Professional Documents
Culture Documents
HIPERTENSI EMERGENSI
PEMBIMBING
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD
DISUSUN OLEH
Oleh:
Ni Kadek Sri Rahayu Wijayanti
NIM : 03010204
Pembimbing
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD
DAFTAR ISI
Halaman judul....................................................................................................
BAB I
Identitas..............................................................................................
II
Anamnesis..........................................................................................
III
IV
10
VI
Follow up...........................................................................................
11
VII
Ringkasan...........................................................................................
12
13
IX
Prognosis ...........................................................................................
16
BAB II
17
31
BAB I
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
- Nama
- Jenis kelamin
- Tanggal lahir
- Usia
- Alamat
- Pendidikan terakhir
- Pekerjaan
- Status perkawinan
- Suku bangsa
- Agama
- Warga Negara
- Tanggal Masuk
- Jam masuk
- Masuk karena
: Tn. E
: Laki-laki
: 12 Juli 1970
: 44 tahun
: Jl. Jelambar Ilor Grogol petamburan
: S1
: Pegawai swasta
: Kawin
: Sunda
: Islam
: Indonesia
: Jumat, 23 Januari 2015
: 12.13 WIB
: Sakit kepala sejak 3 hari sebelumnya
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien sendiri
pada tanggal 24 Januari 2015 pukul 15.00 WIB di lantai 6 barat kamar 604
RSUD Budhi Asih
KELUHAN UTAMA
Sakit kepala sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
a. KELUHAN TAMBAHAN
Tidak dapat menahan buang air kecil, saat buang air kecil harus
mengedan, setelah bak ada yang tersisa, cepat haus dan cepat lapar.
juga dirasakan sangat berat oleh pasien. OS mengeluh badan terasa lemas,
namun
masih
dapat
melakukan
aktivitas
sehari-hari.
OS
juga
mengeluhkan buang air kecil yang tidak dapat ditahan, saat buang air kecil
pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas saat buang air
kecil. Apabila tidak tuntas pasien biasanya menekan perut bagian bawah
dan bak akan keluar lagi. Keluhan ini tidak mengganggu saat tidur dan
sudah dirasakan sejak 3 bulan terakhir. OS juga mengaku karena sering
bak OS menjadi cepat haus dan cepat merasa lapar.
: Disangkal
: (+)
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: (+)
: (+)
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
e. RIWAYAT KEBIASAAN
OS mengaku tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol,
maupun menggunakan obat-obatan terlarang. Dulu OS rajin minum kopi
sebanyak 3-4 gelas per hari, dan makan jeroan namun setelah terdiagnosis
: sedikit kering
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Dada (jantung/paru-paru)
Abdomen (lambung/usus)
Ekstremitas
Kesadaran
Compos mentis
Berat badan
65 kg
Tinggi badan
173 cm
BMI
Normal
Status gizi
Gizi cukup
Tanda vital
Status mental
Tingkah laku
: Normoaktif
Alam perasaan
: Normal
Proses pikir
: Realistis
STATUS GENERALIS
1. Kulit:
Warna
Lesi
parut atau
: hangat
Mata
Bentuk
Palpebra
Gerakan
Konjungtiva
: anemis +/+
Sklera
: tidak ikterik
Pupil
Eksoftalmus
: tidak ditemukan
7
Telinga
Inspeksi
Palpasi
4.
Hidung
Bagian luar
Septum
: di tengah, simetris
5.
Gigi-geligi
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, berwarna merah muda, tidak berbau
aseton, stomatitis aftosa (-)
Lidah
Tonsil
Faring
6.
Leher
Bendungan
: di tengah
Aksila
8.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspkesi
Palpasi
Perkusi
Batas jantung kanan
Batas jantung kiri
9.
