You are on page 1of 77

KARAKTERISTIK PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU

DI SUBBAGIAN BEDAH ORTOPEDI RSUP Dr. MOHAMMAD


HOESIN PALEMBANG TAHUN 2012 SAMPAI 2013
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memeroleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)

Oleh:
Fadhli Aufar Kasyfi
04111001091

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

PERNYATAAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini dengan ini menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister dan/ atau doktor), baik di
Universitas Sriwijaya maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian Saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan verbal Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka Saya
bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Palembang, 22 Januari 2015


Yang membuat pernyataan,

Fadhli Aufar Kasyfi


NIM 04111001091

iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama

: Fadhli Aufar Kasyfi

NIM

: 04111001091

Program Studi

: Pendidikan Dokter Umum

Fakultas

: Kedokteran

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Karakteristik Pasien Dislokasi Sendi Bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012 sampai 2013.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Palembang
Pada tanggal: Januari 2015

Yang Menyatakan

(Fadhli Aufar Kasyfi)

iv

ABSTRAK
KARAKTERISTIK PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU DI
SUBBAGIAN BEDAH ORTOPEDI RSUP Dr. MOHAMMAD
HOESIN PALEMBANG TAHUN 2012-2013
(Fadhli Aufar Kasyfi, Januari 2015, 45 halaman)
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Latar Belakang: Epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang
dipahami sampai saat ini. Tingkat morbiditas penderita dislokasi sendi bahu masih
relatif tinggi berkaitan dengan faktor resiko dan tatalaksana yang dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dislokasi sendi
bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
ditinjau dari segi demografi, kejadian dislokasi, dan tatalaksana.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional. Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dislokasi sendi
bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Sampel diambil dengan metode total sampling dari seluruh rekam medik pasien di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dari bulan Januari 2012 sampai bulan
Desember 2013.
Hasil: Subjek penelitian adalah 55 pasien yang terdiri dari 39 laki-laki dan 16
perempuan. Sebanyak 26,1% penderita berusia 14-24 tahun dan 70,9% diderita
oleh laki-laki. Berdasarkan waktu kejadian dislokasi, 76,4% pasien datang dengan
dislokasi akut. Penyebab utama dislokasi adalah trauma (90,9%). 60% kasus
terjadi akibat mekanisme trauma langsung. Dislokasi anterior menjadi yang paling
banyak yaitu 50 dari 55 kasus (90,9%) yang diteliti. 34,5% kasus ditemukan
komplikasi berupa fraktur-dislokasi. Teknik reduksi menjadi yang paling banyak
dilakukan dalam penatalaksanaan yaitu 56,4%.
Kesimpulan: Usia muda dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor resiko
terjadinya dislokasi sendi bahu. Kejadian dislokasi terbanyak adalah dislokasi
anterior, dislokasi akibat trauma, dan dislokasi akut.
Kata kunci: dislokasi sendi bahu, dislokasi akut, dislokasi anterior, frakturdislokasi.
Palembang, 19 Januari 2015
Mengetahui
Pembimbing I

Dr. dr. Nur Rachmat Lubis Sp. OT


NIP. 195902181985111001

Pembantu Dekan I

dr. Mutiara Budi Azhar, SU, MMedSc


NIP. 1952201071989031001

ABSTRACT

CHARACTERISTICS OF SHOULDER DISLOCATION


PATIENTS AT ORTHOPAEDICS SURGERY SUBDIVISION
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN 2012-2013
(Fadhli Aufar Kasyfi, January 2015, 45 pages)
Faculty of Medicine Sriwijaya University
Background: Epidemiology of shoulder dislocation was poorly understood.
Morbidity rate of shoulder dislocation patients is relatively high associated with
risk factor and management. This study aims to investigate the characteristics of
shoulder dislocation patients at Orthopaedics Surgery Subdivison RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang in terms of dermographics, incidence of
dislocation, and management.
Methods: The study is descriptive study with cross-sectional design. Population
of the study is all shoulder dislocation patients at Orthopaedics Surgery
Subdivision RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Samples are taken with a
total sampling methods of the entire medical records of patients at RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang from January 2012 to December 2013.
Results: The subjects were 55 patients consisted of 39 male and 16 female. A
total of 26.1% is patients with aged 14-24 years and 70.9% suffered in male.
Based on the time occurrence of dislocation, 76.4% of patients come with acute
dislocation. The major cause is traumatic dislocation (90.9%). 60% of cases result
from direct trauma mechanism. Anterior dislocation became the most dislocation
with 50 of 55 cases (90.9%) were studied. 34.5% of cases are found with fracturedislocation. Reduction techniques become the most widely applied in the
management of which 56.4%.
Conclusion: Young age and male gender is a risk factor of shoulder dislocation.
The most incidence of shoulder dislocation are anterior dislocation, traumatic
dislocation, and acute dislocation.
Keywords: shoulder dislocation, acute dislocation, anterior dislocation, fracturedislocation

vi

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas
kesehatan dan segala kemudahan yang di berikan- Nya sehingga Skripsi dengan judul
Karakteristik pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012-2013 ini dapat diselesaikan dengan baik
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked).

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan,
bimbingan, doa, semangat, serta saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. DR. Dr. M. Zulkarnain, MMedSc, PKK., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.

2. DR. dr. Nur Rachmat Lubis, Sp. OT selaku pembimbing substansi dan penguji
1(satu) yang telah bersedia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk
mengarahkan serta mendorong saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. DR. dr. Legiran, M.Kes selaku pembimbing metodologi penelitian dan penguji
2(dua) yang telah bersedia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk
mengarahkan serta mendorong saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Indri Septadina, M.Kes, selaku penguji 3 (tiga) yang telah menguji dan
memberikan saran untuk perkembangan skripsi ini.
5. Prof. DR. Dr. Yuwono, M.Biomed., sebagai penguji kelayakan etik proposal
skripsi

vii

6. Keluarga saya secara khusus kepada kedua orang tua saya DR. Ir. Kuswanta Futas
Hidayat, M. P., dan Yati Surini, S. Kep., Ners, M. Pd., kepada kakek saya tercinta,
dan juga kepada saudara/i saya Fanny dan Farid atas dukungan baik secara moral
maupun material dan doa restu dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kekasih saya Rinda Mentari, sahabat-sahabat saya Dimas, Riedho, Riandri,
Ganda, Johannes, Agien, Tafdhil, dan semua teman dekat maupun kawan-kawan
seangkatan sekalian yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah turut
membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak bias saya sebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian lain selanjutnya dan bagi
masyarakat. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan berkat dan
rahmat bagi kita semua. Amin.

Palembang, 21 Januari 2015

Fadhli Aufar Kasyfi


04111001091

vii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAAN ............................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.4.1 Manfaat Ilmiah ........................................................................ 4
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat ........................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sendi Bahu ........................................................................................... 5
2.1.1. Anatomi .................................................................................. 5
2.1.2. Biomekanik............................................................................. 7
2.2 Dislokasi Sendi Bahu............................................................................ 9
2.2.1. Definisi ................................................................................... 9
2.2.2. Epidemiologi .......................................................................... 9
2.2.3. Etiologi ................................................................................... 10
2.2.4. Patofisiologi ............................................................................ 10
2.2.5. Mekanisme.............................................................................. 11
2.2.6. Klasifikasi ............................................................................... 12
2.2.6.1 Dislokasi Anterior....................................................... 12
2.2.6.2 Dislokasi Posterior...................................................... 13
2.2.6.3 Dislokasi Inferior ........................................................ 13
2.2.7. Diagnosis ................................................................................ 13
2.2.8. Pengkajian Diagnostik ............................................................ 14
2.2.9. Manifestasi Klinik .................................................................. 14
2.2.10. Komplikasi.............................................................................. 15
2.2.11. Penatalaksanaan ...................................................................... 15

ix

2.2.12. Prognosis ................................................................................ 20


2.3 Kerangka Teori ..................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ................................................................................... 22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 22
3.2.1. Lokasi ..................................................................................... 22
3.2.2. Waktu...................................................................................... 22
3.3. Populasi dan Sampel........................................................................... 22
3.3.1. Populasi Penelitian.................................................................... 22
3.3.2. Sampel Penelitian ..................................................................... 22
3.4. Variabel Penelitian............................................................................... 23
3.5. Definisi Operasional ............................................................................ 23
3.6.1 Usia .......................................................................................... 23
3.6.2 Jenis Kelamin ........................................................................... 24
3.6.3 Jenis Dislokasi .......................................................................... 24
3.6.4 Arah Dislokasi .......................................................................... 24
3.6.5 Penyebab Dislokasi .................................................................. 25
3.6.6 Mekanisme Dislokasi ............................................................... 25
3.6.7 Fraktur Komponen Sendi ......................................................... 25
3.6.8 Penatalaksanaan ......................................................................... 26
3.6. Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 26
3.7 Cara Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 26
3.8 Alur Penelitian .................................................................................... 27
3.9 Aspek Etik .......................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 29
4.1.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ...................................... 29
4.1.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ....................... 30
4.1.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ..................... 31
4.1.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ..................... 32
4.1.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi .............. 32
4.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi ........... 33
4.1.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi ..... 34
4.1.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan ................... 34
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 36
4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ...................................... 36
4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ....................... 37
4.2.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ..................... 38
4.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ..................... 39
4.2.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi .............. 40
4.2.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi ........... 41
4.2.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi ..... 42
4.2.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan ................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 44
5.2 Saran.................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46


LAMPIRAN .......................................................................................................... 59
BIODATA ............................................................................................................. 71

xi

DAFTAR TABEL

Tabel
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8

Judul
Halaman
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................ 30
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 31
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi ............................... 31
Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ............................... 32
Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi ....................... 33
Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi .................... 33
Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi .............. 34
Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan............................. 35

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8

Judul
Halaman
Ligamentum pada sendi bahu......................................................... 6
Otot- otot pada bahu ....................................................................... 7
Teknik Reduksi Cooper-Milch....................................................... 16
Teknik Reduksi Stimsons ............................................................. 16
Teknik reduksi Hipocrates ............................................................. 17
Teknik reduksi Kocher ................................................................... 18
Teknik manipulasi Countertraction ............................................... 19
Teknik reduksi Spaso ..................................................................... 19

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik
4.1
4.4
4.6

Judul
Halaman
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ................................................ 36
Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi ............................... 39
Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi .................... 41

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1
2
3
4
5

Judul
Halaman
Lampiran Data Pasien ..................................................................... 59
Lampiran Surat Etik ........................................................................ 62
Lampiran Surat Izin Penelitian........................................................ 63
Lampiran Surat Selesai Penelitian .................................................. 64
Lampiran Artikel ............................................................................. 65

xv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dislokasi sendi merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di
bagian bedah ortopedi. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang- tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini dapat
terjadi pada komponen tulangnya saja yang bergeser atau seluruh komponen
tulang terlepas dari tempat yang seharusnya (Mansjoer dkk., 2000).
Sendi bahu menjadi kasus yang paling sering terjadi dengan angka 45 %
dari seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku. Sampai saat ini,
epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang dipahami (Zachilli dan
Owens, 2010). Dalam sebuah studi di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kasus
dislokasi sendi bahu berupa 95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5%
dislokasi inferior, serta kurang dari 0,5% dislokasi superior (Koval dan
Zuckerman, 2006). Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa,
jarang ditemukan pada anak-anak (Apley, 2010). Pada kasus ini ditemukan 71,8%
laki-laki yang mengalami dislokasi, 46,8% penderita berusia antara 15-29 tahun,
48,3% terjadi akibat trauma seperti pada kegiatan olahraga. Tingkat dislokasi
yang lebih tinggi terlihat pada perempuan yang berusia >60 tahun. Penyebab
tersering didapatkan 58,8% akibat jatuh. Kasus fraktur penyerta komponen sendi
16% terjadi pada kasus dislokasi sendi bahu (Zachilli dan Owens, 2010).
Dislokasi sendi merupakan salah satu dari cedera muskuloskeletal yang
cenderung terus meningkat dan akan mengancam kehidupan kita (Rasjad, 2003).
Dislokasi sendi umumnya jarang menyebabkan kematian, namun dapat
menimbulkan penderitaan fisik, stress mental, dan kehilangan banyak waktu. Oleh
karena itu, pada kasus dislokasi sendi akan meningkatkan angka morbiditas
dibanding angka mortalitas (Salter, 1999).

Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pada bahu serta adanya
riwayat trauma. Diagnosis pada kasus dislokasi yaitu dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboraturium. Sebagian kasus dislokasi sendi
merupakan kompetensi dokter spesialis. Dokter umum harus memiliki
kemampuan untuk mendiagnosis awal dan melakukan sitem rujukan yang benar
untuk menghindari tingginya angka morbiditas dan komplikasi yang serius. Pada
beberapa kasus, contohnya pada kasus dislokasi bahu posterior, didapatkan 60
80% sering terjadi kesalahan mendiagnosis kasus (Koval dan Zuckerman, 2006).
Pada keadaan akut, penatalaksanaan yang lama dan tidak cermat dapat
menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya nekrosis vaskular dan dislokasi
berulang

yang

disbut

juga

luksasio

habitualis

(Sjamsuhidajat,

2010).

Penatalaksaan dalam kasus dislokasi sendi bahu dibagi menjadi tindakan operatif
dan non-operatif atau konservatif. Dalam sebuah studi di Inggris didapatkan terapi
operatif lebih menurunkan angka terjadinya dislokasi sendi bahu berulang.
Penanganan yang cepat dan tepat merupakan kunci untuk menurunkan angka
morbiditas (Handoll, 2004).
Berdasarkan pernyataan masih kurangnya tingkat pengetahuan mengenai
epidemiologi dislokasi sendi bahu, angka morbiditas yang tinggi serta tingkat
pengetahuan dokter umum yang sangat penting berkaitan dengan diagnosis awal
dan rujukan, timbul pemikiran bahwa informasi dan pengetahuan penyebab, jenis,
dan faktor risiko terjadinya dislokasi sendi menjadi sangat penting dan perlu
pengetahuan yang lebih jelas berkaitan dalam pendekatan diagnosis, tatalaksana,
dan pencegahan. Dalam hal ini, peneliti memilih semua rekam medis dislokasi
sendi bahu di Sub Bagian Bedah Ortopedi RS Dr. Mohammad Hoesin, Palembang
Januari 2012 Desember 2013 sebagai sampel penelitian.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana karakteristik pasien dislokasi sendi bahu pada tahun 2012 dan
2013 di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui karakteristik penderita dislokasi sendi yang dirawat di Sub
Bagian Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang pada tahun
2012 dan 2013.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Mengetahui demografi pasien dislokasi sendi bahu pada tahun 2012
dan 2013 yang dirawat di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin, Palembang.
2. Mengetahui kejadian dislokasi pada pasien dislokasi sendi bahu pada
tahun 2012 dan 2013 yang dirawat di Sub Bagianbedah Ortopedi
RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang.
3. Mengetahui penatalaksanaan dislokasi pada pasien dislokasi sendi
bahu pada tahun 2012 dan 2013 yang dirawat di Subbagian Bedah
Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
a. Bagi Peneliti
Manfaat

penelitian

ini

bagi

peneliti

yaitu

mendapatkan

pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta


berkontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

b. Bagi Institusi
1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data epidemiologi
dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang pada tahun 2012 - 2013.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan
pembanding untuk penelitian selanjutnya.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang
berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran.

1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang
karakteristik klinis pasien dislokasi sendi bahu yang ada di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sendi Bahu


2.1.1 Anatomi
Sendi bahu merupakan sendi yang kompleks pada tubuh manusia dibentuk
oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone),
humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup
empat

sendi,

yaitu

sendi

sternoclavicular,

sendi

glenohumeral,

sendi

acromioclavicular, dan sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama


secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya karena
caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal
(Snell, 2006).
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas
glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas
glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar
sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi
terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar
caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya (Snell, 2006). Hal ini
memungkinkan seseorang menggerakan lengannya secara leluasa. Namun struktur
yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan sering
menimbulkan gangguan pada bahu (Rasjad, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamen glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral, dan
ligamen coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan
collum anatomicum humeri (Snell, 2006).

Sendi glenohumeral memiliki banyak bursa. Bursa merupakan kantung


yang berisi cairan, dilapisi oleh membran synovial yang terletak antara kapsul
sendi dan permukaan otot bagian dalam komponen sendi tersebut. Bursa-bursa
tersebut meliputi, Bursa musculus latisimus dorsi, bursa infraspinatus, bursa
musculus pectoralis mayor, bursa subdeltoideus, bursa subcutaneus acromialis,
dan bursa musculus subscapularis (Snell, 2006).

Gambar 2.1 Ligamentum pada sendi bahu (Sobotta, 2010)

Gerakan yang sedemikian kompleks ini, selain ditunjang oleh banyaknya


sendi pada bahu, juga ditunjang oleh otot- otot yang berperan pada bahu. Otototot tersebut dikelompokkan menjadi, otot penggerak sendi bahu dan otot
penggerak pergelangan bahu. Otot intrinsik bahu yaitu : musculus deltoideus,
musculus supraspinatus, musculus infraspinatus, musculus subscapularis, dan
musculus teres minor. Otot-otot tersebut juga disebut sebagai Rotator Cuff (Snell,
2006).

Gambar 2.2 Otot-otot pada bahu (Sobotta, 2010).

2.1.2 Biomekanika
Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok
otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan gerakan dari
humerus. Gerakan Scapula meliputi gerakan elevasi, depresi, abduksi, adduksi,
upward rotation, downward rotation, upward tilt, dan reduction of upward tilt.

Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat


dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah
kembalinya bahu dari posisi elevasi. Protraksi adalah gerakan kelateral skapula
menjauhi vertebra. Gerakan ini dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan
mendorong ke depan. Retraksi yaitu gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan
dengan menarik bahu ke belakang. Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari
scapula pada bidang frontal sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas.
Sedangkan downward rotation yaitu gerakan kembali dari upward rotation.
Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horizontal yang
menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini terjadi
karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula bergerak naik-turun
dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini hanya terjadi jika bahu
hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan kembali dari upward tilt.
Gerakan Humerus meliputi gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
fleksi horizontal, ekstensi horizontal, endorotasi, dan eksorotasi. Gerak fleksi
adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari 0 o ke 180o. Gerak
yang berlawanan ke posisi awal (0o) disebut gerak depresi lengan. Gerak ekstensi
adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke belakang daro 0o ke kira-kira
60o. Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang frontal
dari 0 ke 180 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu gerak
lengan menuju garis tengah tubuh. Gerak fleksi horizontal adalah gerak dari
lengan dalam bidang horizontal mulai 0 135. Gerak ekstensi horisontal ialah
gerak lengan kebelakang dalam bidang horisontal dari 0 45. Rotasi dengan
lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan bawah digerakkan
menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan bawah digerakkan
menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi (Nordin dan Frankel, 1989).

2.2 Dislokasi Sendi Bahu


2.2.1 Definisi
Dislokasi adalah suatu keadaan terjadinya pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari
mangkok sendi atau keluarnya

kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya

sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.
Dikatakan Recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual
apabila dislokasi dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini
bersifat kongenital atau akibat injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam
otot (Apley, 2010).
Dislokasi sendi bahu adalah lepasnya hubungan sendi pada bahu yang
sering disebabkan oleh suatu cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi di luar
kemampuan dari kaput humeri yang dipertahankan pada sendi glenoidale yang
dangkal oleh labrum glenoidale, ligamentum glenohumerale, ligamentum
coracohumerale, kanopi arcus coracoacromiale, dan otot di sekeliling (Helmi,
2012). Kelemahan ligamen atau glenoid dysplasi dan stress pada sendi akibat
aktivitas yang berlebihan bisa juga menyebabkan terjadinya dislokasi ini
(Nagayam, 2010).
Dislokasi bisa terjadi juga karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi eksterna dan ekstensi bahu. Kaput humerus terdorong ke depan, sehingga
menyebabkan

avulsi

simpul

sendi

dan

kartilago

beserta

periosteum

labrumglenoidale bagian anterior (Sjamsuhidajat, De Jong, 2010).

2.2.2 Epidemiologi
Sendi bahu menjadi kasus yang paling sering terjadi dengan angka 45 %
dari seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul, dan siku. Dalam sebuah
studi di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kasus dislokasi sendi bahu berupa
95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5% dislokasi inferior, serta
kurang dari 0,5% dislokasi superior (Koval dan Zuckerman, 2006). Dislokasi

10

sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa, jarang ditemukan pada anakanak (Apley, 2010). Pada kasus ini ditemukan 71,8% laki-laki yang mengalami
dislokasi, 46,8% penderita berusia antara 15-29 tahun, 48,3% terjadi akibat
trauma seperti pada kegiatan olahraga. Tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat
pada perempuan yang berusia >60 tahun. Penyebab tersering didapatkan 58,8%
akibat jatuh. Kasus fraktur penyerta komponen sendi 16% terjadi pada kasus
dislokasi sendi bahu (Zachilli dan Owens, 2010). Pada penelitian di Norwegia
(Oslo) tahun 2009, didapatkan rasio insidensi 56,3 per 100.000 orang per tahun,
dengan rasio 82,2 dan 30,9 per 100.000 orang per tahun pada laki-laki dan
perempuan (Liavaag dkk., 2011).

2.2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, dislokasi sendi bahu dibagi atas dislokasi
kongenital, patologik, dan trauma. Dislokasi Congenital adalah dislokasi yang
terjadi sejak lahir akibat kesalahan saat organogenesis maupun trauma saat
kelahiran. Dislokasi patologik adalah akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang menyokong sendi berkurang. Dislokasi traumatik
terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan
sistem vascular (Clifford, R. W., 2012).

