You are on page 1of 14

Manajemen Kasus Anestesi

Analgesia Spinal pada Hernia Inguinalis Lateralis


IDENTITAS
Nama

: Tn. S

Nomor RM

: 147668

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki


Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Melok Wetan, 06/03, Paron, Ngawi

Masuk RS

: 2 Januari 2014

Anamnesis

: Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien

Tanggal

: Operasi dilakukan tanggal 4 Januari 2014

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan di kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang
Muncul benjolan pada kemaluan sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan membesar mendadak setelah pasien batuk. Tidak didapatkan keluhan
mual dan muntah. BAB terakhir 15 menit sebelum masuk rumah sakit,
konsistensi lembek, darah (-). BAK tidak ada keluhan.
Anamnesis Sistem
Serebrospinal
Kardiovaskuler
Respirasi
Gastrointestinal
Urogenital
Integumentum
Muskuloskeletal

:
:
:
:
:
:
:

Demam (-), nyeri kepala (-)


Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Batuk (-), pilek(-), sesak nafas (-)
Mual (-), muntah (-), BAB terakhir 15 menit SMRS, darah (-)
BAK tidak ada keluhan
Gatal-gatal (-), kemerahan (-)
Kelemahan anggota gerak (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa: benjolan muncul pertama kali 1 tahun yang


lalu

Riwayat DM ( - )

Riwayat HT (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa (-)

Riwayat DM ( - )

Riwayat HT (-)

Riwayat asma (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan umum : Cukup baik
Kesadaran
: Kompos Mentis
Berat Badan

GCS : E4V5M6
: 67 kg

Tanda Vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

:
:
:
:

120/80 mmHg
88 kali / menit
15 kali / menit
36,3 C

Status Lokalis
Kepala

: Bentuk kepala normal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis

Leher

(-), gigi palsu (-), pupil isokor (+), sianosis (-)


: Massa (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

Toraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas

:
:
:
:
:

kelenjar tiroid (-)


Simetris (+), nyeri tekan (-)
S1/S2 tunggal, reguler, suara jantung tambahan (-)
Vesikuler +|+
Nyeri tekan periumbilikal ( + ), bising usus ( + ), flat, supel
Edema tungkai (-), akral hangat (+)
2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter
Sel darah putih
Limfosit %
Mid %
Granulosit %
Hemoglobin

Hasil

RBC
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

14.7
14.8
4.3
80.9
14.8

109/L
%
%
%
g/dL

Satuan

Rujukan
4.0-10.0
20.0-40.0
3.0-9.0
50.0-70.0
11.0-16.0

4.80
42.5
88.7
30.8
348
243

1012/L
%
Fl
Pg
g/L
109/L

3.50-5.50
37.0-50.0
82.0-95.0
27.0-31.0
320-360
100-300

Pemeriksaan Faal Hati


SGOT 37C

: 16

SGPT 37C

: 12

Pemeriksaan Faal Ginjal


Creatinin

: 0.61

(N : 0,5 - 0,9)

Ureum

: 13 MG/DL

(N: 10 50 MG/DL)

: 145.3

(N: 135-148)

Elektrolit
Natrium
Kalium
Chloride

: 3.82
: 119.1

(N: 3.50-5.30)
(N: 98.0 107.0)

DIAGNOSIS KLINIS
HIL
TINDAKAN OPERASI
Hernioraphy

PENATALAKSANAAN ANESTESI
Status Anestesi
Diagnosis

: Pasien Tn. S, 35 tahun dengan diagnosis HIL

Anamnesis

: Pasien menyangkal adanya riwayat asma, alergi, hipertensi,


diabetes mellitus, penggunaan gigi palsu, atau gigi yang

Status fisik

goyang.
: Berat badan 67 kg, tekanan darah 116/72 mmHg, frekuensi

Penunjang

nadi 91 kali / menit, frekuensi nafas 15 kali / menit. ASA I.


