You are on page 1of 29

CASE

HIPERTENSI EMERGENSI
PEMBIMBING
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

DISUSUN OLEH

Ni Kadek Sri Rahayu Wijayanti


030.10.204

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 5 januari 2015 14 MARET 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


LAPORAN KASUS
HIPERTENSI EMERGENSI
Presentasi Kasus
Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi
Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam
Periode 5 Januari 2015 14 Maret 2015

Oleh:
Ni Kadek Sri Rahayu Wijayanti
NIM : 03010204

Pembimbing
dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH


FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA

DAFTAR ISI

Halaman judul....................................................................................................

Lembar persetujuan pembimbing ......................................................................

Daftar isi ...........................................................................................................

BAB I

STATUS PASIEN ...............................................................................

Identitas..............................................................................................

II

Anamnesis..........................................................................................

III

Anamnesis sistem ..............................................................................

IV

Pemeriksaan fisik ..............................................................................

Pemeriksaan penunjang .....................................................................

10

VI

Follow up...........................................................................................

11

VII

Ringkasan...........................................................................................

12

VIII Masalah dan pengkajian masalah ......................................................

13

IX

Prognosis ...........................................................................................

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

31

BAB I
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS
- Nama
- Jenis kelamin
- Tanggal lahir
- Usia
- Alamat
- Pendidikan terakhir
- Pekerjaan
- Status perkawinan
- Suku bangsa
- Agama
- Warga Negara
- Tanggal Masuk
- Jam masuk
- Masuk karena

: Tn. E
: Laki-laki
: 12 Juli 1970
: 44 tahun
: Jl. Jelambar Ilor Grogol petamburan
: S1
: Pegawai swasta
: Kawin
: Sunda
: Islam
: Indonesia
: Jumat, 23 Januari 2015
: 12.13 WIB
: Sakit kepala sejak 3 hari sebelumnya

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien sendiri
pada tanggal 24 Januari 2015 pukul 15.00 WIB di lantai 6 barat kamar 604
RSUD Budhi Asih
KELUHAN UTAMA
Sakit kepala sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
a. KELUHAN TAMBAHAN
Tidak dapat menahan buang air kecil, saat buang air kecil harus
mengedan, setelah bak ada yang tersisa, cepat haus dan cepat lapar.

b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


OS mengeluh sakit kepala 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sakit kepala dirasakan berdenyut yang makin lama dirasakan makin berat.
Apabila saat aktivitas sakit kepala dirasakan bertambah berat dan saat
tiduran terasa sakit kepala mulai menghilang. Kepala bagian belakang

juga dirasakan sangat berat oleh pasien. OS mengeluh badan terasa lemas,
namun

masih

dapat

melakukan

aktivitas

sehari-hari.

OS

juga

mengeluhkan buang air kecil yang tidak dapat ditahan, saat buang air kecil
pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas saat buang air
kecil. Apabila tidak tuntas pasien biasanya menekan perut bagian bawah
dan bak akan keluar lagi. Keluhan ini tidak mengganggu saat tidur dan
sudah dirasakan sejak 3 bulan terakhir. OS juga mengaku karena sering
bak OS menjadi cepat haus dan cepat merasa lapar.

c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


OS mengaku memiliki keluhan serupa sebelumnya. OS pernah
dirawat dirumah sakit daerah Surabaya setahun yang lalu dengan keluhan
yang sama, dimana keluhan tersebut terjadi pertama kali dan gejala sama
seperti yang dirasakan sekarang. Seminggu setelah pulang dari RS daerah
Surabaya, OS kembali dirawat di RS Budhi Asih dengan keluhan serupa.
OS memiliki penyakit ginjal dan hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat operasi
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat alergi makanan dan/atau obat-obatan
Riwayat asma
Riwayat penyakit jantung
Riwayat keganasan
Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal
: (+)
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: (+)

d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat alergi makanan dan/atau obat-obatan
Riwayat asma
Riwayat penyakit jantung
Riwayat keganasan

: (+)
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

e. RIWAYAT KEBIASAAN
OS mengaku tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol,
maupun menggunakan obat-obatan terlarang. Dulu OS rajin minum kopi
sebanyak 3-4 gelas per hari, dan makan jeroan namun setelah terdiagnosis

hipertensi setahun yang lalu OS berhenti mengkonsumsi kopi. OS jarang


mengkonsumsi buah dan sayur, serta jarang berolahraga.
f. RIWAYAT PENGOBATAN
OS mengaku mengkonsumsi amlodipin 5mg dan captopril,
namun obat hanya diminum hanya saat terdapat keluhan sakit kepala saja.
g. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
OS bekerja sebagai pegawai swasta dan sering melakukan
penelitian, istri OS bekerja sebagai ibu rumah tangga.
h. RIWAYAT LINGKUNGAN
Tempat tinggal berada di sebuah gang, letak satu rumah dengan
rumah yang lain berdekatan.. Rumah dibersihkan setiap hari dan memiliki
ventilasi yang cukup.

