You are on page 1of 4

2.

1 Buah Belimbing Wuluh


Menurut Tjitrosoepomo (2000), sistematika tumbuhan buah belimbing wuluh
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Oxalidales

Suku

: Oxalidaceae

Genus

: Averrhoa

Spesies

: Averrhoa bilimbiLinn.

Nama daerah, Sumatera: Asom belimbing, balimbieng, balimbingan,


balimbing ; Jawa: belimbing wuluh, calincing wulet, bhalingbhing bulu ; Bali:
blimbing buloh ; Sulawesi: limbi,balimbeng, lumpias, lembetue, bainang, calene,
takurela ; Papua: uteke. Dalam bahasa Inggris dikela sebagai cucumber tree atau
bilimbi, sedangkan dalam bahasalatin disebut Averrhoa bilimbi (Gunawan dan
Mulyani, 2006).
Belimbing wuluh merupakan tanaman berbentuk pohon kecil, tinggi mencapai
10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya
sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari
dataran rendah sampai 500 m. Daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang
anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur, ujung runcing,
pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau,
permukaan bawah warnanya lebih muda. Ciri buah belimbing wuluh yaitu buahnya
berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo, panjangnya 4-10 cm. Warna
buah ketika muda hijau dengan sisa kelopak bunga menempel pada ujungnya. Apabila
buah sudah masak, maka buah berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya
mengandung banyak air dan rasanya asam.Kulit buahnya berkilap dan tipis. Biji
bentuknya bulat telur, gepeng. (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2006)
Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan
daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai
tanaman pekarangan yang mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan khusus.
Pohon belimbing wuluh berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Kemampuan
tanaman ini untuk menghasilkan buah sepanjang tahun tidaklah sebanding dengan
pemanfaatannya, sehingga banyak buah segar yang terbuang sia-sia.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam
merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di selurub daerah di Indonesia
Khusunya di Provinsi Nanggroaceh Darussalam. Tanaman ini merupakan salah satu

tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berubah sepanjang tahun.
Belimbing wulih biasanya terlebih dahulu diolah menjadi manisan, pikel, juice, sirup
atau dikeringkan sebelum dikonsumsi. (Safitri, 2010)
Belimbing wuluh merupakan salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat karena memiliki beragam khasiat. Salah satu khasiat yang dimiliki
belimbing wuluh adalah sebagai obat antihipertensi. Hasil penelitian farmakologis
menunjukkan bahwa ekstrak belimbing wuluh dengan dosis 8,3 mg/kg berat badan
dapat menurunkan tekanan darah 33-45 mmHg. Selain itu belimbing wuluh juga
bermanfaat untuk menurunkan kolesterol dalam darah. Infus dari ekstrak buah
belimbing wuluh mempunyai pengaruh terhadap kadar kolesterol darah tikus. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian infus belimbing wuluh
menyebabkan penurunan kolesterol darah tikus secara bermakna. Belimbing wuluh
mengandung senyawa flavonoid, pektin dan vitamin C yang dapat menurunkan
tekanan darah (Masruhen, 2010).
Mursito (2002) menyatakan, dari berbagai penelitian didapatkan bahwa dalam
belimbing wuluh terdapat kandungan zat aktif berupa saponin, tanin, flavonoid,
glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan beberapa mineral, serta banyak mengandung
kalsium oksalat serta kalium.
Menurut Lingga (1990), kandungan vitamin C dalam buah belimbing wuluh
segar sebesar 25 miligram dalam 100 gram buah segar. Kandungan vitamin C ini
mendekati kandungan vitamin C jeruk nipis sebesar 27.00 miligram dalam 100 gram
buah segar. Kandungan vitamin C yang cukup tinggi tersebut dapat dijadikan acuan
dalam pemanfaatan buah belimbing wuluh sebagai minuman kesehatan. Belimbing
wuluh memiliki banyak potensi mendorong perlunya penelitian pemanfaatan
belimbing wuluh agar lebih optimal. Salah satu pengolahan untuk memperpanjang
umur simpan dan nilai kegunaan belimbing wuluh adalah dengan memanfaatkannya
sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman serbuk instan. Pengolahan belimbing
wuluh menjadi minuman serbuk instan diharapkan dapat memudahkan masyarakat
dalam mengkonsumsi dan memanfaatkan khasiat-khasiat belimbing wuluh.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Belimbing Wuluh (per 100 g bahan segar)
Zat Gizi
Jumlah
Berat dapat dimakan (%)
100,00
Air (%)
93,00
Energi (kalori)
32,00
Protein (g)
0,40
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
7,00
Serat (g)
0,60
Abu (g)
0,30
Kalsium / Ca (mg)
3,40
Fosfor / P (mg)
11,10
Zat Besi / Fe (mg)
0,40
Natrium / Na (mg)
4,00
Kalium / K (mg)
148,00
Vitamin A (S.I)
Tiamin / Vitamin B1 (mg)
0,01
Riboflavin / Vitamin B2 (mg)
0,02
Asam Askorbat / Vitamin C (mg)
25,00
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)
Tabel 2. Kandungan Asam Organik Belimbing Wuluh
Asam organik
(mEq asam / 100 g total padatan)
Asam asetat
1,6 1,9
Asam sitrat
92,6 133,8
Asam format
0,4 0,9
Asam laktat
0,4 1,2
Asam oksalat
5,5 8,9
Sedikit asam malat
Sumber: Lathifah (2008)

