Professional Documents
Culture Documents
BLOK GASTROINTESTINAL
SKENARIO 3
Nyeri Perut Kanan
KELOMPOK 13
AFIF BURHANUDIN
G0013006
G0013024
CHRISTOPHER BRILLIANTO
G0013064
DITA PURNAMA A
G0013076
EDWINA AYU D
G0013082
FEBRI DWI N
G0013094
HEPY HARDIYANTI K
G0013112
HUMAMUDDIN
G0013114
LAILA NINDA S
G0013132
MAISAN NAFI
G0013148
MILA ULFIA
G0013154
RICKY IRVAN A
G0013200
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
Nyeri Perut Kanan
Seorang wanita, usia 30 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum dengan
keluhan nyeri di perut kanan bawah. Sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
dirasakan mulai dari ulu hati kemudian berpindah dan menetap di daerah perut kanan
bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul, kadang disertai diare tanpa darah. Tiga hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam dan nyeri di perut semakn
bertambah, disertai mual dan muntah. Riwayat BAB dan BAK sebelumnya dalam
batas normal, Riwayat menstruasi baik. Pasien tidak ada riwayat penurunan berat
badan. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 38,8 C,
nadi 104x/menit, respirasi 22 x/menit. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tidak
tampak adanya massa, bising usus normal, nyeri tekan di perut kanan bawah, teraba
massa ukuran 3 x 4 x 5 cm, permukaan rata, konsistensi padat, terfiksir, dan nyeri
tekan (+), perkusi redup (+) di atas massa. Tidak ditemukan adanya defans muscular.
Colok dubur teraba massa (+), nyeri (+) di arah jam 9-11, feces (+), darah (-).
Dokter memberikan informasi kepada pasien dan keluarga, menyarankan
pasien untuk rawat inap serta pemeriksaan agar mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
Dalam skenario ini, kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
a. Nyeri alih : nyeri yang terjadi apabila suatu segmen persarafan mensarafi
lebih dari satu daerah.
b. Defans muscular : nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen akibat
rangsangan pada peritoneum parietal. Perut tegang seperti papan dimana
rigiditas involunteer.
2. Langkah II : Menentukan atau mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini adalah sebagai berikut:
a. Mengapa nyeri berpindah dan menetap di daerah perut kanan bawah?
b. Apa hubungan diare dengan nyeri yang dirasakan?
c. Apa hubungan demam, mual, muntah dengan nyeri yang dirasakan?
d. Apa saja organ yang ada di perut kanan bawah?
e. Mengapa nyeri dirasakan hilang timbul?
f. Mengapa demam baru timbul setelah nyeri ulu hati?
g. Mengapa ditanyakan riwayat BAB, BAK, menstruasi dan konsumsi buah
h.
i.
j.
k.
l.
m.
pasien?
n. Apa perbedaan apendisitis akut dan kronik?
o. Bagaimana patient safety pada kasus di atas?
p. Apa yang dimaksud tentang diverticulosis?
3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara
mengenai permasalahan
Apendisitis
Konstipasi
Obstruksi pada colon
Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET)
e. Salpingitis adneksitis
f. Nyeri kolik
g. Uretrolithiasis
p.
h. Inflammatory
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
Bowel
Disease
Hernia inguinalis
Torsi ovarium
PID
Pyelonefritis
Perinefritik abses
Infeksi
Tumor
konsumsi buah dan sayur, dan penurunan berat badan untuk dapat menegakkan
diagnosis dengan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan lainnya.
q.
Riwayat BAB dan BAK pasien yang baik dapat menyingkirkan
diagnosis banding konstipasi, uretrolithiasis, inflammatory bowel disease,
pyelonefritis,, PID, dan perinefritik abses.
yang
tidak
x.
lambat
y.
melepaskan
neurotransmiter
(substansi
P).