III. ANAMNESIS SISTEM


Kulit

: sedikit kering

Kepala

: tidak ada keluhan

Mata

: penglihatan mata kanan menurun

Telinga

: tidak ada keluhan

Hidung

: tidak ada keluhan

Mulut

: tidak ada keluhan

Tenggorokan

: tidak ada keluhan

Leher

: tidak ada keluhan

Dada (jantung/paru-paru)

: tidak ada keluhan

Abdomen (lambung/usus)

: tidak ada keluhan

Saluran kemih / alat kelamin

: BAK tidak dapat ditahan, tidak tuntas

Saraf dan otot

: tidak ada keluhan

Ekstremitas

: tidak ada keluhan

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum :

Tampak sakit ringan

Kesadaran

Compos mentis

Berat badan

65 kg

Tinggi badan

173 cm

BMI

Normal

Status gizi

Gizi cukup

Tanda vital

Tekanan darah: 130/80 mmHg


Nadi: 68 x/menit
Respirasi: 18 x/menit
Suhu: 36,6 C

Status mental

Tingkah laku

: Normoaktif

Alam perasaan

: Normal

Proses pikir

: Realistis

STATUS GENERALIS
1. Kulit:
Warna

: sawo matang, agak kering, tidak pucat, tidak ikterik, tidak


sianosis, tidak ada ruam dan tidak terdapat hipopigmentasi
maupun hiperpigmentasi

Lesi

: tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikuler,


pustul maupun lesi sekunder seperti jaringan

parut atau

keloid pada bagian tubuh yang lain.


Rambut

: rambut hitam keputihan, tersebar merata, tidak mudah


dicabut

Turgor : sedikit menurun


Suhu raba
2.

: hangat

Mata
Bentuk

: normal, kedudukan bola mata simetris

Palpebra

: normal, tidak ptosis, tidak lagoftalmus, tidak edema, tidak


ada perdarahan tidak blefaritis, tidak xanthelasma.

Gerakan

: normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva

: anemis +/+

Sklera

: tidak ikterik

Pupil

: bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya langsung -/+


refleks cahaya tidak langsung -/+ , terdapat gambaran
berawan

Eksoftalmus

: tidak ditemukan
7

Endoftalmus : tidak ditemukan


3.

Telinga
Inspeksi

: Normotia, tidak hiperemis, tidak mikrotia, tidak cauliflower


ear, liang telinga lapang, serumen +/+, sekret -/-.

Palpasi
4.

: Nyeri tarik tragus -/-, nyeri tekan tragus -/-

Hidung
Bagian luar

: normal, tidak ada deformitas, tidak ada nafas cuping hidung,


tidak sianosis,

Septum

: di tengah, simetris

Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi


Cavum nasi

5.

: tidak ada perdarahan, tidak kotor, tidak ada sekret

Mulut dan tenggorokan


Bibir

: normal, tidak pucat, tidak sianosis, sedikit kering

Gigi-geligi

: oral hygiene cukup

Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, berwarna merah muda, tidak berbau
aseton, stomatitis aftosa (-)
Lidah
Tonsil

: normoglosia, tidak pelo, tidak kotor


: ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis, kripti tidak melebar
tidak ada detritus

Faring
6.

: tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

Leher
Bendungan

: tidak ada bendungan vena

Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris


Trakea
7.

: di tengah

Kelenjar getah bening


Leher

: tidak terdapat pembesaran di KGB leher

Aksila

: tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

8.

Thorax
Paru-paru
Inspeksi

: simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal

Palpasi

: gerak simetris, vocal fremitus simetris kedua lapang paru

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi

: suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspkesi

: tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi

: terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS IV, 1 cm medial linea


midklavikularis sinistra

Perkusi
Batas jantung kanan
Batas jantung kiri

: ICS III - V , linea sternalis dextra


: ICS VI , 2-3 cm dari linea midklavikularis
sinistra

Batas atas jantung


Auskultasi

9.

: ICS III linea sternalis sinistra

: bunyi jantung I II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

smiling umbilicus
Palpasi
: teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) pada

epigastrium , nyeri lepas (-), ballottement (-)


Perkusi
: timpani pada keempat kuadran abdomen, nyeri ketok CVA (+)
Auskultasi : bising usus positif 3x/menit

: abdomen cekung, tidak ada sagging of the flanks, tidak

10. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas, akral teraba hangat pada keempat ekstremitas,
edema di ekstremitas (-), sianosis (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9

Hasil Lab tanggal 23 Januari 2015 saat pasien diruangan


JENIS PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
HATI
AST/SGOT
ALT/SGPT

HASIL

SATUAN

14 mU/dl
17 mU/dl

NILAI NORMAL
<33
<50

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Jam 06.00
281* mg/dL

<110

GINJAL
Ureum
Kreatinin

13-43
<1.2

ELEKTROLIT
Natrium(Na)
Kalium(K)
Klorida(Cl)

119* mg/dL
6.7* mg/dL

143 mmol/L
4.0 mmol/L
109 mmol/L

135-155
3.6-5.5
98-109

Hasil Lab tanggal 24 Januari 2015 saat pasien diruangan


JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

HASIL
8.8
3.7*
11.3*
34*
289
90.3
30.2
33.5
11.1

SATUAN

NILAI NORMAL

ribu/l
juta/l
g/dL
%
ribu/l
fL
Pg
g/dL
%

3.6 11
3.8 5.2
11.7 15.5
35 47
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Jam 06.00
101 mg/dL
Glukosa Darah Jam 09.00
140* mg/dL
LEMAK
Kolesterol Total
Trigliserida
HDL Direk
Kolesterol LDL

