You are on page 1of 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Remaja


Definisi dari remaja menurut Sarwono (2001) adalah individu yang berumur
antara 10-20 tahun. Adapula tahapan perkembangan remaja yaitu remaja awal (12 14 tahun), remaja tengah (15 - 17 tahun) dan remaja lanjut (18 - 21 tahun) (Gunarsa,
1991).
Sedangkan tahapan perkembangan pada remaja menurut Robert dan Williams
(2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu
1. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka membandingkan
diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan
lebih senang bergaul dengan teman sejenis.
2. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15 -19 tahun, lebih nyaman
dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan
jenis, serta mengembangkan rencana masa depan.
3. Remaja Akhir (late adolescence) : usia 20 24 tahun, mulai memisahkan diri
dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya
tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta
lebih fokus pada rencana karir masa depan (Robert dan Williams, 2000).
Arisman (2004) menyatakan puncak pertambahan berat dan tinggi badan
wanita tercapai pada usia masing-masing 11,9 tahun dan 12,1 tahun, sementara pria
pada usia 14,3 dan 14,1 tahun. Laju pertumbuhan anak, hampir sama cepatnya

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

12

13

sampai pada usia 9 tahun. Antara usia 10-12 tahun, pertumbuhan anak perempuan
mengalami percepatan terlebih dahulu karena tubuhnya

memerlukan persiapan

menjelang usia reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun
kemudian.

2.2 Gizi Remaja


Remaja memerlukan makanan yang mengadung zat gizi untuk hidup,
tumbuh, berkembang, bergerak dan memelihara kesehatannya. Status gizi seseorang
dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi serta pola hidup yang biasa
dilakukannya setiap hari. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu pada seseorang (Supariasa, 2002).
Masalah gizi remaja sangatlah rentan dan harus segera dilakukan upaya
pencegahan dan tetap dilakukan intervensi. Ada 3 alasan yang mendukung
pernyataan bahwa gizi remaja termasuk dalam kelompok yang rentan, yaitu :
1. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan
zat gizi yang lebih banyak
2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan
energi dan zat gizi.
3. Kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obatobatan, akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan, serta ada pula remaja
yan makan secara berlebihan sehingga terjadilah obesitas (Arisman, 2004).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

14

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada
Recommended Dietary Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG)
(Arisman, 2004). Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reference
values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan
asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan
zat gizi (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004).
Perubahan komposisi tubuh mempengaruhi kebutuhan gizi pada remaja, baik
pada laki-laki maupun perempuan sama-sama membutuhkan banyak energi dan zatzat gizi esensial untuk menopang pertumbuhan dan aktivitas fisik. Akan tetapi,
remaja laki-laki membutuhkan lebih banyak zat-zat gizi dibandingkan remaja
perempuan karena adanya perbedaan dalam jenis kegiatan, pengaruh hormonal serta
susunan tubuh sehingga kebutuhan RDA pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Pada tabel dapat dilihat kebutuhan gizi remaja laki-laki dan perempuan
berdasarkan umur.
Tabel 2.1
Angka Kecukupan Energi dan Protein Yang dianjurkan
untuk Kelompok Umur 10 samapi 17 tahun.
Jenis
Umur
Berat
Tinggi
Energi
Protein
Kelamin

(tahun)

(Kg)

(cm)

(kkal)

(gr)

13-15

45

150

2400

60

16-18

55

160

2500

65

13-15

48

153

2350

49

16-18

50

154

2200

51

Laki-laki

Wanita
Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2005

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

15

Sedangkan untuk konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60% dari kecukupan


energi yang diajurkan (Depkes, 2002). Konsumsi lemak tidak melebihi 30% dari
total energi yang dianjurkan (Soedjiningsih, 2004).

2.3. Penilaian Status Gizi


Konsep penilaian status gizi lebih sekedar evaluasi dari status gizi, tetapi
merupakan proses yang komprehensif untuk mengidentifikasi risiko gizi pada
individu dan suatu kelompok masyarakat serta perencanaan, implementasi dan
evaluasi gizi yang tepat bagi mereka (Simko, 1995). Penilaian status gizi dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu :
a. Antropometri digunakan untuk pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
b. Klinis merupakan metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
c. Biokimia dengan cara memeriksa spesimen yang diuji laboratoris yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh.
d. Biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khusnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan
(Supariasa, 2002)
Penilaian status gizi secara tidak langsung biasanya digunakan untuk menilai
status gizi masyarakat. Penilaian status gizi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu :survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengukuran dengan survei
konsumsi makanan metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

16

gizi yang dikonsumsi. Statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa
statistik kesehatan sedangkan penilaian dengan faktor ekologi merupakan penilaian
yang memperhitungkan faktor-faktor seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain
(Supariasa, 2002).

2.3.1. Antropometri Remaja


Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002).
Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah berat badan dan
tinggi badan. Indikator antropometri ini terdiri dari tiga indikator, yaitu berat badan
menurut (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).
1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran
massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, apabila kesehatan dalam keadaan baik terjadi keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat gizi, maka berat badan akan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan yang abnormal, ada dua kemungkinan
perkembangan yang terjadi pada berat badan ini, maka indeks berat badan menurut
umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi dan indeks BB/U ini
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status)
(Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

17

Kelebihan indeks BB/U antara lain :


1. Lebih mudan dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronik
3. Berat badan dapat berfluktuasi
4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
5. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight) (Supariasa, 2002)
Kelemahan indeks BB/U antara lain :
1. Dapat mengakibatkan intepretasi status gizi yang keliru apabila terdapat edema
atau asites
2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit
ditaksir secara tepat karena pencatatan umur belum baik.
3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima
tahun
4. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau
gerakan anak pada saat penimbangan
5. secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya
setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena
dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya (Supariasa, 2002).

