You are on page 1of 4

[Isolasi Kafein dari Teh]

[Penulis: Atika Rahayu]


[10513040; 02; 03]
atikarahayu827@yahoo.com

Abstrak
Kafein adalah salah satu jenis senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun teh. Tujuan dari
percobaan ini adalah untuk menentukan kandungan kafein dalam teh. Identifikasi dilakukan dengan
metode distilasi untuk mengekstraksi kafein dari teh. Uji kromatografi lapis tipis untuk memeriksa
kemurnian senyawa kafein dan uji alkaloid untuk mengidentifikasi adanya kafein yang di peroleh
dari kristal hasil rekristalisasi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kadar kafein dalam 20 gram
sampel teh yakni 0,36%, dengan titik leleh 234 0C.
Kata kunci: kafein, kromatografi, alkaloid.

Abstract
Caffeine is one type of alkaloid compounds found in tea leaves. The purpose of this experiment is to
determine the caffeine content in tea. Identification is done by distillation methods for extracting
caffeine from tea. Thin- layer chromatography test to check the purity of the compound caffeine and
test to identify the presence of caffeine alkaloid obtained from the crystal recrystallization results.
Identification results showed that the caffeine content of tea in 20 gram sample that is 0.36%, with a
melting point of 2340C.
Keywords: caffeine, chromatography, alkaloid.

1. PENDAHULUAN
Teh merupakan salah satu minuman yang
digemari oleh masyarakat Indonesia. Hampir setiap
hari masyarakat Indonesia mengkonsumsi teh baik
sebagai minuman pendamping saat sarapan maupun
sebagai minuman penghangat saat malam. Dewasa
ini, teh telah dikemas dalam berbagai bentuk
kemasan sehingga mudah dibawa saat kuliah, kerja
ataupun jalan-jalan. Penikmat teh biasanya minum
teh lebih dari 3-4 cangkir setiap harinya. Hal ini
menyebabkan seseorang ketergantungan minum teh,
karena kandungan kafein yang terdapat dalam teh.
Kafein merupakan jenis alkaloid yang
secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh,
daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa
minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul
194.19 dengan rumus kimia C 8H10N8O2 dan pH 6.9
(larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek
langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya
tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak
langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan
jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa
gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan
denyut jantung tak berarturan (tachycardia).
Dari beberapa literatur, diketahui bahwa
kopi dan teh banyak mengandung kafein
dibandingkan jenis tanaman lain, karena tanaman
kopi dan teh menghasilkan biji kopi dan daun teh
dengan sangat cepat, sementara penghancurannya
sangat lambat (Hermanto, 2007).

Kafein adalah suatu senyawa senyawa


organik yang mempunyai nama lain yaitu kafein,
tein, atau 1,3,7-trimetilxantin. Kristal kafein dalam
air berupa jarum-jarum bercahaya. Bila tidak
mengandung air, kafein meleleh pada suhu 234 oC239 oC dan menyublim pada suhu yang lebih rendah.
Kafein mudah larut dalam air panas dan kloroform,
tetapi serikit larut dalam air dingin dan alkohol.
Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat
membentuk garam dengan basa kuat (Abraham,
2010).
Berdasarkan FDA (Food Drug Administration)
yang diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang
diizinkan adalah 100-200mg/hari. Sedangkan
kandungan kafein dalam the adalah 3075mg/cangkir. Kafein dapat menimbulkan kecanduan
jika di konsumsi dalam jumlah yang banyak dan
rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan
kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan
hilang dalam satu-dua hari setelah konsumsi.
Tujuan dari
percobaan ini
adalah
menentukan kandungan kafein dalam sampel teh
dengan metode distilasi dan dilakukan identifikasi
kromatografi lapis tipis serta uji alkaloid untuk
menegidentifikasi adanya senyawa kafein dalam
sampel.

2. METODE PERCOBAAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan


ini adalah 10 sampel teh celup (2x10 gram), air
panas, natrium bikarbonat, diklorometana, kalsium
klorida anhidrat, aseton, n-heksana, kloroform, etil
asetat-metanol = 3:1, kloroform-metanol=9:1,
pereaksi meyer, dan pereaksi dragendorf.
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini
adalah erlemeyer 250 mL, corong pisah, pemanas
listrik, batang pengaduk, penyaringan isap, semprot
dragendorf dan satu set alat distilasi.