Substansi
Sifat Nyeri
ag.
a. Nyeri alih
ah. Terjadi apabila satu segmen persarafan mensarafi lebih dari 1 daerah.
ai. Misalkan : rangsangan pada diafragma oleh radang / perdarahan
nyeri di bahu; dan pada kolesistitis akut nyeri di daerah ujung belikat
b. Nyeri radiasi
aj. Nyeri yang menyebar didalam sistem / jalur anatomi yang sama
ak. Misalkan: kolik ureter / pielum ginjal bisa dirasakan sampai ke alat
kelamin luar. Kadang sulit dibedakan dengan nyeri alih.
c. Nyeri proyeksi
al. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan sensorik akibat cedera atau
peradangan saraf.
am. Misalkan : nyeri perifer setempat pada herpes zoster.
d. Nyeri kontinyu
an. Akibat dari rangsangan peritoneum parietal, akan dirasakan terus
menerus; khas oleh karena proses infeksi / inflamasi.
ao. Misalkan : pada peritonitis nyeri tekan setempat; dinding perut
otot-ototnya menunjukkan defans muskuler secara reflek untuk melindungi
bagian yang meradang dari gerakan / tekanan setempat
e. Nyeri kolik
ap. Adalah nyeri viscera akibat spasme/hiperperistaltik otot polos organ
berongga dan biasanya karena hambatan pasase (obstruksi) dalam organ
tersebut. Bersifat nyeri tumpul / dull pain. Nyeri timbul karena hipoksia.
Kontraksi berbeda sehingga nyeri dirasakan hilang timbul.
aq. Trias kolik : nyeri perut kumat-kumatan, mual / muntah, dan gerak
paksa.
f. Nyeri iskemik
ar. Disebabkan oleh terganggunya sirkulasi lokal. Nyeri sangat hebat
menetap dan tidak menyurut. Merupakan tanda-tanda dari adanya jaringan
yang terancam nekrosis. Jika dibiarkan lebih lanjut intoksikasi umum :
takikardi, keadaan umum menurun dan shock.
as. Misalkan : hernia stangulata dan volvulus
g. Nyeri pindah
at. Dimana lokasi nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologis.
Misalnya,
pada
permulaan
apendisitis
sebelum
radang
mencapai
rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini nyeri
dirasakan tepat letak peritoneum yang meradang yaitu di perut kanan
bawah. (Swartz, 1995)
au.
av.
kemudian berpindah dan menetap di daerah perut kanan bawah. Hal ini
disebabkan oleh dermatom yang sama yang mempersarafi antara regio
inguinalis dextra dengan regio umbilicalis.
ax. Pada apendisitis, perangsangan difus ujung serabut nyeri appendix
vermiformis yang berjalan mengikuti saraf simpatis plexus mesentericus
superior dan nervus splanchnicus minor ke medulla spinalis segmen dapat
menyebabkan nyeri alih pada dermatom Nervus Thoracalis 10 yaitu di regio
umbilicalis yang mengakibatkan pasien merasakan nyeri di ulu hati. Dalam
beberapa jam, nyeri tersebut akan semakin progresif dan menetap pada asalnya
yaitu di bagian perut kanan bawah tempat appendix berada. Nyeri menetap ini
dapat dirasakan pada satu titik yaitu titik McBurney.
ay. Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan
mukus
(lendir)
setiap
harinya
Terjadinya
obstruksi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus.
az. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun
semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan
nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
ba.
bb.
Gejala Penyerta
bc.
masih dalam batas normal. Suhu tubuh mengalami kenaikan 38,8 0 C, nadi
104x/menit mengalami kenaikan, respirasi masih dalam batas normal 22
x/menit.
bl. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tidak tampak adanya massa,
bising usus normal yang menadakan tidak adanya hiperperistaltik usus. Nyeri
tekan di perut kanan bawah yaitu pada titik McBurney, sepertiga lateral SIAS
dekstra yang menandakan adanya kemungkinan apendisitis, teraba massa
ukuran 3x4x5 cm, permukaan rata, konsistensi padat, terfiksir yang
menandakan massa tersebut masih berada di dalam kapsul, dan nyeri tekan (+),
perkusi redup (+) diatas massa menadakan adanya sekresi mukus yang
Pemeriksaan Penunjang
bq.
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis
b. Nyeri lepas (+) karena perangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
c. Defans muscular (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
d. Rovsing sign (+) Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
e. Psoas sign (+) Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+) Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
Hasil Pemeriksaan:
daerah hipogastrium. (Subanda, 2007)
Tekanan darah normal, demam, takikardia , RR meningkat, bising usus normal tidak ada hiperperistaltik, perk
bu.