Abdomen
Inspeksi
smiling umbilicus
Palpasi
: teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) pada
10. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas, akral teraba hangat pada keempat ekstremitas,
edema di ekstremitas (-), sianosis (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
HASIL
SATUAN
14 mU/dl
17 mU/dl
NILAI NORMAL
<33
<50
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Jam 06.00
281* mg/dL
<110
GINJAL
Ureum
Kreatinin
13-43
<1.2
ELEKTROLIT
Natrium(Na)
Kalium(K)
Klorida(Cl)
119* mg/dL
6.7* mg/dL
143 mmol/L
4.0 mmol/L
109 mmol/L
135-155
3.6-5.5
98-109
HASIL
8.8
3.7*
11.3*
34*
289
90.3
30.2
33.5
11.1
SATUAN
NILAI NORMAL
ribu/l
juta/l
g/dL
%
ribu/l
fL
Pg
g/dL
%
3.6 11
3.8 5.2
11.7 15.5
35 47
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Jam 06.00
101 mg/dL
Glukosa Darah Jam 09.00
140* mg/dL
LEMAK
Kolesterol Total
Trigliserida
HDL Direk
Kolesterol LDL
221*
59
70
140*
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
<110
<110
<200
<150
>=40
<100
10
VI. FOLLOW UP
S
O
A
P
S
O
A
P
S
O
A
P
VII. RINGKASAN
Datang seorang pria berusia 44 tahun ke Poli Penyakit Dalam RSUD Budhi
Asih dengan keluhan sakit kepala 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala
dirasakan berdenyut yang makin lama dirasakan makin berat. OS juga mengeluh
11
badan terasa lemas, buang air kecil yang tidak dapat ditahan, saat buang air kecil
pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas saat buang air kecil
dirasakan sejak 3 bulan terakhir. OS juga mengaku karena sering bak OS menjadi
cepat haus dan cepat merasa lapar.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E4 V5 M6), Tekanan darah: 130/80 mmHg, HR: 68x/menit, RR: 18x/menit,
Suhu: 36,6oc. Refleks cahaya langsung -/+, refleks cahaya tidak langsung -/+, tampak
gambaran berawan pada mata kanan pasien.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan GDS 281 mg/dL, ureum 119
mg/dL , kreatinin 6.7 mg/dL, eritrosit 3.7 juta/l, Hb 11.3 g/dL, hematokrit 34%,
kolesterol total 221 mg/dL, kolesterol LDL 140 mg/dL.
12
2. CKD stage V
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelaian structural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju fitrasi glomerulus (LFG) , dengan manifestasi: kelainan patologis,
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau dengan kelainan pada tes pencitraan (imaging test), laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan , dengan atau tanpa kerusakan
ginjal. Gejala pada pasien ini sesuai dengan penyakit yang mendasari yaitu hipertensi
emergensi dan adanya gejala DM seperti poliuri, polifagia, polidipsi, dan GDS yang
meningkat.Pasien mengakui memiliki riwayat penyakit ginjal sejak setahun yang lalu.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan nilai ureum 119 mg/dL dan kreatinin 6.7
mg/dL.
Adapun klasifikasi pedoman KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR
dengan rumus Cockroft-Goult sebagai berikut:
GFR(ml/menit/1,73m2) =
Stadium Deskripsi
GFR(ml/menit/1,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau >=90
2
3
4
5
meingkat
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat
Gagal ginjal
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
Pada pasien ini didapatkan hasil GFR 12,9 sehingga pasien tergolong CKD
stage V. Adapun penatalaksanaan non farmakologis yang diperlukan adalah diet
garam 40-120 meq, rendah protein (0.6-0.8 gr/kgBB/hari), tinggi kalori (35
kCal/kgBB/hari), diet rendah kalium, dan koreksi penyakit yang mendasari.
Penatalaksanaan farmakologis adalah asam folat 3x1, vit B12 3x1, aminoral
3x1 dan lakukan hemodialisis.
3. DM tipe II
13
DM tipe II adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar
glukosa darah yang tinggi disebabkan oleh resisten insulin. Pada pasien ini terdapat
gejala poliuri, polifagia, dan polidipsi diserati dengan peningkatan GDS 281 mg/dL.
Pengaturan diet pada psien DM adalah dengan diet rendah karbohidrat,
olahraga yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, and
Endurance training), seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang dan lainnya.