221*
59
70
140*

mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL

<110
<110

<200
<150
>=40
<100

10

VI. FOLLOW UP
S
O
A
P

S
O
A
P

S
O
A
P

Tanggal 23 Januari 2015


: Sakit kepala sejak 3 hari SMRS, badan terasa lemas
: TSS/CM, TD 230/140mmHg, Nadi 100x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,4oc
: Hipertensi emergensi
: - adalat oros 1x30 mg
- Diovan 1x16 mg
- Bisoprolol 1x5mg
- Asam folat 3x1
- Vit B12 3x1
- Aminoral 3x1
Tanggal 24 Januari 2015
: Keluhan sakit kepala mulai berkurang, tidak dapat menahan kecing, perasaan
tidak tuntas saat bak, cepat haus, cepat lapar, badan terasa lemas
: TSS/CM, TD 130/80mmHg, Nadi 68x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,6oc
: Hipertensi emergensi perbaikan
: - adalat oros 1x30 mg
- Diovan 1x16mg
- Bisoprolol 1x5mg
- Asam folat 3x1
- Vit B12 3x1
- Aminoral 3x1
- Simvastatin 1x10mg
Tanggal 25 Januari 2015
: Keluhan membaik, pasien diperbolehkan pulang dan kontrol ke poli IPD
: TSR/CM, TD 150/90mmHg, Nadi 80x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,0oc
: Hipertensi emergensi perbaikan
: - adalat oros 1x30 mg
- Diovan 1x16mg
- Bisoprolol 1x5mg
- Asam folat 3x1
- Vit B12 3x1
- Aminoral 3x1
- Simvastatin 1x10mg

VII. RINGKASAN
Datang seorang pria berusia 44 tahun ke Poli Penyakit Dalam RSUD Budhi
Asih dengan keluhan sakit kepala 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala
dirasakan berdenyut yang makin lama dirasakan makin berat. OS juga mengeluh

11

badan terasa lemas, buang air kecil yang tidak dapat ditahan, saat buang air kecil
pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas saat buang air kecil
dirasakan sejak 3 bulan terakhir. OS juga mengaku karena sering bak OS menjadi
cepat haus dan cepat merasa lapar.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan
GCS 15 (E4 V5 M6), Tekanan darah: 130/80 mmHg, HR: 68x/menit, RR: 18x/menit,
Suhu: 36,6oc. Refleks cahaya langsung -/+, refleks cahaya tidak langsung -/+, tampak
gambaran berawan pada mata kanan pasien.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan GDS 281 mg/dL, ureum 119
mg/dL , kreatinin 6.7 mg/dL, eritrosit 3.7 juta/l, Hb 11.3 g/dL, hematokrit 34%,
kolesterol total 221 mg/dL, kolesterol LDL 140 mg/dL.

VIII. MASALAH DAN PENGKAJIAN MASALAH


1. Hipertensi emergensi
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah berat (>180/120
mmHg) dengan komplikasi disfungsi organ target yang akan terjadi atau bersifat
progresif. Perlu dilakukan penurunan tekanan darah secara segera (tidak perlu
mencapai nilai normal) untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ target. Pada
pasien didapatkan keluhan sakit kepala 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tekanan
darah yang meningkat, yaitu 230/140 mmHg, memiliki riwayat darah tinggi.
Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan tekanan
darah yang selalu diperhatikan. Terapi antihipertensi parenteral harus diberikan secara
langsung tanpa menunggu. Disarankan sebaiknya penurunan mean arterial pressure
tidak lebih dari 20-25% untuk mencapai takanan darah 160/100 mmHg dalam dua
sampai enam jam atau penurunan tekanan darah diastolic 10%-15% atau hingga
mencapai 100-110 mmHg dalam 30 60 menit. Penurunan tekanan darah yang lebih
cepat harus dihindari karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari organ vital yang
dapat menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk keadaan.
Penggunaan sodium nitroprusside merupakan vasodilator adekuat baik arterial
maupun venous. Secara i.v mempunyai onset of action yan cepat yaitu: 1-6
ug/kg/menit. Peroral dapat diberikan diovan 1x16 mg

12

2. CKD stage V
Chronic kidney disease (CKD) adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang
terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelaian structural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju fitrasi glomerulus (LFG) , dengan manifestasi: kelainan patologis,
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,
atau dengan kelainan pada tes pencitraan (imaging test), laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan , dengan atau tanpa kerusakan
ginjal. Gejala pada pasien ini sesuai dengan penyakit yang mendasari yaitu hipertensi
emergensi dan adanya gejala DM seperti poliuri, polifagia, polidipsi, dan GDS yang
meningkat.Pasien mengakui memiliki riwayat penyakit ginjal sejak setahun yang lalu.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan nilai ureum 119 mg/dL dan kreatinin 6.7
mg/dL.
Adapun klasifikasi pedoman KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR
dengan rumus Cockroft-Goult sebagai berikut:
GFR(ml/menit/1,73m2) =

(140-umur) x berat badan


72 x kreatinin serum (mg/dL)

Stadium Deskripsi
GFR(ml/menit/1,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau >=90
2
3
4
5

meingkat
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat
Gagal ginjal

60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis

Pada pasien ini didapatkan hasil GFR 12,9 sehingga pasien tergolong CKD
stage V. Adapun penatalaksanaan non farmakologis yang diperlukan adalah diet
garam 40-120 meq, rendah protein (0.6-0.8 gr/kgBB/hari), tinggi kalori (35
kCal/kgBB/hari), diet rendah kalium, dan koreksi penyakit yang mendasari.
Penatalaksanaan farmakologis adalah asam folat 3x1, vit B12 3x1, aminoral
3x1 dan lakukan hemodialisis.