Pemeriksaan fisik lain yang diperlukan: McBurney, Psoas Sign, Rovsing Sign, Obturator Sign, CoughTest, Bloom
Gejala:
Mual muntah
Diare tanpa dar
bw.
bx.
by.
bz.
ca.
Nyeri Perut Kanan
cb.
cc.
cd.
ce.
cf.
cg.
ch.
Mekanisme
Penyebab:
Pemeriksaa
ci.
Rangsangan yang mengganggu (tergantung nosiseptor) ujungnya peka terhadap rangsang kimiawi
yang me
Appendicitis
Pemeriksaa
cj.
Nyeri berpindah: SBN I epigastrium
dan inguinalis dextra sama., beberapa organ memiliki dermatom
yang
sa
obstruksi
colo
ck.
Inflammatory B
cl.
ureterolithiasis
cm.
cn.
Hernia Inguina
co.
Torsi Ovarium
PID
KET
Salphingitis
Adneksitis
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran
a. Apa hubungan diare dan demam dengan nyeri yang dirasakan ?
b. Mengapa nyeri dirasakan hilang timbul?
c. Mengapa demam baru timbul setelah nyeri ulu hati?
d. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut?
e. Apa saja komplikasi yang dapat timbul?
f. Bagaimana prognosisnya? Apa edukasi yang diberikan oleh dokter untuk
pasien ?
g. Apa perbedaan inflamasi akut dan kronik?
h. Apa yang dimaksud tentang diverticulosis?
i. Apa saja patient safety pada skenario?
cw.
6. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru
cx.
Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok
secara individu
cy.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh
cz.
da.
dapat
menyebabkan
diare
dengan
darah
melalui
jalur
Demam
dh. Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan
pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa
infeksi atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit,
dan endotel untuk melepaskan interleukin (IL)-1, IL-6, Tumor Necrosing
Factor (TNF)-, dan interferon (IFN)- yang selanjutnya akan disebut pirogen
endogen/sitokin. Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di
daerah preoptik hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi
fosfolipase-A2, yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran
ii.
sacri
Retrocolic : apendiks berada di belakang kolon ascenden dan
iii.
iv.
v.
vi.
biasanya retroperitoneal
Antecaecal : apendiks berada di depan caecum
Paracaecal : apendiks terletak horizontal di belakang caecum
Pelvic descenden : apendiks menggantung ke arah pelvis minor
Retrocaecal : intraperitoneal / retroperitoneal; apendiks berputar ke
atas ke belakang caecum
ds.
mengikuti
superior
dan
a.apendikularis,
sedangkan
dt.
Perdarahan apendiks
berasal dari
a.apendikularis
yang
kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
dy.
anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden
lelaki lebih tinggi.
c. Etiologi Apendisitis
dz.
hematogen ke apendiks
Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
ei. Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks
dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
iii.
iv.
persen
Apendisitis Rekurens
el. Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah kembali ke
bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko
untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis
rekurens
biasanya
dilakukan
apendektomi
yang
vii.
hanya apendektomi
Karsinoid Apendiks
eq. Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin
yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
er. Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan
opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
f. Patofisiologi Apendisitis
es.
keterbatasan
elastisitas
dinding
apendiks,
sehingga
hal
tersebut
ex.
sempurna,
menyebabkan
akan
terjadinya
membentuk
perlengketan
jaringan
dengan
parut.
Jaringan
jaringan
ini
sekitarnya.
m.
psoas
mayor
yang
menegang
dari
dorsal
ii.
dapat
terjadi
peningkatan
frekuensi
kemih
karena
rangsangan dindingnya.
fc. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak
khas:
i.
Pada anak-anak
fd. Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa
jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi
lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,
sering
iii.
perforasi.
Pada wanita
ff. Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan
yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat
genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit
kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah,
dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan
peritonitis
Peritonitis
fj. Peritonitis
adalah
peradangan
peritoneum,
merupakan
cairan
elektrolit
mengakibatkan
dehidrasi,
syok,
sistemik
Operasi
fm. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
fn. Terdapat dua metode dalam pembedahan:
a) Laparotomy atau open appendectomy
fo.
