You are on page 1of 68

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas Rahmat dan Hidayah-Nyalah makalah Kesehatan Lingkungan ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dari berbagai sumber
ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Makalah ini secara
menyeluruh membahas mengenai Kesehatan Lingkungan, khususnya mengenai
analisa data surveillance epidemiologi, penetapan wabah, KLB, serta upaya untuk
menjaga mutu lingkungan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1. dr. Tumpak M. Sinaga, MPH selaku tutor kelompok I yang telah membimbing
kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) modul I blok XXI
ini.
2. Teman-teman kelompok I yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya
sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik
dan dapat menyelesaikan makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK)
kelompok I.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tentunya makalah ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah hasil diskusi
kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, 02 Desember 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................................................1
a. Latar Belakang

.......................................................................................1

b. Tujuan Modul .........................................................................................1


Isi............................................................................................................................2
a. Terminologi Asing

.................................................................................2

b. Identifikasi Istilah ....................................................................................2


c. Analisis Masalah
d. Strukturisasi

............................................................................................7

e. Learning Objective
f. Belajar Mandiri
g. Sintesis

.....................................................................................3

..............................................................................8
......................................................................................8

.................................................................................................9

Penutup...................................................................................................................64
Kesimpulan............................................................................................................64
Daftar Pustaka .......................................................................................................65

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Ilmu Kesehatan Lingkungan didefinisikan ilmu yang mempelajari
dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat
dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti
spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan di sekitar manusia, yang
menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahan.
Kesehatan lingkungan merupakan upaya untuk melindungi kesehatan
manusia melalui pengelolaan, pengawasan dan pencegahan faktor-faktor
lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
Dalam konsep ilmu kesehatan lingkungan, terdapat suatu keselarasan
dan keserasian lingkungan hidup melalui upaya pengembangan budaya
perilaku sehat dan pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang
bersih, aman, nyaman, sehat dan sejahtera terhindar dari gangguan
penyakit, pencemaran dan kecelakaan, sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.
Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan mampu mewakili
beberapa informasi yang dapat membantu mahasiswa dalam memahami
prinsip dasar ilmu kesehatan lingkungan, menganalisa data surveillance
epidemiologi, penetapan wabah, KLB, serta upaya untuk menjaga mutu
lingkungan.

B.

Manfaat modul
Tujuan modul 1 blok XXI ini adalah mempelajari ilmu tentang
kesehatan lingkungan yang mencakup prinsip dasar ilmu kesehatan
lingkungan, menganalisa data surveillance epidemiologi, penetapan wabah,
KLB, serta upaya untuk menjaga mutu lingkungan. Modul 1 ini digambarkan

ii

dengan jelas di skenario sehingga dapat mengarahkan ke learning objectif


yang harus dicapai.

ii

BAB II
ISI

Skenario
Kolera Menyerang
Penyakit kolera menyerang sebuah sekolah dasar di Kabupaten X. Dari data
selama tiga minggu terakhir jumlah murid yang absen akibat penyakit kolera
berturut-turut 18, 17, dan 19 orang. Enam minggu sebelumnya angka absensi
akibat kolera berturut-turut sebayak 2, 5, 4, 0, 3, dan 7 orang. Laporan puskesmas
setempat dari data surveilan epidemiologi mengatakan tidak ada yang meninggal
akibat penyakit kolera selama periode tersebut. Apakah ini wabah masih diteliti
oleh petugas puskesmas setempat mengingat ada peningkatan insidensi penyakit.
Disekitar sekolah banyak penjual makanan.
STEP 1
TERMINOLOGI ASING

Insiden

jumlah kejadian dalam kurun waktu tertentu

dibagi penduduk yang mempunyai resiko (population at risk) terhadap


kejadian tersebut dalam kurun waktu tertentu, dikalikan konstanta k

Prevalen

jumlah kasus penyakit yang terjadi dalam

populasi pada waktu tertentu, pada suatu titik waktu tertentu atau selama
periode waktu

Wabah

kejadian berjangkitnya suatu penyakit dalam

masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi


daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu.

Kejadian luar biasa

timbulnya

atau

meningkatnya

kejadian

kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah


dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor
560/Menkes/Per/VIII/1989)

ii

STEP 2
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah yang menyebabkan kejadian kolera meningkat di Kabupaten
tersebut?
2. Faktor apakah yang berperan dalam peningkatan kasus kolera?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit?
4. Apakah hubungan antara banyaknya penjual makanan disekolah dengan
peninkatan kejadian tersebut?
5. Apakah kasus tersebut masuk dalam KLB? Apa saja criteria KLB?
6. Apakah manfaat menilai insidensi dan prevalensi?
7. Bagaimanakah monitoring setelah mengetahui insidensi dan prevalensi?
8. Apakah dapat mempengaruhi lingkungan sekitar?
9. Apa saja tindakan preventif yang bisa dilakukan?

