You are on page 1of 8

Diposkan oleh Darman Rasyid Baido di 20.

35 Rabu, 23 Februari
2011 Label: Artikel Ilmu Penyakit Dalam
Oleh : Prof. dr John MF Adam, SpPD-KEMD
Divisi Endokrin-Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
PENDAHULUAN
Hipertiroid adalah suatu sindroma klinik akibat
meningkatnya sekresi hormon tiroid T4, T3 atau keduaduanya. Walaupun tidak sama, istilah hipertiroid sering
disebut juga tirotoksikosis. Berbagai penyebab dapat
mengakibatkan hipertiroid . Tiga penyebab utama ialah
penyakit autoimmun Graves, struma multinoduler dan
adenoma toksik, tetapi sebagian besar penyebab hipertiroid
yaitu sekitar 90% disebabkan oleh penyakit autoimmun
Graves. Baik struma multinoduler maupun adenoma toksik
lebih sering ditemukan pada mereka yang berumur lanjut
yaitu antara 40 - 60 tahun, sedangkan penyakit Graves
sebagian besar pada umur antara 20-40 tahun. Di praktek
sehari-hari penderita hipertiroid yang datang mengunjungi
dokter atau klinik hampir 90% adalah penyakit hipertiroid
Graves. Mengingat penyakit Graves ditemukan pada umur
antara 20-40 tahun, dengan sendirinya apabila kita
berbicara mengenai hipertiroid dengan kehamilan, hampir
selalu yang ditemukan adalah penderita hipertiroid Graves.
Pada umumnya semua penderita hipertiroid tanpa
memandang penyebab akan memberikan gambaran klinik
yang sama, cara diagnosis yang sama dan pengobatan yang
hampir sama pula. Pada beberapa keadaan tertentu
memerlukan
pendekatan
diagnosis
yang
agak
lain
disamping pengobatan yang lebih spesifik, misalnya pada
krisis
tiroid,
oftalmopati
Graves,
periodik
paralisis
tirotoksikosis dan hipertiroid dengan kehamilan.
Hipertiroid ditemukan pada 2/1000 kehamilan. Tanpa
pengobatan yang adekuat, dapat terjadi keguguran, bayi
lahir prematur atau lahir dengan berat badan kurang dari
normal . Hipertiroid dengan kehamilan bisa terjadi pada
seseorang yang sudah dikenal sebagai penderita Graves
kemudian menjadi hamil, atau hipertiroid yang baru
diketahui saat hamil, bahkan dapat terjadi hipertiroid baru
muncul setelah persalinan. Khusus untuk penyakit Graves
dengan kehamilan, hipertiroid Graves biasanya menjadi
lebih berat pada trimester pertama kehamilan, dengan
demikian insidens tertinggi hipertiroid dengan kehamilan
akan ditemukan pada umur kehamilan trimestar pertama .

Tidak jarang seorang penderita Graves yang sudah eutiroid,


menjadi hipertiroid kembali pada awal kehamilan. Pada
kehamilan yang lebih tua, penyakit Graves mempunyai
kecenderungan
untuk
mengalami
remisi
dan
akan
eksaserbasi lagi setelah persalinan. Fluktuasi gambaran
klinik penyakit Graves selama kehamilan disebabkan oleh
perubahan sistem imun ibu selama hamil . Pada saat hamil
respons ibu mengalami penurunan. Diduga bahwa pada saat
hamil janin menghasilkan bahan supresor yang melewati
plasenta dan menekan reaksi imun ibu, dan akan
menghilang lagi setelah persalinan . Hal ini dapat
menerangkan kenapa pasca persalinan dapat terjadi
eksaserbasi hipertiroid pada penderita Graves.
Pada seorang wanita hamil yang disertai dengan hipertiroid,
dokter akan ditantang oleh beberapa persoalan yaitu :
1. Bagaimana memastikan diagnosis adanya hipertiroid
2. Bagaimana melakukan pengamatan lanjut (follow-up)
yang baik
agar kehamilan dapat berlangsung dengan aman.
3. Pilihan pengobatan mana serta bagaimana cara
pengobatan yang
harus diberikan agar baik ibu maupun janin dapat
terhindar
dari penyakit akibat pengobatan.
4. Bagaimana pengobatan pada saat laktasi.
DIAGNOSIS HIPERTIROID PADA KEHAMILAN
Pada mereka yang tidak hamil, sebagian besar hipertiroid
Graves dapat di diagnosis secara klinis oleh karena
gambaran klinis yang khas seperti takhikardi, banyak
keringat, kelainan mata dll. Tidaklah demikian pada wanita
hamil,
sebab
sebagian
tanda
hipermetabolik
dapat
disebabkan oleh proses kahamilan sehingga mengacaukan
dengan keadaan hipertiroid . Perubahan-perubahan tersebut
ialah :
1. Gejala hiperdinamik
Pada wanita hamil dapat terjadi gejala hiperdinamik
seperti tidak tahan panas, kulit yang panas dan basah,
takhikardi.
2. Berat badan menurun
Pada hamil muda, emesis akan menyebabkan berat badan
wanita hamil akan menurun, keadaan mana mirip pada
hipertiroid. Perlu diingat kembali bahwa hipertiroid justru

memberat pada trimester pertama.