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme cedera dari dislokasi anterior biasanya disebabkan oleh jatuh
pada tangan dan dipaksa berabduksi, berotasi luar, dan ekstensi. Humerus
terdorong kedepan merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang hal ini menyebabkan bagian posterolateral kaput hancur. Pada
dislokasi posterior, gaya tidak langsung dapat menyebabkan rotasi interna dan
adduksi yang nyata harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi.
Keadaan ini terjadi biasanya diakibatkan oleh sentakan kuat dalam posisi yang

11

luar biasa, misalnya setelah serangan epilepsi atau kejutan listrik yang hebat
(Helmi, 2012).
Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar
anterior glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta
ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan
inferior. Selain itu mungkin ada lesi pada bagian posterolateral kaput humerus
(lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan
lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi (Koval dan Zuckerman,
2006).

2.2.5 Mekanisme
Mekanisme dislokasi dibagi menjadi akibat trauma langsung, trauma tidak
langsung, kejadian kejang, dan dislokasi rekuren atau berulang. Pada trauma
langsung, terdapat gaya yang langsung merusak komponen sendi sehingga
dislokasi dapat terjadi seperti pada kasus kecelakaan. Trauma tidak langsung
berkaitan dengan pergerakan sendi seperti abduksi, ekstensi, rotasi interna, serta
rotasi eksterna. Pada kejadian kejang juga dapat menyebabkan terjadinya
dislokasi, sering pada kasus dislokasi bahu posterior. Dislokasi berulang
merupakan dislokasi yang terjadi setelah dislokasi primer terjadi sebelumnya
dengan gaya yang kecil. Pada kasus ini ligamen komponen sendi sudah
mengalami kelemahan (Koval dan Zuckerman, 2006).
Dislokasi anterior disebabkan oleh adanya trauma tidak langsung dengan
mekanisme abduksi, ekstensi, dan rotasi eksternal. Kepala dari humerus bergeser
kedepan, kapsul sendi mengalami tear, dan terbentuk avulsi dari labrum
glenoidale (Bankart Lesion). Dislokasi posterior, biasanya disebabkan rotasi
interna dan abduksi yang berat. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang
mengalami kejang atau keadaan tersambar listrik. Dislokasi inferior (luxutio
erecta), merupakan kondisi dislokasi bahu yang serius meskipun jarang terjadi.
Dislokasi ini disebabkan hiperabduksi yang hebat menyebabkan kepala humerus
bergeser ke sebrang inferior dari cavitas glenoidale (Helmi, 2012).

12

2.2.6 Klasifikasi
2.2.6.1 Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior dapat mengenai komponen preglenoid, subcoracoid, dan
subclaviculer. Pada kasus ini paling sering ditemukan jatuh dalam keadaan out
stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau cedera akut
karena lengan dipaksa berabduksi, dan ekstensi. Trauma pada scapula dengan
gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu
rata, dan caput humerus bergeser ke depan pada pemeriksaan radiologis (Koval
dan Zuckerman, 2006).

2.2.6.2 Dislokasi Posterior


Pada dislokasi posterior biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam
keadaan rotasi interna, serta terjulur atau karena hantaman pada bagian depan
bahu, dan dapat juga terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat
tersetrum listrik (Koval dan Zuckerman, 2006).

2.2.6.3 Dislokasi Inferior


Pada luxatio erecta atau dislokasi inferior, posisi lengan atas dalam posisi
abduksi, kepala humerus terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang
robek. Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka
sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut sebagai efek lubang
kancing ( Button hole effect ). Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti
dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi (Koval
dan Zuckerman, 2006).

13

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis

kasus

dislokasi

bahu

ditegakkan

melalui

anamnesis

(autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan
mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu
menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada
dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai
riwayat

penyakit

pasien

dan

riwayat

trauma

sebelumnya,

untuk

mempertimbangkan penanganan yang akan diambil. (Rasjad, 2007)


Pada pemeriksaan fisik regional dislokasi didapatkan terlihat adanya
penonjolan acromion, bahu menjadi rata, penonjolan kepala humerus, lengan
abduksi, dan rotasi eksterna. Pasien mencegah pergerakan rotasi interna, fleksi
siku, dan lengan bawah dibantu lengan normal. Kepala humerus teraba, periksa
adanya gangguan fungsi sensori dan motorik dari muskulotaneus dan saraf radial.
Pasien juga tidak mampu menggerakan bahu secara adduksi dan rotasi interna
(Helmi, 2012).
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu ini dapat menggunakan
tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara
hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa
bahwa kaput humerus seperti akan telepas kebagian anterior dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan
bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda
cemasnya negatif (Rasjad, 2007)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu
anteroposterior (AP) dan lateral. Rontgen bagian AP akan memperlihatkan
bayangan yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang
diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar
mangkuk sendi (Apley, 2010).

14

2.2.8 Pengkajian Diagnostik


Pada pemeriksaan rontgen bagian anteroposterior akan memperlihatkan
bayangan yang tumpang-tindih antara kaput humeri dan fossa glenoid. Kaput
biasanya terletak di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang
diarahkan pada daun skapula akan memperlihatkan kaput humeri keluar dari
mangkuk sendi.
Dislokasi anterior memiliki gambaran X-ray posisi AP dan axial atau Y
Scapular view akan membantu membedakan dislokasi anterior dengan posterior.
X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk menyingkirkan fraktur
lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan reduksi. Ada peningkatan
bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi bahu yang rekuren dan atraumatis tidak
membutuhkan pre-manipulasi dan reduksi X ray. Namun, keadaan ini tidak
diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
Dislokasi posterior memiliki gambaran X-ray posisi AP dan Y scapular
view. Sangat mudah terjadi miss diagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu AP.
Suspek dislokasi posterior jika terdapat light bulb sign karena rotasi internal
bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum pada foto
bahu AP (Helmi, 2012).

2.2.9 Manifestasi Klinik


Keluhan utama adalah nyeri pada bahu dan tidak bisa menggerakan bahu.
Penting untuk mengkaji mekanisme cedera untuk menentukan tipe cedera
dislokasi bahu. Pada dislokasi anterior penderita biasanya menyangga lengan yang
cedera pada bagian siku dengan menggunakan tangan sebelahnya, lengan dalam
posisi abduksi ringan, kontur terlihat squared off, serta nyeri yang sangat hebat.
Pada dislokasi posterior, penderita merasakan nyeri, dan terdapat penurunan
pergerakan dari bahu dan lengan terletak berotasi internal dan adduksi. Pada
dislokasi inferior, abduksi lengan atas dengan posisi hand over head serta
hilangnya kontur bulat dari bahu (Helmi, 2012). Apabila keluhan utama atau
kejadian dislokasi terjadi pada 2 minggu pertama disebut dislokasi akut,

15

sedangkan jika telah lebih dari 2 minggu disebut dislokasi kronik. Dislokasi
kronik sangat berhubungan dengan terjadinya dislokasi berulang apabila tidak
mendapat penanganan yang adekuat dan segera (Verhaegen, 2012).

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi dini dapat berupa cedera saraf, cedera pembuluh darah, serta
terjadinya fraktur-dislokasi. Bila tidak mendapat penanganan atau penanganan
tidak memadai dapat terjadi komplikasi lanjut, yaitu kekakuan bahu, atrofi atau
kelemahan otot, serta dislokasi berulang. Biasanya dislokasi berulang terjadi
karena ligamen-ligamen pada sendi tersebut menjadi kendor. Apabila terjadi
fraktur-dislokasi, direkomendasikan untuk melakukan open reduksi dan fiksasi
internal. Bila keadaan belum membaik, tindakan operasi sangat dianjurkan untuk
menghindari keadaan yang lebih buruk (Helmi, 2012).
2.2.11 Penatalaksanaan
Reduksi dislokasi harus dilakukan segera mungkin. Beberapa intervensi dalam
melakukan reduksi bahu, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine
dengan siku fleksi 90o.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi
abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten
mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari
humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

16

Gambar 2.3 Teknik reduksi Cooper-Milch (Bishop, 2004).

2. Teknik Stimsons
a. Berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg
terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

Gambar 2.4 Teknik reduksi Stimsons (Bishop, 2004).

17

3. Teknik Hipocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam
waktu 15 menit.
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus kearah lateral dan posterior.
c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan
penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu
d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi

Gambar 2.5 Teknik reduksi Hipocrates (Bishop, 2004).

4. Teknik Kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap :
a. tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah
distal.
b. tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
c. tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
d. tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu

18

Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan
lengan bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu.

Gambar 2.6 Teknik reduksi Kocher (Bishop, 2004).

5. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

19

Gambar 2.7 Teknik manipulasi Countertraction (Bishop, 2004).

6. Teknik Spaso
Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90 o, akan
terdengar bunyi clunk, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi (Bishop, 2004).

Gambar 2.8 Teknik reduksi Spaso (Bishop, 2004).

20

Pasca-reduksi sinar-x dilakukan untuk memastikan reduksi tidak


menyebabkan fraktur. Bila pasien sepenuhnya sadar, abduksi aktif dengan pelanpelan diuji untuk menyingkirkan suatu cedera saraf aksila. Lengan diistirahatkan
dalam kain gendongan selama satu atau dua minggu dan digerakan aktif kemudian
dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotas lateralharus dihindari sekurangkurangnya selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktikan
setiap hari (Helmi, 2012).
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak
memungkinkan, maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk
dilakukan operasi adalah dislokasi yang berkali kali, terutama bila terdapat nyeri
serta subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari hari atau olahraga.
Operasi terdiri atas tiga jenis yaitu operasi untuk memperbaiki labrum
glenoid dan kapsul yang robek (prosedur Bankart), operasi untuk memendekkan
kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih (operasi
Plutti Platt), dan operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan
mengarahkan tulang otot lain ke bagian depan sendi (Salter, 1999).

2.2.12 Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi
(Rasjad, 2007)

21

2.3 Kerangka Teori

Kondisi
Patologis

Trauma

Usia
Jenis Kelamin

Dislokasi
Bahu

Kongenital

Penatalaksanaan

Teknik Operatif
Teknik Reduksi

Kmponen
sendi
terganggu

n. axillaris
tertekan caput
humerus

Inflamasi

Mengeluarka
n zat
nosiseptik

Nyeri
Nosiseptik

Kapsul
articularis
meregang

Ligamen
meregang

Rotator cuff
mengalami
spasme

Dislokasi
berulang

Frakturdislokasi

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di Sub Divisi Bedah Ortopedi, RSUP Dr. Mohammad
Hoesin, Palembang.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan dari tanggal 12 Juni 2014 hingga 31 Desember 2014
yang terdiri dari penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, dan
pembuatan laporan penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah semua penderita dislokasi
sendi bahu di Palembang, Sumatera Selatan.
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua pasien rawat
inap dislokasi sendi bahu di sub bagian bedah ortopedi RS Dr. Mohammad
Hoesin, Palembang pada bulan Januari 2012 Desember 2013.

