You are on page 1of 8

RIVIEW BUKU

FASHL AL-MAQAL FIMA BAINA


WA AL-HIKMAH WA AL-SYARI'AT MIN AL-ITHISAL
Karya
Abu al Walid Ibn Rusyd
Oleh
Mohamad Nur Husen Nim 14781016
Progam Magister Prodi Pascasarja Al-Ahwal AlSyakhshiyyah

A. SEJARAH RINGKAS KEHIDUPAN IBN RUSYD


Nama lengkapnya Abu al Walid Muhammad ibn Muhammad
ibn Rusyd di dunia Barat dan dalam literatur Latin abad
pertengahan Ia dikenal dengan nama Averroes. Ia dilahirkan di
Cordova pada tahun 520 H ( 1126 M) dari keluarga yang terkenal
alim dalam disiplin ilmu fiqh di Spanyol. Kakeknya pernah
menjabat Qadhi Qudhat di Andalusia, disamping kedudukannya
sebagai salah seorang ahli hukum terkemuka dalam mazhab
Malikiy. Pada tahun kelahirannya daulah Murabithun berakhir
dengan wafatnya kesultanan yang kelima yakni Ishaq (1146-

1147) Sementara menginjak usia 4 tahun pemimpin daulah


Muwahhidun

Muhammad

Ibn

Tumart

(1078-1130)

wafat.

Suasana intelektual pada saat itu didominasi oleh para ahli fiqh
yang bersikap sangat tidak simpatik terhadap ilmu-ilmu rasional.
Ibn Rusyd belajar ilmu fiqh dari ayahnya, sehingga dalam
usia yang masih sangat muda beliau telah hafal kitab al
Muwatha karya Imam Malik. Sementara di bidang kedokteran
beliau belajar kepada abu Jafar Harun dan abu Marwan ibn
Jarbun al Balansi.1 Logika dan filasafat demikian pula dengan
teologi- ia peroleh dari filsuf besar saat itu Ibn Thufail. Beliau
juga mendalami sastra arab, matematika, fisika, dan astronomi.
Ibn Rusyd dipandang sebagai filusuf yang paling menonjol pada
periode perkembangan filsafat islam saat mencapai pada puncak
kejayaannya (sekitar tahun 700-1200) Letak keunggulannya
adalah pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta
pengaruhnya yang besar pada fase-fase tertentu pemikiran Latin
dari

tahun

1200-1650

M.

Di puncak karirnya ibn Rusyd pernah menjabat sebagai Qadhi


Qudhat di Cordova sebagaimana jabatan yang pernah disandang
oleh kakeknya. Selanjutnya pada tahun 1182 beliau bertugas
sebagai dokter di istana khalifah al Muwahhidun, Maroko untuk

1 Abu al Walid Ibn Rusyd, Fashl al Maqal fima baina wa al Hikmah wa al


Syari'at min al Ithisal, (Daru al ma'arif). h .6

menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Ibn Thufail. Pada


tahun 1195 karena chaos politik beliau ditangkap oleh sultan dan
diasingkan ke suatu tempat di Lucena (al Lisanah) yang terletak
50 KM di arah tenggara Cordova. Semua karya-karya filsafatnya
dibakar

kecuali

buku-buku

kedokteran,

astronomi

dan

matematika. Atas desakan berbagai fihak beliau dibebaskan dan


namanya direhabilitisir . namun tidak lama menghirup udara
kebebasan beliau meninggal pada tanggal 10 desember 1198 M2
B. Pemikiran

(Tawaran

Metodologis/Epistemologis)

Filsafat Ibn Rusyd


Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, ibn Rusyd berpandangan
bahwa mempelajari filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar
argumentasi bahwa filsafat tak ubahnya mempelajari hal-hal
yang wujud yang lantas orang berusaha menarik pelajaran /
hikmah / ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya
Tuhan Sang Maha Pencipta.3 Semakin sempurna pengetahuan
seseorang tentang maujud atau tentang ciptaan Tuhan , maka
semakin sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan tentang
adanya Tuhan. Bahkan dalam banyak ayat-ayat-Nya Tuhan
mendorong

manusia

untuk

senantiasa

menggunakan

nalarnya dalam merenungi ciptaan-ciptaanNya.


2 Ibn Rusyd, Fashl, h. 7
3 Ibn Rusyd, Fashl, h. 22

daya

Ibn Rusyd berpendapat ada 3 macam cara manusia dalam


memperoleh pengetahuan yakni:4
a). Lewat metode Khatabi (Retorika)
b) lewat metode Jadali (Dialektika)
c) Lewat metode Burhani (Demonstratif)
Metode Khatabi digunakan oleh mereka yang sama sekali tidak
termasuk ahli takwil, yaitu orang-orang yang berfikir retorik,
yang

merupakan

mayoritas

manusia.

Sebab

tidak

ada

seorangpun yang berakal sehat kecuali dari kelompok manusia


dengan

kriteria

pembuktian

semacam

ini.

