Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Trawl merupakan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan menghela
(towing) di dasar perairan dengan menggunakan kapal. Untuk membuka mulut jaring kearah
samping atau secara vertical digunakan otterboard dan untuk membuka kearah atas
dipasang pelampung pada tali ris atas dan pemberat pada tali ris bawah. Trawl
diperkenalkan sekitar tahun 1870 di Sungai Themmes (Nomura and Yamazaki, 1977)
Teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan trawl di Indonesia telah dikenal sejak
zaman penjajahan Belanda, walaupun pada saat itu masih dalam percobaan. Pada tahun
1966 trawl sering disebut dengan pukat harimau mulai marak dioperasikan , yang bermula
dari Tanjungbalai Asahan kemudian menyebar ke berbagai perairan lainnya. Dengan
KEPPES 39 tahun 1980 trawl dilarang dioperasikan oleh pemerintah Indonesia.
Berdasarkan daerah operasi traw dapat dikelompokan menjadi tiga Yaitu : 1) trawl dasar
(bottom traw), 2) trawl pertenggahan (midwater trawl), dan trawl permukaan (pelagic trawl).
Trawl dasar dioperasikan tepat atau di dekat dasar perairan. Trawl permukaan dioperasikan
di permukaan. Trawl pertengahan dioperasikan pada kedalaman di antara keduanya.
Berikut ini yang akan ditelaah hanya trawl dasar saja (Nomura and Yamazaki, 1977)
Trawl dasar merupakan alat penangkap ikan dasar yang sangat efektif dan efisien.
Pengoperasiannya menggunakan kapal motor yang memiliki HP (Horse power) yang cukup
untuk menarik trawl dengan kecepatan konstan antara 3 hingga 4 knot. Trawl dasar ada
yang dioperasikan dari buritan kapal (stern trawl) dan ada yang dari lambung kapal (side
trawl). Dewasa ini lebih banyak trawl dasar yang dioperasikan dari buritan, terutama jika
dioperasikan oleh kapal-kapal di atas 100 GT, kecuali trawl udang (shrimp trawl) yang
dioperasikan menggunakan boom samping (double rigger shrimp trawl). Bagian-bagian
trawl disajikan pada Gambar 1.1
Keterangan :
a. Upper wing
b. Belly
c. Cod end
d. wing Total length
e. Head rope
f.
Ground rope
1) Upper wing
2) Side wing
3) Bottom wing
4) Square
5) Side belly
6) Upper belly
7) Bottom belly
8) Cod end
Gambar 1.1. Skema bagian-bagian trawl 4 panel Nomura and Yamasaki (1977).
Nomura and Yamazaki (1977) mengatakan bahwa konstruksi trawl dasar terdiri dari dua sim,
empat sim dan enam sim. Komponen utama trawl dasar pada umumnya terdiri dari ris atas
(head rope), ris bawah (ground rope), sayap (wing), square, panel samping (side panel)
terutama pada trawl yang terdiri dari empat sim atau lebih, badan (baiting atau belly) dan
kantong (cod end). Komponen lainnya adalah otter board, tali guci (otter pendant), hand rope,
dan warp (selanjutnya trawl dasar ditulis trawl).
2. KLASIFIKASI ALAT TANGKAP TRAWL
Trawl dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara yaitu berdasarkan : 1) cara mulut jaring
terbuka, 2) jumlah kapal yang mengoperasikan, 3) letak jaring pada saat dioperasikan , 4)
jumlah panel (sim), 5 ) jumlah alat tangkap yang dioperasikan, 6) tempat jaring diturunkan dan
7) jenis tujuan penangkapan.
2.1. Berdasarkan Cara Mulut Jaring Terbuka
Berdasarkan cara mulut jaring terbuka trawl dapat dikelompokan menjadi 1) beam trawl 2) otter
trawl dan 3) bull trawl (paranzela). Beam trawl adalah untuk membuka mulut jaring dipasang
kerangka (beam) dari besi (Gambar 2.1.). otter trawl adalah alat tangkap trawl yang
mempergunakan otter board atau door (pintu) atau kite (layang-layang) untuk membuka mulut
jaring kearah samping (Gambar 2.2.). Sedangkan bull trawl yaitu trawl yang dioperasikan
dengan memnggunakan dua kapal untuk membuka mulut jaring ke arah samping (Gambar 2.3.)
