You are on page 1of 2

A.

Adaptasi Gelap dan Terang


Baik sel batang maupun kerucut mengandung bahan kimia yang akan terurai apabila
terpajan cahaya dan dalam prosesnya akan merangsang serabut-serabut saraf yang berasal
dari mata. Bahan kimia peka cahaya di dalam sel batang disebut rodopsin, sedangkan pada
sel kerucut disebut pigmen kerucut atau pigmen warna yang memiliki komposisi sedikit
berbeda dari rodopsin (Guyton, 2007).
Sensitivits mata terhadap cahaya bergantung pada jumlah fotopigmen peka cahaya
yang ada pada sel batang dan sel kerucut. Ketika berpindah dari tempat yang terang ke
tempat yang gelap, pada awalnya otak tidak akan melihat apapun, namun perlahan-lahan
benda-benda akan mulai terlihat. Hal ini disebut dengan adaptasi gelap. Dalam keadaan
gelap, fotopigmen akan dibentuk kembali secara bertahap. Sehingga sensitivitas mata
perlahan akan meningkat (Sherwood, 2011). Tahap pertama pembentukan kembali
rodopsin adalah mengubah kembali all-trans retinal menjadi 11-cis retinal. Proses ini
memerlukan energi metabolik dan dikatalisis oleh enzim retinal isomerasi. Ketika 11-cis
retinal terbentuk, maka secara otomatis akan bergabung dengan skotopsin untuk
membentuk kembali rodopsin (Guyton, 2007).
Sebaliknya, ketika berpindah dari tempat gelap ke tempat terang, awalnya mata akan
sangat peka sehingga keseluruhan bayangan akan tampak keputihan. Pajanan sinar
matahari menyababkan terjadinya penguraian fotopigmen sehingga sensitivitas menurun.
Hal ini disebut sebagai adaptasi terang (Sherwood, 2011).
Setelah mengabsorpsi energi cahaya, rodopsin segera terurai dalam waktu sepersekian
detik. Penyebabnya adalah fotoaktivasi elektron pada bagian retinal dari rodopsin yang
menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dari retinal menjadi bentuk all-trans yang
tetap memiliki struktur kimiawi yang sama dengan cis namun struktur fisiknya berbeda.
Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi, retinal all-trans tidak lagi sesuai
dengan tempat reaksi protein skotopsin sehingga akan terlepas. Produk yang segera
terbentuk adalah batorodopsin yang merupakan kombinasi terpisah dari sebagian all-trans
dengan skotopsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang tidak stabil yang dalam
waktu sekian nanodetik akan rusak menjadi lumirodopsin. Dalam waktu sekian mikrodetik
senyawa ini akan rusak lagi dan menjadi metarodopsin I yang selanjutnya akan menjadi
metarodopsin II dalam satu milidetik, dan akhirnya dalam waktu yang jauh lebih lambat
barubah menjadi produk pecahan akhir yaitu skotopsin dan all-trans retinal (Guyton,
2007).
Selain proses adaptasi yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi rodopsin atau
fotokimiawi warna, mata memiliki dua mekanisme lain untuk adaptasi gelap dan terang.

Yang pertama adalah perubahan pada ukuran pupil. Ini dapat menyebabkan timbulnya
tingkat adaptasi sekitar 30 kali lipat dalam waktu sepersekian detik karena adanya
perubahan pada jumlah cahaya yang masuk melalui pupil tersebut. Maknisme yang lain
adalah adaptasi saraf yang melibatkan sel saraf yang bekerja pada rangkaian tahap
penglihatan di dalam retina sendiri dan otak. Jadi apabila mula-mula intensitas cahaya
meningkat, sinyal yang dijalarkan oleh sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin, dan sel
ganglion sangat besar. Namun sebagian sinyal ini akan berkurang sangat cepat pada
berbagai tingkat penjalaran dalam lingkaran saraf. Walaupun besarnya adaptasi ini hanya
beberapa kali lipat dibanding adaptasi fotokimiawi yang sebesar ribuan kali lipat, namun
hanya membutuhkan waktu sepersekian detik sedangkan adaptasi fotokimiawi yang
membutuhkan waktu bermenit-menit hingga berjam-jam (Guyton, 2007).

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

You might also like