: Hemoglobin 14.8 g/dL; hematokrit 42.5 %

Perencanaan Anestesi
Konsultasi kepada dokter spesialis anestesi dengan instruksi sebagai
berikut :

Teknik
Premedikasi
Anestetik
Induksi
Maintenance

: Anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk


: Infus fimahes 500cc
: Lidocain2% 2mg
: Bupivacain spinal 0,5 %
: O2 2 Lpm

Pelaksanaan Anestesi
Berikut ini adalah langkah-langkah kerja yang dilakukan selama
pelaksanaan anestesi pada pasien Tn. S di ruang operasi :
1.

Setelah dimonitor, pasien duduk dengan posisi membungkuk. Pasien


dibungkukkan maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba.

2.

Ditentukan tempat tusukan, yaitu L4-L5 (perpotongan antara garis


yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung).

3.

Berikan tanda pada tempat tusukan.

4.

Tempat tusukan disterilkan dengan betadin dan alkohol.

5.

Diberi anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain 2 %, 2ml.

6.

Jarum spinal besar ukuran 25G dapat langsung digunakan. Introducer


ditusukkan sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian jarum spinal dimasukkan berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal

dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi Bupivacain spinal 0,5
% dan dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 900 biasanya likuor keluar.
Hasil pemantauan tanda vital (tekanan darah dan frekuensi nadi), cairan
masuk, dan cairan keluar selama dilakukan anestesi :

Hasil pemantauan cairan keluar selama dilakukan anestesi :


-

Perdarahan
Urine

: 200 cc
: 50 cc

Cairan yang masuk selama anestesi


- Ringer laktat 500 cc.
- Fimahes 500 cc
Instruksi di ruang pulih sadar :
Oksigen 3 Lpm.
Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan stabil.
Jika tidak ada mual dan muntah serta sadar penuh, boleh minum sedikit-sedikit.
Posisi tidur head up 30, tidur terlentang sampai dengan 24 jam pasca operasi
Jika systole 90 mmHg berikan ephedrin 10 mg I.V.
Jika nadi 60 kali/menit berikan Sulfat Atrophin 0,5 mg I.V.
Nyeri kepala hebat, segera konsul Sp.An

PEMBAHASAN
Pasien Tn S, 35 tahun dengan diagnosis HIL akan dilakukan tindakan
hernioraphy. Dari hasil anamnesis, layak dilakukan tindakan dengan status ASA I.
Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) adalah :
- ASA I

:Pasien normal dan sehat fisis dan mental

- ASA II

:Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional
- ASA III

:Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang

menyebabkan keterbatasan fungsi


- ASA IV

:Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan ketidakmampuan fungsi


- ASA V

:Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau

tanpa operasi
- ASA VI

:Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti
huruf E (misalnya 1E atau 2E).
Pada kasus ini, Tn. S diberikan anestesi regional dengan teknik spinal
anestesi. Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan
obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal atau
subarachnoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Pada
pemberian anestesi ini, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan
parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba dan tekanan
dalam. Yang mengalami blockade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar dan
propioseptif. Blockade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit
tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan
sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih. Obat anestesi ini
dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L4-L5.1

I.

Anatomi Columna vertebralis


Columna vertebralis adalah pondasi utama tubuh dan berfungsi untuk

menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik sebenarnya
melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak.
Columna vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis: 7 servikal, 12 torakal, 5
lumbal, 5 sakral dan 4 koksigeus. Columna vertebralis mempunyai 4 lekukan,
yaitu lordosis servikalis, kifosis torakalis, lordosis lumbalis dan kifosis sakralis.2