3.3.2 Sampel Penelitian


Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien rawat inap
dislokasi sendi bahu di Instalasi Rekam Medik Rawat Inap bagian Bedah
22

23

dan Ruang Diagnostik dan Tindakan Sub Bagian Bedah Ortopedi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2012 sampai
Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Pasien dislokasi sendi bahu.
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien dislokasi selain sendi bahu.
2. Pasien dengan data rekam medik tidak lengkap.
3. Pasien dengan dislokasi multiple

3.4 Variabel Penelitian


a) Usia
b) Jenis Kelamin
c) Jenis Dislokasi
d) Arah Dislokasi
e) Penyebab Dislokasi
f) Mekanisme dislokasi
g) Fraktur komponen sendi
h) Penatalaksanaan

3.5 Batasan Operasional


3.5.1 Usia
Definisi

: Lamanya hidup pasien dislokasi sendi bahu yang


dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Interval

Hasil Ukur

: Dikelompokan dalam tabel distribusi frekuensi


berdasarkan jumlah sampel yang didapat.

24

3.5.2 Jenis Kelamin


Definisi

: Suatu kelompok dalam suatu subjek yang dibagi


menjadi laki-laki dan perempuan.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Nominal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Laki-laki
b. Perempuan

3.5.3 Jenis Dislokasi


Definisi

: Klasifikasi dislokasi berdasarkan waktu terjadinya


dislokasi

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Ordinal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Akut
b. Kronik

3.5.4 Arah Dislokasi


Definisi

: Klasifikasi dislokasi berdasarkan arah terjadinya


dislokasi.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Nominal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Anterior

25

b. Posterior
c. Inferior

3.5.5 Penyebab Dislokasi


Definisi

: Klasifikasi dislokasi berdasarkan etiologi atau


penyebab terjadinya dislokasi.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Nominal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Trauma
b. Patologik

3.5.6 Mekanisme dislokasi


Definisi

: Mekanisme terjadinya dislokasi sendi.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Nominal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Trauma langsung
b. Trauma tidak langsung
c. Lainnya

3.5.7 Fraktur Komponen Sendi


Definisi

: Terjadinya fraktur penyerta pada komponen sendi


yang mengalami dislokasi.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Ordinal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:

26

a. Disertai fraktur
b. Tidak disertai fraktur

3.5.8 Penatalaksanaan
Definisi

: Suatu tindakan intervensi baik berupa supportif


maupun definitif untuk mengobati suatu penyakit.

Alat Ukur

: Rekam medik

Cara Ukur

: Observasi

Skala Pengukuran

: Nominal

Hasil Ukur

: Dikategorikan atas:
a. Operatif
b. Non-operatif (Manipulasi dan reduksi)

3.6 Cara Pengumpulan Data


Data sekunder diperoleh dari rekam medis yang meliputi kejadian
dislokasi sendi bahu yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin,
Palembang, pada bulan Januari 2012 Desember 2013.

3.7 Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dan dianalisis secara
deskriptif berdasarkan jumlah kasus yang didapatkan dari rekam medik sesuai
dengan variabel yang diteliti. Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi yang selanjutnya dijelaskan dalam bentuk narasi.

27

3.8 Alur Penelitian

Semua rekam medis pasien rawat inap dislokasi sendi bahu


di Subbagian Bedah Ortopedi RSMH, Palembang.

Kriteria inklusi dan ekslusi

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil Penelitian

Kesimpulan

28

3.9 Aspek Etik


Penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan penelitian sebelumnya dan
tinjauan pustaka yang menyangkut topik penelitian sehingga penelitian ini akan
membuahkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan akan memberikan manfaat.
Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etik dalam pengolahan penelitian
mulai dari penerapan topik hingga penyajian hasil penelitian. Prinsip-prinsip yang
mendasari adalah beneficience, respect for human dignity, dan justice. Informed
Consent tidak diperlukan karena penelitian menggunakan data sekunder yaitu
rekam medik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil Penelitian

Telah

dilakukan

penelitian

deskriptif

untuk

mengetahui

karakteristik pasien dislokasi sendi bahu dengan menggunakan data


sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien rawat inap yang
menderita dislokasi sendi bahu di Sub Bagian Bedah Ortopedi RS Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 31 Desember
2013. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 25 November 2014.
Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang
menderita dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RS Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Januari 2012 31 Desember
2013 yaitu sebesar 64 kasus. Subjek penelitian diambil dari seluruh
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu pasien yang
memiliki data rekam medik lengkap serta telah didiagnosis dislokasi sendi
bahu sebanyak 55 dari 64 kasus. Hasil penelitian yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel, diagram dan narasi.

4. 1. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia


Untuk memudahkan peneliti dalam menghitung distribusi frekuensi
dislokasi sendi bahu menggunakan aturan sturges yaitu dibagi menjadi
tujuh kelas kategori usia dengan interval sebelas. Hasil distribusi
berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

29

30

Tabel 4. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia


Usia

(55)
3-13 tahun

10,9

14-24 tahun

16

29,1

25-35 tahun

10

18,2

36-46 tahun

16,4

47-57 tahun

10

18,2

58-68 tahun

1,8

69-79 tahun

5,5

Total

55

100

Dari tabel di atas, pada periode tahun 2012 dan 2013, pada
kelompok usia 3-13 tahun didapatkan sebanyak 6 kasus (10,9%). Kasus
dislokasi sendi bahu paling sering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu
sebanyak 1 kasus (29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun sebanyak 10
kasus (18,2%). Pada usia 36-46 tahun dan 47-57 tahun berturut-turut yairu
sebanyak 9 kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling sedikit
ditemui pada usia 58-68 tahun yaitu hanya 1 kasus (1,8%) dan yang
terakhir pada usia 69-79 tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata
umur yang mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar 32,69 tahun
dengan umur paling muda 3 tahun dan umur paling tua 78 tahun.

4. 1. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil distribusi dislokasi sendi berdasarkan jenis kelamin dapat


dilihat pada tabel di bawah ini:

31

Tabel 4. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin

(55)
Laki-laki

39

70,9

Perempuan

16

29,1

Total

55

100

Tabel 4. 2 menunjukkan bahwa dari 55 kasus, dislokasi sendi bahu


paling banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 39 kasus (70,9%),
sementara perempuan hanya terjadi sebanyak 16 kasus (29,1%).

4. 1. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi

Jenis dislokasi sendi bahu dibedakan menjadi akut dan kronik.


Dislokasi akut adalah dislokasi dengan waktu kejadian kurang dari 2
minggu sedangkan dislokasi kronik lebih dari 2 minggu. Hasil distribusi
dislokasi sendi bahu berdasarkan jenis dislokasi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 4. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi


Jenis Dislokasi

(55)
Akut

42

76,4

Kronik

13

23,6

Total

55

100

32

Tabel 4. 3 menunjukkan bahwa kejadian dislokasi sendi bahu


sering terjadi secara akut yaitu sebanyak 42 kasus (76,4%), sementara
kronik sebanyak 13 kasus (23,6%)

4. 1. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi

Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu di bedakan menjadi arah


anterior, posterior dan inferior. Hasil distribusi berdasarkan arah dislokasi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi


Arah Dislokasi

(55)
Anterior

50

9 90,9

Posterior

7,3

Inferior

1,8

Total

55

1 100

Dapat dilihat pada tabel 4. 4 bahwa terjadinya dislokasi sendi bahu


didapatkan paling banyak terjadi pada arah anterior yaitu sebanyak 50
kasus (90,9%), diikuti arah posterior terjadi sebanyak 4 kasus (7,3%) dan
hanya terjadi 1 kasus (1,8%) pada arah inferior.

4. 1. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi

Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu berdasarkan penyebab


terjadinya dislokasi, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi

33

Penyebab Dislokasi

(55)
Trauma
Patologik
Total

50

90,9

9,1

55

100

Dapat dilihat pada tabel 4. 5 bahwa penyebab terjadinya dislokasi


sendi bahu paling banyak disebabkan oleh trauma sebanyak 50 kasus
(90,9%), sedangkan yang disebabkan oleh kondisi patologik yaitu hanya
sebanyak 5 kasus (9,1%) dengan 4 kasus (7,3%) akibat penyakit
degeneratif osteoarthritis dan 1 kasus (1,8%) akibat rheumatoid arthritis.

4. 1. 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi

Mekanisme terjadinya dislokasi sendi bahu dibedakan menjadi


trauma langsung, trauma tidak langsung dan lainnya yaitu akibat kejang,
sengatan listrik, maupun kondisi patologis dari suatu penyakit. Hasil
ditribusi dislokasi sendi bahu berdasarkan mekanisme dislokasi dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi


Mekanisme Dislokasi

(55)
Trauma langsung

33

60,0

Trauma tidak langsung

17

30,9

Lainnya

9,1

Total

55

100

34

Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa terjadinya dislokasi sendi bahu


didapatkan paling banyak terjadi akibat trauma langsung sebanyak 33
kasus (60%), diikuti dengan trauma tidal langsung sebanyak 17 kasus
(30,9%) dan lainnya hanya terjadi 5 kasus (9,1%).

4. 1. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi

Hasil distribusi kasus dislokasi sendi bahu berdasarkan fraktur


komponen sendi dibedakan menjadi positif yaitu disertai fraktur dan
negatif yaitu tidak disertai fraktur.

Tabel 4. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi


Fraktur Komponen

(55)
Fraktur positif (+)

19

34,5

Fraktur negatif (-)

36

65,5

Total

55

100

Dapat dilihat pada tabel 4. 7 bahwa didapatkan sebanyak 19 kasus


(34,5%) penderita dislokasi sendi bahu positif mengalami fraktur penyerta
komponen sendi bahu dan sisanya sebanyak 36 kasus (65,5%) tidak
mengalami fraktur komponen sendi.

4. 1. 8. Distribusi Sampel Bahu Berdasarkan Penatalaksanaan

Hasil

distribusi

kasus

dislokasi

sendi

bahu

berdasarkan

penatalaksanaannya dibedakan menjadi operatif dan non-operatif.

35

Tabel 4. 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksaan


Penatalaksanaan

(55)
Operatif

24

43,6

Non-operatif

31

56,4

Total

55

100

Dapat dilihat pada tabel 4. 8 bahwa didapatkan sebanyak 24 kasus


(43,6%) penderita dislokasi sendi bahu memerlukan tindakan operatif dan
sisanya sebanyak 31 kasus (56,4%) tidak memerlukan tindakan operatif.

36

4. 2.