Kutis
Subkutis
Fascia Scarpa
Fascia Campher
Aponeurosis MOE
f)
g)
h)
i)
j)
MOI
M. Transversus
Fascia transversalis
Pre peritoneum
Peritoneum
k)
dianjurkan
mengurangi
bagi
aktifitas
yang
melakukan
fisiknya
selama
laparotomy
10-14
hari
untuk
setelah
banyak
ahli
bedah
akan
tetap
melakukan
q)
(Pierce, 2007)
p)
Penatalaksanaan dapat juga didasarkan atas Skoring Alvarado
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
ab)
ac)
ad)
ae)
af)
ag)
ah)
ai)
Total skor:
10
Keterangan:
Pasien dinyatakan apendisitis akut apabila skor Alvarado >7
Penanganannya berdasarkan skor Alvarado dibedakan menjadi:
Skor 0-3 : bukan apendisitis akut, namun perlu di observasi
Skor 4-6 : dianjurkan untuk CT Scan untuk pemeriksaan lanjutan,
ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil
tinggi serat. Tegangan pada dinding organ berongga berkaitan erat dengan
tekanan dalam organ dan diameter organ. Bila sebuah saluran seperti kolon
sering dibiarkan menyempit akibat diet rendah serat, maka timbulnya tekanan
akan menyebabkan beban yang lebih besar pada dinding kolon tersebut bila
terisi feses.
ax) Gambaran
klinis
pada
pasien
divertikulosis
pada
umumnya
by)
berat.
Pada pasien juga mengeluh adanya demam, mual dan
muntah serta diare tanpa darah. Hal ini dapat terjadi karena
adanya infeksi pada apendiks yang menyebabkan inflamasi.
Demam pada kasus apendisitis biasanya tidak terlalu tinggi,
apabila suda melebihi 38.5 C dapat kemungkinan terjadinya
perforasi. Mual dan muntah terjadi akibat nervus vagus
teraktivasi dan merangsang pusat mual muntah di medulla
oblongata.
ca)
Dokter menanyakan mengenai riwayat BAB dan BAK,
menstruasi, penurunan berat badan, dan konsumsi buah serta
sayur ditujukan untuk mendapatkan diagnosis dari keluhan
pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan
suhu pasien mengalami kenaikan. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan tidak tampak adanya massa, bising
usus normal yang menadakan tidak adanya hiperperistaltik
usus. Nyeri tekan di perut kanan bawah yaitu pada titik
untuk
merencanakan
tindakan
berikutnya.
ce) BAB IV
cf) SARAN
cg)
ch) Untuk mahasiswa
ci) Sebaiknya mahasiswa lebih berusaha memahami
materi dan mengumpulkan materi dari sumber serta
melakukan pemahaman lebih lanjut dan mengkaji
sumber tersebut apakaah informasi yang diberikan
sumber tersebut memiliki keterkaitan dengan learning
objecive yang dibahas. Serta memperbanyak sumber
supaya ada masukan-masukan tambahan sehingga
materi yang di-share oleh mahasiswa menjadi lebih
padat dan lengkap
cj)
ck) Untuk tutor pembimbing:
cl) Tutor pembimbing sudah baik, kompeten, dapat
mengarahkan
mahasiswa
utuk
menuju
learning
cp)
cq)
cr)
cs)
ct)
DAFTAR PUSTAKA
cu)
Better
Channel
Health.
2012.
Appendectomy.
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Appendicectom
y?open - diakses Mei 2015
cv)
Bickley, LS. 2007. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Bates. Jakarta: EGC. p: 164
cw) Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In: Essential
Surgery Problems, Diagnosis, & Management. Fourth Edition. London:
Elsevier, 389-398
cx)
Cotran RS., Kumar V., Collins T., 2013. Robbins Pathologic Basis of Disease,
9th ed. Philadelphia: WB Saunders Co.
cy)
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC
cz)
da)
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., ed. 2005. Bedah
Digestif dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan
Kelima. Jakarta: Media Aesculapius. pp 307-313.
db)
National
Health
Service.
2014
Appendicitis-complications.
http://www.nhs.uk/Conditions/Appendicitis/Pages/Complications.aspx -diakses
Mei 2015.
dc)
http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-
de)
Price, SA. Wilson, LM. 2006. Penyakit Divertikula pada Usus Besar.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta:
EGC. pp 459-461, 448-449
df)
Sjamsuhidajat R., Jong, W.D., ed. 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC. pp: 639-645.
dg)
dh)