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)


Tinggi badan merupakan antropometri yang dapat menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiiring dengan
pertamabahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. (Supariasa,

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

18

2002). Berdasarkan karakteristik diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi
masa lalu.
Kelebihan indeks TB/U antara lain :
1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa (Supariasa,
2002)
Kelemahan indeks TB/U antara lain :
1. tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
2. Pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan
dua orang untuk melakukannya
3. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2002).

4. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam hal
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan petumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang
baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks
yang independen terhadap umur (Supariasa, 2002).
Kelebihan indeks BB/TB antara lain :
1. Tidak memerlukan data umur
2. Dapat membedakan proporsi badan yaitu gemuk, normal dan kurus
(Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

19

Kekurangan indeks BB/TB antara lain :


1. Tidak dapat memberi suatu gambaran, apakah anak tersebut tergolong
pendek. Memiliki tinggi badan yang cukup atau tinggi badan yang berlebih
menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan
2. Dalam pratiknya, sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
3. Membutuhkan dua macam alat ukur
4. Pengukuran relatif lama
5. Membutuhkan dua orang untuk melakukan pengukuran
6. Sering terjadi kesalahan hasil dalam melakukan pengukuran, terutama apabila
dilakukan oleh kelompok non-potensial (Supariasa, 2002).
Pada remaja penilaian status gizi dapat dilakukan secara antropometri dengan
menggunakan indeks BB/TB yang dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT)
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rumus perhitungan IMT adalah dengan
membandingkan berat badan dalam satuan kilo gram dengan kuadrat tinggi badan
dalam meter.
Pada anak/remaja status gizi diperoleh dari perbandingan IMT dan umur. Hal
ini terlihat pada kurva Growth Chart CDC-NCHS.
Tabel 2.2
Klasifikasi Status Gizi Anak/Remaja (CDC-NCHS Tahun 2000)

IMT

Status Gizi

< 5th tile


5 - < 85th tile
85 - < 95th tile
95 th tile

Gizi kurang
Gizi normal
Overweight
Obesitas

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

20

2.4. Gizi Lebih


Di Negara maju masalah yang umum dihadapi ialah obesitas atau kelebihan
gizi yang diakibatkan oleh konsumsi zat gizi yang berlebihan, kurang aktivitas fisik.
Ini biasanya terjadi pada orang-orang yang hidupnya sudah makmur dan kurang bisa
menjaga makanannya (Sediaoetama, 1991)
Menurut Samsudin (1993) yang dimaksud dengan gizi lebih adalah berat
badan yang relatif berlebihan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya, sebagai
akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh.
Dalam status gizi lebih, tubuh sudah kewalahan menampung kelebihan zat gizi,
terutama sumber tenaga. Kelebihan tersebut akhirnya disimpan dalam bentuk lemak
di bawah kulit yang akan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk, dan lemak juga
disimpan diantara jaringan tubuh. Lemak yang disimpan di antara jaringan tubuh
akan menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti menyempitnya pembuluh
darah dan meningginya tekanan darah (Sediaoetama, 1991). Menurut WHO (1995)
seorang remaja dikatakan gizi lebih bila indeks massa tubuh menurut umur dan jenis
kelamin melebihi 85 persentil.
Selain itu penyebab gangguan pada umunya yaitu pemasukan energi yang
melebihi kebutuhan, tanpa diimbangi dengan penggunaan energi, hal tersebut
berhubungan dengan pola makan yang salah, sebagian besar dipengaruhi oleh gaya
hidup seseorang. Makan lebih banyak dari kebutuhan atau makan tidak seimbang,
dengan kata lain terlalu banyak faktor resiko yang disebabkan oleh makanan yang
dapat menyebabkan gizi lebih (Satoto dkk dalam WKNPG, 1998).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

21

Berdasarkan penjelasan diatas maka pada gilirannya kejadian gizi lebih akan
meningkatkan resiko morbiditas penyakit tidak menular (degeneratif) yang
disebabkan oleh berbagai perilaku kehidupan modern. Perilaku yang dimaksud
menekankan pada kebiasaan pola makan tinggi kalori tinggi lemak dan kolesterol
serta rendah serat (Soekirman, 2000)

2.5. Faktor Penyebab Gizi Lebih


Penyebab gizi lebih secara umum adalah asupan energi yang melebihi
kebutuhan yaitu melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan,
proses tumbuh kembang dan berbagai aktivitas jasmani anak. Kelebihan asupan
makanan merupakan penyebab terpenting dibanding penyebab lainnya (Suyono,
1994).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih adalah ketersediaan
makanan berenergi tinggi dan rendah serat, aktivitas fisik yang rendah, kurangnya
pengetahuan gizi dan faktor keturunan (Samsudin, 1993)
Menurut Wahlqvist (1997) gizi lebih (obesitas) disebabkan oleh faktor
makanan, faktor aktifitas fisik, faktor hormonal, faktor genetik dan psikologis :
1. Asupan energi yang tinggi
Makanan memang diperlukan untuk kehidupan, selain untuk energi makanan
juga dibutuhkan untuk menganti sel-sel tubuh yang rusak dan pada anak-anak
diperlukan untuk pertumbuhan. Tetapi akan menjadi persoalan jika makanan yang
dikonsumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan energi tersebut akan disimpan didalam
tubuh, keadaan demikian yang terus menerus akan mengakibatkan penimbunan
lemak di dalam tubuh semakin banyak sehingga orang akan menjadi gemuk