Pembahasan

4. 2. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia

Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan usia dari 55 kasus


dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

kategori usia
30,00%
25,00%
20,00%
15,00%
10,00%
5,00%
0,00%
3-13
tahun

14-24
tahun

25-35
tahun

36-46
tahun

47-57
tahun

58-68
tahun

69-79
tahun

Grafik 4. 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada kelompok usia


3-13 tahun didapatkan sebanyak 6 kasus (10,9%). Kasus dislokasi sendi
bahu paling sering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu sebanyak 1 kasus
(29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun sebanyak 10 kasus (18,2%).
Pada usia 36-46 tahun dan 47-57 tahun berturut-turut yairu sebanyak 9
kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling sedikit ditemui pada
usia 58-68 tahun yaitu hanya 1 kasus (1,8%) dan yang terakhir pada usia
69-79 tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata umur yang
mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar 32,69 tahun dengan umur
termuda 3 tahun dan umur tertua 78 tahun.

37

Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan di


Amerika Serikat, yaitu didapatkan kelompok usia yang paling sering
mengalami dislokasi sendi bahu adalah usia 15-29 tahun sebanyak 46,8%
(Zachili dan Owens, 2010). Hasil penelitian di Oslo, Norwegia pada tahun
2009 juga menyatakan hasil yang serupa dengan ditemukan 108 dari 360
kasus (30%) dislokasi sendi bahu paling sering pada kelompok usia 20-30
tahun (Liavaag dkk, 2011).
Usia 15-30 tahun merupakan salah satu faktor resiko terbesar
dislokasi sendi bahu. Pada usia ini merupakan usia yang aktif secara fisik
khususnya pada laki-laki. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya stress
yang berulang pada sendi bahu, misalnya akibat kegiatan olahraga maupun
pekerjaan yang membuat sendi bahu menjadi lebih mudah untuk terjadi
dislokasi (Liavaag dkk, 2011).

4. 2. 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Diketahui bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami dislokasi


sendi bahu dengan 39 dari 55 kasus (70,9%) dan pada perempuan hanya
16 kasus (29,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat, yaitu didapatkan sebanyak 71,8% dislokasi
sendi bahu dialami oleh laki-laki dan hanya 29,2% pada perempuan
(Zachili dan Owens, 2010). Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa
laki-laki mengalami dislokasi sendi bahu 2,5 kali lebih sering
dibandingkan perempuan (Kroner dkk, 1989). Penelitian di Oslo,
Norwegia tahun 2009 juga menunjukan hasil yang sesuai yaitu sebanyak
71,7% laki-laki dan 28,3% perempuan (Liavaag dkk, 2011). Hal ini
disebabkan, pada umumnya laki-laki lebih sering melakukan aktifitas
secara aktif dibandingkan perempuan, sehingga dapat menimbulkan stress
yang menjadi salah satu faktor resiko dislokasi sendi bahu (Zachili dan
Owens, 2010).

38

4. 2. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Dislokasi

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa didapatkan sebanyak 42


dari 55 kasus (76,4%) terjadi secara akut dan sebanyak 13 dari 55 kasus
(23,6%) terjadi secara kronik atau terjadi dislokasi berulang. Hasil
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, didapatkan sebanyak 92
dari 112 kasus (82,1%) terjadi secara akut dan sisanya 20 dari 112 kasus
(17,9%) terjadi secara kronik atau terjadi dislokasi berulang (Robinson
dkk, 2011). Terjadinya dislokasi berulang atau yang biasa disebut
reccurent dislocation disebabkan apabila terjadi lepasnya labrum glenoid
atau terjadi perpisahan antara kapsul dan kepala glenoid, sehingga lebih
mudah untuk terjadinya dislokasi berulang (Robinson dkk, 2011).
Penelitian yang dilakukan di Baltimore, Amerika Serikat pada
tahun 2012 oleh Murthi dan Ramirez menyebutkan 90% kelompok usia
yang mengalami dislokasi berulang atau reccurent dislocation berusia 2030 tahun sedangkan <10% terjadi pada usia >40 tahun. Perbedaan
mekanisme dislokasi menjadi salah satu faktor yang paling bertanggung
jawab atas tingginya insidensi dislokasi berulang pada pasien yang berusia
muda dan kebanyakan pada pasien usia >40% mengalami rotator cuff tear
(Murthi dan Ramirez, 2012).

39

4. 2. 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi

Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan arah


dislokasi bisa dilihat pada grafik di bawah ini:

Arah Dislokasi
100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Anterior

Posterior

Inferior

Grafik 4. 2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi

Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa dislokasi sendi bahu paling


banyak terjadi ke arah anterior sebanyak 50 dari 55 kasus (90,9%), diikuti
dengan arah posterior sebanyak 4 dari 55 kasus (7,3%) dan arah inferior
sebanyak 1 dari 55 kasus (1,8%). Hasil Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Koval dan Zuckerman (2006) di Amerika
yang menunjukan hasil yang serupa yaitu paling banyak terjadi dislokasi
anterior 95%, dislokasi posterior 4%, serta kurang lebih sebanyak 0,5%
terjadi ke arah inferior (Koval dan Zuckerman, 2006). Pada penelitian
yang dilakukan Brady dkk tahun 1995 juga menunjukan hasil yang serupa
yaitu, 95% dislokasi anterior, 4% kasus dislokasi posterior, dan hanya
0,5% dislokasi inferior (Brady dkk, 1995).

40

Ligamentum

anteromedial

dan

anteroinferior

glenohumeral

merupakan ligamen yang cenderung mengalami avulsi dari labrum


glenoidale, hal ini yang membuat kecenderungan untuk terjadi dislokasi
anterior (Koval dan Zuckerman, 2006). Sedangkan pada dislokasi
posterior, biasanya terjadi pada kontraksi otot yang sangat kuat seperti
pada keadaan kejang dan tersengat listrik sehingga cukup jarang
ditemukan dislokasi posterior (Beltran dkk, 1997)

4. 2. 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab Dislokasi

Diketahui dislokasi sendi bahu terbanyak terjadi akibat trauma


sebanyak 50 dari 55 kasus (90,9%) dan akibat patologis sebanyak 5 dari
55 kasus (9,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Altoona, Amerika Serikat yaitu sebanyak kurang lebih 90%
dislokasi sendi bahu diakibatkan oleh trauma, baik trauma tidak langsung
maupun trauma langsung (Saylor, 2012). Hasil penelitian lain juga
menyebutkan hampir 95% kasus dislokasi sendi bahu diakibatkan oleh
trauma dan 46,4% akibat dari kegiatan olahraga (Zachili dan Owens,
2010). Pada penelitian ini, didapatkan 9,1% akibat kondisi patologis yaitu
4 kasus akibat osteoarthritis dan 1 kasus akibat rheumatoid arthritis. Pada
penderita osteoarthritis, keutuhan dari struktur sendi terganggu terutama
kartilago dari sendi akibat dari proses degeneratif sedangkan pada penyakit
rheumatoid arthritis, reaksi imun yang berlebih merupakan salah satu
faktor selain faktor infeksi dan genetik (Helmi, 2012).

41

4. 2. 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi

Distribusi frekuensi dislokasi sendi bahu berdasarkan mekanisme


dislokasi bisa dilihat pada grafik di bawah ini:

Persentase
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Trauma Langsung

Trauma tidak
langsung

Lainnya

Grafik 4. 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme Dislokasi

Berdasarkan grafik diatas didapatkan sebanyak 33 dari 55 kasus


(60,0%) terjadi akibat trauma langsung, diikuti sebanyak 17 dari 55 kasus
(30,9%) akibat trauma tidak langsung, serta Lainnya sebanyak 5 dari 55
kasus (9,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di Taiwan dari tahun 2000-2005 yang menyatakan 57,4%
dislokasi sendi bahu terjadi akibat trauma langsung serta 27,5% terjadi
akibat trauma tidak langsung (Nan-Ping Y, 2011). Trauma langsung
merupakan mekanisme dislokasi yang terjadi akibat adanya suatu trauma
atau benturan langsung terhadap sendi bahu, sehingga dapat langsung
merusak komponen-komponen yang ada dalam sendi bahu tersebut.
Biasanya trauma langsung terjadi akibat kecelakaan lalu lintas yang

42

merupakan salah satu akibat banyaknya kasus dislokasi sendi bahu yang
terjadi (Nan-Ping Y, 2011).

4. 2. 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur Komponen Sendi

Didapatkan sebanyak 19 dari 55 kasus (34,5%) positif terjadi


fraktur dari komponen sendi bahu tersebut dan sisanya sebanyak 36 dari
55 kasus (65,5%) tidak disertai fraktur komponen sendi. Hasil penelitian
ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Zachili dan Owens (2010)
yang menyatakan terjadi fraktur komponen sendi pada 16% dari kasus
dislokasi sendi bahu. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat yang menyatakan 30% dari seluruh
kasus dislokasi sendi bahu mengalami fraktur dari komponen sendi
tersebut (Robinson dkk, 2007). Pada penelitian ini, didapatkan kasus
fraktur komponen sendi yang relatif lebih tinggi dibanding penelitian lain.
Peneliti berasumsi bahwa, kecelakaan lalu lintas yang merupakan
penyebab paling banyak membuat kejadian fraktur komponen sendi
menjadi relatif lebih tinggi. Pada kecelakaan lalu lintas yang membuat
trauma langsung pada sendi memudahkan untuk terjadinya fraktur dari
tulang humerus.

4. 2. 8. Distribusi Dislokasi Sendi Bahu Berdasarkan Penatalaksanaan

Didapatkan sebanyak 24 dari 55 kasus (43,6%) dislokasi sendi


bahu dilakukan tindakan operatif sedangkan sebanyak 31 dari 55 kasus
(56,4%) dilakukan tindakan non-operatif atau teknik reduksi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Charles dkk
(1998) yang menyatakan pada kasus dislokasi sendi bahu dilakukan
tindakan reduksi atau non-operatif sebanyak 55% dan tindakan operatif
sebanyak 45%. Pada penelitian di Oslo, Norwegia tahun 2009 juga

43

menyatakan hasil yang serupa yaitu sebanyak 66% kasus dilakukan


tindakan reduksi atau tindakan non-operatif (Liavaag dkk, 2011).
Tindakan operatif merupakan pilihan terbaik pada pasien dengan
umur yang relatif muda. Pada tindakan operatif, resiko untuk terjadinya
dislokasi berulang menjadi berkurang, oleh karena itu informed consent
menjadi sangat penting untuk menentukan penatalaksanaan yang sesuai
dengan umur serta harapan pasien (Handoll dkk, 2004).