STEP 3
BRAINSTORMING
1. Kejadian kolera meningkat di Kabupaten tersebut dapat terjadi karena
beberapa hal. Salah satunya, sesuai dengan yang telah disebutkan dalam
scenario banyaknya penjual makanan dapat memberikan dampak tersebut. Hal
ini dapat terjadi karena kurangnya hygiene dan sanitasi dari penjual makanan
tersebut yang membuat kuman-kuman menjadi lebih cepat berkembang.
2. Faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kejadian kolera antara lain :
a. Factor Host : umur, seks, ras, genetic, pekerjaan, nutrisi, status kekebalan,
adat istiadat, gaya hidup dan psikis
b. Factor Agent : virulensi, jenis, toksisitas dan ketahanan dari agent
c. Factor lingkungan : stasus social, status fisik, dan kemampuan vector.
3. Pada dasarnya status kesehatan dipengaruhi oleh 3 peran yaitu peran Host,
Agent dan Lingkungan. Menurut teori Blum 4 faktor yang mempengaruhi
status kesehatan atau masalah kesehatan yaitu sosio-budaya, ketahanan psikososial-biologi, pelayanan kesehatan, kemusian gaya hidup atau perilaku.

ii

4. Berdasarkan teori Blum lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap agent


dan host. Dimana bila lingkungan dapat terkontrol dengan baik host dan agent
agan berada pada posisi yang seimbang.
5. Kriteria KLB secara umum yaitu:
Tidak pernah /pernah yang kemudian tiba-tiba ada atau meningkat pada
kurun waktu tertentu.
Dalam 1 bulan meningkat 2 kali lipat atau lebih dari periode sebelumnya.
Rata-rata perbulan meningkat 2 kali lipat atau lebih dibandingkan rata-rata
perbulan ditahun sebelumnya.
Rata-rata kematian perbulan meningkat 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan rata-rata pebulan ditahun sebelumnya. Dalam beberapa
kasus yang khusus terdapat beberapa poin tambahan.
6. Angka insidensi dapat digunakan untuk mengukur angka kejadian penyakit.
Perubahan angka insidensi menunjukkan adanya perubahan factor-faktor
penyebab penyakit, yaitu:

Fluktuasi alamiah
-

Jika diabaikan maka penurunan IR menunjukkan keberhasilan


program pencegahan.

Program pencegahan

Untuk mencari adanya asosiasi sebab-akibat

Untuk mengadakan perbandingan antara berbagai populasi dengan


pemaparan yang berbeda.

Untuk mengukur besarnya resiko yang ditimbulkan oleh determinan


tertentu.

Ukuran prevalensi suatu penyakit dapat digunakan untuk:


1. Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantasan penyakit
2. Penyusunan rencana layanan kesehatan, misalnya saran obat-obatan,
tenaga dan ruangan
3. Menyatakan banyaknya kasus yang dapat didiagnosis

Untuk prevalensi, terdapat 2(dua) ukuran, yaitu:

ii

1. Point Prevalence (Prevalensi Sesaat)


2. Periode Prevalence (Prevalensi Periode)

Penurunan prevalensi dipengaruhi oleh:


1. Menurunnya insidensi
2. Lamanya sakit yang menjadi pendek
3. Perbaikan pelayanan kesehatan

CASE FATALITY RATIO (CFR)


Untuk memperoleh gambaran tentang distribusi penyakit serta tingkat kematia
penyakit tersebut yang terjadi di rumah sakit, dapat diguankan perhitungan CFR.
CFR adalah perbandingan antara jumlah kematian penyakit tertentu yang
terjadi salama satu tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun
yang sama.
Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui penyakit-penyakit dengan
tingkat kematian yang tinggi.
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No.
451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa.
Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal

Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun


waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih


dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.

ii

7. Tindakan monitoring setelah menilai insidensi dan prevalensi :


a. Pelayanan Preventif.
Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit, penyakit
menular dilingkungan
Kegiatannya antara lain meliputi:
1. Pemeriksaan kesehatan
2. Imunisasi.
3. Kesehatan lingkungan
4. Pengendalian bahaya lingkungan (pengenalan, pengukuran dan
evaluasi).
b. Pelayanan Promotif.
Peningkatan kesehatan (promotif) dimaksudkan agar keadaan fisik dan
mental senantiasa dalam kondisi baik. Kegiatannya antara lain meliputi:
1. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan
2. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan yang sehat.
3. Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya.
4. Perbaikan status gizi.
5. Konsultasi psikologi.
6. Olah raga dan rekreasi.
c. Pelayanan Kuratif.
Pelayanan pengobatan terhadap masyarakat yang menderita sakit dengan
pengobatan spesifik berkaitan dengan pengobatan umumnya serta upaya
pengobatan untuk mencegah meluas penyakit menular dilingkungan.
Pelayanan ini diberikan kepada masyarakat yang sudah memperlihatkan
gangguan kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya
cepat sembuh dan mencegah komplikasi atau penularan terhadap
keluarganya.

d. Pelayanan Rehabilitatif.
Pelayanan ini diberikan kepada masyarakat karena penyakit parah atau
kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat

ii

8. Dapat mempengaruhi lingkungan sekitar karena hal ini berdasarkan teori


mengenai faktor-faktor masalah kesehatan.
9. Tindakan preventif yang dapat dilakukan pada kasus diare tersebut adalah
pengendalian pada factor-faktor resiko dengan menerapkan PHBS antara lain :
a. Pada siswa
b. Pada warga sekolah
c. Pada masyarakat lingkungan sekolah

ii

STEP 4
STRUKTURISASI
Kasus Kolera

Insidens &
Prevalens

Survailance
Epidemiologi

Faktor Risiko
Host

Faktor Risiko
Agent

Faktor Risiko
Lingkungan

Kriteria Kerja

Monitoring

Preventif
Kuratif
Rehabilitatif
Promotif

ii

STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi status kesehatan (beresiko
terkena penyakit)
2. Memahami konsep dan prinsip dasar Ilmu Kesehatan Lingkungan
3. Menganalisa data-data survailance epidemiologi, epidemiologi, penetapan
wabah, dan criteria KLB
4. Menjelaskan cara preventif dari suatu penyakit
5. Case Fatality Rate dan Proposional Rate
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
Pada langkah ini mahasiswa diberi waktu untuk belajar mandiri, agar lebih
paham dengan materi yang akan dibahas serta mempersiapkan diri dalam diskusi
kelompok kecil yang ke dua ( DKK II ) dan pleno nantinya.