Ekstraksi Kafein dari Teh

10 kantong teh celup dan 20 gram natrium


karbonat dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu
ditambah air panas 250 mL. Di biarkan sampai
larutan dingin. Campuran di ekstraksi dalam corong
pisah di tambah 30 mL diklorometana. Dikocok
pelan (kran corong pisah sambil dibuka). Ekstraksi di
ulangi dengan penambahan 30 mL diklorometana.
Semua ekstrak diklorometana dan fraksi yang
berwujud emulsi digabung dan ditambahkan kalsium
klorida. Labu di goyangkan.
Ekstrak diklorometana di dekantasi. Erlemeyer
dan kertas saring di bilas dengan diklorometana.
Filtrat digabungkan dan distilasi dilakukan
menggunakan penangas air untuk menguapkan
diklorometana. Tambahkan stirer untuk pengadukan
agar tidak bumping. Produk yang terbentuk
ditimbang.
Rekristalisasi
dilakukan
dengan
menggunakan aseton panas, larutan ini di pindahkan
ke dalam labu erlemeyer kecil dan dalam keadaan
panas ditambahkan ligroin (n-heksana) tetes demi
tetes sampai terbentuk kekaruhan. Labu didinginkan
pada suhu kamar. Kristas yang terbentuk disaring
menggunakan penyaring isap. Kristal dicuci dengan
beberapa tetes ligroin. Untuk melakukan uji titik
leleh, kristal kafein dimasukkan kedalam pipa
kapiler dan dilakukan uji titik leleh menggunakan
melting point.

Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Sampel kristal kafein hasil ekstraksi dilarutkan
dengan sedikit diklorometana. Larutan ini di totolkan
pada pelat KLT sampai nodanya tebal. Elusi
dilakukan dengan menggunakan eluen etil asetatmetanol = 3:1 dan eluen kloroform-metanol = 9:1.
Elusi dilakukan sampai batas pelat atas. Pelat
dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Pelat di
semprot dengan pereaksi dragendorf. Pelat di
panaskan
hingga
kering.
Adanya
alkaloid
menunjukkan pelat berwarna jingga. Rf ditentukan.

Uji Alkaloid

Kristal kafein dilarutkan dalam air. Diteteskan 2


tetes pereaksi meyer. Apabila larutan mengandung
alkaloid, maka akan ada endapan kuning muda.
Kemudian teteskan 2 tetes pereaksi dragendorf,
pengujian positif bila terdapat endapan berwarna
jingga.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ini digunakan metode ekstraksi


padat-cair untuk memisahkan kafein dari daun teh.
Metode ekstraksi padat-cair berarti mengekstraksi
suatu zat dari fasa padat (daun teh) kemudian
mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafeindiklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair
ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat
yang mengandung zat organik dan banyaknya kontak
dengan pelarut.
Untuk mendapatkan kafein dari daun teh adalah
dengan mencampurkan teh celup dengan air panas.
Tujuan penggunaan air panas karena pada umumnya
suatu zat akan lebih mudah larut dalam pelarut air
panas dibandingkan dalam pelarut air dingin,
sehingga ekstrak teh yang diperoleh semakin banyak.
Ekstrak teh tidak hanya mengandung kafein tapi juga
ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut dalam air
terutama senyawa tanin. Tannin adalah senyawa
fenolik yang larut dalam air. Di dalam air, tanin
membentuk koloid dan bersifat asam.
Untuk mengisolasi senyawa kafein, senyawa tanin
harus dipisahkan. Cara untuk memisahkan kafein
dengan tanin adalah dengan menambahkan natrium
karbonat dan diklorometana. Natrium karbonat
adalah senyawa yang bersifat basa sehingga akan
bereaksi dengan tanin yang bersifat asam membentuk
garam, garam ini larut dalam air tapi tidak larut
dalam diklorometana. Diklorometana merupakan
senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein
yang juga merupakan senyawa non-polar. Saat
penambahan diklorometana, corong pisah dikocok
perlahan dengan sesekali membuka kran corong
pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh
senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh.
Pengocokan ini bertujuan untuk memperbanyak
peluang kontak antara kafein dengan diklorometana
agar semakin banyak kafein yang larut dalam
diklorometana, namun pengocokan tidak dilakukan
terlalu
kuat
karena
akan
mengakibatkan
pembentukan emulsi antara diklorometana dengan
air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion.
Setelah proses ini selesai akan didapat larutan airgaram dan kafein-diklorometana yang berwarna
bening. Untuk memisahkan keduanya ditambahkan
kalsium klorida anhidrat kemudian disaring
menggunakan kertas saring biasa. Kalsium klorida
anhidrat ini berfungsi untuk absorpsi eksoterm air
sehingga setelah dilakukan penyaringan, filtrat yang
diperoleh
adalah
murni
larutan
kafeindiklorometana.
Larutan senyawa kafein-diklorometana didistilasi
dengan metode distilasi sederhana karena perbedaan
titik didihnya yang jauh. Distilasi ini berfungsi untuk
memisahkan kafein dari diklorometana. Sehingga
didapat kafein murni yang bebas dari diklorometana.
Dari percobaan ini, dihasilkan kristal kafein
sebanyak 0,072 g dari 20 gram teh celup. Data ini
menunjukkan bahwa kadar kafein dalam teh tersebut
adalah 0,36%. Pada literatur, disebutkan bahwa pada
umumnya teh mengandung 2-4% kafein, berdasarkan