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

22

2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi tubuh, jika
asupan kalori berlebihan dan tidak diikuti oleh aktivitas fisik yang tinggi akan
menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik merupakan salah satu komponen
yang berperan dalam penggunaan energi. Penggunaan energi tiap jenis aktivitas itu
berbeda tergantung dari tipe, lamanya dan berat orang yang melakukan aktivitas
tersebut. Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin berat, badan
orang yang melakukannya maka energi yang dikeluarkan pun lebih banyak,
akibatnya kebutuhan energi pun lebih banyak. Aktivitas seperti olah raga jika
dilakukan remaja secara teratur dan cukup takaran akan memberikan keuntungan,
uaitu menjaga kesehatan sepanjang hidup dan mencegah dari penyakit salah makan
(eating disorders) dan obesitas (Guthrie, 1995).
Menurut Hanley et al (2000) tingginya aktivitas fisik memiliki potensi
perlindungan melawan obesitas dengan memelihara keseimbangan energi dan
mencegah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan.
Menurut Depkes (2002) menjelaskan bahwa olahraga yang baik dilakukan
dengan melihat intesitas latihan (frekuensi dan lama latihan). Latihan fisik olahraga
dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu
untuk mempertahankan kesehatan fisik.
Olah raga yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan, dapat
meningkatkan kualitas fisik seseorang. Apabila kualitas fisik meningkat maka
kualitas manusia secara keseluruhan cenderung akan meningkat pula. Hal ini
membuktikan bahwa ada keterkaitan antara kualitas fisik dqan non fisik seperti yang
dinyatakan dalam sebuah istilah klasik Mensana In Corpore Sano yang artinya

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

23

adalah di dalam Tubuh yang Sehat terdapat jiwa yang Kuat. Sejalan dengan itu,
partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga sangat diharapkan guna peningkatan
kualitas kesehatan dan kualitas manusia secara keseluruhan (BPS, 2006)
3. Kelainan Hormon (endokrin)
Penyakit yang menyebabkan kegemukan sebenarnya jarang terjadi, tetapi
kegemukan dapat disebabkan oleh penyakit endokrin atau ganguan hormon. Penyakit
endokrin yang menyebabkan kegemukan adalah hipofungsi kelenjar gondok
(kelenjar Tryroid), mengakibatkan orang menjadi gemuk dan lamban. Penyakit gula
(diabetes mellitus), kegemukan sering dijumpai. Kegemukan dapat merupakan
penyebab atau dapat juga merupakan akibat dari penyakit ini (Suyono, 1994)
4. Faktor Genetik
Faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya obesitas (kegemukan) walaupun
pengaruhnya sendiri sebenarnya belum jelas. Menurut Dietz dalam Penuntun Diit
Anak (2003), kemungkinan seorang anak beresiko menderita obesitas sebesar 80%
jika kedua orang tuanya mengalami obesitas. Sedangkan seorang anak akan beresiko
menderita obesitas sebesar 40% jika salah satu orang tuanya mengalami obesitas.
Anak yang mempinyai bakat gemuk karena faktor genetik akan cepat menjadi
gemuk, apalagi jika lingkungannya pun kondusif, misalnya anak memiliki
lingkungan dengan perilaku makan tinggi energi dan lemak
5. Faktor Emosional/Psikologis
Emosional/psikologis seseorang berhubungan erat dengan rasa lapar dan
nafsu makan. Sejumlah hormon akan disekresi sebagai tanggapan dari keadaan
psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme dimana energi akan dipecah
dan digunakan untuk aktivitas fisik. Jika seseorang tidak mempergunakan bahan

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

24

bakar yang telah disediakan, maka tubuh tidak mempunyai alternatif lain sehingga
menyimpannya sebagai lemak. Proses tersebut menyebabkan glukosa darah menurun
sehingga menyebabkan rasa lapar pada orang yang mempunyai tekanan psikologis
(Wirakusumah, 1997 dalam Welis, 2003).

2.6. Faktor faktor lain yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih


2.6.1. Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Modern (Fast Food ) pada
Remaja
Bertram (1975) dalam Hayati (2000) mendefinisikan fast food sebagai
makanan yang dapat disiapkan dan dikonsumsi dalam waktu singkat baik memasak
maupun menyediakan makanan. Fast food merupakan istilah yang mengandung
kedua arti tersebut : pertama, fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat
disajikan dan dikonsumsi dalam waktu sesingkat mungkin, sedangkan arti kedua
fast food merupakan makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat.
Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya
dari luar karena mereka sedang mengalami masa pencaharian identitas diri akibat
proses transisi yang dilalui. Pengaruh yang terjadi bukan hanya tampak pada
penampilan fisik, tetapi juga pada perubahan pola konsumsi makan.
Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia juga bisa
mempengaruhi pola kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah
keatas, restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di
restoran fast food ditawarkan dengan harga yang terjankau dengan kantong mereka,
servisnya cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera. Fast food adalah gaya
hidup remaja kota. (Khomsan, 2004).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

25

Salah satu masalah serius yang telah menjadi kecenderungan kebiasaan


makan remaja masa kini adalah mengkonsumsi makanan terolah, seperti ditayangkan
melalui media elektronik terlalu banyak hal yang dilebih-lebihkan. Makanan olahan
(fast food) modern, walaupun dalam iklan di berbagai media diklaim kaya akan
vitamin dan mineral, sebagian besar mengandung tinggi gula dan lemak selain zat
additive yang dapat mengganggu kesehatan. Kegemaran pada makanan cepat saji
modern yang mengandung tinggi kalori bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama, pada akhirnya akan mengarahkan remaja ke perubahan patologis yang terlalu
dini (Arisman, 2004).
keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota
besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa
makanan tradisional Indonesia (seperti restoran Padang) dan makanan barat (seperti
Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken) yang terkenal ayam gorengnya,
disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti Burger, Pizza, Sandwich
dan sebagainya. Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan
misalnya, pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan
bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat
mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis
fast food, karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan
masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya banyak keluarga yang memilih
makanan diluar dengan jajanan fast food (Khomsan, 2005).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