Akhirnya pemerintah mengizinkan perusahaan joint venture untuk mengoperasikan alat tangkap
pukat udang (double rig shrimp net) (Gambar 2.9) dan pukat ikan (fish net) (Gambar 2.10) yang
merupakan modifikasi dari trawl dasar.
itu sendiri dililit (seizing) dengan benang PVA. Pelampung yang terpasang pada ris atas
berbentuk bola (kosong di tengah) terbuat dari bahan plastic (PL), berkuping satu atau dua.
Pemberat umumnya terdiri dari rantai besi yang dipasangkan pada ris bawah, bola besi
(bobbin), dan potongan ban bekas berbentuk bulat (rubber slices). Bahan warp terbuat dari
tali baja (steel cable), Nomura (1975).
3.1. W a r p
Tali yang menghubungkan kapal dengan trawl disebut warp, Nomura (1975), selanjutnya
warp ditulis warp. Menurut Fridman (1969) karakteristik penting gerakan trawl di dalam air
dipengaruhi oleh kedalaman trawl, jarak antara trawl dan kapal saat towing sepanjang
haluan yang ditempuh, dan panjang warp. Bentuk warp di dalam air yang bergerak pada
kecepatan konstan ditentukan oleh kerja sistem gaya yang mempengaruhinya. Pada
Gambar 3.1, To dan T1 adalah tensi pada ujung warp (O adalah trawl, A adalah kapal), q
adalah gaya berat yang adalah resistan gaya-gaya hidrodinamikterdistribusi sepanjang
warp, R (hydrodynamic resistance forces) yang juga terdistribusi sepanjang warp. Panjang
warp S (towing yang dilakukan pada kedalaman dan kecepatan yang dapat diabaikan)
dihitung dengan persamaan untukrelatif rendah R menghitung panjang catenary dari satu
vertex (trawl) ke titik lain (kapal), yaitu:
disini To ditentukan dengan:
dan Rb adalah resistan trawl dan otter board di air.berturut-turut R Tv adalah komponen
vertikal tensi pada warp yang diperoleh dengan:
Tv = G + Rab Nan ....................... (3)
Pada persamaan ini G adalah berat otter board di air, Rab adalah komponen resistan
hidrodinamik otter board dan Nan adalah hambatan dari dasar perairan. Hasil percobaan
dengan kapal dan kedalaman berbeda, kecepatan konstan tiga knot (over ground) serta
panjang warp tiga kali kedalaman, rasio proyeksi warp terhadap bidang datar berkisar
antara 0,90 0,95 (Fridman, 1969).
Gambar 3.1 Diagram gaya-gaya yang bekerja pada warp dan proyeksinya pada bidang
datar (Fridman, 1969)
3.2. Otter Board
Otter board dimaksudkan untuk membuka mulut trawl ke arah horisontal (bukaan samping)
dengan memanfaatkan resistan hidrolik (hydraulic resistance) terhadap aliran air. Fungsi
otter board mirip dengan layang-layang di udara yang menghasilkan dua komponen gaya
yaitu gaya angkat (lift) dan hambatan (drag). Demikian juga otter board menghasilkan dua
komponen gaya, yaitu sheer dan drag. Sheer (mirip pada layang-layang, lift) akan
mendorong otter board ke arah luar garis lunas (centerline) sebaliknya drag (drag force)
akan meningkatkan total resistan trawl. Otter board yang baik memiliki sheer yang besar
dan drag yang kecil (Nomura, 1975).
Bentuk-bentuk otter board menurut Prado (1990) terdiri dari rectangular flat, rectangular
cambered, oval cambered slotted, Vee, dan yang paling populer dan efisien digunakan
adalah tipe rectangular cambered (Sberkrp) yang memiliki perbandingan tinggi terhadap
panjang (aspect ratio) 2 : 1 dan drag sangat rendah yang memungkinkan diperoleh bukaan
samping optimum.