31

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
a. Berdasarkan demografi pasien, rentang usia yang paling banyak
menderita dislokasi sendi bahu adalah usia 14-24 tahun dengan frekuensi
kejadian terdapat 16 dari 55 kasus (29,1%). Laki-laki lebih sering
mengalami dislokasi sendi bahu yaitu ditemukan sebanyak 39 dari 55
kasus (70,9%).
b. Berdasarkan kejadian dislokasi, dislokasi sendi bahu lebih sering terjadi
secara akut yaitu sebanyak 42 dari 55 kasus (76,4%). Dislokasi arah
anterior menjadi yang paling banyak dibandigkan dengan arah posterior
dan inferior yaitu dengan jumlah kasus 50 dari 55 kasus (90,9%).
Penyebab tersering pada kasus dislokasi sendi bahu yaitu akibat trauma
dengan 50 kasus (90,9%) Trauma langsung menjadi mekanisme yang
paling banyak terjadi yaitu sebanyak 33 dari 55 kasus (60,0%). Sebanyak
34,5% atau 19 dari 55 kasus dijumpai mengalami fraktur penyerta dari
komponen sendi bahu.
c. Tindakan

non-operatif

yaitu

teknik

reduksi

menjadi

tindakan

penatalaksanaan yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 31 dari


55 kasus (56,4%).
5.2. Saran
a. Kelengkapan data rekam medik pada pasien dislokasi sendi bahu perlu
lebih diperhatikan, sehingga dapat memberi dukungan maksimal dalam
menghasilkan penelitian yang lebih valid dan akurat.

44

45

b. Penelitian selanjutnya berupa penelitian analitik perlu dilakukan untuk


mengetahui hubungan antar variabel.
c. Sosialisasi mengenai faktor risiko sendi bahu yaitu usia muda dan jenis
kelamin laki-laki kepada masyarakat agar masyarakat yang masuk dalam
kategori berisiko dapat melakukan pencegahan dini.
d. Penertiban dalam berkendara perlu diperhatikan agar tingkat kecelakaan
lalu lintas bisa diturunkan berkaitan dengan tingginya penyebab
dislokasi sendi bahu akibat kecelakaan lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley,
Ninth edition ISE. Jakarta: CRC Press.
Beltran J., et al. 1997. Glenohumeral instability: evaluation with MR
arthrography. Radiographics. 17(3):657-673.
Bishop J, Flatow EL. 2004. Orthopedic Surgery: The Shoulder. In Principles of
Surgery, 7th edition. Edited by Schwartz, Seymour. New York: McGraw
Hill.
Brady WJ, Knuth CJ, Pirrallo RG. Bilateral inferior glenohumeral dislocation:
luxatio erecta, an unusual presentation of a rare disorder. J Emerg Med
1995; 13:37.
Brett Owens, MD, study co-author. 2010. High rates of shoulder dislocation in
young men and elderly women. New York: Uniformed Services
University of Health Sciences
Clifford R. Wheeless. 2012. Anterior Instabillity of the Shoulder from
http://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulde
r diakses 4 September 2014.
Crenshaw. 1992. AH Dislocation in Campbells Operative Orthopaedics, 8th ed.
Vol II Mosby Year Book, St.Louis Baltimore Boston Chicago London
Philadelphia Sydney Toroto.
Cole, W. H., Zollinger R. M., 1970. Textbook of Surgery, Ninth Edition. New
York: Meredith Corporation.
Handoll H., 2004. Surgical versus non-surgical treatment for acute anterior
dislocation, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064 ,
diakses 5 September 2014.

46

47

Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta: Salemba


Medika.
Koval, K. J., Zuckerman, J. D. 2006. Upper Extremity Fractures and Dislocations.
Handbook of Fractures, 3: 148-164.
Krner K. et al. 1989. The epidemiology of shoulder dislocation. Arch Orthop
Trauma Surg. 108(5):288-90.
Liavaag, S. et al. 2011. Epidemiology of shoulder dislocation in Oslo.
Scandinavian journal of medicine and science in sport. 21(6): e334-e340.
Mansjoer, A. dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nan-Ping Y. et al., 2011. Epidemiological survey of orthopedic joint dislocations
based on nationwide insurance data in Taiwan, 2000-2005. BMC
Musculoskeletal Disorder, from http://www.biomedcentral.com/14712474/12/253 , diakses 5 Desember 2014
Nordin, M and Frankel H victor, 2000. Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal
system.P hiladelphia: Lea and Febriger.
Putz, R., Pabst, R. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1, Edisi 23, Jakarta:
EGC.
Rasjad, C. 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
Robinson C., M. et al., 2011. The epidemiology, risk of recurrence, and functional
outcome after an acute traumatic posterior dislocation of the shoulder.
Bone Joint Surgery, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575
, diakses 9 Desember 2014.
Salter R., B. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins.

48

Saylor S., 2012. Shoulder Dislocation and Separation in Youth Sport. DO Blain
Orthopaedics. Altoona: Blair Orthopaedics.
Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta:
EGC.
Snell, R., S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed 6, Jakarta:
EGC.
Smith, R., L. Brunolli, J. J., 1990. Shoulder kinesthesia after anterior
glenohumeral joint dislocation. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical
Therapy, 11(11): 507-513.
Verhaegen, F. 2012. Aspect of current management. Chronic shoulder dislocation,
78(3): 291-295.
Zachilli, M. A., Owens, B. D., 2010. Epidemiology of shoulder dislocation. Bone
Joint Surgery, from www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311 , diakses 8
September 2014.

Lampiran 1

LAMPIRAN DATA PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU TAHUN 2012-2013


No

Nama

Usia

Jenis

Jenis

Arah

Penyebab

Mekanisme

Fraktur

Kelamin

Dislokasi

Dislokasi

Dislokasi

Dislokasi

Komponen

Tatalaksana

Trauma tidak
1

AS

33

Akut

Anterior

Trauma

langsung

negatif

Operatif
Non-

AT

29

Akut

Anterior

Patologik

Lainnya

positif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma
3

FS

74

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

AK

50

Kronik

Anterior

Trauma

AKS

31

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonpositif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma tidak
langsung

Non-

Trauma
6

IT

41

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

positif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma tidak
7

IA

38

Kronik

Anterior

Trauma

langsung
Trauma tidak

AU

20

Kronik

Anterior

Trauma

langsung
Trauma tidak

JA

54

Kronik

Anterior

Trauma

langsung

Nonpositif

Trauma tidak
10

MLH

39

Akut

Posterior

Trauma

langsung

Nonnegatif

Trauma
11

FH

19

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Operatif

Operatif
Non-

negatif

Operatif

positif

Operatif

Trauma
12

AP

13

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

13

WS

18

Akut

Posterior

Trauma

Langsung

14

KJ

53

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma

Non-

Non15

TR

51

Kronik

Anterior

Patologik

Lainnya

positif

Operatif

negatif

Operatif

positif

Operatif

positif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma tidak
16

SU

60

Akut

Posterior

Trauma

langsung
Trauma

17

MI

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

18

API

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

19

SA

53

Kronik

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma tidak

20

HR

12

Akut

Anterior

59

Trauma

langsung

Nonnegatif

Operatif

Lampiran 1
Trauma
21

FE

19

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

negatif

Operatif

22

JA

37

Kronik

Anterior

Patologik

Lainnya

negatif

Operatif

Non-

Trauma
23

RO

26

Akut

Inferior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

positif

Operatif

Trauma
24

HM

43

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma tidak

25

DH

28

Kronik

Anterior

Trauma

langsung

Nonnegatif

Operatif

positif

Operatif

Trauma
26

RA

14

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

27

IS

17

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Trauma
28

ZA

52

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Trauma tidak
29

RM

16

Akut

Anterior

Trauma

langsung

Operatif

Operatif
Non-

negatif

Operatif

positif

Operatif

positif

Operatif

positif

Operatif

Trauma
30

RG

22

Kronik

Anterior

Trauma

Langsung

31

RC

19

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Trauma

Trauma
32

JR

45

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

33

AA

36

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

negatif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma
34

AY

39

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma

35

MM

53

Kronik

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma tidak

36

SD

17

Akut

Anterior

Trauma

langsung

Nonnegatif

Trauma tidak
37

JL

16

Akut

Anterior

Trauma

langsung

Operatif
Non-

negatif

Operatif

positif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma
38

ES

35

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

39

SH

26

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Trauma

Non-

Trauma
40

SP

51

Kronik

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

positif

Operatif

Trauma
41

EP

29

Akut

Anterior

Trauma

Langsung
Trauma tidak

42

YT

17

Akut

Anterior

60

Trauma

langsung

Nonnegatif

Operatif

Lampiran 1
43

ST

77

Kronik

Posterior

Patologik

Lainnya

negatif

Trauma tidak
44

DR

21

Akut

Anterior

Trauma

langsung

45

AG

36

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma

Non-

Trauma
46

KM

32

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Operatif

Nonnegatif

Operatif

positif

Operatif

positif

Operatif

Trauma tidak
47

MR

18

Akut

Anterior

Trauma

langsung
Trauma tidak

48

AN

15

Akut

Anterior

Trauma

langsung
Trauma

49

PH

48

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Nonnegatif

Trauma
50

SL

24

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Operatif
Non-

negatif

Operatif

negatif

Operatif

Trauma
51

MF

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Non52

EY

51

Kronik

Anterior

Patologik

Lainnya

positif

Trauma tidak
53

DN

78

Akut

Anterior

Trauma

langsung

54

ES

30

Akut

Anterior

Trauma

Langsung

Operatif
Non-

negatif

Operatif

negatif

Operatif

positif

Operatif

Trauma

Non-

Trauma
55

ML

Akut

Anterior

61

Trauma

Langsung

Lampiran 2

76

Lampiran 3

63

Lampiran 4

64

Lampiran 5

KARAKTERISTIK PASIEN DISLOKASI SENDI BAHU DI SUBBAGIAN


BEDAH ORTOPEDI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TAHUN 2012-2013
Fadhli Aufar Kasyfi1, Nur Rachmat Lubis2, dan Legiran3
1.

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Dr. Mohammad Ali
Komplek RSUP Dr. Mohammad Hoesin Km.3,5, Palembang, 30126, Indonesia
2. Bagian Bedah Ortopedi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang, Jl.Jendral Sudirman Km.3,5, Palembang, Indonesia
3. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl..Dr. Mohammad Ali Komplek RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Km.3,5, Palembang, 30126, Indonesia
email : fadlix2@yahoo.com

Abstrak
Epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang dipahami sampai saat ini. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan rancangan cross-sectional dengan melihat seluruh rekam medik pasien rawat inap dislokasi sendi
bahu periode 2012-2013 sebagai subjek penelitian dan bertujuan untuk mengindentifikasi karakteristik demografi,
kejadian dislokasi, dan tatalaksana dari penderita dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Karakteristin pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2012-2013 adalah sebanyak 26,1% penderita berusia 14-24 tahun dan 70,9%
diderita oleh laki-laki. Berdasarkan waktu kejadian dislokasi, 76,4% pasien datang dengan dislokasi akut. Penyebab
utama dislokasi adalah trauma (90,9%). 60% kasus terjadi akibat mekanisme trauma langsung. Dislokasi anterior
menjadi yang paling banyak yaitu 50 dari 55 kasus (90,9%) yang diteliti. 34,5% kasus ditemukan komplikasi berupa
fraktur-dislokasi. Teknik reduksi menjadi yang paling banyak dilakukan dalam penatalaksanaan yaitu 56,4%.
Kata kunci: dislokasi sendi bahu, dislokasi akut, dislokasi anterior, fraktur-dislokasi.

