You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

MENENTUKAN ED50 (EFFECTIVE DOSE) DIAZEPAM


PADA TIKUS

Kelompok 6
Depta Ketinda Paraton

(2013103303110.)

Mutiara Sukma Sholihah

Asni Marlia
Egin
Festi Mahda
Arina Makina

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada penguasa seluruh alam semesta dan
isinya Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, karunia dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah laporan praktikum
farmakologi dengan baik.
Makalah ini disusun untuk membantu pengembangan pemahaman
pembaca terhadap mulai kerja dan respon pada obat Diazepam yang diberikan
secara

intraperitonial,

dan

juga

untuk

menyelesaikan

tugas

praktikum

farmakologi.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dr. Fathiyah Safitri, M.Kes
selaku dosen pembimbing praktikum farmakologi Universitas Muhammadiyah
Malang, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran
sangat kami harapkan dari semua pihak

Malang, 17 Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................i
Daftar Isi ................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................3
Bab II Pembahasan.................................................................................................3
2.1 Landasan Teori...........................................................................................3
Bab III Pembahasan...............................................................................................9
3.1 Alat..............................................................................................................9
3.2 Bahan..........................................................................................................9
3.3 Prosedur Kerja............................................................................................9
3.4 Hasi Penelitian11
Bab IV Penutup....................................................................................................15
4.1 Kesimpulan...............................................................................................15
4.2 Saran.........................................................................................................15
Daftar Pustaka.......................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat dalam bahasa Inggris disebut drug yang berasal dari bahasa Perancis
droque yang berarti rempah kering. Dari segi farmakologi obat didefinisikan
sebagai substansi yang digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan
pengobatan penyakit pada manusia maupun binatang. Menurut SK MenKes
No.125/Kaab/B.VII/71 tgl. 9 Juni 1971, yang dimaksud dengan obat ialah
suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit,
luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan,
memperelok badan atau bagian badan manusia.
Dalam farmakologi, proses mulai dari masuknya obat ke dalam
tubuh sampai dikeluarkan kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam
proses farmakokineik ialah absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi
obat. Untuk menghasilkan efek, sesuatu obat harus terdapat dalam kadar yang
tepat pada tempat obat itu bekerja.
Diazepam merupakan obat dari golongan benzodiazepine yang
berkhasiat sebagai sedatif dan terutama digunakan sebagai antiansietas.
Sedatif berfungsi menurunkan aktifitas mengurangai ketegangan dan
keresahan, serta menenangkan penggunanya. Golongan benzodiazepine dapat
menekan system saraf pusat dengan khasiat sedative dan hipnotisnya. Jika
penggunaannya terus menerus untuk jangka lama ( lebih dari 2 4 minggu )
dapat menimbulkan kebiasaan serta ketergantungan fisik dan psikis. Pada
sebagian penderita ( dengan kebiasaan penyalah gunaan obat ), penggunaan
benzodiazepine dapat menimbulkan ketergantungan obat. Oleh karena itu, di
beberapa negara semua senyawa benzodiazepine dimasukan kedalam undang
undang narkotik ( Opium Wet )
Disamping itu diazepam juga berdaya sebagai anti konvusif.
Berdasarkan khasiat ini diazepam di gunakan untuk epilepsi. Diazepam dapat
menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang di sertai nistagmus dan
bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Efek yang lazim untuk diazepam
4

yakni, mengantuk pusing dan kelemahan otot. Sedangkan efek samping berat
dan berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam yaitu dapat terjadi
depresi napas sampai henti nafas, hipotensi dan henti jantung.
ED50 ( Effective Dose 50 ) adalah dosis yang menimbulkan efek
terapi pada 50% individu. Pemberian diazepam secara intraperitonial
digunakan untuk menentukan ED50 yaitu dosis yang memberikan efek tidur
pada 50% individu atau separuh dari jumlah individu yang di amati member
respon tidur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh onset of action (mula kerja) dari perubahan perilaku

biasa?
2. Bagaimana penentuan ED50 (dosis tidur) dari data seluruh kelas (7
Kelompok)?
3. Bagaimana grafik kurva dosis-efek dengan menggunakan persamaan
regresi y = ax + b dalam ED50?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian dosis diazepam yang berbeda pada

perubahan perilaku tikus pertama, kedua, dan ketiga secara


intraperitonial.