Gambar 3.2. Gaya-gaya yang bekerja pada otter board. Sumber: Nomura (1975).
Dijelaskan pula pada Gambar 3.2 bahwa gaya-gaya yang bekerja pada otter board adalah;
c: tensi pada warp, c1: tarikan warp, c2: gaya tarik pada warp, b: tensi pada hand rope, b1:
tarikan hand rope, b2: resistan trawl (drag), r: total gaya-gaya hidrodinamik yang bekerja
pada otter board, r1: gaya membuka ke samping, r2: drag, e: hambatan dasar laut,
e1:ground spread, e2:hambatan dan friksi dasar laut. Total gaya hidrodinamik (r) tergantung
pada besaran angle of attack otter board, Fridman (1969). Angle of attack adalah sudut
yang dibentuk oleh pada gambar 3), Pradogaris lunas kapal dengan otter board (sudut
(1993). Tabel 3.1 menyajikan besarnya angle of attack untuk berbagai tipe otter board.
Tabel
3.2
menyajikan
beberapa
ukuran
otter
board
beserta
beratnya.
Keseimbangan otter board ditentukan oleh besarnya sudut elevasi (heel) terhadap bidang
vertikal. Titik B (Gambar 3.3) adalah titik pusat daya apung (center of buoyancy), titik G
adalah titik pusat gaya berat (center of gravity). Jika B terletak di atas G akan bekerja
momen penegak (upright moment) sebesar jarak GZ yang terletak diantara B dan G. Pada
kedudukan otter board miring ke luar (heel positif), otter board akan semakin tertekan ke
bawah selain oleh gaya beratnya sendiri juga oleh komponen vertikal gaya hidrodinamik.
Sebaliknya jika miring ke dalam (heel negatif) tekanan ke bawah akan berkurang oleh
adanya tensi dari warp. Kedua tipe kemiringan ini pada umumnya akan mengurangi gaya
membuka otter board.
Tabel 3.1. Angle of attack berbagai tipe otter board
Tipe otter board Angle of attack
Rectangular flat (prawn) 25o 30o
Rectangular curve (Japanese) 25o
Rectangular curve sberkrp 15o
Oval curve 35o
Rectangular V section 35o
Rectangular cumbered sberkrp 35o 40o
Sumber : Prado (1990).
(m)
Lebar
(m)
Luas
(m2)
Berat
di
air
(ton)
700
3,2
1,36
4,080
0,800
850
3,2
1,60
5,120
1,040
1.200
3,2
1,92
6,144
1,635
2.000
4,0
2,00
8,000
2,100
2.700
3,8
2,50
9,500
2,600
3.150
3,8
2,50
9,500
3,100
3.500
3,9
2,65
10,335
3,200
Kemiringan ke luar lebih disukai karena kemungkinan otter board tertelungkup kecil sekali,
tekanan ke bawah akan dikurangi dengan adanya sudut tilt positif (Gambar 3.3) dan sepatu
otter board berbentuk ski serta adanya lengkungan pada ujung depan otter board (sheer).
Tilt positif mengurangi kontak otter board terhadap dasar laut, sekaligus menambah ground
spread (komponen e pada Gambar 3.4), Nomura (1975).
Gambar 3.3. Elevasi otter board pada bidang vertikal. Sumber: Nomura (1975)
Gambar 3.4. Tilt positif dan negatif. Sumber: Nomura (1975)
3.4. Bottom rigging
Pada trawl yang berukuran kecil seperti pada double rigger shrimp trawl, otter board
dihubungkan langsung ke trawl. Tidak demikian halnya pada trawl yang berukuran lebih
besar dengan berat otter board di air lebih dari satu ton (Tabel 3), otter board dihubungkan
dengan
lower
hand
rope
atau
lower
bridle
(Gambar
3.5),
Nomura
(1975).
Gambar 3.5a. Penataan otter board dan asesori. Sumber: Arsip KAL BJIV (1995).
Penentuan secara tepat besarnya bukaan diperlukan pengamatan langsung pada alat yang
sedang dioperasikan di dasar perairan dengan menggunakan underwater camera atau
pengukuran pada model yang dilakukan dalam plum tank. Bukaan atas (horizontal opening)
diukur dengan menggunakan alat akustik net sounder (Nomura, 1975).