Abstract
Characteristics Of Shoulder Dislocation Patients at Orthopaedics Surgery Subdivision RSUP Dr. Mohammad
Hoesin on 2012-2013. Epidemiology of shoulder dislocation was poorly understood. The study is descriptive study
with cross-sectional design that see all the medical records of shoulder dislocation patients on 2012-2013 as a subject
that aims to investigate the characteristic of dermographics, incidence of dislocation, and management of shoulder
dislocation patients at Orthopaedics Surgery Subdivison RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Characteristics Of
Shoulder Dislocation Patients at Orthopaedics Surgery Subdivision RSUP Dr. Mohammad Hoesin on 2012-2013 is A
total of 26.1% is patients with aged 14-24 years and 70.9% suffered in male. Based on the time occurrence of
dislocation, 76.4% of patients come with acute dislocation. The major cause is traumatic dislocation (90.9%). 60% of
cases result from direct trauma mechanism. Anterior dislocation became the most dislocation with 50 of 55 cases
(90.9%) were studied. 34.5% of cases are found with fracture-dislocation. Reduction techniques become the most
widely applied in the management of which 56.4%.
Keywords: shoulder dislocation, acute dislocation, anterior dislocation, fracture-dislocation

65

1. Pendahuluan
Dislokasi sendi merupakan salah satu kasus yang sering
dijumpai di bagian bedah ortopedi. Dislokasi adalah
keadaan di mana tulang- tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini
dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau seluruh komponen tulang terlepas dari
tempat yang seharusnya.1
Sendi bahu menjadi kasus yang paling sering terjadi
dengan angka 45 % dari seluruh kasus dislokasi,
menyusul sendi panggul dan siku. Sampai saat ini,
epidemiologi kasus dislokasi sendi bahu masih kurang
dipahami. Dalam sebuah studi di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa kasus dislokasi sendi bahu berupa
95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5%
dislokasi inferior, serta kurang dari 0,5% dislokasi
superior. Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada
orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak. Pada
kasus ini ditemukan 71,8% laki-laki yang mengalami
dislokasi, 46,8% penderita berusia antara 15-29 tahun,
48,3% terjadi akibat trauma seperti pada kegiatan
olahraga. Tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat
pada perempuan yang berusia >60 tahun. Penyebab
tersering didapatkan 58,8% akibat jatuh. Kasus fraktur
penyerta komponen sendi 16% terjadi pada kasus
dislokasi sendi bahu.2,3,4

2.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian


deskriptif dengan rancangan cross-sectional dengan
melihat data sekunder di Instalasi Rekam Medik RSUP
Dr.Mohammad Hoesin Palembang. Subjek penelitian
adalah semua pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian
Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 1 Januari 201 sampai 31 Desember
2013 yang memenuhi kriteria inklusi.

Bedah Ortopedi RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang tahun 2012-2013. Dari 64 kasus dislokasi
sendi bahu di Subbagian Bedah Ortopedi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2012
sampai Desember 2013 diperoleh 55 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Tabel 1 menunjukan pada periode tahun 2012 dan 2013,
pada kelompok usia 3-13 tahun didapatkan sebanyak 6
kasus (10,9%). Kasus dislokasi sendi bahu paling sering
terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu sebanyak 1 kasus
(29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun sebanyak
10 kasus (18,2%). Pada usia 36-46 tahun dan 47-57
tahun berturut-turut yairu sebanyak 9 kasus (16,4%) dan
10 kasus (18,2%). Kasus paling sedikit ditemui pada
usia 58-68 tahun yaitu hanya 1 kasus (1,8%) dan yang
terakhir pada usia 69-79 tahun sebanyak 3 kasus (5,5%).
Nilai rata-rata umur yang mengalami dislokasi sendi
bahu yaitu sebesar 32,69 tahun dengan umur paling
muda 3 tahun dan umur paling tua 78 tahun.
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
Usia
3-13 tahun
14-24 tahun
25-35 tahun
36-46 tahun
47-57 tahun
58-68 tahun
69-79 tahun
Total

N
(55)
6
16
10
9
10
1
3
55

%
10,9
29,1
18,2
16,4
18,2
1,8
5,5
100

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 55 kasus, dislokasi


sendi bahu paling banyak terjadi pada laki-laki yaitu
sebanyak 39 kasus (70,9%), sementara perempuan
hanya terjadi sebanyak 16 kasus (29,1%).
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan


variabel yang diteliti yaitu usia, jenis kelamin, jenis
dislokasi, arah dislokasi, penyebab dislokasi,
mekanisme dislokasi, fraktur komponen sendi dan
tatlaksana. Selanjutnya
masing-masing variabel
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, grafik,
dan narasi.

3.

Hasil

Berikut ini adalah hasil penelitian yang berupa


Karakteristin pasien dislokasi sendi bahu di Subbagian

Jenis Kelamin

n
(55)

Laki-laki

39

70,9

Perempuan
Total

16
55

29,1
100

Lampiran 5
Tabel 3 menunjukkan kejadian dislokasi sendi bahu
sering terjadi secara akut yaitu sebanyak 42 kasus
(76,4%), sementara kronik sebanyak 13 kasus
(23,6%)

Dapat dilihat pada tabel 6 bahwa terjadinya dislokasi


sendi bahu didapatkan paling banyak terjadi akibat
trauma langsung sebanyak 33 kasus (60%), diikuti
dengan trauma tidal langsung sebanyak 17 kasus
(30,9%) dan lainnya hanya terjadi 5 kasus (9,1%).

Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis


Dislokasi
Jenis Dislokasi
Akut
Kronik
Total

Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Mekanisme


Dislokasi

n
(55)
42

%
76,4

13
55

Mekanisme Dislokasi

n
(55)

23,6

Trauma langsung

33

60,0

100

Trauma tidak langsung

17

30,9

Lainnya

9,1

Total

55

100

Dapat dilihat pada tabel 4 bahwa terjadinya dislokasi


sendi bahu didapatkan paling banyak terjadi pada
arah anterior yaitu sebanyak 50 kasus (90,9%),
diikuti arah posterior terjadi sebanyak 4 kasus
(7,3%) dan hanya terjadi 1 kasus (1,8%) pada arah
inferior.

Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa didapatkan


sebanyak 19 kasus (34,5%) penderita dislokasi sendi
bahu positif mengalami fraktur penyerta komponen
sendi bahu dan sisanya sebanyak 36 kasus (65,5%)
tidak mengalami fraktur komponen sendi.

Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Arah


Dislokasi
Arah Dislokasi

n
(55)

Anterior

50

Posterior

Inferior

9 90,9
7
7,3
1
1,8

Total

55

1 100

Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Fraktur


Komponen Sendi

Dapat dilihat pada tabel 5 bahwa penyebab


terjadinya dislokasi sendi bahu paling banyak
disebabkan oleh trauma sebanyak 50 kasus (90,9%),
sedangkan yang disebabkan oleh kondisi patologik
yaitu hanya sebanyak 5 kasus (9,1%) dengan 4
kasus (7,3%) akibat
penyakit
degeneratif
osteoarthritis dan 1 kasus (1,8%) akibat rheumatoid
arthritis.

n
(55)

Trauma

50

90,9

Patologik

9,1

Total

55

100

n
(55)

Fraktur positif (+)

19

34,5

Fraktur negatif (-)

36

65,5

Total

55

100

Dapat dilihat pada tabel 8 bahwa didapatkan


sebanyak 24 kasus (43,6%) penderita dislokasi sendi
bahu memerlukan tindakan operatif dan sisanya
sebanyak 31 kasus (56,4%) tidak memerlukan
tindakan operatif.
Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan
Penatalaksaan

Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Penyebab


Dislokasi
Penyebab Dislokasi

Fraktur Komponen

67

Penatalaksanaan

n
(55)

Operatif

24

43,6

Non-operatif

31

56,4

Total

55

100

4. Pembahasan

Distribusi Sampel Berdsarkan Jenis Dislokasi

Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa didapatkan


sebanyak 42 dari 55 kasus (76,4%) terjadi secara
akut dan sebanyak 13 dari 55 kasus (23,6%) terjadi
secara kronik atau terjadi dislokasi berulang. Hasil
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat,
didapatkan sebanyak 92 dari 112 kasus (82,1%)
terjadi secara akut dan sisanya 20 dari 112 kasus
(17,9%) terjadi secara kronik atau terjadi dislokasi
berulang. Terjadinya dislokasi berulang atau yang
biasa disebut reccurent dislocation disebabkan
apabila terjadi lepasnya labrum glenoid atau terjadi
perpisahan antara kapsul dan kepala glenoid,
sehingga lebih mudah untuk terjadinya dislokasi
berulang.6

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada


kelompok usia 3-13 tahun didapatkan sebanyak 6
kasus (10,9%). Kasus dislokasi sendi bahu paling
sering terjadi pada usia 14-24 tahun yaitu sebanyak
1 kasus (29,1%). Selanjutnya pada usia 25-35 tahun
sebanyak 10 kasus (18,2%). Pada usia 36-46 tahun
dan 47-57 tahun berturut-turut yairu sebanyak 9
kasus (16,4%) dan 10 kasus (18,2%). Kasus paling
sedikit ditemui pada usia 58-68 tahun yaitu hanya 1
kasus (1,8%) dan yang terakhir pada usia 69-79
tahun sebanyak 3 kasus (5,5%). Nilai rata-rata umur
yang mengalami dislokasi sendi bahu yaitu sebesar
32,69 tahun dengan umur termuda 3 tahun dan umur
tertua 78 tahun.
Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu didapatkan
kelompok usia yang paling sering mengalami
dislokasi sendi bahu adalah usia 15-29 tahun
sebanyak 46,8%. Hasil penelitian di Oslo, Norwegia
pada tahun 2009 juga menyatakan hasil yang serupa
dengan ditemukan 108 dari 360 kasus (30%)
dislokasi sendi bahu paling sering pada kelompok
usia 20-30 tahun.2,5
Usia 15-30 tahun merupakan salah satu faktor resiko
terbesar dislokasi sendi bahu. Pada usia ini
merupakan usia yang aktif secara fisik khususnya
pada laki-laki. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya
stress yang berulang pada sendi bahu, misalnya
akibat kegiatan olahraga maupun pekerjaan yang
membuat sendi bahu menjadi lebih mudah untuk
terjadi dislokasi.5
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Diketahui bahwa laki-laki lebih cenderung
mengalami dislokasi sendi bahu dengan 39 dari 55
kasus (70,9%) dan pada perempuan hanya 16 kasus
(29,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu
didapatkan sebanyak 71,8% dislokasi sendi bahu
dialami oleh laki-laki dan hanya 29,2% pada
perempuan.2
Pada penelitian lain juga menyebutkan bahwa lakilaki mengalami dislokasi sendi bahu 2,5 kali lebih
sering dibandingkan perempuan. Penelitian di Oslo,
Norwegia tahun 2009 juga menunjukan hasil yang
sesuai yaitu sebanyak 71,7% laki-laki dan 28,3%
perempuan. Hal ini disebabkan, pada umumnya
laki-laki lebih sering melakukan aktifitas secara
aktif dibandingkan perempuan, sehingga dapat
menimbulkan stress yang menjadi salah satu faktor
resiko dislokasi sendi bahu.2,5,6