1.3 Manfaat

Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu


memperhitungkan dosis obat yang tepat agar terjadi respon. Serta mengetahui
pengaruh pemberian dosis yang berbeda terhadap perubahan tingkah laku pada
tikus pertama, kedua, dan ketiga secara intraperitonial.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. ED50

ED50 ( Effective Dose 50 ) adalah dosis yang menimbulkan efek


terapi pada 50% individu.
2.2. Intraperitoneal

Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP merupakan cara pemberian


obat dengan menyuntikan zat ke dalam peritoneum (rongga tubuh). Injeksi
IP lebih sering diterapkan pada hewan daripada manusia. Secara umum,
penggunaannya dianjurkan ketika sejumlah besar cairan pengganti darah
yang diperlukan berkurang, atau ketika tekanan darah rendah atau masalah
lain yang menyebabkan pembuluh darah tidak cocok untuk injeksi
intravena.
Pada hewan, injeksi IP digunakan terutama dalam pengobatan dan
pengujian untuk pemberian obat sistemik dan cairan karena kemudahan
administrasi dibandingkan dengan metode parenteral lainnya.
Pada manusia, metode ini banyak digunakan untuk mengelola obat
kemoterapi untuk mengobati beberapa jenis kanker, kanker ovarium
tertentu. Meskipun kontroversial, penggunaan khusus ini telah
direkomendasikan sebagai standar perawatan. Cara ini banyak dilakukan
di laboratorium tetapi jarang dipakai di klinik karena adanya bahaya
infeksi dan perlengketan peritoneum.

2.3. Benzediazepin

Efek golongan benzodiazepine secara kualitatif mirip satu sama


lain tetapi secara kuantitatif spectrum farmakodinamik dan sifat
farmakokinetiknya berbeda. Derivate Benzodiazepin berefek hypnosis,
sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvelsi yang berbeda. Dalam
penelitian ini akan dibahas derivate benzodiazepin yang terutama
diindikasikan untuk hypnosis.
1. Struktur Benzodiazepin
Benzodiazeipn terdiri dari cincin benzen dengan 7 sisi cincin
diazepin. Pada umumnya preparat benzodiazepine mengandung 5-aril
substituen dan cincin 1,4-diazepin. Kini telah disintesis berbagai
derivat benzodiazepin dengan aktivitas yang mirip satu sama lain
secara kualitatif, tetapi masing-masing menunjukkan efek khusus yang
menonjol.
2. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Benzodiazepin

Farmakodinamik
Benzodiazepin menghambat aktivitas SSP dengan efek utama
pada manusia sedasi, hypnosis, pengurangan ansietas, relaksasi otot
dan antikonvulsi. Pemberian benzodiazepin IV dosis terapi dapat
menimbulkan vasodilatasi perifer, sedangkan blokade neuromuscular
baru timbul pada dosis sangat tinggi.
Kerja benzodiazepin diduga sebagian besar efeknya muncul
melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmitter inhibitori yang
langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptor GABA dibagi menjadi dua
subtype reseptor yang terdapat di membrane, yaitu GABAA dan
GABAB. Reseptor GABAA bertanggung jawab atas sebagian besar
neurotransmisi inhibitori SSP. Sebaliknya reseptor GABAB
metabotropik dipasangkan pada mekanisme transduksi sinyalnya oleh
protein G. Benzodiazepin dan analog GABA berikatan pada tempatnya
masing-masing pada membrane otak dengan afinitas nanomolar.
Benzodiazepin memodulasi ikatan GABA dan GABA mengubah
ikatan benzodiazepine secara alosterik.
8