Menurut FAO (1993) bukaan kesamping trawl adalah sebesar h x X2, disini h adalah
panjang ris atas, X2 adalah koefisien. Koefisien untuk kawasan 0,66 (FAO, 1993).Asia
Tenggara berkisar antara 0,4 Paully (1983) menyarankan nilai pendekatan X2 = 0,5. Sparre
et al (1992) menganjurkan untuk memperkirakan besarnya bukaan trawl adalah dengan
cara mengukur beda sudut bukaan warp pada gallows.
Hasil percobaan Vinogradof (1960) yang disitir oleh Fridman (1969) bahwa di Laut Baltic
rasio
bukaan
trawl
terhadap
head
rope
berkisar
antara
0,45
0,55.
mendorong
kedua
otter
board
ke
luar.
Gaya
transversalnya
akan
Keseimbangan (equilibrium) sistem trawl dalam gerak ke depan selaras dapat dinyatakan
dalam persamaan sumbu XY, yaitu:
X = r3 r1 r2 = 0 dan Y = t2 t1 t3 = 0.
Dari persamaan pertama diperoleh :
r3 r1 mr1 = 0, r3 = (1 + m) r1.
dengan mensubstitusikan nilai-nilai r1, r2 dan r3 ke persamaan kedua diperoleh
= 0,
maka:(1+m)r1tgnr1r1tg
= n (1 + m) tg tg .................... (7)
kecil
maka
rumus
tersebut
dapat
ditulis
denganOleh
karena
nilai
sudut
disini x adalah setengah jarak antara otter board dan L adalah proyeksi pada bidang datar
warp yang nilainya berkisar antara 0,90 ~ 0,95 kali panjang sebenarnya, dan , = B-D adalah
jumlah panjang hand line. Dengan demikian persamaan (7) dapat ditulis sebagai :
dan nilaiLebih lanjut dinyatakan juga bahwa nilai n terhadap rasio x/ sangatlah kecil,
dengan menghilangkan bentuk kedua di sebelah(1 + m)x/ kanan pada persamaan (8)
diperoleh:
setelah x ditentukan, n = (1 + m)x/ dapat dihitung, maka diperoleh nilai yang lebih akurat
yaitu seperti pada persamaan (6) di atas.
Selanjutnya dikatakan bahwa jarak antara otter board atau jarak antara kedua ujung wing
tergantung pada ukuran trawl, resistannya, kualits otter board, panjang hand rope, dan
panjang warp. Sebaliknya resistan trawl dan parameter otter board tergantung pada
kecepatan kapal. Resistan otter board hampir tidak berpengaruh pada bukaan trawl,
resistan tersebut hanya mempengaruhi total resistan sistem trawl. Dengan menambah
panjang warp dan hand rope jarak antar otter board akan bertambah, sebab gabungan
gaya-gaya yang menahan mulut trawl sepanjang arah horisontal akan berkurang. Namun
demikian, rumus tersebut sangat tergantung pada koefisien m dan n, sedangkan kedua
koefisien tersebut tidak mudah diperoleh dengan pengukuran praktis di lapangan. Bila sudut
tidak diabaikan dan digunakan sebagai titik tolak perhitungan maka bukaan mulut trawl
saat dioperasikan akan dihitung dengan asumsi bahwa trawl berbentuk kerucut.
ABG, Gambar3.10) dengan menggunakan, Menghitung sudut bukaan warp ( data hasil
pengukuran jarak antar gallows (A-A1) dan jarak antar warp (A2-A4). Jarak A-A2 dihitung
dengan rumus :
antara
0,900,95,
proyeksi
ini
dihitung
dengan
rumus:
Kesanggupan berlayar dilaut dengan baik, yaitu dalam segala keadaan cuaca yang
mungkin terjadi.
3.
Mempunyai stabilitas yang tinggi dengan daya simpan yang baikterhadap muatan yang
berat.
4.
Tempat persediaan yang cukup untuk bahan bakar, makanan dan air untuk keperluan
operasi dalam waktu serta jarak yang telah ditentukan untuk keperluan yang tak
terduga.