ii

STEP 7
PEMBAHASAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN
HL. Blum (1980) seorang ahli kesehatan masyarakat menyatakan bahwa status
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor dominan yaitu (1)
Keturunan, (2) Pelayanan Kesehatan, (3) Perilaku, dan (4) Lingkungan. Teori
tersebut sampai sekarang masih diakui kebenarannya dan dipakai dalam
penyelenggaraan upaya menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan di banyak
negara.
Paradigma Sakit

STATUS
KESEHATAN

samping ini menjelaskan

Blum tersebut. Ternyata


PELAYANAN
KESEHATAN
(19 %)

peran

Paradigma Sehat

faktor-faktor

terhadap status kesehatan


seseorang,

PERILAKU
(20 %)

di

lebih lanjut mengenai Teori

KETURUNAN
(10 %)

LINGKUNGAN
(51 %)

Diagram

besarnya.
Keturunan

tidak

sama
Faktor

memberikan

kontribusi pengaruh yang


terkecil (10%), sedangkan faktor Lingkungan memberikan pengaruh terbesar,
yaitu 51%. Pelayanan Kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit yang
canggih, harga mahal pelayanan yang hebat, ternyata hanya memberikan
kontribusi 19% terhadap status kesehatan seseorang. Keadaan ini memberikan
penjelasan bahwa semua faktor tersebut memang berperan terhadap status
kesehatan, namun pendekatan terdapat rekayasa terhadap perilaku dan lingkungan
seseorang memiliki daya ungkit lebih besar dibanding 2 faktor lainnya. Inilah
yang mendasari pola pendekatan sistem pelayanan kesehatan saat ini, yaitu
mengubah pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dari orientasi semata-mata
menyembuhkan penyakit menjadi upaya agar tidak menjadi sakit. Dengan kata
lain, mengubah Paradigma Sakit menjadi ber-Paradigma Sehat. Cara pandang ini
memastikan bahwa mencegah sakit melalui tata perilaku hidup yang baik dan

ii

mengupayakan lingkungan hidup yang sehat, adalah pendekatan yang lebih


bermakna dibandingkan mengandalkan penanganan setelah menderita sakit di
sarana pelayanan kesehatan.
Upaya managemen kesehatan.
Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah:
a. Upaya Pemeliharaan Kesehatan
Kuratif : tindakan pengobatan
Rehabilitatif : upaya pemeliharaan atau pemulihan kesehatan agar
penyakitnya tidak semakin terpuruk dengan mengkonsumsi makanan yang
menunjang utnuk kesembuahan penyakitnya.
b. Upaya Peningkatan Kesehatan
Preventif : upaya pencegahan terhadap suatu penyakit
Promotif : upaya peningkatn kesehatan

ii

KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak
hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Pengertian lingkungan
a) Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan organisme.
b) Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.
c) Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya
hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung
maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan
maupun kesehatan dari organisme itu.
3. Pengertian kesehatan lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi
yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

ii

Menurut WHO (World Health Organization)


Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar,
Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang
diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan
manusia yang semakin meningkat.

B. Ruang lingkup kesehatan lingkungan


Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman

ii

12) Aspek kesling dan transportasi udara


13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16)

Tindakan-tindakan

sanitasi

yang

berhubungan

dengan

keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.


17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup


kesling ada 8 :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.

C. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992


1) Tempat umum

: hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usahausaha yang sejenis

ii

2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis


3) Lingkungan kerja

: perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.

4) Angkutan umum

: kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan


untuk umum.

5) Lingkungan lainnya

: misalnya

yang

bersifat

khusus

seperti

lingkungan yang berada dlm keadaan darurat,


bencana perpindahan penduduk secara besar2an,
reaktor/tempat yang bersifat khusus.

D. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan


1) Sebelum Orde Baru
Th 1882 : UU ttg hygiene dlm Bahasa Belanda.
Th 1924 : Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival
Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan
di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre
Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan
di Pasar Minggu.
Th 1959 : Dicanangkan

program

pemberantasan

Malaria

sebagai

program kesehatan lingkungan di tanah air (12 Nopember =


Hari Kesehatan Nasional)
2) Setelah Orde Baru
Th 1968 : Program

kesehatan

lingkungan

masuk

dalam

upaya

pelayanan Puskesmas

ii

Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)


Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye
Keselamatan dan kesehatan kerja.

E. Konsep hubungan interaksi antara Host Agent Environmental


1. Tiga komponen/faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit
Model Ecology (JHON GORDON).
Agent (Agen/penyebab) : adalah penyebab penyakit pada manusia
Host (tuan Rumah/Induk semang/penjamu/pejamu) adalah manusia yang
ditumpangi penyakit.
Lingkungan/environmental : Segala sesuatu yang berada di luar
kehidupan organisme Cth : Lingkungan Fisik, Kimia, Biologi.