26

2.6.2. Pola Konsumsi Makanan


Konsumsi makanan adalah jenis dan banyak makanan yang dimakan dan
dapatt diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Susunan
beragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau kelompok orang disebut pola
konsumsi pangan (Depkes, 1995).
Seorang remaja biasanya telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan
yang ia senangi. Banyak remaja cenderung memiliki kebiasaan makan yang tidak
teratur, tidak makan dirumah dan jajan bersama dengan teman sebayanya yang dalam
banyak hal kurang menguntungkan (Anwar, 2006). Remaja putri malah melewatkan
dua kali waktu makan dan lebih memilih mengkonsumsi makanan yang cenderung
mengandung sedikit zat-zat gizi (Arisman, 2004). Remaja yang banyak
mengkonsumsi makanan jajanan akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang
terkandung dalam makanan jajanan. Sementara zat gizi lain seperti protein, vitamin
dan mineral masih sangat kurang (Khomsan, 2006).
Kebiasaan makan yang salah pada remaja akan mempertinggi resiko
terjadinya gizi lebih. Kebiasaan tersebut meliputi pola makan, kebiasaan makan pagi
dan makan malam, kebiasaan makan jajanan dan makan cemilan serta kebiasaan
makan fast food. Kebiasaan makan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain : teman sebaya, keadaan emosional dan pelaksanaan diet penurunan berat
badan (Gunawan, 1997).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

27

2.6.2.1. Konsumsi Energi Total


Energi merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Fungsi energi adalah sumber tenaga untuk metabolisme, pengaturan suhu tubuh,
pertumbuhan dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan untuk cadangan energi
dalam bentuk glikogen sebagai cadangan jangka pendek dan dalam bentuk lemak
sebagai cadangan dalam jangka panjang. Sedangkan karbohidrat dan lemak memiliki
peran sebagai protein sparer (Hardinsyah & Tambunan, 2004).
Almatsier (2003) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi
yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.
Keadaan ini menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila
konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan
energi dapat diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau
kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis
karbohidrat, lemak, tetapi juga karena kurang gerak.

2.6.2.2. Konsumsi Karbohidrat


Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh.
Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori (Almatsier, 2003). Terpenuhinya
kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi yang tersedia
bagi tubuh setiap hari. Menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) kecukupan
karbohidrat yang baik adalah dari kebutuhan energi 50% - 60% jika lebih dari itu
kemungkinan zat-zat lain akan sulit terpenuhi kebutuhannya (Depkes, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

28

Karbohidrat berperan dalam menentukan karakteristik bahan makanan,


seperti rasa, warna, tekstur dan lainnya. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat
berfungsi membantu metabolisme lemak dan protein, mencegah ketosis, mencegah
pemecahan proteintubuh yang berlebihan, dan memcegah kehilangan meneral.
Karbohidrat selain dapat dari bahan makanan yang dikonsumsi harian khususnya
yang berasal dari tumbuhan, karbohidrat juga dibentuk dalam tubuh dari beberapa
asam amino dan sebagian dari gliserol lemak (Winarno, 1991).
Kelebihan glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini
terjadi dihati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan
lemak dalam jumlah tidak terbatas (Almatsier, 2003). Namun untuk mengubah
kelebihan karbohidrat menjadi lemak tubuh diperlukan 23% dari kalori yang dicerna,
sedangkan untuk mengubah lemak menjadi lemah tubuh hanya 3% dari kalori yang
dicerna. Dalam satu studi yang dilakukan oleh peneliti dari Swiss DR Kevin
Acheson, 12 orang diawasi selama satu periode 14 jam, tiap orang tidak makan
apapun kecuali 2000 kalori karbohidrat (gula), dan hasilnya didapatkan hanya 40
kalori karbohidrat berlebih yang diubah menjadi lemak tubuh (Clark, 1996).

2.6.2.3. Komsumsi Lemak


Lemak terdiri dari fosfolipid, sterol dan trigliserida. Sebagian besar lemak
(99%) merupakan trigliserida yang terdiri dari asam lemak dan gliserol (Hardinsyah
&Tambunan, 2004). Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu
penyerapan vitamin A,D,E,K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak
dikelompokkan menjadi tiga menurut kemudahan pencernaannya yaitu asam lemak

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

29

jenuh yang sulit dicerna, asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna dan
asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (PUGS, 2002).
Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibanding zat gizi makro
lainnya. Lemak mengandung 38kj/g energi sedangkan energi dari karbohidrat dan
protein berkisar 17kj/g (Willet, 1998). Tiap gram lemak mengandung 9 kkal,
dibanding karbohidrat dan protein yang menghasilkan 4 kkal per gram. Anjuran
konsumsi lemak dan minyak tidak boleh lebih dari 30% dari kebutuhan energi
sehari-hari (Soetjiningsih, 2004).
Lemak yang berasal dari makanan digunakan tubuh untuk hal-hal berikut :
1. Pemberi kalori, tiap gram lemak dalam peristiwa oksidasi akan memberikan
kalori sebanyak 9 kalori (Moehyi, 2002 dalam Putri, 2004)
2. Melarutkan vitamin vitamin ADEK sehingga vitamin tersebut dapat diserap
oleh usus.
3. Memberikan asam lemak esensial
Kelebihan lemak lebih menggemukkan daripada kelebihan karbohidrat
karena tubuh kita lebih efisien mengubah lemak menjadi lemak tubuh
daripada mengubah karbohidrat menjadi lemak tubuh (Clark, 1996).