Menurut Soemarto (1979), berdasarkan jumlah yang digunakan dalam operasi
penangkapan maka ada dua jenis kapal yaitu :
1. Trawl kapal tunggal (One Boat Trawl)
2. Trawl kapal ganda (Two Boat Trawl)
Selanjutnya dikatakan bahwa kapal trawl juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Daya olah gerak yang baik
2. Daya tarik yang kuat
3.
gillnet),
rawai
dasar
(bottom
long
line),
bubu
dan
lain
sebagainya.
Menurut Aoyama (1973) ikan dasar memilki sifat ekologi yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai adaptasi dengan kedalaman perairan
2. Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran ruaya yang lebih
sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis
3. Jumlah kawanan relatif kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis
4. Habitat utamanya berada di dekat dasar laut meskipun berbagai jenis
diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas.
5. Kecepatan pertumbuhannya rendah
6. Komunitas memiliki seluk beluk yang komplek
7.
Persiapan Operasi
Sebelum kapal menuju daerah penangkapan pada umumnya melakukan persiapan
terhadap segala perlengkapan untuk operasi penangkapan yang meliputi persiapan alat
tangkap dan suku cadangnya, bahan bakar, perbekalan, termasuk obat-obatan dan
kelengkapan surat-surat kapal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan daerah penangkapan sebagai
berikut :
1. Keadaan daerah penangkapan yang dilihat berdasarkan pada keadaan musim saat
itu.
2. Hasil laporan penangkapan dari kapal lain yang sedang beroperasi
3.
Joining wire dihubungkan dengan otter pendant sampai dengan otter board
tertarik joining wire.
5. Kemudian otter board dilepas dari tempat gantungan dan diharea sampai
dengan otter board berada di dalam air
6. Otter board ditahan sebentar ( 5menit) sampai dengan terlihat bahwa otter
board terbuka sempurna
7. Kemudian warp diharea dari drum trawl winch sesuai dengan kedalaman
perairan .
8. Kemudian pengikat drum dikencangkan pengikatnya dan trawl winch
dimatikan.
9. Sesuaikan kecepatan kapal sehingga menjadi antara 2,5 knot sampai
dengan 3 knot
4.2.2. Pehelaan Jaring (Towing)
Lamanya towing mempengaruhi daya tangkap dari spesies yang berbeda FAO (1993)
karena beberapa spesies jika digiring dengan trawl akan segera kecapaian dan akan
tertangkap sementara spesies lainnya dapat berenang di bagian depan mulut trawl
selama jangka waktu tertentu kemungkinan dapat terhindar dari penangkapan.
Selanjutnya dikatakan lamanya towing untuk tujuan penelitian adalah 1 0,5 jam,
sedangkan
untuk
tujuan
komersil
berkisar
antara
jam.
Kecepatan towing trawl yang dilakukan pada jalur sapuan yang telah ditetapkan adalah
tiga knot. Sedangkan lamanya towing adalah 30 menit sampai dengan 1 jam untuk
setiap stasion pada saat penelitian (Sparre et al, 1992).
Pada saat towing jangan sampai hasil tangkapan di dalam kantong terlalu banyak,
sehingga dapat menyebabkan ikan hasil tagkapan utama rusak akibat tertindih ikanikan dan biota-biota laut lainnya
Trawl winch dinyalakan dan pengikat drum trawl winch dikendorkan dan kecepatan
kapal diturunkan menjadi 2 knot
3.
Kemudian warp dihibob (ditarik) sampai dengan otter board kemudian otter board di
lepas dan dipasang pada pengantungnya.
4. Joining wire dihibob sampai dengan net pendant tergulung pada drum.
5. Pengikat drum dikencangkan dan dilepas dari perputaran trawl winch.
6. Dengan mengunakan tali salang (mako) badan jaring diikat dan ditarik menggunakan
sling, sampai dengan kantong naik keatas dek.
7. Kantong dibuka tali pengikatnya pada bagian ujung belakang, kemudian pada
bagian depan kantong diikat dan ditarik ke atas sehingga ikan hasil tangkapan yang
ada dikantong tertumpah ke atas dek.