hasil percobaan, terdapat galat sebesar 82% antara


hasil percobaan dan literatur. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya saat
penambahan diklorometana corong pisah dikocok
terlalu pelan sehingga kontak antara kafein dan
diklorometana kurang, akibatnya hanya sedikit
kafein yang terlarut dalam diklorometana. Penyebab
lain adalah teh yang digunakan sebagai sampel telah
mengalami proses dekafeinasi, yaitu proses
pengurangan senyawa kafein dari benda yang
memuatnya (teh). Sehingga kandungan kafein lebih
sedikit dari hasil literatur.
Uji titik leleh Kristal kafein dilakukan
menggunakan melting point. Hasil uji tersebut
memberikan data bahwa titik leleh sampel adalah
2340C. Dari literatur, titik leleh kafein adalah berada

pada kisaran 234-239 0C. Data hasil uji titik leleh


membuktikan bahwa senyawa yang di kandung
adalah kafein karena data hasil percobaan mendekati
hasil literatur.
Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisisikromatografilapistipisdapatdigunakan
untukmengujikemurniansenyawasampel.Bilayang
di hasilkan adalah satu spot maka dalam sampel
terdapat satu jenis senyawa. Bila lebih, maka
senyawa tersebut belum murni. Dari analisis
kromatografi lapis tipis, hasil percobaan
membuktikan bahwa senyawa sampel murni karena
hasilujiKLTmemberikansatuspotpadapelat.

Table 1. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis


No
1
2

Eluen yang Digunakan

etilasetat:metanol=3:1
kloroform:metanol=9:1

Pada kromatografi lapis tipis ini digunakan


pelat alumunium dengan silika gel sebagai fasa
diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran
pelarut organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa
gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak ini
membawa analit organik melalui partikel fasa
diam. Namun, analit hanya bisa bergerak bersama
pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika
gel.
Penyemprotan dengan reagen dragendroff dan
pengeringannya setelah proses elusi dimaksudkan
untuk memberi warna pada zat organik yang kita
dapat pada sampel. Selain berfungsi sebagai media
analisis kualitatif, KLT juga memberikan
gambaran kuantitatif kromatografik yang disebut
Rf atau retardation factor atau ratio to front yang
diekspresikan sebagai fraksi desimal. Secara
matematis, Rf merupakan nilai perbandingan
antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.
Berikut adalah tahapan dalam kromatografi lapis
tipis ini.
1. Sebuah garis menggunakan pensil digambar
dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut
dari campuran pewarna ditempatkan pada garis
itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan
untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika
ini dilakukan menggunakan ekstraksi, pewarna
dari
ekstrak
akan
bergerak
selayaknya
kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari
campuran itu mengering, lempengan ditempatkan
dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut
dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu
diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah

Hasil Rf
0,571
0,6571

garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk


menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan
bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh
uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini,
dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa
kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi
jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah
penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat
pada lempengan, komponen-komponen yang
berbeda dari campuran pewarna akan bergerak
pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.
2. Gambar menunjukkan lempengan setelah
pelarut bergerak setengah dari lempengan. Pelarut
dapat mencapai sampai pada bagian atas dari
lempengan. Ini akan memberikan pemisahan
maksimal
dari
komponen-komponen
yang
berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut
dan fase diam.
3. Perhitungan nilai Rf. Pengukuran diperoleh
dari lempengan untuk memudahkan identifikasi
senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini
berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut
dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masingmasing. Ketika pelarut mendekati bagian atas
lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas
kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah
garis, sebelum mengalami proses penguapan.
Pengukuran dilakukan seperti pada gambar. Nilai
Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus
berikut.
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen/jarak
yang ditempuh oleh pelarut

Semakin polar senyawa yang terkandung pada


larutan, semakin kuat interaksinya dengan fasa
diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang
dihasilkannya.
Etil asetat dan kloroform berfungsi sebagai
medium fasa bergerak larutan organik, dan
metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai
medium fasa bergerak larutan polar atau air.
Larutan organik akan terkapilarisasi bersama
dengan pelarut organik etil asetat atau kloroform,
sedangkan jika larutan bersifat polar maka akan
terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol).
Kafein yang merupakan senyawa organik akan
terkapilaritasi bersama etil asetat dan kloroform.
Hasil percobaan ini membuktikan bahwa Rf
menggunakan eluen etil asetat:methanol = 3:1
memiliki Rf lebih kecil. Karena etil asetat lebih
bersifat polar bila dibandingkan dengan kloroform.
Sehingga nilai Rf untuk eluen etil asetat lebih
kecil. Susunan kepolaran dari senyawa tidak polar
adalah sebagai berikut :
1. eluen kloroform:methanol 9:1
2. eluen etil-asetat:methanol 3:1
3. kafein
4. silika
Uji Alkaloid
Uji alkaloid digunakan untuk mengidentifikasi
kepositifan adanya kafein dalam sampel. Bukti
keberadaan alkaloid dalam sampel terutama
dengan melihat keberadaan gumpalan atau
endapan setelah terjadi reaksi antara sampel dan
pereaksi meyer atau dragendroff. Pada pereaksi
meyer, jika terdapat alkaloid, alakaloid akan
bereaksi dengan bismut sehingga menggumpal dan
mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada
pereaksi dragendroff, jika terdapat alkaloid,
alkaloid akan bereaksi dengan timbal sehingga
menggumpal dan mengendap dalam endapan
berwarna jingga .
Hasil percobaan membuktikan bahwa dalam
sampel positif terdapat kafein, karena saat di
tetekan pereaksi meyer, muncul endapan kuning
muda. Dan saat diteteskan pereaksi dragendorf
munculendapanjingga.

4. KESIMPULAN
1.
2.
3.

kadar kafein dalam teh sampel adalah


0,36% dengan galat sebesar 82% antara
hasilpercobaandanliteratur.
TitiklelehKristalkafeinadalah234 0C.
Nilai Rf menggunakan eluen etil asetat
metanol=3:1 adalah 0,571 dan
menggunakan eluen kloroform
metanol=9:1adalah0,6571.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima
kasih
kepada
Dr.
Deana
Wahyuningrum. Terima kasih kepada pimpinan
praktikum dan petugas laboratorium yang telah
membantu memenuhi alat dan bahan. Terima kasih
kepada kak Hanhan dan kak Khusna sebagai
asisten praktikum yang telah membantu,
mendampingi dan berdiskusi selama percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Rohman, A.2007. Kimia Farmasi Analisis.
[2]

[3]

Cetakan I. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka


Pelajar
Yeni
Setiartini,
http://www.academia.edu/7268713/PRAKTI
KUM_KIMIA_ORGANIK_II_ekstraksi_kafe
in, 2014.
Williamson
(1999),
Macroscale
and
Microscale Organic Experiment, 3rd edition,
Boston, p.127-155.

You might also like