3. DM tipe II

13

DM tipe II adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar
glukosa darah yang tinggi disebabkan oleh resisten insulin. Pada pasien ini terdapat
gejala poliuri, polifagia, dan polidipsi diserati dengan peningkatan GDS 281 mg/dL.
Pengaturan diet pada psien DM adalah dengan diet rendah karbohidrat,
olahraga yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, and
Endurance training), seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang dan lainnya.
Pengobatan farmakologis harus dipikirkan karena pasien memiliki riwayat CKD,
maka dapat diberikan golongan sulfonylurea generasi kedua, yaitu glimepiride
dengan dosis rendah yaitu 1 mg/hari.
4. Hiperkolesterolemia
Keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang disertai
dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL plasma. Pada pasien didapatkan
peningkatan kolesterol total sebebsar 221mg/dL dan LDL sebesar 140mg/dL Pada
pasien digolongkan kedalam hiperkolesterolemia poligonik akibat penyakit sekunder
yang mendasari (DM, CKD), dan kurang olahraga.
Penatalaksanaan non farmakologis:
- total lemak 20-25% dari kalori total
- Lemak jenuh <7% dari kalori total
- Lemak PUFA dan MUFA 10% dari kalori total
- Protein 15% dari kalori total
- Karbohidrat kompleks 60% dari kalori total
- Olahraga selama 30 menit dengan aktivitas sedang 3-4x seminggu
Penatalaksanaan farmakolgis:
- Simvastatin 1x10mg

5.

Susp ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang jalan

saluran kemih, termasuk ginjal akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Pada pasien
dicurigai adanya ISK karena pasien mengeluh buang air kecil yang tidak dapat
ditahan, saat buang air kecil pasien harus mengedan dan adanya perasaan tidak tuntas
saat buang air kecil. Apabila tidak tuntas pasien biasanya menekan perut bagian
bawah dan bak akan keluar lagi. Namun perlu dilakukan pemeriksaan urin lengkap
untuk menegakan diagnosis pasti.
Pada pasien diberikan edukasi untuk tidak menahan kencing agar tidak terjadi
infeksi berulang dan diberi antibiotik levofloxacin 1x500mg.
14

IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Pada prognosis ad vitam adalah bonam dikarenakan follow up harian pasien


masih baik dari keadaan umum dan gejala penyakit. Ad sanationam dubia ad malam
dikarenakan pasien yang mengkonsumsi obat saat serangan saja (hipertensi tidak
terkontrol), dan kesadaran pasien untuk kesehatannya masih kurang. Ad fungsionam
dubia ad malam dikarenakan sudah terdapat target organ ginjal pada pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Hipertensi emergensi merupakan keadaan tekanan darah tidak terkontrol yang


berhubungan dengan gagal organ akut.[1,2,3] Adanya keadaan gagal organ akut ini yang
membedakan dengan keadaan hipertensi urgensi bukan pada nilai tekanan darah. [1]
Tidak ada batas tekanan darah dalam mendiagnosis hipertensi emergensi, meskipun
demikian kebanyakan gagal organ akhir terjadi ketika tekanan sistolik melebihi 220
15

mmHg atau tekanan diastolic melebihi 120 mmHg. [2] Keadaan hipertensi emergensi
dan

urgensi

harus

dapat

dibedakan

karena

tatalaksana

yang

berbeda. [4]

Penatalaksanaan dari hipertensi emergensi harus dilakukan sesegera mungkin dengan


menggunakan obat-obatan parenteral.[1]
Kejadian hipertensi pada orang dewasa mencapai 20-30% di negara-negara
berkembang. Diperkirakan satu milyar orang mengidap hipertensi dan kematian yang
berhubungan dengan hipertensi diperkirakan mencapai angka 7,1 juta per tahun.[5]
Tekanan darah cenderung meningkat sesuai dengan pertambahan umur . Hipertensi
lebih sering terjadi pada populasi pria dibandingkan dengan wanita, khususnya pada
dewasa muda dan usia-usia pertengahan.[1]
DEFINISI
Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan
darah secara akut. Terminologi yang paing sering dipakai adalah:
1. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik > 180

mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ
terget. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu
jam dengan memberikan obat obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti pada
hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada
keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat obatan anti hipertensi oral.
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:
1. Hipertensi refrakter: respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan
darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi: peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg
disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapatberlanjut
ke fase maligna.

16

3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah


diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai
papiledema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak
mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan
riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang
sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati: kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai
dengan keluhan sakit kepala yang hebat, perubahan kesadaran dan keadaan ini
dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.[5]

ETIOLOGI
Penyebab dari hipertensi emergensi adalah semua yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Tingkat kenaikan tekanan darah berbanding lurus dengan resiko
terjadinya

hipertensi

emergensi.