3. Adanya struma.
Sebagian wanita hamil akan ditemukan adanya struma.
Hal ini oleh karena pada kehamilan klirens ginjal terhadap
yodida meningkat sehingga dapat terjadi defisiensi yodium
untuk sementara waktu. Penelitian di Skotland menunjukkan
bahwa sekitar 79% wanita hamil disertai dengan adanya
struma .
4. Kadar hormon tiroid
Pada keadaan hamil oleh karena pengaruh estrogen maka
kadar TBG (thyroid binding globulin) akan meningkat, yang
akan diikuti oleh meningkatnya kadar TT4 (T4 total) dan TT3
(T3 total) dalam plasma. Dengan demikian apabila kita
hanya mengukur kadar TT4 dan TT3 sebagai parameter
fungsi tiroid maka hasil fungsi tiroid akan memberikan
gambaran hiperfungsi . Oleh karena itu sebaiknya untuk
pemeriksaan fungsi tiroid pada kehamilan jangan diperiksa
kadar TT4 tetapi FT4 (free thyroxin = tiroksin bebas).
Memperhatikan keadaan diatas yang dapat mengacaukan
diagnosis hipertiroid pada kehamilan, maka prosedur
diagnosis mutlak memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Gambaran klinis saja tidak dapat dipakai sebagai pegangan
diagnosis.Selain itu diagnosis dengan bantuan kedokteran
nuklir tidak mungkin dilakukan pada wanita hamil.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan FT4 (free thyroxin) dan (bukan TT4)
Pada saat ini sudah dapat diperiksa kadar FT4 dalam
plasma. Pada hipertiroid kadar FT4 plasma meningkat.
2. Kadar TSHs
TSH (thyroid stimulating hormon) adalah hormon yang
dikeluarkan oleh hipofise bagian anterior yang fungsinya
memacu tiroid untuk sekresi T4 dan T3. Pada saat ini telah
dikembangkan cara pemeriksaan laboratorium yang sensitif
untuk deteksi TSH (TSHs = TSH sensitive test). Pada
hipertiroid kadar TSHs akan rendah, sebaliknya pada
keadaan hipotiroid kadar TSHs akan meningkat.
3. Tes TRH
Tes TRH hanya dilakukan apabila pemeriksaan diatas
masih tetap meragukan apakah hipertiroid atau tidak. Pada
umumnya sebagian besar kasus hipertiroid sudah terdeteksi
dengan pemeriksaan FT4 dan TSHs.

Sejak awal kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan


pada fungsi tiroid ibu. Tiroid janin baru mulai berfungsi pada
umur kehamilan minggu ke 12-16. Jika dikaitkan dengan
kondisi hipertiroid, Plasenta sebagai penyekat antara ibu
dan janin mempunyai sifat khusus sebagai berikut :
1. TSH agaknya tidak dapat melewati barier plasenta.
Dengan
demikian baik TSH ibu maupun TSH janin tidak saling
mempengaruhi.
2. T4 dan T3 dapat melewati plasenta dalam jumlah yang
sangat
kecil, sehingga dapat dianggap tidak saling
mempengaruhi.
3. Obat antitiroid PTU dan NeoMercazole dengan mudah
dapat
melewati plasenta. Oleh karena itu penting sekali
mempertimbangkan dosis yang tepat agar tidak
mengakibatkan
hipotiroidi pada janin.
4. Propranolol dapat melewati plasenta, oleh karena itu
tidak
dianjurkan sebagai pengobatan tambahan pada wanita
hamil.
5. Iodida dan radioiodida juga melewati plasenta.
6. Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) dapat bebas
melewati
plasenta. Oleh karena itu pemeriksaan kadar TSI pada
kehamilan penting, dengan pengertian apabila kadar TSI
saat
hamil tinggi maka kemungkinan dapat terjadi hipertiroid
neonatal.
PENGOBATAN
Pengobatan saat hamil
Pengobatan hipertiroid terdiri atas a) pemberian obat
antitiroid, b) strumektomi subtotal, c) yodium radioaktif.
Pada kehamilan pemberian zat yodium radioaktif merupakan
kontraindikasi sehingga pengobatan pada hipertiroid hamil
harus dipilih antara obat antitiroid dan operasi.
1. Obat antitiroid Thionamida
Thionamida bekerja mencegah sintesis hormon dari sel
tiroid, tetapi tidak dapat menghentikan pelepasan hormon
tiroid yang sudah terbentuk. Oleh karena itu waktu untuk

