You are on page 1of 6

Korioretinitis adalah suatu proses inflamasi yang terdapat pada traktus uvea pada mata.

Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi virus kongenital, bakteri, atau protozoa pada
neonatus. Toksoplasmosis kongenital dan infeksi dari sitomegalovirus (CMV) merupakan
etiologi yang paling sering terjadi pada kelompok usia ini. Infeksi jamur dapat teridentifikasi
karena patogen seperti virus West Nile dan virus Choriomeningitis (LCMV). Korioretinitis
merupakan bagian dari proses non infeksi sistemik. Korioretinitis berhubungan dengan infeksi
kongenital seperti CMV cenderung untuk menjadi lebih stabil dan meningkat pada masa kanakkanak, dimana korioretinitis berhubungan dengan toksoplasmosis kongenital yang bersifat
asimptomatik. Meskipun CMV merupakan infeksi kongenital yang paling sering terjadi, hal ini
mempengaruhi sekitar 1% dari seluruh bayi yang lahir di Amerika, dan hanya 10% dari seluruh
bayi yang lahir di Amerika dengan infeksi kongenital CMV yang memiliki gejala dari penyakit
ketika lahir, termasuk pada kasus korioretinitis ini. Penyebaran infeksi kongenital seperti CMV
dan toksoplasmosis dapat bermanifestasi dengan penemuan pada ekstraokuler seperti retardasi
pertumbuhan pada intrauterin, mikrosefali, mikrooftalmia, katarak, uveitis, defek pendengaran,
osteomielitis, hepatosplenomegali, limfadenopati, eritropoesis dermal, karditis, dan penyakit
jantung kongenital. Pada periode neonatal, korioretinitis dapat di diagnosis pada berbagai kondisi
klinis dan merefleksikan penyakit yang didapatkan baru atau reaktivasi. CTP merupakan
penyakit yang paling sering menjadi penyebab infeksi korioretinitis pada anak yang
imunokompeten. Korioretinitis juga merupakan hasil dari penyebaran infeksi parasit seperti
Toxocara atau Baylisascaris pada pasien imunokompeten. Pada pasien imunodefisiensi derajat
berat, termasuk pada seseorang yang mengalami AIDS, korioretinitis dapat berhubungan dengan
virus Epstein Barr (EBV), CMV, virus Varicella Zoster, berbagai macam jamur (contoh :
Candida, Aspergillus, Fusarium, jamur dimorfik), dan Toxoplasma.
PATOFISIOLOGI KORIORETINITIS
Korioretinitis mempengaruhi traktus uvea, yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.
Proses inflamasi secara umum diklasifikasikan berdasarkan kompartemen terbanyak terrnasuk
uveitis anterior dan uveitis posterior. Inflamasi dari traktus uvea posterior dari mata secara umum
adalah koroiditis. Istilah korioretinitis atau retinokoroiditis digunakan jika retina ikut terkena.
Bagian okuler yang terkena bergantung dari organisme penyebabnya. Korioretinitis fokal
bilateral atau eksudatif yang luas atau panuveitis didapatkan pada pasien dengan infeksi
Toxoplasma gondii. Suatu lesi yang besar pada koroid dengan inflamasi luas atau endoftalmitis
dapat dilihat pada pasien dengan Toxocara canis, dimana keratitis interstitial atau iritis paling
banyak pada pasien dengan Treponema pallidum. Strabismus dan atrofi nervus optikus dengan
korioretinitis disebabkan oleh Cytomegalovirus. Lesi pada sentral retina karena Cytomegalovirus
tidak dapat secara klinis dibedakan dengan pasien toksoplasmosis. Namun, tidak seperti infeksi
kongenital karena Toxoplasma, retinitis akibat Cytomegalovirus tidak mengalami perkembangan.
Trauma pada pembuluh darah dapat diakibatkan oleh organisme seperti Toxocara atau larva
Baylisascaris, hal ini dapat berhubungan dengan respon inflamasi yang berat.
EPIDEMIOLOGI

Korioretinitis akibat toksoplasmosis kongenital lebih sedikit jumlahnya di Amerika daripada di