Pengobatan farmakologis harus dipikirkan karena pasien memiliki riwayat CKD,
maka dapat diberikan golongan sulfonylurea generasi kedua, yaitu glimepiride
dengan dosis rendah yaitu 1 mg/hari.
4. Hiperkolesterolemia
Keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang disertai
dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL plasma. Pada pasien didapatkan
peningkatan kolesterol total sebebsar 221mg/dL dan LDL sebesar 140mg/dL Pada
pasien digolongkan kedalam hiperkolesterolemia poligonik akibat penyakit sekunder
yang mendasari (DM, CKD), dan kurang olahraga.
Penatalaksanaan non farmakologis:
- total lemak 20-25% dari kalori total
- Lemak jenuh <7% dari kalori total
- Lemak PUFA dan MUFA 10% dari kalori total
- Protein 15% dari kalori total
- Karbohidrat kompleks 60% dari kalori total
- Olahraga selama 30 menit dengan aktivitas sedang 3-4x seminggu
Penatalaksanaan farmakolgis:
- Simvastatin 1x10mg
5.
Susp ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang jalan
saluran kemih, termasuk ginjal akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Pada pasien
dicurigai adanya ISK karena pasien mengeluh buang air kecil yang tidak dapat
ditahan, saat buang air kecil pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas
saat buang air kecil. Apabila tidak tuntas pasien biasanya menekan perut bagian
bawah dan bak akan keluar lagi. Namun perlu dilakukan pemeriksaan urin lengkap
untuk menegakan diagnosis pasti.
Pada pasien diberikan edukasi untuk tidak menahan kencing agar tidak terjadi
infeksi berulang dan diberi antibiotik levofloxacin 1x500mg.
14
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
mmHg atau tekanan diastolic melebihi 120 mmHg. [2] Keadaan hipertensi emergensi
dan
urgensi
harus
dapat
dibedakan
karena
tatalaksana
yang
berbeda. [4]
mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ
terget. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu
jam dengan memberikan obat obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada
hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada
keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat obatan anti hipertensi oral.
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:
1. Hipertensi refrakter: respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan
darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi: peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg
disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapatberlanjut
ke fase maligna.
16
ETIOLOGI
Penyebab dari hipertensi emergensi adalah semua yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Tingkat kenaikan tekanan darah berbanding lurus dengan resiko
terjadinya
hipertensi
emergensi.
Keadaan
hipertensi
kronik
menurunkan
Glomerulonefritis Akut
Vaskulitis
Sindrom Uremik Hemolitik
Trombotik Trombositopenik Purpura
Stenosis Arteri Renal
Eklampsia
Pheokromositoma
Sindrom Cushing
Renin-Secreting tumor
Hipertensi mineralocortikoid
Kokain, simpatomimetik, eritropoietin,
siklosporin
17
Withdrawal antihipertensi
Interaksi dengan Tyramin (MAOi)
Amfetamin, lead intoxication
Guillain-Barre syndrome, porphyria
Hipereakivitas autonomik
Penyakit Susunan Saraf Pusat
intermittent akut
Injuri serebral, infark/pendarahan
serebral, tumor otak
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya hipertensi emergensi hingga saat ini belum diketahui
secara jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi emergensi
dengan kenaikan resistensi vaskular secara mendadak. Peningkatan resistensi
vaskular dapat dipicu oleh beberapa agen vasokonstriktor seperti angiotensin II atau
norepinephrin atau dapat terjadi karena hasil dari keadaan hipovolemia relatif.
Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa aktivasi dari renin-angiotensinaldosteron merupakan bagian yang penting dari proses terjadinya hipertensi
emergensi.[4]
Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi dengan
keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari molekul
vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah, respon
kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,
mengakibatkan
terjadinya
dekompensasi
endothelial
yang
nantinya
akan
menyebabkan peningkatan yang lebih lagi dari tekanan darah dan terjadinya
kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan
homeostasis yang menyebabkan peingkatan resistensi vaskular dan kerusakan endotel
yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum dapat
dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi yang
dipicu oleh mechanical stretching seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan monocyte
chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic calcium,
pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari endothelial
adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion molecule seperti Pselectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1 oleh sel endotel memicu
inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan dari fungsi endotel.[4]
18
19
DIAGNOSIS
Anamnesis yang dilakukan harus melingkupi durasi secara detail dan keparahan
dari hipertensi sebelumnya dan juga adanya kegagalan organ yang terjadi
sebelumnya. Obat-obatan anti hipertensi derajat pengontrolan tekanan darah dan
obat-obatan yang memicu naiknya tekanan darah seperti kokain harus ditanya secara
detail. Gejala khusus pada organ terminal harus ditanya dengan lengkap.[1,4] Beberapa
gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dada[4]
Menggambarkan adanya iskemia myocardial atau miokardia infark atau
diseksi aorta
2. Nyeri punggung[4]
Menggambarkan adanya diseksi aorta
3. Sesak Nafas[4]
Adanya edema paru atau gagal jantung kongestif
4. Gejala Neurologi seperti kejang atau penurunan kesadaran[4]
Menggambarkan ensefalopati hipertensi
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan pertama kali adalah apakah terdapat
kerusakan organ. Tekanan darah dilakukan jika memungkinkan pada dua posisi untuk
mencari tahu apakah ada deplesi volume dalam intravaskular. Tekanan darah juga
sebaiknya dilakukan pada kedua tangan, apabila terdapat perbedaan yang signifikan,
dapat memunculkan kecurigaan terjadinya diseksi aorta. Pemeriksaan kardiovaskular
harus berfokus pada adanya kegagalan jantung seperti adanya peningkatan tekanan
vena jugular, adanya crakles, atau gallop. Pemeriksaan neurologis harus dapat menilai
tingkat kesadaran, gejala iritasi meningen, lapang pandang dan gejala-gejala fokal.[4]
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan segera adalah konsentrasi
urea, elektrolit, kreatinin serum, pemeriksaan darah lengkap, EKG, foto Thoraks dan
analisa urin.[4]
20
MANIFESTASI KLINIS
Emergensi Neurologis
Hipertensi neurologis merupakan hipertensi emergensi yang disertai
kerusakan pada sistem saraf. Manifestasi yang sering terjadi adalah ensefalopati
hipertensi, stroke iskemik akut, pendarahan intracranial, emboli otak dan pendarahan
subaraknoid. Emergensi neurologis sangat susah dibedakan satu sama lain.
Ensefalopati hipertensi dapat ditegakkan setelah yang lain dapat disingkirkan. Stroke
baik yang disebabkan oleh trombosis atau pendarahan dapat didiagnosis dengan
melihat adanya defisit neurologis fokal atau dengan menggunakan pemeriksaan
penunjang seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pendarahan subaracnoid
dapat didiagnosis dengan pungsi lumbar.[6] Perbedaan dan persamaan dari emergensi
neurologis dapat terlihat pada tabel 2.
Pendarahan
Pendarahan
Subarachnoid Intraparenkim
Anamnesis
Ensefalopati
Hipertensi
akut
akut
akut
Sub-akut
bervariasi
parah
bervariasi
parah
Umum, tetapi
Umum, tetapi
Umum, tetapi
bervariasi
bervariasi
bervariasi
Universal
Pemeriksaan Fisik
Retinopati
0-IV
0-IV
0-IV
Jarang;
Defisit
Neurologis
Fokal
II-IV
Sesuai lokasi
Infark
Bervariasi
Sesuai lokasi
bervariasi
pendarahan
sesuai tekanan
darah
Laboratorium
Pungsi
Biasanya
Xanthocromic
Xanthocromic
Biasanya
Lumbar
normal
atau berdarah
atau berdarah
normal
Computed
Dapat
Biasanya
Terkadang
Biasanya
21
dapat
Axial
Tomography
menunjukkan
Scan
daerah infark
normal
menunjukkan
daerah
normal
pendarahan
- Hipertensi Kardiak
Manifestasi hipertensi emergensi yang pada sistem kardiak yang paling sering
terjadi adalah infark atau iskemi miokard akut, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan kenaikan tekanan darah yang signifikan seharusnya dilakukan pemeriksaan
EKG untuk mengidentifikasi adanya iskemia kardiak, auskultasi pada paru dan
pemeriksaan lain untuk mencari apakah ada gagal jantung. Pemeriksaan lainnya
adalah dilakukan foto thoraks untuk melihat vaskularisasi pada paru-paru dan
diameter dari aorta.[6]
- Emergensi vaskular
Emergensi vaskular meskipun jarang terjadi, tetap harus diwaspadai.