mencapai eutiroid setelah pemberian thionamida tergantung


dari berapa banyak hormon tiroid yang masih tersimpan
sebagai koloid . Pada umumnya waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai eutiroid setelah pemberian obat antitiroid
berkisar antara 4-6 minggu.
Dosis obat tergantung pada keadaan hipertiroid dan
minggu gestasi. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya
plasenta, dosis obat antitiroid thionamida dapat diberikan
seperti pada keadaan tidak hamil. Propilthiourasil dapat
diberikan dengan dosis 3 sampai 4 kali 100 mg sehari,
sedang NeoMercazole 3 kali 10 mg sehari. Setelah keadaan
eutiroid tercapai maka dosis dapat diturunkan. Pada
umumnya dengan dosis PTU 100-200 mg/hari dan
NeoMercazole 10-15 mg/hari selama hamil tidak akan
memberikan efek hipotiroid pada anak.
Makin tua umur kehamilan proses autoimmun ibu akan
menurun, sehingga beberapa ahli menganjurkan untuk
menghentikan pemberian obat antitiroid 4 minggu sebelum
persalinan. Krenning dan Hennemann di Rumah Sakit
Dijkzigt Rotterdam menghentikan obat antitiroid 4 minggu
sebelum persalinan. Surge dan Drury dari Dublin Maternity
Hospital mempergunakan dosis awal carbimazole 60 mg
sehari tetapi setelah 6-8 minggu diturunkan menjadi 5-10
mg sehari, kemudian obat dihentikan pada minggu gestasi
ke 37. Andi Sutanto dkk mempergunakan dosis PTU 1-3 kali
100 mg sehari pada 13 wanita hamil dengan hipertiroid
selama kehamilan tidak menemukan kelainan pada bayi
yang dilahirkan.
2.Obat penyekat beta (beta blocker)
Obat penyekat beta seperti propranolol (Inderal),
carteolol
(Mikelan)
sering
digunakan
baik
sebagai
pengobatan
tunggal
maupun
obat
tambahan
pada
pengobatan hipertiroid. Beberapa sentra juga menggunakan
propranolol pada hipertiroid dengan kehamilan. Penggunaan
propranolol
pada
kehamilan
dilaporkan
dapat
mengakibatkan beberapa efek samping seperti plasenta
kecil, gangguan pertumbuhan janin, bradikardi postnatal
dan hipoglikemi . Oleh karena itu pada saat ini obat
penyekat beta sebaiknya jangan dipakai pada hipertiroid
dengan kehamilan, terkecuali pada keadaan tertentu
misalnya pada krisis tiroid.
3. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal hanya dilakukan pada keadaan
tertentu misalnya pada penderita yang sangat allergi

terhadap obat antitiroid, tidak berhasil dengan pengobatan


obat antitiroid atau pada mereka dengan gejala penekanan
oleh struma. Worley dan Crosby dari Oklahoma University di
Amerika Serikat meneliti secara retrospektif penderita
hipertiroid dengan kehamilan yang pernah dirawat selama
12 tahun. Ternyata pada mereka yang mendapat obat
antitiroid saja sebanyak 70% melahirkan bayi aterm.
Sebaliknya pada mereka yang mengalami pembedahan
strumektomi, hanya 43% yang melahirkan bayi aterm. Selain
itu
kematian
bayi
pada
mereka
yang
mengalami
pembedahan ditemukan 43% sedang angka kematian pada
mereka yang mendapat obat antitiroid hanya 20%. Oleh
karena itu mereka menyimpulkan bahwa pengobatan terbaik
pada wanita hipertiroid hamil adalah pemberian obat
antitiroid. Di klinik kami(RSUP Wahidin, Makassar) selama
dibukanya Sub-Bagian Endokrin dan Metabolik sejak tahun
1977 (15 tahun) tidak pernah ditemukan satu kasuspun
wanita hamil hipertiroid yang membutuhkan tindakan
pembedahan.
PENGAWASAN SELAMA HAMIL
Tujuan pengobatan pada wanita hamil dengan hipertiroid
ialah selain mencapai eutiroid pada ibu hamil, juga
mencegah terjadinya efek samping pada janin antara lain
dengan mencegah terjadinya hipotiroid dan struma pada
janin. Pengalaman dengan dosis kecil PTU antara 100-200
mg sehari dan NeoMercazole 10 - 20 mg sehari sepanjang
kehamilan akan memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Untuk mengetahui keadaan eutiroid dengan sendirinya
diperlukan pemeriksaan fungsi tiroid selama hamil.
Pemeriksaan yang terbaik ialah pemeriksaan FT4 dan TSHs
setiap 4 minggu sekali. Di klinik yang mampu, pemeriksaan
TSI juga dilakukan . Kadar TSI yang tinggi selama hamil,
memberikan kesan pada anak mungkin dapat terjadi
hipertiroid neonatal.
PENGOBATAN PADA SAAT LAKTASI
Seperti sudah disebut sebelumnya, pada akhir kehamilan
proses autoimmun akan berkurang sehingga pada akhir
kehamilan pada umumnya wanita hamil akan menjadi
eutiroid. Setelah bersalin, kekambuhan hipertiorid akan
terjadi pada 6 bulan pertama. Oleh karena itu pemeriksaan
fungsi tiroid sebaiknya dilakukan pada 3 bulan dan 6 bulan
setelah bersalin. Apabila terjadi hipertiroid kembali maka
harus segera dimulai dengan obat antitiroid. Sampai saat ini
obat antitiroid yang dianggap aman dan tidak menebus
plasenta ialah PTU.