2.6.2.4. Konsumsi Protein


Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang
mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki lemak dan karbohidrat
(Winarno, 1991). Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf
kehidupan, mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, juga pada masa

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

30

hamil dan menyusui pada wanita dewasa, orang yang sakit dan dalam taraf
penhyembuhan, demikian juga orang dewasa dan lanjut usia (Suhardjo & Kusharto,
(1992). Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein asam-asam amino esensial
terdiri dari histidin, isoleucin, leucin, lysin, methionine, sistein, phinilalanin, tirosin,
treonin, triptophan dan valin. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino
esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka
semakin tinggi mutu proteinnya. Pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu
protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. (Hardinsyah & Tambunan,
2004). Anjuran konsumsi protein sebaiknya sesuai dengan Angka Kecukupam Gizi.

2.6.3. Jenis Kelamin


Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi,
sehinggga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi (Apriadji, 1986).
Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara jenis kelamin dengan status gizi
dimana prevalensi kejadian overweight pada wanita lebih tinggi dari laki-laki. Hasil
penelitian Hanley et al (2000), di Kanada didapatkan prevalensi overweight anak usia
2 19 tahun terdapat 27,7% pada anak laki-laki dan 33,7% pada anak perempuan.
Pada penelitian gizi lebih dengan indeks BB/TB menunjukkan bahwa prevalensi gizi
lebih dengan nilai batas > 110% terdapat 23% pada anak perempuan, yang berarti
lebih tinggi dibandingkan dengan 10% pada anak laki-laki. Demikian juga prevalensi
untuk obesitas yaitu 10,2% pada anak wanita, sedangkan pada anak laki-laki adalah
3,1% (Samsudin, 1993).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

31

2.6.4. Pengetahuan Gizi


Pengetahuan gizi berpengaruh positif terhadap pemilihan dan konsumsi
makan seseorang pengetahuan gizi diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
ada tidaknya masalah gizi pada dirinya sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat (Soehardjo, 1989). Pengetahuan gizi sebaiknya diberikan sejak dini sehingga
dapat memberi kesan yang mendalam dan dapat menuntun anak dalam memilih
makanan yang tepat dan dapat memahami serta menerapkan untuk mengkonsumsi
makanan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari (Irawati, 1998). Salah satu faktor
yang mempengaruhi gizi lebih adalah pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang
(Samsudin, 1993).
Menurut Satoto (1993), pada gizi lebih, sumberdaya informasi adalah cukup
bahkan sampai berlebihan. Namun yang bersangkutan salah pilih dalam memilih
makanan yang sehat dan seimbang, termasuk dalam membentuk gaya hidup, karena :
pertama salah menilai, dalam arti menilai makanan enak sebagai makanan yang baik
atau menilai kegemukan sebagai indikator sukses. Kedua kelemahan, dalam arti tidak
memiliki keberanian untuk mengatakan tidak pada pilihan makanan berlebihan
dalam berbagai kesempatan : rapat, jamuan bisnis, pesta dan sebagainya, serta
ketidakberanian untuk mengatakan tidak terhadap gaya hidup sendetaris tanpa
olahraga dan gerak yang memadai. Penelitian Gordon-Larsen (2002) menemukan
bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan gizi
lebih pada remaja wanita di perkotaan Philadelpia.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

32

2.6.5. Uang Saku


Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan
kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu harian, mingguan maupun bulanan.
Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar
mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994)
Menurut (Berg, 1986) uang yang dimiliki oleh seseorang akan dapat
mempengaruhi apa yang dikonsumsinya. Biasanya remaja memilih makanan sesuai
dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja
sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan pertimbangan prestise dan
juga dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Makanan yang
biasanya dipilih adalah fast food dengan pertimbangan harganya juga tidak terlalu
mahal. Peluang anak menjadi konsumen makanan sesungguhnya akan sangat
ditentukan oleh daya beli keluarga atau orang tua anak, karena keputusan konsumsi
untuk anak snagat dipengaruhi oleh daya beli (Sumarwan, 2007).
Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al (2006) dalam Wulandari
(2007) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola
uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan untuk memilih sesuka hatinya.
Kebebasan memilih makanan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi status
gizi remaja. Dengan memiliki kebebasan untuk memilih sendiri makanannya, remaja
cenderung untuk membeli apapun yang disukainya atau yang menarik menurut
mereka, tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut bergizi seimbang atau tidak.
Pemilihan makanan yang salah pada akhirnya dapat berpengaruh pada status gizi
mereka.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

33

2.6.6. Pendidikan Ibu


Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menyerap dan
memahami sesuatu (Apriadji, 1986). Tingkat pendidikan turut mempengaruhi pola
konsumsi makan melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan
kuantitas dibandingkan orang tua berpendidikan rendah (Hidayat, 1980 dalam
Mariani, 2003)
Menurut Ritchie (1979) dalam Mariani (2003) tingkat pendidikan erat
berkaitan dengan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Sedangkan menurut
Sedioetama (1987) dalam Mariani (2003) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai
kesehatan dan gizi merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pola konsumsi.
Pendidikan ibu akan mempengaruhi status gizi anak. Semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu cenderung memiliki anak berstatus baik. Tingkat pendidikan
berkaitan atau sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi, semakin baik pula tingkat pemilihan bahan makanan. Anak dari
ibu berpendidikan tinggi akan memiliki pertumbuhan baik. Hal ini disebabkan karena
keterbukaan dalam menerima perubaha atau hal-hal baru berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan anak (Suroto, 1985 dalam Mariani, 2003).