Keadaan

hipertensi

kronik

menurunkan

kemungkinan terjadinya hipertensi emergensi. Sebaliknya pada individu tanpa


riwayat hipertensi sebelumnya, hipertensi emergensi dapat terjadi pada nilai tekanan
darah yang lebih rendah.[4] Penyebab dari hipertensi emergensi dapat dilihat pada
tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Hipertensi Emergensi[1]


Hipertensi Primer
Penyakit Parenkim Ginjal
Penyakit Vaskular Renal
Kehamilan
Endokrin
Obat-obatan

Glomerulonefritis Akut
Vaskulitis
Sindrom Uremik Hemolitik
Trombotik Trombositopenik Purpura
Stenosis Arteri Renal
Eklampsia
Pheokromositoma
Sindrom Cushing
Renin-Secreting tumor
Hipertensi mineralocortikoid
Kokain, simpatomimetik, eritropoietin,
siklosporin
17

Withdrawal antihipertensi
Interaksi dengan Tyramin (MAOi)
Amfetamin, lead intoxication
Guillain-Barre syndrome, porphyria

Hipereakivitas autonomik
Penyakit Susunan Saraf Pusat

intermittent akut
Injuri serebral, infark/pendarahan
serebral, tumor otak

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya hipertensi emergensi hingga saat ini belum diketahui
secara jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi emergensi
dengan kenaikan resistensi vaskular secara mendadak. Peningkatan resistensi
vaskular dapat dipicu oleh beberapa agen vasokonstriktor seperti angiotensin II atau
norepinephrin atau dapat terjadi karena hasil dari keadaan hipovolemia relatif.
Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa aktivasi dari renin-angiotensinaldosteron merupakan bagian yang penting dari proses terjadinya hipertensi
emergensi.[4]
Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi dengan
keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari molekul
vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah, respon
kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,
mengakibatkan

terjadinya

dekompensasi

endothelial

yang

nantinya

akan

menyebabkan peningkatan yang lebih lagi dari tekanan darah dan terjadinya
kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan
homeostasis yang menyebabkan peingkatan resistensi vaskular dan kerusakan endotel
yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum dapat
dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi yang
dipicu oleh mechanical stretching seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan monocyte
chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic calcium,
pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari endothelial
adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion molecule seperti Pselectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1 oleh sel endotel memicu
inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan dari fungsi endotel.[4]

18

Gambar 1. Patofisiologi vaskular Hipertensi Emergensi[1]


A: Sel endothelium mengatur resistensi vaskular dengan mengeluarkan Nitric
Oxide(NO) dan Prostasiklin. B: Perubahan akut resistensi vaskular karena produksi
berlebihan dari katekolamin, angiotensin II, vasopressin, aldosteron, tromboxan dan
endotelin 1. Atau produksi rendah dari vasodilator endogen seperti NO dan PGI 2.
Kenaikan tekanan darah secara mendadak dapat memicu ekspresi dari Cellular
Adhesion Molecule(CAMs) oleh endothelium. C: Keadaan hipertensi emergensi, sel
endotel tidak dapat lagi mengontrol tonus vaskular menyebabkan terjadinya
hiperperfusi end-organ, nekrosis fibrioid arterial dan peingkatan permeabilitas
vaskular dengan edema perivaskular. Berkurangnya aktivitas fibrinolitik ditambah
dengan aktivasi koagulasi dan trombosit menyebabkana terjadinya disseminated
intravaskular coagulation (DIC).
Semua kejadian molekular ini pada akhirnya akan memicu terjadinya
peningkatan permeabilitas endotel, menghambat fibrinolitik lokal dari endothel dan
mengaktifkan jalur koagulasi. Agregasi trombosit, dan degranulasi pada endothelium
yang telah rusak, dapat memicu terjadinya inflamasi yang lebih parah, trombosis dan
vasokonstriksi.[4]

19

DIAGNOSIS
Anamnesis yang dilakukan harus melingkupi durasi secara detail dan keparahan
dari hipertensi sebelumnya dan juga adanya kegagalan organ yang terjadi
sebelumnya. Obat-obatan anti hipertensi derajat pengontrolan tekanan darah dan
obat-obatan yang memicu naiknya tekanan darah seperti kokain harus ditanya secara
detail. Gejala khusus pada organ terminal harus ditanya dengan lengkap.[1,4] Beberapa
gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dada[4]
Menggambarkan adanya iskemia myocardial atau miokardia infark atau
diseksi aorta
2. Nyeri punggung[4]
Menggambarkan adanya diseksi aorta
3. Sesak Nafas[4]
Adanya edema paru atau gagal jantung kongestif
4. Gejala Neurologi seperti kejang atau penurunan kesadaran[4]
Menggambarkan ensefalopati hipertensi
Pemeriksaan Fisik yang dilakukan pertama kali adalah apakah terdapat
kerusakan organ. Tekanan darah dilakukan jika memungkinkan pada dua posisi untuk
mencari tahu apakah ada deplesi volume dalam intravaskular. Tekanan darah juga
sebaiknya dilakukan pada kedua tangan, apabila terdapat perbedaan yang signifikan,
dapat memunculkan kecurigaan terjadinya diseksi aorta. Pemeriksaan kardiovaskular
harus berfokus pada adanya kegagalan jantung seperti adanya peningkatan tekanan
vena jugular, adanya crakles, atau gallop. Pemeriksaan neurologis harus dapat menilai
tingkat kesadaran, gejala iritasi meningen, lapang pandang dan gejala-gejala fokal.[4]
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan segera adalah konsentrasi
urea, elektrolit, kreatinin serum, pemeriksaan darah lengkap, EKG, foto Thoraks dan
analisa urin.[4]