Interaksi antara agent, host dan lingkungan serta model ekologinya adalah
sebagai berikut :
a) Antara agent Host dan lingkungan dalam keadaan seimbang sehingga
tidak terjadi penyakit.
b) Peningkatan kemampuan agent untuk menginfeksi manusia serta
mengakibatkan penyakit pada manusia.
c) Perubahan lingkungan menyebabkan meningkatnya perkembangan
agent.
2. Karakteristik 3 komponen/ faktor yang berperan dalam menimbulkan
penyakit
1) Karakteristik Lingkungan

ii

Fisik : Air, Udara, Tanah, Iklim, Geografis, Perumahan, Pangan,


Panas, radiasi.
Sosial : Status sosial, agama, adat istiadat, organisasi sosial politik,
dll.
Biologis : Mikroorganisme, serangga, binatang, tumbuh-tumbuhan.
2) Karakteristik Agent/penyebab penyakit
Agent penyakit dapat berupa agent hidup atau agent tidak hidup. Agent
penyakit dapat dikualifikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu :
a. Agent biologis
Beberapa penyakit beserta penyebab spesifiknya
Jenis agent

Spesies agent

Nama penyakit

Metazoa

Ascaris lumbricoides

Ascariasis

Protozoa

Plasmodium vivax

Malaria Quartana

Fungi

Candida albicans

Candidiasis

Bakteri

Salmonella typhi

Typhus abdominalis

Rickettsia

Rickettsia tsutsugamushi

Scrub typhus

Virus

Virus influenza

Influenza

b. Agent nutrien : protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan


air.
c. Agent fisik : suhu, kelembaban, kebisingan, radiasi, tekanan,
panas.
d. Agent chemis/kimia : eksogen contoh ; alergen,gas, debu, endogen
contoh ; metabolit, hormon.
e. Agent mekanis : gesekan, pukulan, tumbukan, yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan.

3) Karakteristik Host/pejamu

ii

Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit


dan tergantung dari karakteristik yang dimiliki oleh masing masing
individu, yakni :
a. Umur : penyakit arterosklerosis pada usia lanjut, penyakit kanker
pada usia pertengahan
b. Seks : resiko kehamilan pada wanita, kanker prostat pada laki-laki
c. Ras : sickle cell anemia pada ras negro
d. Genetik : buta warna, hemofilia, diabetes, thalassemia
e. Pekerjaan : asbestosis, bysinosis.
f. Nutrisi : gizi kurang menyebabkan TBC, obesitas, diabetes
g. Status kekebalan : kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan
lama dan seumur hidup.
h. Adat istiadat : kebiasaan makan ikan mentah menyebabkan cacing
hati.
i. Gaya hidup : merokok, minum alkohol
j. Psikis : stress menyebabkan hypertensi, ulkus peptikum, insomnia.

F. Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia


1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat Fisik, Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat Kimia, Kadar Besi maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,
Kesadahan (maks 500 mg/l)
c. Syarat Mikrobiologis, Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100
ml air)

ii

2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat
sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benarbenar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak
mahal.
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
c. Memenuhi

persyaratan

pencegahan

penularan

penyakit

antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja


dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan
hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,

ii

tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya


jatuh tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktorfaktor/unsur :
a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas,
pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan
kemajuan teknologi.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat
mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar
kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5. Serangga dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang
kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit
pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk
Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp
untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari
penyakit

tersebut

diantaranya

dengan

merancang

rumah/tempat

pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang


dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles
sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan
air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di
rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan
usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing
dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat

ii

menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga


menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing
yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah
makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di
tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran,
dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan
makanan meliputi :
a. Persyaratan lokasi dan bangunan;
b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
e. Persyaratan pengolahan makanan;
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi;
g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
7. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah,
pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air
pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan
problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll.
Masalah

ini

lebih

berpotensi

menjadi

masalah

kesehatan

yang

sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan


ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar,
bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko
timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah
out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis
data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran

ii

pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan.


Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi
jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa
mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar
diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi
saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual
penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

G. Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia


1. Pertambahan dan kepadatan penduduk.
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar
penduduk.
3. Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.

H. Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan


masyarakat di perkotaan dan pemukiman
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1. Urbanisasi >>> kepadatan kota >>> keterbatasan lahan >>> daerah
slum/kumuh >>> sanitasi kesehatan lingkungan buruk.
2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah cair >>>
dibuang tanpa pengolahan (ke sungai) >>> sungai dimanfaatkan untuk
mandi, cuci, kakus >>> penyakit menular.
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi) >>> emisi gas buang (asap)
>>> mencemari udara kota >>> udara tidak layak dihirup >>> penyakit
ISPA.

I. Healthy City (Kabupaten/kota sehat)

ii

Dalam tatanan desentralisasi/otonomi daerah di bidang kesehatan, pencapaian


Visi Indonesia Sehat 2010 ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan
Kesehatan

setiap

provinsi

(yaitu

Provinsi

sehat).

Khusus

untuk

Kabupaten/Kota, penetapan indikator hendaknya mengacu kepada indikator


yang tercantum dalam Standard Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.
SPM ini dimasukkan sebagai bagian dari Indikator Kabupaten/Kota Sehat.
Kemudian ditambah ha-hal spesifik yang hanya dijumpai/dilaksanakan di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Misalnya Kota/Kabupaten yang area
pertaniannya luas dicantumkan indikator pemakaian pestisida.
Di dalam SPM Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah (Keputusan Gubernur Jawa
Tengah ) pada point (huruf) U tentang Penyuluhan Perilaku Sehat
disebutkan terdapat item Rumah Tangga Sehat (item 1), dimana disebutkan
bahwa Rumah Tangga sehat adalah Proporsi Rumah Tangga yang memenuhi
minimal 11 (sebelas) dari 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) tatanan Rumah Tangga. Lima diantara 16 indikator merupakan
Perilaku yang berhubungan dengan Kesehatan Lingkungan, yaitu :
1. Menggunakan Air Bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
2. Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Membuang sampah pada tempat yang disediakan.
4. Membuang air limbah pada saluran yang memenuhi syarat.
5. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar.
BEBERAPA INDIKATOR KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Penggunaan Air Bersih
Untuk tahun 2007 jumlah keluarga yang diperiksa yang memiliki akses air
bersih 72,35 persen. Dari hasil inspeksi sanitasi petugas Puskesmas
penggunaan air bersih pada setiap keluarga yang paling tertinggi adalah sumur
gali +34,99%, sumur pompa tangan +31,86% ledeng +18,59.
2. Rumah Sehat