2.6.7. Pendapatan Orang Tua


Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan
kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan berarti semakin baik kualitas
dan kuantitas makanan yang diperoleh seperti membeli buah, sayuran dan aneka
ragam jenis makanan (Berg, 1986). Selanjutnya dikatakan pertambahan pendapatan
tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi makanan, karena walaupun banyak

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

34

pengeluaran untuk makanan tetapi belum tentu kuantitas dan kualitas bahan makanan
yang dibeli lebih baik. Demikian juga pertambahan pendapatan walaupun
meningkatkan pengeluaran belum tentu digunakan untuk membeli makanan.
Hasil studi Hermanto,dkk (1996) dalam WNPG VI (1998), yang
mengungkapkan pendapatan dan pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata pada
perilaku konsumsi pangan rmah tangga. Dalam kaitannya dengan perilaku konsumsi
makanan jadi data Susenas menunjukkan adanya kecenderungan konsumsi makanan
jadi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di kota-kota besar seperti Jakarta,
pengeluaran untuk makanan jadi (fast food) ini lebih besar yaitu sekitar seperempat
dari total pengeluaran pangan.

2.7. Pengukuran Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan ststus gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa,
2002).
Tujuan survei konsumsi makanan terbagi atas :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan
makanan dan zat-zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta
faktor yang berepengaruh terhadap konsumsi makanan.
2. Tujuan khusus
a.

Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok


masyarakat

b.

Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

35

c.

Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan

d.

Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi

e.

Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang


beresiko tinggi mengalami kekurangan gizi

f.

Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,


kesehatan dan gizi masyarakat
Berdasarkan jenis data didapat, metode survei konsumsi makanan dibagi dua

yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif antara lain :
Metode pengkuran makanan bersifat kualitatif :
1. Metode frekuensi makanan (food frequency)
2. Metode dietary history
3. Metode telepon
4. Metode pendaftaran makanan (food list)
Sedangkan metode kuantitatif antara lain :
1. Metode recall 24 jam
2. Perkiraan makanan (estimated food records)
3. Penimbangan makanan (food weighing)
4. Metode food account
5. Metode inventaris (inventory method)
6. Pencatatan (household food records)

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

36

Metode pengukuran konsumsi makanan individu antara lain :


1. Metode Food Recall 24 Jam
Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Hal penting yang perlu
diketahui pada food recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih
kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah
konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat
ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang
biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, 2002).
Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah pelaksanaan food recall 24 jam
ialah :
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah
tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu.
2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DGKA)
atau angka kecukupan gizi (AKG) untuk Indonesia.
Agar wawancara berjalan secara sistematis, perlu dipersiapkan kuesioner
sebelumnya

sehingga

wawancara

terarah

menurut

urutan

waktu

dan

pengelompokkan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa
makan pagi, siang, malam, snack serta makanan jajanan (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

37

Pengukuran konsumsi makanan dengan recall apabila hanya dilakukan 1x24


jam tidak representatif sehingga recall seharusnya dilakukan berulang-ulang dengan
hari yang tidak berturut-turut minimal dilakukan recall 2x24 jam. Metode recall
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah :
-

Mudah dilakukan

Cepat dan dapat mencakup banyak responden

Biaya murah karena tidak memerlukan tempat yang luas dan peralatan khusus

Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

Dapat menghitung asupan makanan yang benar-benar dikonsumsi harian oleh


responden.

Diantara kelebihan penggunaan metode recall terdapat beberapa kekurangan, antara


lain :
-

Bila recall dilakukan hanya 1 (hari) tidak dapat menggambarkan asupan


makanan harian responden

Ketepatan metode ini tergantung dari daya ingat responden

Adanya flat slope syndrome, dimana terdapat kecenderungan responden yang


kurus akan melaporkan konsumsinya lebih banyak dan responden yang
gemuk melaporkan konsumsinya lebih sedikit.

Membutuhkan tenaga terlatih dan terampil dalam memperkirakan URT dan


ketepatan alat bantu

Responden harusdiberikan penjelasan dan motivasi dari tujuan penelitian

Recall sebaiknya tidak dilakukan saat acara-acara besar seperti akhir pekan,
upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain agar dapat mengetahui gambaran
konsumsi makanan sehari-hari.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

38

2. Metode perkiraan makanan (estimated food records)


Dalam memperkirakan makanan yang dikonsumsi, responden mencatat
semua jumlah makanan dan snack yang dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga
(URT) atau menimbang dalam ukuran gram setiap kali makan. Jumlah hari dalam
memperkirakan asupan makanan tergantung tujuan penelitian. Apabila penelitian
bertujuan untuk meneliti rata-rata asupan kelompok maka 1 (satu) hari untuk 1 (satu)
responden sudah memenuhi syarat (Gibson, 2005).
Kelebihan metode food record ini adalah relatif murah dan cepat, lebih
akurat, dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar dan diketahui konsumsi zat
gizi sehari. Kekurangannya antara lain bisa menyebabkan beban bagi responden
sehingga terkadang responden merubah kebiasaan makannya, tidak dapat digunakan
untuk responden buta huruf dan tergantung kepada kejujuran dan kemampuan
responden dalam memperkirakan jumlah konsumsi makanan (Supariasa, 2002).
3. Metode food Weighting (Penimbangan Makanan)
Dalam metode ini, responden diminta untuk menimbang semua makanan dan
snack yang dikonsumsi dalam periode waktu tertentu. Cara penyiapan makanan,
detail penjelasan makanan dan merk makanan (jika diketahui) juga harus dicatat.
Metode ini lebihn akurat untuk memperkirakan kebiasaan konsumsi makanan dan
asupan gizi seseorang (Gibson, 2005).
Kelebihan metode penimbangan makanan antara lain data yang didapat lebih
teliti. Kekurangan metode ini antara lain butuh waktu dan biaya mahal, bila
dilakukan dalam waktu lama maka responden dapat berubah kebiasaan makannya,
tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil serta perlu kerjasama yang baik
dengan responden (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