20

MANIFESTASI KLINIS
Emergensi Neurologis
Hipertensi neurologis merupakan hipertensi emergensi yang disertai
kerusakan pada sistem saraf. Manifestasi yang sering terjadi adalah ensefalopati
hipertensi, stroke iskemik akut, pendarahan intracranial, emboli otak dan pendarahan
subaraknoid. Emergensi neurologis sangat susah dibedakan satu sama lain.
Ensefalopati hipertensi dapat ditegakkan setelah yang lain dapat disingkirkan. Stroke
baik yang disebabkan oleh trombosis atau pendarahan dapat didiagnosis dengan
melihat adanya defisit neurologis fokal atau dengan menggunakan pemeriksaan
penunjang seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pendarahan subaracnoid
dapat didiagnosis dengan pungsi lumbar.[6] Perbedaan dan persamaan dari emergensi
neurologis dapat terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan pada Emergensi Neurologis


Infark
Serebral Akut
Durasi
Nyeri Kepala
Riwayat
Hipertensi

Pendarahan

Pendarahan

Subarachnoid Intraparenkim
Anamnesis

Ensefalopati
Hipertensi

akut

akut

akut

Sub-akut

bervariasi

parah

bervariasi

parah

Umum, tetapi

Umum, tetapi

Umum, tetapi

bervariasi

bervariasi

bervariasi

Universal

Pemeriksaan Fisik
Retinopati

0-IV

0-IV

0-IV

Jarang;

Defisit
Neurologis
Fokal

II-IV

Sesuai lokasi
Infark

Bervariasi

Sesuai lokasi

bervariasi

pendarahan

sesuai tekanan
darah

Laboratorium
Pungsi

Biasanya

Xanthocromic

Xanthocromic

Biasanya

Lumbar

normal

atau berdarah

atau berdarah

normal

Computed

Dapat

Biasanya

Terkadang

Biasanya

21

dapat

Axial
Tomography

menunjukkan

Scan

daerah infark

normal

menunjukkan
daerah

normal

pendarahan

- Hipertensi Kardiak
Manifestasi hipertensi emergensi yang pada sistem kardiak yang paling sering
terjadi adalah infark atau iskemi miokard akut, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan kenaikan tekanan darah yang signifikan seharusnya dilakukan pemeriksaan
EKG untuk mengidentifikasi adanya iskemia kardiak, auskultasi pada paru dan
pemeriksaan lain untuk mencari apakah ada gagal jantung. Pemeriksaan lainnya
adalah dilakukan foto thoraks untuk melihat vaskularisasi pada paru-paru dan
diameter dari aorta.[6]
- Emergensi vaskular
Emergensi vaskular meskipun jarang terjadi, tetap harus diwaspadai.
Manifestasi dari hipertensi emergensi di vaskular adalah epistaksis yang parah yang
tidak responsive dengan pemberian tampon anterior maupun posterior.[6]
- Hipertensi Emergensi dengan hematuria dan/atau gengguan fungsi ginjal
Pasien dengan hipertensi emergensi sering mengalami hematuria mikroskopik
atau penurunan fungsi ginjal akut. Pemeriksaan urinalisis dan penilaian kadar serum
kratinin seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan tekanan darah yang tinggi.
Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum yang tinggi sekarang
merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal terdahulu.[6]
Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi emergensi dengan gangguan
ginjal biasanya mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun tekanan darah
telah diturunkan dengan benar, Teori yang berkembang yang dapat menjelaskan hal
tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi merupakan respon tubuh untuk
menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan penurunan tekanan darah, memperburuk
keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian membutuhkan hemodialisis karena
disebabkan oleh penurunan tekanan darah tersebut.[6]
- Hipertensi Emergensi dalam Kehamilan

22

Hipertensi emergensi pada kehamilan biasa terjadi pada keadaan tekanan


darah yang lebih rendah dibandingkan dengan keadaan tidak hamil karena pada saat
hamil, tekanan darah biasanya menurun. Masalah terbesar dari hipertensi emergensi
dalam kehamilan adalah karena banyak obat-obatan untuk hipertensi yang
penggunaannya kontraindikasi pada masa kehamilan. Contoh obat-obatan tersebut
adalah Nitroprusside yang dimetabolisme menjadi sianida yang toksik pada janin.
ACE inhibitor dan angiotensin II reseptor bloker juga kontraindikasi pada trimester
kedua dan ketiga dari kehamilan karena sifatnya yang nefrotoksik dan efek
sampingnya pada janin.[1,6]

TATALAKSANA
Prinsip umum
Hingga sekarang belum ditemukan terapi yang optimal untuk menangani
hipertensi emergensi. Prinsip dari terapi hipertensi emergensi tidak semata-mata
hanya bergantung pada nilai tekanan darah, tetapi bergantung pada terjadinya
kegagalan organ.[4]
Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan tekanan darah
yang selalu diperhatikan. Terapi antihipertensi parenteral harus diberikan secara
langsung tanpa menunggu. Disarankan sebaiknya penurunan mean arterial pressure
tidak lebih dari 20-25% untuk mencapai takanan darah 160/100 mmHg dalam dua
sampai enam jam atau penurunan tekanan darah diastolic 10%-15% atau hingga
mencapai 100-110 mmHg dalam 30 60 menit. Penurunan tekanan darah yang lebih
cepat harus dihindari karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari organ vital yang
dapat menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk keadaan.[4,7,8]

Terapi spesifik
Terapi pada hipertensi emergensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah
dengan terkontrol, terprediksi dan aman. Beberapa obat parenteral sesuai dengan
tujuan terapi seperti yang terdapat pada tabel 2. Terapi akan bergantung pada organ
tujuan yang mengalami kerusakan. Beberapa obat tertentu mungkin akan menjadi
lebih tepat atau kurang tepat bergantung dari organ yang mengalami kerusakan.[4]
23