ii

Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul


bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya,
sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media
penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Pada
tahun 2007 telah dilakukan pemeriksaan rumah sehat di 40 wilayah
Puskesmas di kab.Tangerang, dari hasil inspeksi sanitasi 560.426 rumah maka
68,34 persen dinyatakan sehat.
3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar.
Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air
bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air
limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan didalam
peningkatan kesehatan lingkungan. Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh
sanitasi Puskesmas menggambarkan sampai tahun 2007 dapat digambarkan
pada grafik berikut.
4. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan
Makanan termasuk minuman, merupakan kebutuhan pokok dan sumber
utama bagi kehidupan manusia, namun makanan yang tidak dikelola dengan
baik justru akan menjadi media yang sangat efektif didalam penularan
penyakit saluran pencernaan. Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan
penyakit akut yang sering membawa kematian banyak bersumber dari
makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan khususnya jasaboga,
rumah makan dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi
syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan

ii

Surveilans Epidemiologi
A. Pengertian Surveilans Epidemiologi
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis
dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta
kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Jadi, surveilans
epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat
penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti
kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya
orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah
kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain,
misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah
kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus.
Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus
menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap
saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans
epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

B. Kegunaan Surveilans Epidemiologi


Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan
pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.

ii

Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi


yang akan dimanfaatkan dalam :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular,
penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan
program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan
keracunan serta bencana.
3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program
Surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya
surveilans epidemiologi infeksi nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat
diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko
terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan lainlain
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi
d. Untuk memastikan keadaankeadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya
transmisi penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya,
distribusinya, dsb.

C. Langkah-langkah Pengembangan Epidemiologi Berbasis Masyarakat


Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis
besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan

ii

persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai
berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk
petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan
biaya

pelaksanaan.

a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan
tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas
seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai
di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat
pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi
petugas.
Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya
KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu
dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon
secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh
masyarakat.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali
buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.
c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans
seperti: kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya

ii

Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan


untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk
keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif
bagi kader surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama
tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan
kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh
masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam
pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan
surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial
dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan
surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan,
agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompokkelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk
menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.
3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan
petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi
problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan
bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar
akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya,
dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan
kesepakatan

dan

potensi

yang

dimiliki.

Informasi

tentang

situasi

penyakit/ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil


SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor
risiko yang diselelenggarakan.

ii

4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.


Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan
pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di
masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian
melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans
Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa,
Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan
lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.
5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans
Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya
adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi:
a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat

B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja
surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan
situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya
KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga

ii

dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan


pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan
pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi
penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.
Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai
kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di
Poskesdes. Informasi yang disampaikan berupa informasi:
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.

Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes


Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas
petugas kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh
petugas kesehatan di Poskesdes adalah:
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari
laporan warga masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data
laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan
terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis
penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis
penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat. PWS
merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh
Poskesdes. Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2,
karena dapat membingungkan saat analisis. Laporan masyarakat dapat
dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit

ii

potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap
waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga
tim profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana
administrasi, transportasi dan komunikasi.
3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas
(mingguan/bulanan).
4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi
penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.
5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa
tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan
musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap
upaya-upaya pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya
KLB. Respon cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersamasama dengan Tim Gerak Cepat Puskesmas.
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit.

Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas


Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas
surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data,
pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap
desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan
Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan
mingguan).

Melalui

PWS

ini

diharapkan

akan

terlihat

bagaimana

perkembangan kasus penyakit setiap saat.


2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerahdaerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu

ii

penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi


berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan
kan permasalah penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat
jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala
kepada petugas di Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara
berkala (mingguan/bulanan/tahunan).

A. STUDI EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi deskirptiif adalah studi pendekatan epidemiologi yang


bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam
masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit
berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan
Waktu)
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan
dari studi analitik ayng dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika
studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai
masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk
pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta bila
ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya maka
disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional.
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat
diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.

ii

2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.


3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan
terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
1. Bertujuan untukmenggambarkan
2. Tidak terdapat kelompok pembanding
3. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam
asumsi
4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam
Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:
1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah
dilaksanakan
3. sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara
wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.
Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah
bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabelvariabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat (place) dan
waktu (time).

ii

A.

Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial,

pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur


keluarga dan paritas.
1.

Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-

penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam


hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola
kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam
pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola
kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan
dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan
yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi
seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak
menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang
telah bersekolah.
2.

Jenis Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih

tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria,
juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih
lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya

ii

faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman


keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya,
dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita,
di Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas
untuk mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat
indikasi bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian
untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.
3.

Kelas Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan

angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan


seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan,
pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal.
Karena hal-hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka
tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan
indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini
didasarkan atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II
(menengah), III (tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak
mempunyai keterampilan).
Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis
pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara
kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam
hubungan dengan umur, dan jenis kelamin.

ii

4.

Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui

beberapa jalan yakni


a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang
dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c. Ada tidaknya gerak badan didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya gerak badan.
d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari
hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh
variabel umur dan jenis kelamin.
5.

Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang


memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak

ii

mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan


sebagainya.
6.

Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan

genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaanperbedaan didalam angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu
penyakit antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus
distandarisasi menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang
dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai
pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik
dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di
Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini
menjadi kurang prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini
menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker
lambung.
7.

Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka

kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda;
angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena
semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak
kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orangorang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang

ii

tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan
penyebab penyakit-penyakit tertentu.
8.

Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh

karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.


9.

Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti

penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.


Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus
tinggal berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga
memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya;
karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka
mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau
tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.
10.

Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan

kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat


kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang
berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit
tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya.
Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
B.

Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna

untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan


mengenai etiologi penyakit.

ii

Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :


1. Batas daerah-daerah pemerintahan
2. Kota dan pedesaan
3.Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir)
4. Negara-negara
5. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit,
perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas
administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah
dengan batas-batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti
temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan
tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam
tingkat

kemajuan

ekonomi,

pendidikan,

industri,

pelayanan

kesehatan,

bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan,


faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau
pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor
penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan
genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit
menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan
diuraikan nanti.
Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan
pedesaan, faktor-faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan.

ii

Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke
desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.
Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa
di sekitarnya.
Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit
di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan
darat, udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi
suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah
dan

pada

menyelidikan-penyelidikan

mengenai

kaum

migran.

Didalam

memperbandingkan angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat)


perlu diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) :
1. Susunan umur
2. Susunan kelamin
3. Kualitas data
4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis
kelamin, memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan
menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus
dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan
baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain
mungkin berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :

ii

1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.
2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.
3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene
perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya
penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya
disebabkan oleh adanya reservoir infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu
Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan
suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim
ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut receptive area untuk demam
kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau
yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah
dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi
(endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium.
C.

Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan

dasar didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit


menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat
panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :
1.

Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung


beberapa jam, hari, minggu dan bulan.

ii

Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi


keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau
minggu), epidemi cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan
atau
hampir bersamaan, waktu inkubasi rata-rata pendek.
2.

Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka


kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari,
beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana
timbulnya dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi
berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun.
Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun
pada penyakit bukan infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian
suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah
berhubungan

dengan

1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh


vektor

yang

bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan


transmisi.
2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak
untuk
menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
3. Selalu adanya kerentanan
4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang
menyebabkan mereka terserang oleh vektor bornedisease tertentu.

ii

5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.


6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau
berubahnya
siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut
diatas.
Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit
menular yang berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan
vektor borne secara siklus masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan
vektor borne diseases yang telah kita kenal. Sebagai contoh, belum dapat
diterangkan secara pasti mengapa wabah influensa A bertendensi untuk
timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul setiap 4-6 tahun,
mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat).
Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk
yang kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain
tetap. Banyak penyakit-penyakit yang belum diketahui etiologinya
menunjukkan variasi angka kesakitan secara musiman.
Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai
dicarinya etiologi penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan
bahwa interpretasinya sulit karena banyak keadaan yang berperan terhadap
timbulnya penyakit juga ikut berubah pada perubahan musim, perubahan
populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat
perkembangbiakan,

perubahan

dalam

susunan

reservoir

penyakit,

perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang


menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya.
Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan
gizi secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas. Variasi musiman ini
telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman dari produksi,
distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung bahan yang

ii

dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-individu


terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.
Metode-metode epidemiologi
Terdapat dua tipe pokok pendekatan atau metode:
a) Epidemiologi deskriptif
Di dalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit
berubah menurut perubahan variable-variabel epidemiologi yang terdiri
dari orang, tempat dan waktu.
b) Epidemiologi analittik
Terdapat tiga studi tentang epidemiologi ini:

Studi riwayat kasus. Dalam studi ini akan dibandingkan antara dua
kelompokorang, yakni kelompok yang terkena penyebab penyakit
dengan kelompok yang tidak.

Studi kohort
Dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan pada suatu penyebab
penyakit. Kemudian diambil sekelompok orang lagi yang
mempunyai cirri-ciri yang sama dengan kelompok pertama, tetapi
tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit.

Epidemiologi eksperimen
Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen pada
sekelompok objek, kemudian dibandingkan dengan kelompok
kontrol

PENGHITUNGAN EPIDEMIOLOGI SURVAILANCE


1. Incidence Rate
Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi
di kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

ii

Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu


Incidence Rate = ------------------------------------------------------------------ x 1000
Populasi yang mempunyai resiko

Contoh :
Pada bulan Desember 1988 di kecamatan X terdapat penderita campak 80 anak
balita. Jumlah anak yang mempunyai resiko penyakit tersebut (anak balita) di
kecamatan X = 8.000. Maka Incidence Rate penyakit campak tersebut adalah :

80

10

------- x 1.000 = ----- atau 0,010


8.000

1000

Beberapa catatan :
(a) Didalam mempelajari incidence diperlukan penentuan waktu atau saat
timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang akut seperti influenza, infeksi
stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardial infartion dan cerebral hemorrhage.
Penentuan incidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu terjadinya dapat
diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan penyakit dimana
timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan diagnosis pasti diartikan sebagai
waktu mulai penyakit.

ii

(b) Incidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan dengan periode waktu
tertentu seperti bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada dalam
ancaman diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya
dalam epidemi suatu penyakit infeksi) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus
baru adalah sama dengan lamanya epidemi. Incidence rate pada suatu epidemi
disebut attack rate.