39

4. Metode Dietary History


Metode ini digunakan untuk memperkirakan kebiasaan asupan makanan dan
pola makan individu yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu lama sekitar 1
bulan. Metode ini memiliki 3 (tiga) komponen antara lain mewawancarai responden
tentang kebiasaan

pola makan keseluruhan dalam 24 jam terakhir yaitu waktu

makan utama dana makan selingan, kedua adalah melakukan pengecekan ulang
kuesioner dari jenis makanan tertentu yang dikonsumsi dan ketiga adalah subjek
mencatatat konsumsi makanan di rumah selama 3 hari (Gibson, 2005).
Kelebihan metode ini adalah murah, dapat memberikan gambaran konsumsi
makan dalam waktu relatif panjang dan dapat digunakan di klinik gizi. Sedangkan
kekurangan metode ini adalah membebankan responden dan pengumpul data, perlu
tenaga terlatih, data lebih bersifat kualitatif, tidak cocok untuk sampel besar dan
umumnya bagi makanan khusus saja (Supariasa, 2002).
5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Food Frequency Questinnaire (FFQ) bertujuan untuk menilai frekuensi
makanan dan berbagai jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat
menjelaskan informasi kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang (Gibson,
2005).
Kelebiahan metode ini adalah murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri
oleh

responden,

tidak

membutuhkan

keterampilan

khusus,

dan

dapat

menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode


ini adalah tidak dapat menghitung asupan zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner,
perlu membuat percobaan pendahuluan, cukup menjemukan pewawancara dan
responden harus jujur (Supariasa, 2002).

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

40

Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)


Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan
adalah :
1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia
pada kuesioner mengenai frekuensi pengggunaannya dan ukuran porsinya.
2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan
makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumser-sumber zat gizi
tertentu selama periode tertentu pula.

2.8. Dampak Gizi lebih Pada Remaja


Dampak gizi lebih pada anak terhadap kesehatan pada umumnya lebih ringan
jika dibandingkan dengan pada orang dewasa. Dampak gizi lebih/obesitas pada anak
antara lain pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lebih cepat matang. Pada anak
perempuan, mereka mendapat menarche pada usia yang lebih dini. Umunya anak
yang mengalami gizi lebih memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan, lebih senang menyendiri dan memuaskan dirinya dengan santai
dan makan. Untuk kasus gizi lebih dengan derajat yang berat, biasanya disertai
keluhan ganguan pernafasan, hipertensi, dermatitis atau eksema pada lipatan kulit
menyebabkan bau badan yang tidak enak sehingga tidak disukai (Samsudin, 1993).
Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara lain daya beli yang
cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat
seperti berbagai jenis makanan modern yang sekarang banyak di kota-kota besar. Di
samping itu defisiensi aktifitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang,
keturunan dan faktor hormonal juga merupakan penyebab gizi lebih. Dalam usaha

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

41

mencegah dan mengobati gizi lebih, pengetahuan tentang faktor penyebab


munculnya kelebihan lemak tubuh akan sangat membantu (Harjadi dan Soejono,
1986).
Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (1992) kegemukan atau gizi lebih
memberikan beban psikologi bahkan memberikan penderitaan mental. Betapa
banyak anak yang sering mendapat tekanan mental oleh sebab ejekan yang datang,
oleh karena memiliki tubuh yang kegemukan. Tekanan inipun terasa pada masa
remaja ataupun dewasa.
Gizi lebih pada masa anak dan remaja 1,5-2 kali meningkatkan resiko gizi
lebih seelah dewasa (Nicklas et al, 2001 dalam Wellis, 2003). Menurut Wang et al
(2002) dalam Wellis (2003) gizi lebih pada awal masa kehidupan berhubungan
dengan beberapa faktor resiko seperti penyakit jantung koroner dan prediksi terhadap
kejadian hipertensi dan diabetes mellitus di masa dewasa.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

42

Kerangka Teori

Psikologi :
Harga diri
Citra diri
Konflik psikis
Konsep sehat
Persepsi

Individu :
Pengetahuan dan sikap :
Pengetahuan gizi
Sikap makan
Praktek makan

Biologis :
Umur
Jenis kelamin
Status pertumbuhan
Status kesehatan
Keturunan

STATUS
GIZI
REMAJA

Sosial Ekonomi :
Tren makanan modern
Nilai makanan
Makanan yang tersedia
Tren mode
Pendapatan / Uang saku
Pendidikan
Kebiasaan makan

Penggunaan Zat Gizi


Tidak Efisien

Perilaku Makan :
Frekuensi makan
Diet
Meninggalkan
makanan

Kelainan
Metabolik

Aktivitas Tubuh :
Mobilitas Menonton
TV
Rekreasi - Tidur
Olahraga
Kegiatan sekolah

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi
Remaja (Modifikasi Adiningsih, 2003 dan Apriadji, 1986)

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Penelitian ini bertujuan untuk hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat
saji modern (fast food), aktivitas fisik dan faktor lainnya dengan kejadian gizi lebih
pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur. Penelitian ini memasukkan
kerangka konsep dengan variabel independen adalah kebiasaan konsumsi makanan
cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton
televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga) , pola konsumsi
(konsumsi energi, karbohidrat, lemak dan protein), karakteristik remaja (jenis
kelamin, pengetahuan gizi, uang saku) dan karakteristik orang tua (pendidikan ibu
dan pendapatan orang tua). Sedangkan variabel dependennya adalah gizi lebih.
Variabel variabel yang akan diteliti melalui penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

43

44

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan


Cepat Saji Modern (fast food), Aktifitas Fisik dan Faktor Lain
Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja SMU Sudirman di
Jakarta Timur Tahun 2008.
Kebiasaan Konsumsi
Fast Food

Aktivitas Fisik :
Waktu tidur
Waktu menonton TV,
main komputer/main
video games
Kebiasaan olahraga

Pola Konsumsi :
Konsumsi energi
Konsumsi karbohidrat
Konsumsi lemak
Konsumsi protein

GIZI LEBIH
REMAJA

Karakteristik Remaja :
Jenis kelamin
Pengetahuan gizi
Uang saku

Karakteristik Orang Tua :