- Clevidipine
Clevidipine merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kanal kalsium
yang telah di setujui oleh FDA pada Agustus 2008 untuk digunakan dalam
tatalaksana hipertensi akut setelah menunjukkan tingkat keamanan dan khasiat yang
baik dalam uji coba klinis. Obat ini mernurunkan tekanan darah dengan bergantung
pada dosis dengan waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-2 menit, bekerja dengan
menurunkan resistensi vaskular dan tidak mempengaruhi kapasitas pembuluh darah
atau tekanan pengisian jantung.[7]
- Sodium nitroprusidde
Sodium Nitroprusidde dapat digunakan dalam berbagai situasi. Obat ini bekerja
sebagai dilator dari arteri dan vena yang bekerja secara cepat. Obat ini hanya
diberikan dengan infus intravena yang kontinyu dengan pengawasan terhadap
tekanan darah intra-arterial. Komplikasi dari pengunaan obat ini adalah hipotensi.
Komplikasi lainnya adalah kemungkinan terjadinya keracunan cyanate atau
thiocyanate pada pemakaian jangka panjang, khususnya pada pasien dengan
penurunan fungsi liver dan ginjal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa Sodium
nitroprusidde dapat meningkatkan tekanan intracranial, tetapi dengan efek penurunan
resistensi vaskular tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap peningkatan tekanan
intra cranial oleh sebab itu obat ini direkomendasi sebagai terapi untuk hipertensi
emergensi termasuk hipertensi ensefalopati.[4,9]
- Labetalol
Labetalol juga merupakan obat yang dipakai dalam kebanyakan situasi
hipertensi emergensi. Labetalol merupakan penghambat dan reseptor dan sebagai
kanal kalsium antagonis. Efek penghambat dari labetalol hanya seperlima dari
propanolol. Efek anti-hipertensif dari Labetalol adalah dengan menurunkan laju
jantung dan menurunkan resistensi vaskular. Obat ini dapat diberikan dengan
menggunakan bolus intravena atau dengan infus kontinyu. Efek hipotensi dari
Labetalol biasanya muncul dalam dua sampai lima menit. Setelah bolus dan
mencapai puncaknya pada lima sampai lima belas menit dan efek dapat bertahan
selama dua sampai empat jam. Labetalol tidak mempunyai efek penghambat yang
murni sehingga curah jantung dapat dipertahankan. Resistensi vaskular yang terjadi
24

adalah efek dari penghambat reseptor , keadaan ini tidak mengurangi aliran darah
perifer. Obat ini digunakan pada saat-saat khusus seperti iskemia miokard akut,
diseksi aorta, hipertensi post-operatif akut, stroke iskemik akut, ensefalopati
hipertensi, pre-eklamsi dan eklamsia. Efek samping penggunaan labetalol antara lain
mual, muntah, flushing,bradikardi, bronkospasme dan gagal jantung.[4,7]
- Esmolol
Esmolol merupakan obat selektif penghambat reseptor yang mempunyai
waktu kerja yang cepat dan singkat sehingga membuat dosis obat ini mudah untuk
dititrasi. Obat ini menurunkan tekanan darah melalui pengurangan tekanan atrial
dengan mengurangi kecepatan dan kontraktilitas dari jantung dengan menghambat
reseptor 1.[7]
- Nitroglycerin
Nitroglycerin yang diberikan secara intravena merupakan vasodilator yang
kuat. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan afterload dan preload
jantung. Efek ini tidak diharapkan pada pasien dengan gangguan perfusi ginjal dan
otak. Nitroglycerin tidak digunakan sebagai terapi lini pertama meskipun memiliki
karakteristik farmakokinetik yang mirip dengan sodium nitroprusside. Hal ini
disebabkan karena efek sampingnya yang berupa takikardi dan takifilaksis.[7]
- Nicardipine
Nicardipine merupakan obat intravena panghambat kanal kalsium derivat dari
dihydropyridine yang menghasilkan efek antihipertensinya dengan vasodilasi dari
arteri koroner dan relaksasi otot polos. Obat ini mempunyai tingkat selektivitas yang
tinggi dan vasodilator pembuluh darah otak dan koroner yang kuat.[7]
- Fenoldopam mesylate
Fenoldopam mesylate telah disetujui untuk digunakan dalam tatalaksana
hipertensi emergensi. Obat ini bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dopamin di
perifer. Anti hipertensi terjadi karena kombinasi dari reaksi vasodilatasi langsung dan
dilatasi arteri ginal dan natriuresis.[4,7]
- Ace inhibitor dan Hydralazine

25

Obat-obat golongan ACE inhibitor dan hydralazine juga dapat digunakan untuk
beberapa kondisi. Penggunaan ACE inhibitor dalam kondisi akut membutuhkan
pertimbangan yang khusus karena dengan cara kerjanya obat ini dapat menyebabkan
tekanan darah yang turun sangat drastis pada pasien dengan hipovolemik atau pada
pasien dengan keadaan stenosis arteri renal. Obat-obatan diuretik sebaiknya dihindari
pada kasus hipertensi emergensi kecuali didapatkan adanya kegagalan ventrikel kiri
dan edem paru. Sebagian besar pasien mengalami keadaan hipovolemi disebabkan
oleh natriuresis yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi.[4]