Lekukan kolumna vertebralis berpengaruh terhadap penyebaran obat


analgetika lokal dalam ruang subarakhnoid. Pada posisi terlentang titik
tertinggi pada vertebra lumbal 3 dan terendah pada torakal 5.
Segmen medula spinal terdiri dari 31 segmen: 8 segmen servikal, 12
torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeus yang dihubungkan dengan melekatnya
kelompok-kelompok saraf. Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen
tengah torakal lebih kurang 2 kali panjang segmen servikal atau lumbal
atas.Terdapat dua pelebaran yang berhubungan dengan saraf servikal atas dan
bawah. Pelebaran servikal merupakan asal serabut-serabut saraf dalam pleksus
brakhialis. Pelebaran lumbal sesuai dengan asal serabut saraf dalam pleksus
lumbosakralis. Hubungan antara segmen-segmen medula spinalis dan korpus
7

vertebralis serta tulang belakang penting artinya dalam klinik untuk menentukan
tinggi lesi pada medula spinalis dan juga untuk mencapainya pada pembedahan.
Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang sub arakhnoid dari
luar yaitu kulit, subkutis, ligamentum supra spinosum, ligamentum flavum dan
duramater. Arakhnoid terletak antara duramater dan piamater serta mengikuti
otak sampai medula spinalis dan melekat pada duramater. Antara arakhnoid
dan piamater terdapat ruang yang disebut ruang sub arakhnoid.
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2,
sehingga di bawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang
subarakhnoid merupakan sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang
belakang berisi cairan otak, jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf
spinal yang berasal dari medula spinalis. Pada orang dewasa medula spinalis
berakhir pada sisi vertebra lumbal 2. Dengan fleksi tulang belakang medula
spinalis berakhir pada sisi bawah vertebra lumbal
II.

Analgesia Spinal
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah

pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anesthesia spinal


diperoleh dengan cara menyuntikkan anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.3

III.

Indikasi

1. Bedah ekstremitas bawah


2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum-perineum
4. Bedah obstetric-genecologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi
dengan anestesi umum ringan

Indikasi Kontra Absolut


1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intracranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anesthesia
Indikasi Kontra Relatif
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemi ringan
8. Nyeri punggung kronis
IV.

Persiapan Analgesia Spinal


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada

anestesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan


menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung,
atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba prosesus spinosus. Selain itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan
lain-lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran


Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time), dan PTT (partial
thromboplastine time)
V.

Peralatan Analgesia Spinal

1. Peralatan Monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut, dan EKG
2. Peralatan resusitasi / anesthesia umum
3. Jarum spinal

VI.

Teknik Anestesi Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan
anestesi spinal adalah sebagai berikut :

10

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.


Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5.
Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau
kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat
dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika yakin ujung jarum
spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum
90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa 6cm.

11

Posisi pada tusukan analgesia spinal


VII. Komplikasi Tindakan
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500
ml sebelum tindakan
2. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
3.
4.
5.
6.
7.
8.

sampai T-2
Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas
Trauma pembuuh darah
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total

VIII.
1.
2.
3.
4.
5.

Komplikasi Pasca Tindakan


Nyeri tempat suntikan
Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urin
Meningitis

IX.

Obat yang di gunakan

Lidokain
Farmakodinamik : Jenis anestesi local kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topical dan suntikan. Merupakan aminoetilamid. Pada larutan
12

0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2 % lebih toksik. Anestesi ini lebih
efektif digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Sediaan berupa larutan
0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin 1:50.000 sampai 1:200.000).
Farmakokinetik : lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat
melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasenta fetus dapat mencapai 60%
kadar dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim
oksidase fungsi ganda membentuk monoetilglisin dan xilidid.
Efek samping : biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP
(mengantuk, pusing, parastesia, gangguan mental, koma dan seizure). Dosis
berlebih dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi vebtrikel atau oleh henti
jantung. 4
Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan
tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis
maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula
kerja lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau
infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun
perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volume antara 2-4
ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan
0,75%.

13

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, D,. 2013. Anestesi Spinal.


http://www.scribd.com/doc/47455668/ANESTESI-SPINAL. 2 Januari 2014
Gunawan, S. G., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya
Baru; Jakarta.
Latief, S. A. dkk,. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Jakarta.
Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik: untuk mahasiswa kedokteran. Buku
Kedokteran EGC; Jakarta.

14

You might also like