Pendidikan ibu
Pendapatan orang tua

Variabel Independen

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Variabel Dependen

45

3.2. DEFINISI OPERASIONAL


No.
1

Variabel
Gizi lebih

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Status gizi remaja yang diukur


berdasarkan indeks antropometri
yang dinyatakan dengan IMT yang
disesuaikan dengan umur dan jenis
kelamin dengan cut of point > 85
pencentil

Penimbangan berat
badan tanpa alas
kaki dab mengukur
tinggi badan

Timbangan injak
scale standar
(SECA) dengan
tingkat ketelitian
0,1 kg dan
microtoice

Hasil Pengukuran

Skala

1. Gizi lebih, jika IMT 85 Ordinal


percentil
2. Gizi tidak lebih, jika IMT
< 85 percentil
(CDC, 2000)

2.

kuesioner
Frekuensi
Banyaknya konsumsi fast food Form
konsumsi fast modern yang dikonsumsi oleh diisi sendiri
responden dalam satu minggu
food modern

3.

Lama tidur

Rata-rata jumlah
digunakan untuk
sehari

Lama
menonton
televisi/main
komputer dan
video games

kuesioner Kuesioner
Rata-rata jumlah waktu yang Form
digunakan
uantuk
menonton diisi sendiri
televisi/main komputer dan video
games dalam sehari

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Kuesioner

kuesioner Kuesioner
waktu yang Form
tidur dalam diisi sendiri

1. Sering ( 2x /minggu)
2. Tidak sering
(< 2x / minggu)
(Khomsan, 2006 )

Ordinal

1. Lama (> median)


2. Sebentar ( median)

Ordinal

Ordinal
1. > 2 jam per hari
2. < 2 jam per hari
(Gortmaker, 1986 dalam
Wellis, 2003)

46

5.

Kebiasaan
olah raga

7.

Total asupan Jumlah energi yang dikonsumsi Wawancara dengan


energi
sehari dibandingkan dengan AKG Recall 1 x 24 jam

8.

Konsumsi
karbohidrat

Jumlah
karbohidrat
yang Wawancara dengan
dikonsumsi sehari dibandingkan Recall 1 x 24 jam
dengan PUGS

Konsumsi
lemak

Jumlah lemak yang dikonsumsi Wawancara dengan


sehari dibandingkan dengan PUGS Recall 1 x 24 jam

10

Konsumsi
Protein

Wawancara dengan Format isian


recall 1x24 jam
recall makanan

10

Jenis kelamin

Jumlah makanan yang dikonsumsi


dalam satu hari dinyatakan sebagai
total protein terhadap persentase
AKG (energi) dari protein
Status gender responden dilihat
dari keadaan fisiknya

Form
kuesioner
diisi sendiri

Kuesioner

Tingkat penguasaan responden


terhadap pertanyaan mengenai
ilmu gizi dasar yang meliputi
pengertian makanan bergizi,
menu seimbang, kandungan zat

Form
kuesioner
diisi sendiri

Kuesioner

11

Pengetahuan
gizi

Frekuensi anak melakukan olah Form


kuesioner
raga dalam seminggu
diisi sendiri

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

Kuesioner

Format isian
recall
Makanan
Format isian
recall
Makanan
Format isian
recall
Makanan

1. Ringan(< 3 kali/minggu)
2. Berat ( 3 kali/minggu)
@ 30 menit/latihan
(Depkes, 2002)
1. Konsumsi Energi >AKG
2. Konsumsi energi AKG
(WKNPG, 1998)
1. Konsumsi karbohidrat
(> 60% energi total)
2. Konsumsi karbohidrat
( 60% energi total)
(Depkes,2002)
1. Konsumsi lemak
(> 30% energi total)
2. Konsumsi karbohidrat
( 30% energi total)
(Soetjiningsih, 2004)
1.Konsumsi Protein > AKG
2.Konsumsi Protein AKG
(WKNPG, 1998)

Ordinal

1. laki laki

Nominal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

Ordinal

2. Perempuan
1. Kurang (skor < 80%)
2. Baik (skor nilai 80%)
(Khomsan, 2000)

Ordinal

47

gizi makanan modern (fast food)


Jumlah uang yang diterima
responden setiap hari dari orang
tua/wali diluar biaya sekolah

Form
kuesioner
diisi sendiri

Kuesioner

Pendapatan
orang tua

Rata-rata jumlah pendapatan ayah


dan ibu dalam satu bulan

Form
kuesioner
diisi sendiri

Kuesioner

Pendidikan
Ibu

kuesioner
Tingkat pendidikan formal terakhir Form
yang telah diselesaikan oleh ibu diisi sendiri
dari responden

Kuesioner

12

Uang saku

13
14

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

1. Besar : (jika uang saku Ordinal


dari median)
2. Kecil : (jika uang saku
<dari median)
(Suhartini, 2004)
Ordinal
1. Tinggi ( median)
2. Rendah (< median)
1. Rendah, bila SMA
2. Tinggi, bila > SMA
(Kodyat, 1996)

Ordinal

48

3.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas maka hipotesa
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern
(fast food) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di
Jakarta Timur tahun 2008
2. Adanya hubungan antara aktifitas fisik (waktu tidur, waktu menonton
televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olahraga) dengan kejadian
gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.
3. Adanya hubungan antara pola konsumsi (total konsumsi energi, konsumsi
karbohidrat, konsumsi lemak dsn konsumsi protein) dengan kejadian gizi lebih
pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakata Timur tahun 2008.
4. Adanya hubungan antara karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi
dan jumlah uang saku) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB
Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.
5. Adanya hubungan antara karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan
orang tua) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman
di Jakarta Timur tahun 2008.

Hubungan kebiasaan...,FKM UI, 2008

You might also like