanpa pengobatan
spesifik, biasanya sekitar 1 minggu. Pneumotraks kecil (<5%) yang
mengkomplikasi asma juga dapat sembuh secara spontan. Pemberian 100%
oksigen dapat mempercepat penyemmbuhan dengan menambah perbedaan
nitrogen antara udara pleura dan darah. Nyeri pleura perlu mendapatkan
pengobatan analgesik. Kodein dapat digunakan tetapi pengaruh depresan

pernapasannya

harus

dipertimbangkan.

Kadang-kadang

morfin

atau

meperidin diperlukan.11
Pada neonatus, pernapasan dengan 100% oksigen mempercepat resorpsi
udara bebas pleura ke dalam darah dan mengurangi tekanan nitrogen dalam
darah.11 Pemberian makan yang sering dengan porsi kecil dapat mencegah
dilatasi lambung dan meminimalkan bayi menangis, yang dapat menganggu
ventilasi lebih lanjut dan memperjelek pneumotoraks.

11

Pada prinsipnya,

penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :


1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut
akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks
serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari 2. . Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka 13.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara 2 :
a.

Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,


dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut 2, 13

b.

Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :


1)

Dapat memakai infus set


Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi
air. Setelah

klem

penyumbat

dibuka,

akan

tampak

gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang


berada di dalam botol 13.
2)

Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol 13.

3)

Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2
di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut 12,13.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan

memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan


tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal 2.

3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi11
a. Torakotomi tertutup (memasukkan pipa dada dengan cara
sederhana) dan drainase udara yang terperangkap melalui kateter,
dengan bagian ujung eksternanya dipertahankan pada posisi

tergantung di bawah air, cukup untuk pengembangan kembali paru


pada kebanyakan penderita.
b. Torakotomi terbuka melalui irisan yang terbatas, dengan pelipatan
gelembung, penutupan fistula, membuka pleura (biasanya pada
apeks paru), dan abrasi pleurabasal merupakan juga penanganan
efektif untuk pneumotoraks yang berulang.
5. Tindakan bedah 13
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

H. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru
diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi
antibiotik dan bronkodilator 13.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat 13.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema 12.
I. Rehabilitasi 13
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin


terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
J. Komplikasi16
Selalu harus diingat akan terjadinya:
1. Pneumotoraks tension dengan gejala dispneu yang semakin berat,
sianosis, gelisah. Pada foto Rontgen akan didapatkan mediastinum dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat, sela iga tampak lebar, diafragma sisi
yang terkena rendah.
2. Pembentukan eksudat (infeksi sekunder)
3. Hemopneumotoraks yang ditandai dengan gejala akibat kehilangan darah
seperti anemia, renjatan, dan lain-lain.
4. Emfisema mediastinalis

BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh
udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak
napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara
spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat
iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka
pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada
hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan
bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang
merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui
seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan
pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang
berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi
disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu
diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Guyton, Arthur, C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. H. 598.

2.

Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus K., et al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. H. 1063.

3.

Smith J., Schumacher RE., Donn SM., Sarkar S. Clinical course of


symptomatic spontaneous pneumothorax in term and late preterm
newborns: Report from a large cohort. Am J Perinatol.
2011;28(2):1638.

4.

Meberg A., Greve-Isdahl M., Heier CA. Pulmonary air-leakage in


newborn infants. Tidsskr Nor Laegeforen. 2007;127(18):23713.

5.

Navaei F., Aliabadi B., Moghtaderi M., Kelishadi R. Predisposing


factors,
incidence and mortality of pneumothorax in a neonatal intensive
care unit in Isfahan, Iran. Zhongguo Dang Dai Er Ke Za Zhi.
2010;12(6):41720.

6.

Apiliogullari B., Sunam GS., Ceran S., Koc H. Evaluation of


neonatal
pneumothorax. J Int Med Res. 2011;39(6):243640.

7.

Katar S., Devecioglu C., Kervancioglu M., Ulku R. Symptomatic


spontaneous pneumothorax in term newborns. Pediatr Surg Int.
2006;22(9):7558.

8.

Chernick V., Avery ME. Spontaneous Alveolar Rupture at Birth.


Pediatrics. 1963;32:81624.

9.

Sistoza

LC.

Pneumothorax

In

Neonatology:

Management,

Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs. 6th edition.


Edited by Gomella T, Cunningham MD, Eyal FG. New York:
McGraw-Hill; 2009. P. 3447.

10.

Abu Shaweesh JM. Respiratory disorders in preterm and term


infants. In
Neonatal-Perinatal Medicine: Diseases of the Fetus and Infant. 9th
edition. Edited by Martin RJ., Fanaroff AA., Walsh MC. St.Louis:
Elsevier Health Sciences; 2010. P. 11646

11.

David M. Orenstein. Penyakit Pleura. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.


Edisi 15. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
P. 1534-6.

12.

Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.


Updated: 2010 May 27. [cited 21 November 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/827551

13.

Alsagaff Hood., Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit


Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2009. H. 162-179

14.

Schiffman, Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed


Lung).

[Cited

25

November

2014].

Available

from:

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
15.

Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta :


Pustaka Cendekia Press; 2007. H. 56

16.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pulmonologi. Dalam:


Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 4. Volume 3. Jakarta:
FKUI; 1985. H.1242.

You might also like