Eropa. Tingkat dari seroprevalensi bervariasi dan tergantung dari populasi penelitian. Jumlah
kasus toksoplasmosis congenital di Amerika setiap tahun diperkirakan mencapai 400 sampai
4000 kasus. Tingkat prevalensi ini lebih tinggi dari beberapa negara di Eropa (seperti Perancis,
Denmark, dan Jerman) dimana sistem SURVEILLANCE aktif dilakukan untuk mendeteksi kasus
yang simptomatik dan asimptomatik. Resiko dari retinokoroiditis meningkat dari 10% pada masa
kanak-kanak hingga anak usia 12 tahun dimana infeksi teridentifikasi melalui proses skrining.
Pada anak usia sekolah 20% anak terinfeksi dengan toksoplasmosis kongenital memiliki satu
atau lebih lesi retinokoroidal. Lebih dari 90% anak dengan penglihatan normal pada bagian mata
sehat, gangguan bilateral jarang terjadi. Salah satu dari gangguan penglihatan yang didapatkan
pada anak-anak di Amerika disebabkan oleh Toxocara Canis, hal ini mungkin disebabkan
prevalensi yang tinggi dari jumlah pemeliharaan anjing. Lebih dari 700 orang terinfeksi oleh
Toxocara dan mengalami hilangnya penglihatan parsial secara permanen.
Mortalitas dan Morbiditas
Jika korioretinitis dibiarkan atau tidak berespon terhadap terapi, hal ini dapat mengakibatkan
kebutaan parsial atau total pada mata yang sakit. Morbiditas bergantung kepada CONCURRENT
kerusakan terhadap sistem organ mayor, terutama kerusakan dari otak (keterlambatan
perkembangan, kejang). Mortalitas akibat korioretinitis tergantung dari NATURE dan
perkembangan dari penyakit yang mendasari.
Usia
Korioretinitis akibat dari infeksi congenital atau karena penyebab lain biasanya dapat dibuktikan
saat lahir, progresi dan prognosis tergantung dari etiologi. Korioretinitis yang didapatkan terjadi
pada usia berapapun, tergantung dari penyakit dasar.

History

In most individuals with chorioretinitis (CR), the history may or may not aid in
establishing causal agents. For example, in patients with chorioretinitis
associated with congenital infections, eliciting the maternal history of primary
viral or flulike illnesses during pregnancy is usually not easy. Dietary habits
(preference of raw meat) and pet care (cleaning cat litter box) may imply
toxoplasmosis or contact with kittens (catscratch disease). Lack of
immunizations in a pregnant woman may also provide some clues to the
diagnosis (eg, rubella). On the other hand, a pregnant woman with
symptomatic West Nile viral meningoencephalitis may be readily diagnosed
using historical, epidemiologic, and laboratory data.

Many maternal primary infections due to cytomegalovirus (CMV), rubella,


herpes simplex virus (HSV), and syphilis occur insidiously and may not be
clinically apparent.

A recent history that includes strabismus, vision loss, and CNS involvement in
a toddler exposed to raccoon waste or who has a newly acquired puppy
suggests zoonotic roundworm larval infestation (Baylisascaris or Toxocara).
These children have an increased risk of developing visceral larva migrans
and ocular larva migrans.

Parinaud oculoglandular syndrome (fever, follicular conjunctivitis, ipsilateral


preauricular lymphadenitis), neuroretinitis, and focal retinochoroiditis in
children or young adults exposed to kittens may suggest infection due to
Bartonella henselae (catscratch disease), especially if they were scratched.

Physical
Jika inflamasi terjadi secara unilateral, THE CHILD MAY SQUINT, FAVOR THE GOOD
EYE atau mengatakan terjadi penglihatan yang buram atau tidak mampu untuk melihat suatu
objek. Anak yang usianya lebih tua dengan korioretinitis akan mengalami fotofobia dan
CLUMSINESS dengan keseimbangan ketika berjalan yang buruk. Fenomena red eye pada
SNAPSHOT di anak dengan korioretinitis akan menunjukan INCONGRUENCY.

Include an ophthalmologic examination as part of a detailed physical examination.

A pediatric ophthalmologist should perform a thorough examination of all visible


components of the eye in an infant in whom any congenital infection is suspected.
o This examination is electively performed and is documented with photographs of
the abnormalities in the lens, uvea, and retina and an age-appropriate assessment
of vision, visual acuity, and fields.
o Ophthalmologic examination is also an integral part of monitoring treatment
efficacy and disease progress.
o Ophthalmologic examination can reveal exudative "cotton balls" (ie, focal
atrophic and pigmented scars of the retina). Vitreous inflammations can manifest
as transient floating opacities. However, these findings are common in all patients
with chorioretinitis regardless of the etiology.

Other abnormal physical findings should be documented; these include intrauterine


growth retardation, microcephaly, microphthalmia, cataract, uveitis, hearing defect,
osteomyelitis, hepatosplenomegaly, lymphadenopathy, dermal erythropoiesis, carditis,
and congenital heart disease

CNS involvement may include abnormal muscle tone, changes in reflexes, or both. A
complete neurological examination is warranted.

If amnionitis is suspected at delivery, thorough examination and culture of amniotic fluid


and placenta may elicit the pathogen.
Jika inflamasi terjadi secara unilateral, THE CHILD MAY SQUINT, FAVOR THE
GOOD EYE atau mengatakan terjadi penglihatan yang buram atau tidak mampu untuk
melihat suatu objek. Anak yang usianya lebih tua dengan korioretinitis akan mengalami
fotofobia dan CLUMSINESS dengan keseimbangan ketika berjalan yang buruk.
Fenomena red eye pada SNAPSHOT di anak dengan korioretinitis akan menunjukan
INCONGRUENCY.