Menurut Utami (2007), asam organic memiliki sifat sangat sensitif dengan
udara (oksidasi), mudah rusak atau hilang oleh alkali-alkali, besi dan garam-garam
tembaga, pemanasan pada suhu tinggi, enzim oksidasi, udarabebas dan cahaya.
Kandungan asam organik yang paling berbahaya yang terdapat pada buah belimbing
wuluh adalah senyawa asam oksalat (Noonan dan Savage, 1999).
Buah dan daun mengandung kristal asam oksalat sehingga menimbulkan rasa
asam, oksalat dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif kecil pada banyak tumbuhan
(Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000). Proses pemanasan dapat mengurangi
kelarutan oksalat dan perebusan dapat mengurangi kadar oksalat dengan cara
membuang air rebusan, perendaman dalam garam dan menaikan supply kalsium pada
buah sehingga dapat menetralkan pengaruh dari oksalat (Catherwood, et al., 2007).

Daftar Pustaka

Catherwood, D.J, Savage G.P, Mason S.M, and Scheffer J.J. 2007. Oxalate content of
cormels of japanese taro corns (Colocasia esculente (L). Schott) and the effect of
cooking. Journal of Food Composition and Analysis 2000,(20) : 147151.
Gunawan D, Mulyani S. Ilmu obat alam (farmakognasi) jilid 1. 1st ed, Jakarta: Penebar
Swadaya, 2004: 105-20
Lathifah, Q. A. 2008. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan Variasi Pelarut. UIN Malang:
Malang.
Masruhen. 2010. Pengaruh Pemberian Infus Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.)
terhadap Kolesterol Darah Tikus. Skripsi. Akademi Farmasi Putra Indonesia
Malang. Malang.
Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Malaria. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Noonan S, and Savage G.P. 1999. Oxalate content of food and its effect on humans. Asia
Pacific Journal Of Clinical Nutrition, Vol. 8 (1) : 64-67.
Safitri, K. 2009. Pengaruh ekstrak belimbing wuluh (Averrhea bilimbi L) sebagai
penggumpalan lateks terhadap mutu karpet. Universitas Sumatra Utara. Medan
Tjitrosoepomo, G., 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermathophyta. Cetakan ke-9, UGM Press,
Yogyakarta
Utami, P.W. 2007. Pembuatan Manisan Tamarilo (Kajian konsentrasi Perendaman Air Kapur
Ca(OH)2 dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik).
Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Wijayakusuma, H. dan Dalimartha, S. 2000. Ramuan Tradisional Untuk Darah Tinggi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Wijayakusuma, H., Dalimartha, S. (2006). Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Darah
Tinggi. Cetakan VI. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 13, 42-43.

You might also like