8. Setelah ikan tertumpah di atas dek ujung kantong diikat kembali sehingga siap untuk
diseting
9. Ikan hasil tangkapan ditangani.
tangkapan di dalam kantong terlalu banyak, yang bisah merusak hasil tagkapan utama
yang ada didalam kantong akibat tertindih ikan-ikan dan biota-biota laut lainnya.
Yang perlu diperhatikan selama towing adalah sama dengan stern trawl tetapi ada
tambahan yaitu : jika memutar pada perairan yang dangkal dan sempit, sebaiknya otter
board dan jaring ditarik hingga berada pada ujung out rriger, jika tidak ada kemungkinan
alat tangkap kiri dan kanan saling membelit atau masuk ke dalam baling-baling, setelah
berubah haluan dan keadaan sudah aman jaring di turunkan kembali.
4.3.3. Pengangkatan Jaring (Hauling)
Hauling dilakukan setelah waktu towing berakhir. Dalam hal ini nahkoda atau perwira
jaga memberikan aba-aba stand by, pertama-tama dilakukan adalah mengangkat try net
kemudian ABK yang bertugas sudah siap diposisinya masing-masing. Adapun kegiatan
tersebut sebagai berikut :
1. ABKl yang bertugas di winch utama akan membunyikan bel satu kali untuk
memberitahukan kepada nahkoda atau perwira jaga yang bertugas.
2. Kemudian nahkoda atau perwira jaga akan memberikan perintah jaring ditarik atau
diangkat, kecepatan kapal diturunkan 2 knot, winch utama dihidupkan
3. Kemudian warp ditarik sehingga mulai tergulung sedikit demi sedikit, ABK pemegang
winch utama mengatur kecepatan penarikan antara jaring kiri dan kanan sehingga
otter board sampai keujung rig secara bersamaan
4. Kemudian ABK yang petugas mengait lizy line, kemudian tali tersebut dililitkan pada
kapstan untuk menarik tali tersebut, sehingga tali tersebut tertarik hingga kantong
jaring berada di sisi lambung kanan maupun kiri , stopper dipasang sehingga jaring
beserta otter board tertahan di ujung rig
5. Setelah itu bagian depan kantong sedikit dibelakang API diangkat dengan
menggunakan hook ke atas dek.
6. Kantong yang sudah di atas deck dibuka dengan cara menarik tali pengikatnya,
sehingga semua isi kantong akan keluar diatas gladak
7. Kemudian kantong ditarik kebelakang untuk diikat kembali dan siap diturunkan
kembali diturunkan kembali.
8. Hasil tangkapan disortirmenurut jenis dan ukuran
Gambar
4.3.
Operasi
penangkapan
dengan
double
rig
trawl
b) Kedua kapal mengharea warp secara bersamaan dan panjangnya sama serta
disesuaikan dengan kedalaman perairan
c)
Kedua kapal menjaga jarak selama towing dan melaju dengan kecepatan dan
haluan yang sama
Setelah sel;esai menghibob warp, Kapal A memberikan ujung dari sayap jaring
(wing) kepada B
g) Kapal A melepaskan ikatan dan menjauhi kapal B, Kapal B mulai nenaikan jaring
melalui lambung kirinya. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Operasi penangkapan dengan dua kapal sistem dua warp (2-warp
style operation)
g) Kedua warp dihibob oleh kapal A pada dua buah drum seperti kapal stern
traw pada umumnya
h) selesai menarik warp dan mulai menaikan jarring
i)
j)
Gambar 4.3. Operasi penangkapan dengan dua kapal sistem tiga warp (3warp style operation)
a) Kapal A menaikan alat tangkap, kapal B mendekati kapal A dan memberikan ujung
dari warp.Kapal A mengikatkan ujung warp tersebut pada stopper.
b) Kapal B Mulai mengharea warp, jaring dan warp yang lain
c) Pada saat kapal A selesai hauling alat tangkap, kapal B selesai mengharea alat
tangkap
d) Kedua kapal melakukan towing secara bersamaan
e) Setelah selesai towing kedua kapal saling mendekat
f)