Manifestasi dari hipertensi emergensi di vaskular adalah epistaksis yang parah yang
tidak responsive dengan pemberian tampon anterior maupun posterior.[6]
- Hipertensi Emergensi dengan hematuria dan/atau gengguan fungsi ginjal
Pasien dengan hipertensi emergensi sering mengalami hematuria mikroskopik
atau penurunan fungsi ginjal akut. Pemeriksaan urinalisis dan penilaian kadar serum
kratinin seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan tekanan darah yang tinggi.
Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum yang tinggi sekarang
merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal terdahulu.[6]
Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi emergensi dengan gangguan
ginjal biasanya mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun tekanan darah
telah diturunkan dengan benar, Teori yang berkembang yang dapat menjelaskan hal
tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi merupakan respon tubuh untuk
menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan penurunan tekanan darah, memperburuk
keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian membutuhkan hemodialisis karena
disebabkan oleh penurunan tekanan darah tersebut.[6]
- Hipertensi Emergensi dalam Kehamilan
22
TATALAKSANA
Prinsip umum
Hingga sekarang belum ditemukan terapi yang optimal untuk menangani
hipertensi emergensi. Prinsip dari terapi hipertensi emergensi tidak semata-mata
hanya bergantung pada nilai tekanan darah, tetapi bergantung pada terjadinya
kegagalan organ.[4]
Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan tekanan darah
yang selalu diperhatikan. Terapi antihipertensi parenteral harus diberikan secara
langsung tanpa menunggu. Disarankan sebaiknya penurunan mean arterial pressure
tidak lebih dari 20-25% untuk mencapai takanan darah 160/100 mmHg dalam dua
sampai enam jam atau penurunan tekanan darah diastolic 10%-15% atau hingga
mencapai 100-110 mmHg dalam 30 60 menit. Penurunan tekanan darah yang lebih
cepat harus dihindari karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari organ vital yang
dapat menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk keadaan.[4,7,8]
Terapi spesifik
Terapi pada hipertensi emergensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
dengan terkontrol, terprediksi dan aman. Beberapa obat parenteral sesuai dengan
tujuan terapi seperti yang terdapat pada tabel 2. Terapi akan bergantung pada organ
tujuan yang mengalami kerusakan. Beberapa obat tertentu mungkin akan menjadi
lebih tepat atau kurang tepat bergantung dari organ yang mengalami kerusakan.[4]
23
- Clevidipine
Clevidipine merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kanal kalsium
yang telah di setujui oleh FDA pada Agustus 2008 untuk digunakan dalam
tatalaksana hipertensi akut setelah menunjukkan tingkat keamanan dan khasiat yang
baik dalam uji coba klinis. Obat ini mernurunkan tekanan darah dengan bergantung
pada dosis dengan waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-2 menit, bekerja dengan
menurunkan resistensi vaskular dan tidak mempengaruhi kapasitas pembuluh darah
atau tekanan pengisian jantung.[7]
- Sodium nitroprusidde
Sodium Nitroprusidde dapat digunakan dalam berbagai situasi. Obat ini bekerja
sebagai dilator dari arteri dan vena yang bekerja secara cepat. Obat ini hanya
diberikan dengan infus intravena yang kontinyu dengan pengawasan terhadap
tekanan darah intra-arterial. Komplikasi dari pengunaan obat ini adalah hipotensi.