Penelitian yang dilakukan di Baltimore, Amerika


Serikat pada tahun 2012 oleh Murthi dan Ramirez
menyebutkan 90% kelompok usia yang mengalami
dislokasi berulang atau reccurent dislocation berusia
20-30 tahun sedangkan <10% terjadi pada usia >40
tahun. Perbedaan mekanisme dislokasi menjadi
salah satu faktor yang paling bertanggung jawab atas
tingginya insidensi dislokasi berulang pada pasien
yang berusia muda dan kebanyakan pada pasien usia
>40% mengalami rotator cuff tear.6
Distribusi Sampel Berdasarkan Arah Dislokasi
Dapat dilihat pada tabel 4. 6 bahwa dislokasi sendi
bahu paling banyak terjadi ke arah anterior sebanyak
50 dari 55 kasus (90,9%), diikuti dengan arah
posterior sebanyak 4 dari 55 kasus (7,3%) dan arah
inferior sebanyak 1 dari 55 kasus (1,8%). Hasil
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Koval dan Zuckerman (2006) di
Amerika yang menunjukan hasil yang serupa yaitu
paling banyak terjadi dislokasi anterior 95%,
dislokasi posterior 4%, serta kurang lebih sebanyak
0,5% terjadi ke arah inferior. Pada penelitian yang
dilakukan Brady dkk tahun 1995 juga menunjukan
hasil yang serupa yaitu, 95% dislokasi anterior, 4%
kasus dislokasi posterior, dan hanya 0,5% dislokasi
inferior.3,8
Ligamentum anteromedial dan anteroinferior
glenohumeral merupakan ligamen yang cenderung
mengalami avulsi dari labrum glenoidale, hal ini
yang membuat kecenderungan untuk terjadi
dislokasi anterior. Sedangkan pada dislokasi
posterior, biasanya terjadi pada kontraksi otot yang
sangat kuat seperti pada keadaan kejang dan
tersengat listrik sehingga cukup jarang ditemukan
dislokasi posterior.3,9
Distribusi
Dislokasi

Sampel

Berdasarkan

Penyebab

Lampiran 5
Diketahui dislokasi sendi bahu terbanyak terjadi
akibat trauma sebanyak 50 dari 55 kasus (90,9%)
dan akibat patologis sebanyak 5 dari 55 kasus
(9,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Altoona, Amerika Serikat yaitu
sebanyak kurang lebih 90% dislokasi sendi bahu
diakibatkan oleh trauma, baik trauma tidak langsung
maupun trauma langsung.10

fraktur komponen sendi yang relatif lebih tinggi


dibanding penelitian lain. Peneliti berasumsi bahwa,
kecelakaan lalu lintas yang merupakan penyebab
paling banyak membuat kejadian fraktur komponen
sendi menjadi relatif lebih tinggi. Pada kecelakaan
lalu lintas yang membuat trauma langsung pada
sendi memudahkan untuk terjadinya fraktur dari
tulang humerus.6

Hasil penelitian lain juga menyebutkan hampir 95%


kasus dislokasi sendi bahu diakibatkan oleh trauma
dan 46,4% akibat dari kegiatan olahraga. Pada
penelitian ini, didapatkan 9,1% akibat kondisi
patologis yaitu 4 kasus akibat osteoarthritis dan 1
kasus akibat rheumatoid arthritis. Pada penderita
osteoarthritis, keutuhan dari struktur sendi terganggu
terutama kartilago dari sendi akibat dari proses
degeneratif sedangkan pada penyakit rheumatoid
arthritis, reaksi imun yang berlebih merupakan salah
satu faktor selain faktor infeksi dan genetik.2,11

Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan

Distribusi
Dilokasi

Sampel

Berdasarkan

Didapatkan sebanyak 24 dari 55 kasus (43,6%)


dislokasi sendi bahu dilakukan tindakan operatif
sedangkan sebanyak 31 dari 55 kasus (56,4%)
dilakukan tindakan non-operatif atau teknik reduksi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Charles dkk (1998) yang menyatakan
pada kasus dislokasi sendi bahu dilakukan tindakan
reduksi atau non-operatif sebanyak 55% dan
tindakan operatif sebanyak 45%. Pada penelitian di
Oslo, Norwegia tahun 2009 juga menyatakan hasil
yang serupa yaitu sebanyak 66% kasus dilakukan
tindakan reduksi atau tindakan non-operatif.5

Mekanisme

Berdasarkan grafik diatas didapatkan sebanyak 33


dari 55 kasus (60,0%) terjadi akibat trauma
langsung, diikuti sebanyak 17 dari 55 kasus (30,9%)
akibat trauma tidak langsung, serta Lainnya
sebanyak 5 dari 55 kasus (9,1%). Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di
Taiwan dari tahun 2000-2005 yang menyatakan
57,4% dislokasi sendi bahu terjadi akibat trauma
langsung serta 27,5% terjadi akibat trauma tidak
langsung. Trauma langsung merupakan mekanisme
dislokasi yang terjadi akibat adanya suatu trauma
atau benturan langsung terhadap sendi bahu,
sehingga dapat langsung merusak komponenkomponen yang ada dalam sendi bahu tersebut.
Biasanya trauma langsung terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas yang merupakan salah satu akibat
banyaknya kasus dislokasi sendi bahu yang terjadi. 12

Distribusi
Sampel
Komponen Sendi

Berdasarkan

Tindakan operatif merupakan pilihan terbaik pada


pasien dengan umur yang relatif muda. Pada
tindakan operatif, resiko untuk terjadinya dislokasi
berulang menjadi berkurang, oleh karena itu
informed consent menjadi sangat penting untuk
menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan
umur serta harapan pasien.13

5.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan:


1. Berdasarkan demografi pasien, rentang usia yang
paling banyak menderita dislokasi sendi bahu adalah
usia 14-24 tahun dengan frekuensi kejadian terdapat
16 dari 55 kasus (29,1%). Laki-laki lebih sering
mengalami dislokasi sendi bahu yaitu ditemukan
sebanyak 39 dari 55 kasus (70,9%).
2. Berdasarkan kejadian dislokasi, dislokasi sendi
bahu lebih sering terjadi secara akut yaitu sebanyak
42 dari 55 kasus (76,4%). Dislokasi arah anterior
menjadi yang paling banyak dibandigkan dengan
arah posterior dan inferior yaitu dengan jumlah
kasus 50 dari 55 kasus (90,9%). Penyebab tersering
pada kasus dislokasi sendi bahu yaitu akibat trauma
dengan 50 kasus (90,9%) Trauma langsung menjadi
mekanisme yang paling banyak terjadi yaitu
sebanyak 33 dari 55 kasus (60,0%). Sebanyak
34,5% atau 19 dari 55 kasus dijumpai mengalami
fraktur penyerta dari komponen sendi bahu.
3. Tindakan non-operatif yaitu teknik reduksi
menjadi tindakan penatalaksanaan yang paling
banyak dilakukan yaitu sebanyak 31 dari 55 kasus
(56,4%).

Fraktur

Didapatkan sebanyak 19 dari 55 kasus (34,5%)


positif terjadi fraktur dari komponen sendi bahu
tersebut dan sisanya sebanyak 36 dari 55 kasus
(65,5%) tidak disertai fraktur komponen sendi. Hasil
penelitian ini mirip dengan penelitian yang
dilakukan Zachili dan Owens (2010) yang
menyatakan terjadi fraktur komponen sendi pada
16% dari kasus dislokasi sendi bahu.2
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat yang
menyatakan 30% dari seluruh kasus dislokasi sendi
bahu mengalami fraktur dari komponen sendi
tersebut. Pada penelitian ini, didapatkan kasus

69

Daftar Acuan
1.
2.

3.

4.

5.

6.

Mansjoer, A. dkk., 2000. Kapita Selekta


Kedokteran jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Zachilli, M. A., Owens, B. D., 2010.
Epidemiology of shoulder dislocation. Bone
Joint
Surgery,
from
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20194311
,
diakses 8 September 2014.
Koval, K. J., Zuckerman, J. D. 2006. Upper
Extremity
Fractures
and
Dislocations.
Handbook of Fractures, 3: 148-164.
Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010.
Ortopedi dan Fraktur sistem Apley, Ninth
edition ISE. Jakarta: CRC Press.
Liavaag, S. et al. 2011. Epidemiology of
shoulder dislocation in Oslo. Scandinavian
journal of medicine and science in sport. 21(6):
e334-e340.
Robinson C., M. et al., 2011. The epidemiology,
risk of recurrence, and functional outcome after
an acute traumatic posterior dislocation of the
shoulder.
Bone
Joint
Surgery,
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915575
, diakses 9 Desember 2014.

7.

8.

9.

10.

11.
12.

13.

Krner K. et al. 1989. The epidemiology of


shoulder dislocation. Arch Orthop Trauma Surg.
108(5):288-90.
Brady WJ, Knuth CJ, Pirrallo RG. Bilateral
inferior glenohumeral dislocation: luxatio
erecta, an unusual presentation of a rare
disorder. J Emerg Med 1995; 13:37.
Beltran J., et al. 1997. Glenohumeral instability:
evaluation
with
MR
arthrography.
Radiographics. 17(3):657-673.
Saylor S., 2012. Shoulder Dislocation and
Separation in Youth Sport. DO Blain
Orthopaedics. Altoona: Blair Orthopaedics.
Helmi, Z. N. 2012. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal, Jakarta: Salemba Medika.
Nan-Ping Y. et al., 2011. Epidemiological
survey of orthopedic joint dislocations based on
nationwide insurance data in Taiwan, 20002005. BMC Musculoskeletal Disorder, from
http://www.biomedcentral.com/14712474/12/253 , diakses 5 Desember 2014
Handoll H., 2004. Surgical versus non-surgical
treatment for acute anterior dislocation, from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14974064
, diakses 5 September 2014.

Nama

: Fadhli Aufar Kasyfi

Tempat, Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 16 Mei 1994


Alamat

: Jl. Amir Hamzah No 99/15 Gotong


Royong, Bandar Lampung

Telpon/HP

: 081366341324

Email

: fadlix2@yahoo.com

Agama

: Islam

Nama Orang Tua


Ayah

: DR. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P.

Ibu

: Yati Surini, S.Kep., Ners., M.Pd.

Jumlah Saudara

: 2 (dua)

Anak Ke

: 2 (dua)

Riwayat Pendidikan

: SDN 2 Palapa Bandarlampung (1999-2005)


SMPN 4 Bandarlampung (2005-2008)
SMAN 2 Bandarlampung (2008-2011)
Fakultas Kedokteran Unsri (2011 sekarang)

Palembang, 22 Januari 2015

Fadhli Aufar Kasyfi

71

You might also like