Farmakokinetik
Pemberian oral benzodiazepin diabsorbsi lengkap, kecuali
klorazepat, karena cepat didekarboksilasi oleh asam lambung menjadi
N-desmetildiazepam (nordazepam) yang selanjutnya diabsorbsi
lengkap. Setelah pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepin
plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam,
absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.
Benzodiazepin dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma,
misalnya alprazolam 70% dan diazepam 99%. Kadar benzodiazepin
dalam cairan serebrospinal (CSS) kira-kira sama dengan kadarnya
dalam darah. Umumnya kinetika benzodiazepin sesuai dengan model
kinetika 2 kompartemen, kecuali untuk derivat yang sangat larut dalam
lemak yang lebih sesuai dengan model 3 kompartemen. Dengan
demikaian, sesudah pemberian benzodiazepin IV, ambilan (uptake) ke
dalam otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya terjadi dengan
cepat, diikuti dengan redistribusi ke jaringan yang kurang baik
perfusinya, misalnya otot dan jaringan lemak, makin cepat
redistribusinya. Redistribusi diazepam dan lipofilik benzodiazepin lain
dipengaruhi oleh sirkulasi enterohepatik.
Benzodiazepin dapat melewati sawar darah urin dan di sekresi
ke dalam ASI. Benzodiazepin dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Beberapa benzodiazepin mengalami metabolisme menjadi
metabolit yang aktif. Metabolit aktif umumnya dibiotransformasi lebih
lambat dari senyawa asal, sehingga lama kerja benzodiazepin tidak
sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat. Sebaliknya, kecepatan
biotransformasi benzodiazepin yang diinaktifkan pada reaksi pertama
merupakan determinan penting untuk lama kerjanya. Metabolisme
benzodiazepin terjadi dalam 3 tahap, yaitu:
1. modifikasi dan/atau pelepasan substituent
2. hidroksilasi
3. konjugasi
2.3. Diazepam
9

Diazepam merupakan obat dari golongan benzodiazepine yang


berkhasiat sebagai sedatif dan terutama digunakan sebagai antiansietas.
Sedatif berfungsi menurunkan aktifitas mengurangai ketegangan dan
keresahan, serta menenangkan penggunanya. Golongan benzodiazepine
dapat menekan system saraf pusat dengan khasiat sedative dan
hipnotisnya. Jika penggunaannya terus menerus untuk jangka lama (lebih
dari 2-4 minggu) dapat menimbulkan kebiasaan serta ketergantungan fisik
dan psikis. Pada sebagian penderita (dengan kebiasaan penyalah gunaan
obat), penggunaan benzodiazepine dapat menimbulkan ketergantungan
obat. Oleh karena itu, di beberapa negara semua senyawa benzodiazepine
dimasukan kedalam undang undang narkotik (Opium Wet)
Disamping itu diazepam juga berdaya sebagai anti konvusif.
Berdasarkan khasiat ini diazepam di gunakan untuk epilepsi. Diazepam
dapat menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang di sertai
nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Efek yang
lazim untuk diazepam yakni, mengantuk pusing dan kelemahan otot.
Sedangkan efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan
diazepam yaitu dapat terjadi depresi napas sampai henti nafas, hipotensi
dan henti jantung.

10

Mekanisme Perubahan Perilaku


Postur tubuh
Untuk mengetahui posisi kepala dan pungguk pada tikus pada keadaan
jaga, mengantuk, dan tidur.
Aktivas Motor
Untuk mengetahui pegerakan spontan yang dilakukan oleh tikus dalam
pergerakan spontan,pergerakan spontan bila dipegang, pergerakan menurun
saat dipegang, tidak ada pergerakab spontan saat dipegang.
Ataksia
Untuk mengetahui gerak berjalan inkoorodinasi yang dilakukan oleh
tikus dalam inkoordinasi terlihat kadang-kadang, inkoordinasi terliahat jelas,
dan tidak dapat berjalan lurus.
Righting Reflex