Komplikasi lainnya adalah kemungkinan terjadinya keracunan cyanate atau
thiocyanate pada pemakaian jangka panjang, khususnya pada pasien dengan
penurunan fungsi liver dan ginjal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa Sodium
nitroprusidde dapat meningkatkan tekanan intracranial, tetapi dengan efek penurunan
resistensi vaskular tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap peningkatan tekanan
intra cranial oleh sebab itu obat ini direkomendasi sebagai terapi untuk hipertensi
emergensi termasuk hipertensi ensefalopati.[4,9]
- Labetalol
Labetalol juga merupakan obat yang dipakai dalam kebanyakan situasi
hipertensi emergensi. Labetalol merupakan penghambat dan reseptor dan sebagai
kanal kalsium antagonis. Efek penghambat dari labetalol hanya seperlima dari
propanolol. Efek anti-hipertensif dari Labetalol adalah dengan menurunkan laju
jantung dan menurunkan resistensi vaskular. Obat ini dapat diberikan dengan
menggunakan bolus intravena atau dengan infus kontinyu. Efek hipotensi dari
Labetalol biasanya muncul dalam dua sampai lima menit. Setelah bolus dan
mencapai puncaknya pada lima sampai lima belas menit dan efek dapat bertahan
selama dua sampai empat jam. Labetalol tidak mempunyai efek penghambat yang
murni sehingga curah jantung dapat dipertahankan. Resistensi vaskular yang terjadi
24
adalah efek dari penghambat reseptor , keadaan ini tidak mengurangi aliran darah
perifer. Obat ini digunakan pada saat-saat khusus seperti iskemia miokard akut,
diseksi aorta, hipertensi post-operatif akut, stroke iskemik akut, ensefalopati
hipertensi, pre-eklamsi dan eklamsia. Efek samping penggunaan labetalol antara lain
mual, muntah, flushing,bradikardi, bronkospasme dan gagal jantung.[4,7]
- Esmolol
Esmolol merupakan obat selektif penghambat reseptor yang mempunyai
waktu kerja yang cepat dan singkat sehingga membuat dosis obat ini mudah untuk
dititrasi. Obat ini menurunkan tekanan darah melalui pengurangan tekanan atrial
dengan mengurangi kecepatan dan kontraktilitas dari jantung dengan menghambat
reseptor 1.[7]
- Nitroglycerin
Nitroglycerin yang diberikan secara intravena merupakan vasodilator yang
kuat. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan afterload dan preload
jantung. Efek ini tidak diharapkan pada pasien dengan gangguan perfusi ginjal dan
otak. Nitroglycerin tidak digunakan sebagai terapi lini pertama meskipun memiliki
karakteristik farmakokinetik yang mirip dengan sodium nitroprusside. Hal ini
disebabkan karena efek sampingnya yang berupa takikardi dan takifilaksis.[7]
- Nicardipine
Nicardipine merupakan obat intravena panghambat kanal kalsium derivat dari
dihydropyridine yang menghasilkan efek antihipertensinya dengan vasodilasi dari
arteri koroner dan relaksasi otot polos. Obat ini mempunyai tingkat selektivitas yang
tinggi dan vasodilator pembuluh darah otak dan koroner yang kuat.[7]
- Fenoldopam mesylate
Fenoldopam mesylate telah disetujui untuk digunakan dalam tatalaksana
hipertensi emergensi. Obat ini bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dopamin di
perifer. Anti hipertensi terjadi karena kombinasi dari reaksi vasodilatasi langsung dan
dilatasi arteri ginal dan natriuresis.[4,7]
- Ace inhibitor dan Hydralazine
25
Obat-obat golongan ACE inhibitor dan hydralazine juga dapat digunakan untuk
beberapa kondisi. Penggunaan ACE inhibitor dalam kondisi akut membutuhkan
pertimbangan yang khusus karena dengan cara kerjanya obat ini dapat menyebabkan
tekanan darah yang turun sangat drastis pada pasien dengan hipovolemik atau pada
pasien dengan keadaan stenosis arteri renal. Obat-obatan diuretik sebaiknya dihindari
pada kasus hipertensi emergensi kecuali didapatkan adanya kegagalan ventrikel kiri
dan edem paru. Sebagian besar pasien mengalami keadaan hipovolemi disebabkan
oleh natriuresis yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi.[4]
Cara
Clevidipine
Waktu
Durasi
Efek Samping
Penggunaan
Pemberian
Kerja
Infus awal 1-2 2-4
Kerja
5-15
Sakit
kepala, Peri-operasi,
menit
mual,
muntah, pos-operasi,
ditingkatkan
hipotensi,
hipertensi
tiap
refleks
persisten
takikardia
pada
5-10
menit.