2. Attack Rate
Jumlah kasus selama epidemi
Attack Rate = --------------------------------------------- x 1000
Populasi yang mempunyai resiko-resiko

Contoh :

Pada waktu terjadinya wabah morbili di kelurahan Y pada tahun 1987, terdapat 18
anak yang menderita morbili. Jumlah anak yang mempunyai resiko di kelurahan
tersebut 2000 anak.

ii

Attack rate penyakit tersebut adalah :

18

------- x 1.000 = ----- atau 0,009


2.000

1000

(c) Untuk penyakit yang jarang maka incidence rate dihitung untuk periode waktu
bertahun-tahun. Didalam periode waktu yang panjang ini penyebut dapat berubah
karena dalam waktu ini jumlah populasi yang mempunyai resiko juga dapat
berubah.

(d) Pengetahuan mengenai incidence rate adalah berguna sekali didalam


mempelajari faktor-faktor etiologi dari penyakit yang akut maupun kronis.
Incidence rate adalah suatu ukuran langsung dari kemungkinan (probabilitas)
untuk menjadi sakit. Dengan membandingkan incidence rate suatu penyakit dari
berbagai penduduk yang berbeda didalam 1 atau lebih faktor (keadaan) maka kita
dapat memperoleh keterangan faktor mana yang menjadi faktor resiko dari
penyakit bersangkutan. Kegunaan semacam ini tidak dipunyai oleh prevalence
rate.

3. Prevalence Rate
Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita
suatu penyakit pada satu titik waktu tertentu.

ii

Jumlah kasus-kasus penyakit yang


ada pada satu titik waktu
Prevalence Rate = ------------------------------------------- x 1000
Jumlah penduduk seluruhnya

Contoh :

Kasus penyakit TBC paru di kecamatan Moyang pada waktu dilakukan survei
pada Juli 1988 adalah 96 orang dari 24.000 penduduk di kecamatan tersebut.
Maka Prevalence rate TBC di kecamatan tersebut adalah :

96

------- x 1.000 = ----- atau 0,004


24.000

1000

Catatan :
(a) Prevalence rate bergantung pada 2 faktor (1) jumlah orang yang telah sakit
pada waktu yang lalu dan (b) lamanya menderita sakit. Meskipun hanya sedikit
orang yang sakit dalam setahun, apabila penyakit tersebut kronis, jumlahnya akan
meningkat dari tahun ke tahun dan dengan demikian prevalence secara relatif akan
lebih tinggi dari incidence. Sebaliknya apabila penyakitnya akut (lamanya sakit

ii

pendek baik oleh karena penyembuhan ataupun oleh karena kematian) maka
prevalence secara relatif akan lebih rendah daripada incidence.

(b) Prevalence (terutama untuk penyakit kronis) penting untuk perencanaan


kebutuhan fasilitas, tenaga dan pemberantasan penyakit. Prevalence yang
dibicarakan di atas adalah point prevalence. Jenis ukuran lain yang juga
digunakan ialah period prevalence.

4. Period Prevalence

Jumlah kasus penyakit selama periode


Period Prevalence = ---------------------------------------------- x 1000
Penduduk rata-rata dari periode tersebut
(mid period population)

Contoh :
Pada periode tahun 1988 (Januari-Desember) di Kelurahan A terdapat 75
penderita malaria. Pada pertengahan tahun 1988 penduduk kelurahan A tersebut
berjumlah 5.000 orang.

ii

Maka period prevalence malaria di Kelurahan A adalah :


75

15

------- x 1.000 = ----- atau 0,015


5.000

1000

Period prevalence terbentuk dari prevalence pada suatu titik waktu ditambah
kasus-kasus baru (incidence) dan kasus-kasus yang kambuh selama periode
observasi.

ii

WABAH & KEJADIAN LUAR BIASA


PENGERTIAN
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka
(UU No 4. Tahun 1984).
Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu
serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global
(pandemi).
Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu kasus penyakit
tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan.
PEMBAGIAN WABAH MENURUT SIFATNYA :
1. Common Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah
orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang
relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum,
biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka,
menggambarkan satu puncak epidemi, jarak antara satu kasus dengan kasus,
selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka serangan ke dua
2. Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu
lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive
epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung
maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi
oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya yang rentan serta

ii

morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi
peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal
abggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis
yang sesuai dengan urutan generasi kasus.
LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI WABAH
1. Konfimasi / menegakkan diagnosa

Definisi kasus

Klasifikasi kasus dan tanda klinik

Pemeriksaan laboratorium

2. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan

Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan


tentang KLB

Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun


sebelumnya

3. Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan


orang

Kapan mulai sakit (waktu)

Dimana mereka mendapat infeksi (tempat)

Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)

4. Rumuskan suatu hipotesa sementara

Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita


(pattern of disease)

Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut

ii

5. Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail untuk menguji hipotesis :

Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi

Kembangkan dan buatkan check list.

Lakukan survey dengan sampel yang cukup

6. Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan

Lakukan wawancara dengan :


a. Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)
b. Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai
waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit
(control)

Kumpulkan data kependudukan dan lingkungannya

Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor


yang ikut berperan

Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium

7. Buatlah analisa dan interpretasi data

Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan

Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi

Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik


yang diperlukan

Terapkan test statistik

Interpretasi data secara keseluruhan

8.Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan

Lakukan uji hipotesis

Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit :


a. Sesuai dengan sifat penyebab penyakit
b. Sumber infeksi

ii

c. Cara penulara
d. Faktor lain yang berperan
9. Lakukan tindakan penanggulangan

Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif.

Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan.

Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang

10. Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut.