Metode

Jadali

dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam melakukan


tawil dialektika. Mereka itu secara alamiyah atau tradisi mampu
berfikir secara dialektik. Metode Burhani dipergunakan oleh
mereka yang termasuk ahli dalam melakukan tawil yaqini.5
Tawil yang dilakukan dengan metode burhani sangat tidak layak
untuk diajarkan atau disebarkan kepada mereka yang berfikir
dialektik terlebih orang-orang yang berfikir retorik. Sebab jika
metode tawil burhani diberikan kepada mereka justru bisa
menjerumuskan kepada kekafiran.6 Penyebabnya adalah tujuan
tawil itu tak lain adalah membatalkan pemahaman lahiriyah dan
4 Ibn Rusyd, Fashl, h. 55
5 Ibn Rusyd, Fashl, h. 58
6 Ibn Rusyd, Fashl, h. 59

menetapkan pemahaman secara interpretatif. Pernyataan ini


merujuk pada Quran surat al isra ayat 85:



Allah SWT tidak menjelaskan pengertian ruh karena tingkat
kecerdasan

mereka

dikhawatirkan

justru

itu

tidak

hal

itu

belum

akan

memadai

menyusahkan

sehingga
mereka

mengingat derajat pengetahuan dan kemampuan intelektual


manusia amat beragam.
Metode tawil bisa dikatakan merupakan isu sentral dalam kitab
beliau ini

al Quran kadang berdiam diri tentang suatu obyek

pengetahuan. Lantas ulama melakukan Qiyas untuk menjelaskan


kedudukan obyek pemikiran yang

maskut anhu tersebut.

Demikian pula dengan nalar burhani , ia merupakan metode


tawil /qiyas untuk membincangkan persoalan-persoalan maujud
yang tidak dibicarakan oleh al Quran. Qiyas burhani itu
digunakan ketika terjadi kontradiksi antara gagasan al Quran
dengan konsep rasional-spekulatif pemikiran manusia. Ibn Rusyd
beranggapan bahwa teks syari memiliki keterbatasan makna,
Oleh karena itu jika terjadi taarudl dengan qiyas burhani, maka

harus dilakukan tawil atas makna lahiriyyah teks. Tawil sendiri


didefinisikan sebagai : makna yang dimunculkan dari pengertian
suatu lafaz yang keluar dari konotasinya yang hakiki (riel) kepada
konotasi majazi (metaforik) dengan suatu cara yang tidak
melanggar tradisi bahasa arab dalam mebuat majaz7.
Dalam

kajian

ini,

penulis

membandingkan

dengan

kajian

metodologis Imam Ghazaliy yang dalam kitabnya terdapat bahwa


Imam al Ghazaliy mengkafirkan filusuf Islam seperti Ibn Sina
dalam dua perbincangan filsafat yakni:8
a. Keqadiman dan kehadis-an alam semesta
b. Hari kebangkitan (Yaum al Baats)
Pada dua permasalahan ini, Ibn Rusyd menjelaskan titik tengah
dari perdebatan Ibn Sina dan Imam al- Ghazaliy.
Persoalan pertama, tentang perdebatan alam itu baru atau
qadim, dalam pandangan Ibn Rusyd perdebatan itu esensinya
hanyalah

persoalan

istilah/terminologi

belaka,

karna

para

penentang filsafat meyakini adanya 3 wujud pada realitas


alam /benda tersebut. Persoalan kedua, dalam buku fash al
maqalnya ini , Ibn Rusyd tidak menjelasakan kesalahan al
Ghazaliy ketika mengkafirkan para filsuf. Akan tetapi hanya
mengkritik

cara/pola

pikir

orang

yang

berbicara

7 Ibn Rusyd, Fashl, h. 32


8 Al Ghazali, Tahafat al Falasifah, (Dar al ma'arif), h. 35

tentang

persoalan-persoalan

dilematis/problematik/taarudl

tersebut,

akan tetapi dalam pembuktian kebenaran tidak menggunakan


metode tawil atau kesalahan terhadap orang awam karena tidak
memiliki kapasitas tawil kemudian melakukan tawil, makahal itu
justru

merupakan

suatu

bentuk

kekafiran,

karena

bisa

menjerumuskan dirinya dan orang lain. Seharusnya ia cukup


dengan makna lahiriyah saja. Ibn Rusyd menyarankan agar
penguasa muslim melarang/mencegah karya-karya al Ghazaliy
yang bersifat sofistik, penuh tawil-tawil itu dipelajari kecuali
oleh oleh orang-orang yang termasuk ahli ilmu.9
Kembali terhadap kajian Ibn Rusyd. Metode terbaik untuk
memahami syariat adalah metode yang terdapat secara orisinil
dalam kitab suci.10 Ada 3 alasan ibn rusyd berpendapat demikian.
Pertama, bahwa secara faktual tidak ada dalil manapun yang
lebih persuasif dan lebih mampu diterima semua orang selain
argumentasi syariat. Kedua, bahwa dalil syariat itu menyimpan
karakteristik untuk bisa dikuasai sampai pada batas mana
seseorang tidak memerlukan tawil di dalamnya, kalau memang
dalil itu termasuk kelompok dalil yang dapat ditawilkan, kecuali
oleh ahli burhan. Ketiga, bahwa argumentasi argumentasi itu

9 Ibn Rusyd, Fashl, h. 36


10 Ibn Rusyd, Fashl, h. 64

dalam dirinya sendiri mengandung sesuatu yang menggugah


pencari kebenaran untuk melakukan tawil yang benar.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penjelasan Ibn
Rusyd dalam kitab Fash al Maqal adalah memberi jalan untuk
menghubungkan antara teks nash dengan metode filsafat yakni
takwil, dalam hal ini adalah sebuah konsep yang dapat dipahami
sebagai metode mereaktualisasi makna teks al-Qur'an karena
tingkat akal manusia yang mempunyai batas.

Daftar Pustaka
Abu al Walid Ibn Rusyd, Fashl al Maqal fima baina wa al Hikmah wa al
Syari'at min al Ithisal, (Daru al ma'arif).
Al Ghazali, Tahafat al Falasifah, (Dar al ma'arif),

You might also like