Termasuk pemeriksaan oftamologi sebagai bagian detail dari pemeriksaan fisik

Para oftamolog pediatri sebaiknya melakukan seluruh pemeriksaan komponen mata pada
bayi yang baru lahir dan memastikan apakan terdapat kelainan congenital atau tidak
-

Pemeriksaan ini dilakukan secara elektif dan didokumentasikan dengan


foto dari kelainan pada lensa, uvea, dan retina serta adanya pengkajian
terhadap penglihatan berdasarkan usia, ketajaman penglihatan, dan lapang
pandang.
Pemeriksaan oftamologi juga merupakan bagian integrasi terhadap
efektivita terapi dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan oftamologi dapat meREVEAL eksudat cotton balls (seperti
atrofi fokal dan SCARS pigmentasi dari retina). Inflamasi vitreus dapat
bermanifestasi sebagai transient floating opacities. Namun penemuan in
sering terjadi pada pasien dengan korioretinitis bergantung dari etiologi.

Adanya kelainan fisik sebaiknya didokumentasikan, hal ini mencakup retardasi


perkembangan janin pada intrauterine, mikrosefali, mikroftalmia, katarak, uveitis, defek
terhadap pendengaran, osteomielitis, hepatosplenomegali, limfadenopati, eritropoiesis
dermal, karditis, dan penyakit jantung congenital

Keterlibatan dari sistem saraf pusat termasuk dari tonus otot yang abnormal, perubahan
dari reflex, atau keduanya. Pemeriksaan neurologis yang lengkap sangat dibutuhkan

Jika curiga terjadi amnionitis pada saat kelahiran, lewat pemeriksaan dan kultur dari cairan
amnion serta placenta dapat menjadi jalan masuk dari patogen.
Causes

Infeksi Kongenital
-

Pada anak yang imunokompeten, korioretinitis biasanya berhubungan dengan infeksi


kongenital. Penyebab utamanya yaitu infeksi dari Toxoplasma gondii dan
Cytomegalovirus.

Etiologi karena virus mencakup Herpes Simplex Virus, rubella, varicella, Epstein
Barr Virus lymphocytic choriomeningitis virus, serta flavivirus. Dengan adanya
peningkatan insidensi dari infeksi kongenital sejak tahun 1991, sifilis sebaiknya
dipertimbangkan sebagai penyebab korioretinitis pada bayi yang baru lahir, dimana
riwayat sifilis pada ibu yang tidak diterapi atau mendapatkan terapi yang tidak
adekuat, biasanya juga disertai dengan riwayat HIV.

Korioretinitis yang akuisita dapat terjadi pada anak imunokompeten : beberapa anak yang
memakan telur Toxocara canis atau Baylisascaris procyonis yang telah dibuahi dan akan
berkembang menjadi larva migrans viseral atau larva migrans okuler. Infeksi akuisita lain
yang dapat berkembang menjadi korioretinitis adalah Bartonella henselae. Lebih dari
90% pasien dengan catscratch disease memiliki riwayat kontak dengan kucing, paling
sering dengan anak kucing, dan 50-87% dari pasien telah digaruk.

Anak yang dengan status immunocompromised


-

Infeksi lain dapat termasuk kongenital ataupun akuisita yaitu Lyme disease, Yersinia
enterocolitica, dan Mycobacterium tuberculosis.
Infeksi jamur yang invasif berasal dari Candida, spesies Cryptococcus, dan
histoplasmosis.
Spesies dari lalat (spesies Simulium)dapat bertransmisi secara onkoserkiasis (pada
Afrika tropis, Yaman, Saudi Arabia, dan bagian dari Amerika Latin)

Penyakit Non Infeksi


-

Penyakit non infeksi sistemik seperti sarkoidosis, penyakit kolagen vaskular, penyakit
kronik granulomatosa, Bechet Disease, dan artritis reumatoid juvenil dapat
menyebabkan korioretinitis

Kemungkinan lain dari proses noninfeksius termasuk chronic infantile, neurological


cutaneus, dan articular syndrome. Hal ini dikenal sebagai penyakit inflamasi
multisistemik onset neonatus.

Differential Diagnoses

Aspergillosis

Atypical Mycobacterial Infection

Bruton Agammaglobulinemia

Candidiasis

Catscratch Disease

Chronic Granulomatous Disease

Cytomegalovirus Infection

Echovirus

Enteroviral Infections

Herpes Simplex Virus Infection

Histoplasmosis

Human Immunodeficiency Virus Infection

Juvenile Rheumatoid Arthritis

Lyme Disease

Lymphocytic Choriomeningitis

Neonatal Lupus and Cutaneous Lupus Erythematosus in Children

Rubella

Sarcoidosis

Severe Combined Immunodeficiency

Syphilis

Systemic Lupus Erythematosus

Toxocariasis

Toxoplasmosis

Tuberculosis

Varicella

Yersinia Enterocolitica Infection

You might also like