Pendahuluan

Latar Belakang

Uraian tentang penelitian yang dilakukan

Hasil penelitian

Analisis data dan kesimpulan

Tindakan penanggulangan

Dampak-dampak penting

Saran rekomendasi
Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan

biasa), maka KLB didefinisikan sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang
melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu.
Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di
suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai
suatu KLB.
Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan
timbulnya penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama
lain. Hubungan ini mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness),
faktor tempat (tempat tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor
orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainnya).
Uraian tentang batasan Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti
adanya kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk

ii

itu dalam mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang.
Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian
(insidensi) penyakit tersebut sebelumnya
Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undangundang Wabah sebagai berikut :
-

Wabah

adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang

meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan
dapat menimbulkan malapetaka.
-

Kejadian Luar Biasa (KLB)

adalah timbulnya suatu kejadian

kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian


yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun
waktu tertentu.
Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Adalah wabah harus
mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama,
dengan dampak yang timbulkan lebih berat.
Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam
mengenali adanya KLB telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut :
1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan
menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturutturut atau lebih.
2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di
suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila
dibandingkan

dengan

angka

rata-rata

sebulan

dalam

setahun

sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.


3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru
dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan
dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan
dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang
sama pula.

ii

4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu
bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila
dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di
kecamatan tersebut.
5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam
waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru
dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari
tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.
6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas,
di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di
atas.
Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut
di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit
tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.
7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu
kelompok masyarakat.
8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya
tidak ada/dikenal.

B. Metodologi Penyelidikan KLB

Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan,
sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. :

ii

a. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau


retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat
merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.
b. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
c. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya
(Rumah sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).
Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang
akan datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab
penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko
akan terjadi KLB
Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada pada
penyelidikan KLB, seperti berikut :
1 Persiapan penelitian lapangan
2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3 Memastikan Diagnose Etiologis
4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat

ii

6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika


diperlukan)
7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan
kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Persiapan Penelitian Lapangan


Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan
rencana kerja. Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam
24 jam pertama sesudah adanya informasi Persiapan penelitian lapangan meliputi
:
1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga
diperlukan pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang
dilakukan dengan kontak dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan
sebagai arahan untuk membuat rencana kerja (plan of action), yang meliputi
informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat
berasal dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem
kewaspadaan dini di daerah tersebut (laporan W2), hasil laboratorium,
laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau masyarakat (Laporan S-0).

ii

b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala


klinis, pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan
hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian,
kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di
daerah/lokasi KLB.
2. Pembuatan rencana kerja
Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang
minimal berisi :
a. Tujuan penyelidikan KLB
b. Definisi kasus awal
c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber
penularan
d. Macam dan sumber data yang diperlukan
e. Strategi penemuan kasus
f. Sarana dan tenaga yang diperlukan.
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama
mengadakan penanggulangan dan pengendalian KLB, dengan beberapa
tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB

ii

Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang


berhubungan dengan penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk
mengetahui pelaksanaan program imunisasi, mengetahui kemampuan
sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat
digunakan.

Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting


kaitannya dengan pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan
KLB pertimbangan penetapan strategi yang tepat tidak hanya didasarkan
pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi juga harus
dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.

3. Pertemuan dengan pejabat setempat.


Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan
penyelidikan KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh
izin dan pengamanan.

Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB


A. Pemastian diagnosis penyakit

ii

Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan


gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun
distribusi frekuensi gejala klinisnya.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala
yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

B. Penetapan KLB

Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit


yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa
(endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu
tertentu.
Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus
diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat
bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola
temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola
musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang
(periode tahunan pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan
demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan
dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan
yang sama tahun berbeda

ii

Kriteria kerja untuk penetapan KLB yang digunakan adalah sebagai


berikut :
1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan
menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturutturut atau lebih.
2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di
suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila
dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya
dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.
3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru
dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan
dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan
dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang
sama pula.
4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu
bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila
dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di
kecamatan tersebut.
5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam
waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru
dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari
tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.
6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas,
di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.

ii

Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut


di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit
tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.
7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu
kelompok masyarakat.
8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya
tidak ada/dikenal.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah
disusun oleh Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan
KLB bisa menyusun dengan grafik Pola Maksimum-Minimum 5 tahunan
atau 3 tahunan.

ii

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan lingkungan adalah cabang ilmu kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan semua aspek dari alam dan lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan lingkungan didefinisikan oleh
World Health Organization sebagai: Aspek-aspek kesehatan manusia dan penyakit
yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam lingkungan. Hal ini juga mengacu pada
teori dan praktek dalam menilai dan mengendalikan faktor-faktor dalam
lingkungan yang dapat berpotensi mempengaruhi kesehatan.
Kesehatan lingkungan mencakup baik efek patologis langsung bahan
kimia, radiasi dan beberapa agen biologis, dan dampak (sering tidak langsung) di
bidang kesehatan dan kesejahteraan fisik yang luas, psikologis, sosial dan estetika
lingkungan termasuk perumahan, pembangunan perkotaan, penggunaan lahan dan
transportasi.
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

3.2 Saran
Dengan memahami LO yang didapat, penulis menyarankan pembaca dapat
termotivasi untuk mendalami materi yang kami ulas, sehingga nantinya saat
diklinik atau rotasi klinik para mahasiswa dapat menerapkannya. Mengingat
masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari dosen dan teman-teman angkatan.

ii

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC

Slamet, Juli Soemirat. 1996. Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University


Press, Yogyakarta

Soekidjo. Notoatmodjo, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rinneka Cipta,


Jakarta
Soekidjo, Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rinneka
Cipta.
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan.
Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu
Pengantar. Jakarta : EGC.
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah


Makan dan Restoran

ii

You might also like