KESIMPULAN
Prevalensi hipertiroid dengan kehamilan diperkirakan
0,2%. Apabila hipertiroid tidak terkendali, dapat terjadi
komplikasi seperti lahir prematur, lahir mati, bahkan pada
ibu dapat terjadi krisis tiroid. Penyebab hipertiroid pada
wanita usia subur pada umumnya adalah penyakit Graves.
Penderita
dengan
hipertiroid
Graves
mempunyai
kecenderungan untuk remisi pada akhir kehamilan, dan
eksaserbasi setelah persalinan, terutama pada enam bulan
pertama. (Diagnosis dan pengobatan hipertiroid selama
hamil biasanya sulit). Selama hamil, wanita hamil yang
normal sering memberikan keluhan dan gejala yang mirip
pada keadaan hipertiroid. Oleh karena itu diagnosis
hipertiroid dengan kehamilan membutuhkan pemeriksaan
laboratorium fungsi tiroid seperti kadar FT4 dan TSH. Pilihan
pengobatan pada hipertiroid dengan kehamilan ialah
pemakaian obat antitiroid seperti propiltiourasil dan
karbimazol (NeoMercazole). Dosis obat antitiroid harus
diberikan dalam jumlah kecil untuk mencegah terjadinya
hipotiroid pada neonatus. Selama pengobatan, fungsi tiroid
harus dipantau lebih sering yaitu setiap empat-delapan
minggu. Tiroidektomi subtotal hanya dilakukan pada mereka
yang tidak berhasil dengan obat antitiroid, misalnya allergi
obat.
RUJUKAN
1. Volpe R: Gravess disease. In: Thyroid function and
disease,
Burrow, Oppenheimer, Volpe (eds), WB Saunders co,
Philadelphia, 1989: 214-260.
2. Burrow GN: The management of thyrotoxicosis in
pregnancy. N
Engl Med J 313: 565, 1985 .
3. Walfish PG, Cham JYC: Post partum hyperthyroidism.
Clinical
Endocrinology and Metabolism 14: 417-448, 1985.
4. Burrow GN: Thyroid disease in pregnancy. In: Thyroid
function
and disease, Burrow, Oppenheimer, Volpe (eds), WB
Saunders co,
Philadelphia, 1989: 292-293.
5. Seth J.Becket G: Diagnosis of hyperthyroidism: The newer
biochemical tests. Clinics in Endocrinology and Metabolism
1985, 14: 373-393.
6. Furth ED: Thyroid and parathyroid function in pregnancy.

In:
Endocrinology and pregnancy. Fuchs F, Kloppr A (eds). 4th
ed,
Phyladelphia, Harper and Row Pub. 1983: 176-182.
7. Krenning EP, Hennemann G: Ziekten Van de schiledklier.
In
Nederland Leerboek der Endocrinologie,
Wetenschappelijke
Uitgeveri j Bunge, Utrecht 1982: 60-72.
8. Sugrue D, Drury MI: Hyperthyroidism complicating
pregnancy:
Results of pretreatment by antithyroid drugs in 77
pregnacies. British Journal of Obstetri and Gynaecology
87:
870-975,1980.
9. Andi Sutanto, Waspadji S, Slamet Sujono, Supartondo:
Pengalaman pengobatan penderita hiperetiroidisme
dengan
kehamilan. Naskah Lengkap Kongres PERKENI 1986: 417425.
10.Sherman L, Kolodny HD, Ramohan M, Liebermann HD:
The thyroid
gland in pregnancy. In Perspective of Clinical
Endocrinology,
1980: 227-253.
11.Worley RJ, Crosby WM: Hyperthyroidism during
pregnancy. Am J
Obstet Gynecol 115: 150-155, 1974.

You might also like