Untuk mengetahui posisi pada tikus yaitu ketika diam pada satu posisisi
miring, diam pada dua posisi miring, dan pada waktu terlentang.
Test Kasa
Untuk mengetahui kekuatan tahanan tikus pada kasa. Kriteria yang
dinilai pada test kasa ini meliputi, tidak jatuh apabila kasa dibalik dan dan
digoyang, jatuh apabila kasa dibalik, jatuh apabila posisi kasa 90 serta jatuh
apabila posisi kasa 45.
Analgesia
Untuk mengetahui respon nyeri tikus pada klem. Kriteria yang dinilai
respon berukurang pada saat telapak kaki dijepitl, tidak ada respon pada saat
telapak kaki dijepit.
Ptosis
Untuk mengetahui penutupan palpebral atas mata pada tikus. Kriteria
yang dinilai adalah ptosis kurang dari , , seluruh palpebral tertutup.

11

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Alat
1. Kain
2. Spuit
3. Kasa
4. Klem
5. Kandang tikus
6. Kapas
3.2. Bahan
1. Tikus putih 3 ekor

128 g
II. 102 g
III. 116 g
2. Diazepam (dosis 1 mg/kgBB, 2,5 mg/kgBB, 5 mg/kgBB)
3. Alkohol
I.

3.3 Prosedur Kerja


1. Membersihkan permukaan abdomen tikus dengan kapas alcohol
2. Menyuntikkan masing-masing tikus diazepam dengan dosis 1mg/kgBB,

2,5mg/kgBB, dan 5mg/kgBB secara intraperitonial


Dosis :
Diazepam : 2mL/10mg = 1mL/5mg
Tikus I : 128 g = 0,128 Kg 1 mg/KgBB
1
x
=
5 0 , 1 28
x=0 , 0 256
0,03
Tikus II: 102 g = 0,102 Kg 2,5 mg/KgBB
2,5
x
=
1
0 ,1 02
x=0 , 225
Jadi, dosis yang diberikan :
1
x
=
5 0 , 2 25
x=0 , 0 5
12

Tikus III: 116 g = 0,116 Kg 5 mg/KgBB


5
x
=
1 0 , 1 16
x=0 , 5 8
Jadi, dosis yang diberikan :
1
x
=
5 0,58
x=0 , 116 0 , 1
3. Mengamati perubahan perilaku tikus (seperti yang tertera pada lembar

pengamatan) dengan seksama.


4. menunjukkan respon nyeri, tambah beban secara bertahap. Catat berat
beban (gram) yang menimbulkan nyeri (beban kontrol).

13

3.4 Hasi Penelitian


Tabel Hasil Penelitian :
1. Table 1
Menit

No.
postur
Experiment tubuh
5
1+
2+
3+
10
1+
2+
3 ++
15
1+
2 ++
3 ++
30
1+
2 ++
3 ++
60
1 ++
2 +++
3 +++

aktivitas
Rghting
motor
Ataksia Reflex
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
++
++
++
+
+
+
++
+
++
++
++
+
+
+
++
++
+
+++
++
+
+
+
+
++ +
++
+
++++
+ ++
++

Test
Kasa
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
+
+ +++
++
+ ++
+ +++

Keterangan :
1. Postur Tubuh
+

= Jaga

= Kepala dan punggung tegak

++

= Ngantuk

= Kepala tegak, punggung mulai datar

+++

= Tidur

= Kepala dan punggung datar

2. Aktivitas Motorik
+

= Gerak spontan

++

= Gerak spontan bila dipegang

+++

= Gerak menurun saat dipegang

3. Antaxia
+

= Inkoordinasi terlihat jarang-jarang

++

= Inkoordinasi jelas terlihat

+++

= Tidak dapat berjalan lurus


14

Anaslgesia Ptosis
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
++
+
+++
+
+ +++

Mati
-

4. Righting Refleks
+

= Diam pada satu posisi miring

++

= Diam pada dua posisi miring

+++

= Diam pada waktu terlentang

5. Test Kasa
+

= Tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang

++

= Jatuh apabila kasa dibalik

+++

= Jatuh apabila kasa 90o

++++ = Jatuh apabila kasa 45o


6. Analgesia
+

= Respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit

++

= Tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit

7. Ptosis
+

= Ptosis kurang dari .