gangguan
ginjal
dan
gagal jantung
Esmolol
10-20
akut
Mual, flushing, Edem
mg/kg;
menit
blok
Infus
paru
25-300 g/kg
derajat
per menit
bronkospasme
diseksi aorta
akut,
hipertensi
Fenoldopam
post-op akut
sakit Edem
paru
30-60
Mual,
menit
menit
kepala, flushing
infus awal
dari
akut,
ensefalopati
26
hipertensi,
Labetalol
gagal
ginjal
akut,
stroke
2-4
Hipotensi,
iskemik akut
Edem
paru
infus
jam
pusing,
akut,
mg/menit dan
bronkospasme,
ensefalopati
dititrasi sesuai
mual, muntah
hipertensi,
1-2 menit
iskemia
diulang 20-80
miokard akut,
mg
pada
diseksi aorta
10
akut, post-op
interval
menit
hipertensi,
eklamsia dan
stroke
Nicardipine
Infus
5 5-15
mg/jam
menit
4-6
Sakit
jam
ditingkatkan
2,5
iskemik
kepala, Edem
paru
edem, takikardia
mg/jam
ensefalopati
hipertensi,
setiap 5 menit
gagal
ginjal
(max:
akut,
krisis
15
mg/jam)
simpatetik,
post-op
hipertensi,
stroke
Nitroglycerine
5-10
Refleks
iskemik
Agen
menit
takikardi,
tambahan
g/menit tiap
takifilaksis,
pada
3-5
hipoksemia
g/menit, 1-5
meningkat
sampai
5 menit
menit
20
g/menit, jika
tidak
edem
iskemia
miokard akut.
ada
27
respon,
naikkan
10
g/menit tiap
3-5
menit
sampai
200
Sodium
g/menit
Awal 0.3-0.5 Dalam
Nitroprusside
g/kg
/menit hitungan
1-2
Efek
menit
detik
dinaikan
sianida,
kepala,
dengan
kenaikan
toksik Edem
paru
dan
otot, flushing
0.5
g/kg/menit
(
max
2g/kg/menit)
dengan
didapatkan
patofisiologi
yang
lebih
jelas
memungkinkan
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Haas AR, Marik PE. Current diagnosis and management of hypertensive
emergency. Seminar in dialysis. 2006;19: 502-512.
2. Atkins G, Rahman M, Wright, Jr JT. Chapter 70. Diagnosis and Treatment of
Hypertension. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA, eds. Hurst's The
Heart. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
3. Elliott WJ. Chapter 45. Hypertensive Emergencies & Urgencies. In: Lerma
EV, Berns JS, Nissenson AR, eds. CURRENT Diagnosis & Treatment:
Nephrology & Hypertension. New York: McGraw-Hill; 2009.
4. Vaughan JC, Delanti N. Hipertensive emergencies. Lancet. 2000; 356: 411-17.
5. Varon J. Treatment of Acute and Severe Hypertension current and Newer
Agents. Drugs. 2008; 68(3): 283-297.
6. Vidt DG, Elliot WJ. Clinical features and management of selected
hypertensive emergencies. J Clin Hypertens.2004;6:587-592.
7. Smithburger PL, Kane-Grill SL, Nestor BL, Seybert AL. Recent Advances in
the treatment of Hypertensive Emergencies. CriticalCareNurse.2010: 30: 5.
8. Desai S. Chapter 34. Cardiac Emergencies. In: Humphries RL, Stone C, eds.
CURRENT Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011.
9. Kotchen TA. Chapter 247. Hypertensive Vaskular Disease. In: Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
10. Papadopoulos PD, Mourouzis I, et al. Hypertension crisis. Blood Pressure.
2010; 19: 328-336.
29