Tabel 3. Informasi penggunaan obat-obatan anti-hipertensi dalam hipertensi


emergensi
Nama Obat

Cara

Clevidipine

Waktu

Durasi

Efek Samping

Penggunaan

Pemberian
Kerja
Infus awal 1-2 2-4

Kerja
5-15

Sakit

kepala, Peri-operasi,

mg/jam dapat menit

menit

mual,

muntah, pos-operasi,

ditingkatkan

hipotensi,

hipertensi

tiap

refleks

persisten

takikardia

pada

5-10

menit.

gangguan
ginjal

dan

gagal jantung
Esmolol

Infus awal 0,5 1 menit

10-20

akut
Mual, flushing, Edem

mg/kg;

menit

blok

Infus

paru

jantung akut, Iskemia

25-300 g/kg

derajat

satu, miokard akut,

per menit

bronkospasme

diseksi aorta
akut,
hipertensi

Fenoldopam

post-op akut
sakit Edem
paru

0,1 g/kg per 5 menit

30-60

Mual,

menit

menit

kepala, flushing

infus awal

dari

akut,
ensefalopati

26

hipertensi,

Labetalol

gagal

ginjal

akut,

stroke

Bolus 20 mg; 2-5

2-4

Hipotensi,

iskemik akut
Edem
paru

infus

jam

pusing,

akut,

mg/menit dan

bronkospasme,

ensefalopati

dititrasi sesuai

mual, muntah

hipertensi,

1-2 menit

efek atau dosis

iskemia

diulang 20-80

miokard akut,

mg

pada

diseksi aorta

10

akut, post-op

interval
menit

hipertensi,
eklamsia dan
stroke

Nicardipine

Infus

5 5-15

mg/jam

menit

4-6

Sakit

jam

pusing, flushing, akut,

ditingkatkan
2,5

iskemik
kepala, Edem
paru

edem, takikardia

mg/jam

ensefalopati
hipertensi,

setiap 5 menit

gagal

ginjal

(max:

akut,

krisis

15

mg/jam)

simpatetik,
post-op
hipertensi,
stroke

Nitroglycerine

5-10

Refleks

iskemik
Agen

menit

takikardi,

tambahan

g/menit tiap

takifilaksis,

pada

3-5

hipoksemia

paru akut dan

g/menit, 1-5

meningkat

sampai

5 menit

menit
20

g/menit, jika
tidak

edem

iskemia
miokard akut.

ada

27

respon,
naikkan

10

g/menit tiap
3-5

menit

sampai

200

Sodium

g/menit
Awal 0.3-0.5 Dalam

Nitroprusside

g/kg

/menit hitungan

1-2

Efek

menit

thiocyanate dan akut

detik

dinaikan

sianida,
kepala,

dengan
kenaikan

toksik Edem

paru
dan

sakit Diseksi aorta


spasme akut

otot, flushing

0.5

g/kg/menit
(

max

2g/kg/menit)

KESIMPULAN DAN SARAN


Tinjauan pustaka yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hipertensi
emergensi merupakan keadaan yang darurat dan butuh penanganan yang cepat, tepat
serta pengawasan yang tepat. Diagnosis hipertensi emergensi harus tepat dilakukan
dan harus dapat dibedakan dengan hipertensi urgensi karena terapi yang diberikan
sangat berbeda. Terapi dalam hipertensi emergensi sangat spesifik tergantung
kegagalan organ yang terjadi. Salah dalam pemberian terapi, dosis yang kurang tepat
dan waktu pemberian obat yang tidak tepat dapat memperburuk keadaan pasien dan
mengancam nyawa pasien. Itu sebabnya semua pasien dengan hipertensi emergensi
harus dirawat dalam Intensive Care Unit (ICU) dengan pengawasan yang ketat.
Penelitian tentang patofisiologi dari hipertensi emergensi perlu dikembangkan lagi
karena

dengan

didapatkan

patofisiologi

yang

lebih

jelas

memungkinkan

dikembangkannya terapi yang lebih baik.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Haas AR, Marik PE. Current diagnosis and management of hypertensive
emergency. Seminar in dialysis. 2006;19: 502-512.
2. Atkins G, Rahman M, Wright, Jr JT. Chapter 70. Diagnosis and Treatment of
Hypertension. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA, eds. Hurst's The
Heart. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
3. Elliott WJ. Chapter 45. Hypertensive Emergencies & Urgencies. In: Lerma
EV, Berns JS, Nissenson AR, eds. CURRENT Diagnosis & Treatment:
Nephrology & Hypertension. New York: McGraw-Hill; 2009.
4. Vaughan JC, Delanti N. Hipertensive emergencies. Lancet. 2000; 356: 411-17.
5. Varon J. Treatment of Acute and Severe Hypertension current and Newer
Agents. Drugs. 2008; 68(3): 283-297.
6. Vidt DG, Elliot WJ. Clinical features and management of selected
hypertensive emergencies. J Clin Hypertens.2004;6:587-592.
7. Smithburger PL, Kane-Grill SL, Nestor BL, Seybert AL. Recent Advances in
the treatment of Hypertensive Emergencies. CriticalCareNurse.2010: 30: 5.
8. Desai S. Chapter 34. Cardiac Emergencies. In: Humphries RL, Stone C, eds.
CURRENT Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011.
9. Kotchen TA. Chapter 247. Hypertensive Vaskular Disease. In: Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
10. Papadopoulos PD, Mourouzis I, et al. Hypertension crisis. Blood Pressure.
2010; 19: 328-336.

29

You might also like