++

= sebagian palpebra menutup.

+++

= seluruh palpebra tertutup

Dari hasil praktikum di atas menunjukkan :


1. Pada tikus I dengan berat 128g dan dosis 1mg diazepam, onset terjad pada

menit ke 60 yang ditandai dengan postur tubuh (punggung datar walaupun


kepala masih tegak )yang menandakan tikus mulai mengantuk,kekuatan
tikus kurang saat kasa di balik dan sebagian palpebral menutup.
2. Pada tikus II dengan berat 102g dan dosis 2,5mg diazepam, onset
meningkat dimana terjadi pada menit ke 15 yang ditandai dengan postur
tubuh berubah mengarah ke keadaan mengantuk, dilihat dari punggung
datar walaupun kepala masih tegak. Juga dilihat dari dari inkoordinasi
terlihat jelas.
3. Pada tikus III dengan berat 116g dan dosis 5mg diazepam, onset
meningkat dimana terjadi pada menit ke 10 yang ditandai dengan postur
tubuh berubah mengarah ke keadaan mengantuk, dilihat dari punggung
datar walaupun kepala masih tegak. Juga dilihat dari dari inkoordinasi
terlihat.
2. Tabel 2
15

Dosis
1
2.5
5

1
+
+

Respon Tidur (+/-) pada tikus no


2
3
4
5
6
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

% indikasi yang berespon


7
+
+

14.3%
85.7%
100%

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pemberian diazepam pada


tikus 1 dengan dosis 1mg memperlihatkan indikasi yang berespon sebesar 14.3%
dimana diazepam hanya memberikan efek pada satu tikus. Perbedaan ini mungkin
dikarenakan dosis diazepam yang tidak akurat, perbedaan onset pada setiap tikus
dan cara menyuntik yang kurang tepat. Sedangkan pemberian diazepam pada tikus
2 dengan dosis 2.5mg memperlihatkan indikasi yang berespon sebesar 85.7%
dimana diazepam memberi efek pada 6 tikus dan tidak memberi efek pada 1 tikus,
hal ini mungkin dikarenakan penghitungan dosis yang tidak tepat sehingga tidak
sesuai dengan berat badan tikus. Pada tikus ke 3 dengan dosis 5 mg semua tikus
memperlihatkan respon terhadap pemberian diazepam sehingga indikasinya
100%.
Dari data diatas dapat disimpulkan hanya pemberian diazepam dengan
dosis 2.5mg dan 5mg yang mencapai ED50, karena pada tikus 2 dan 3 pemberian
diazepam telah mempengaruhi lebih dari 50% populasi. Sedangkan pemberian
diazepam dengan dosis 1mg tidak mencapai ED50, karena hanya memberi efek
pada 1/7 populasi.

16

3. Grafik Kurva dosis-efeknya berdasarkan persamaan regresi y=ax+b

17

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan dapat kami simpulkan
bahwa pemberian diazepam dengan dosis 2.5mg dan 5mg mencapai ED50, karena
pada tikus 2 dan 3 pemberian diazepam telah mempengaruhi lebih dari 50%
populasi. Sedangkan pemberian diazepam dengan dosis 1mg tidak mencapai
ED50, karena hanya memberi efek pada 1/7 populasi. Maka semakin tinggi dosis,
semakin tinngi pula obat mencapai ED50
4.2 Saran

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat.Kritik dan saran


yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya kesempurnaan
makalah ini.
Jika terdapat kesalahan tulisan maupun yang lainnya kami mohon maaf
karena kami hanyalah hamba Allah yang tak luput dari salah, khilaf, dan lupa.

18

DAFTAR PUSTAKA

Agency, T. E. (June 2003). The Evaluation of Medicinal Products Veterinary


Medicines and Inspections. United Kingdom.
Anief, M. (2002). Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Badan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Katzung, B. G. (2001). Farmakologi Dasar dan Klinik (8 ed.). (U. Airlangga,
Trans.)

19

You might also like