You are on page 1of 19

LAPORAN FARMAKOLOGI II

BRINE SHRIMPS LETHALITY TEST


1.1.
Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan Median Lethal
Concentration (LC50) dari larutan sampel dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) terhadap Larva Udang (Artemia salina Leach).
1.2.

Tinjauan pustaka
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel

yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang
bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat yang jauh
(metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan oleh
kerusakan DNA dan menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol
pembelahan sel pada jaringan dan organ.
Sel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami
transformasi atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang bersifat
karsinogen (agen penyebab kanker) ataupun karena mutasi spontan. Transformasi
sejumlah gen menjadi gen mutan disebut neoplasma atau tumor. Neoplasma
merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang
tidak terkontrol (neoplasia). Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi,
fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang pada akhirnya menimbulkan disintegrasi
dan hilangnya komunikasi antarsel.
Sel kanker mengganggu sel induk karena menyebabkan desakan akibat
pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan tempat tumor berkembang atau
bermetastasis, dan gangguan sistemik lain sebagai akibat sekunder dari
pertumbuhan sel kanker. Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab
tunggal untuk terjadinya kanker hingga saat ini belum diketahui. Namun
demikian, berdasarkan laporan berbagai penelitian dapat diketahui bahwa
karsinogen digolongkan ke dalam 4 golongan yaitu :

BSLT

a.

Bahan kimia, karsinogen bahan kimia melalui metabolisme membentuk gugus

elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai hasil antara, yang kemudian
dapat berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik pada protein, RNA dan DNA.
b.

Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus hepatitis B

yang menyebabkan kanker hati.


c.

Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-370 nm

berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.


d.

Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan

kanker payudara dan kanker rahim.


Brine Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji
toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang
toksik dari bahn alam. Metode ini menunjukkan aktifasi farmakologis yang luas,
tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva
udang (Artemia Salina Leach).
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, murah, mudah dan cukup
reproduksibel sehingga dapat digunakan sebagai bioassay Guided Isolation yaitu
isolasi komponen kimia berdasarkan aktifitas yang ditunjukkan oleh bioessay
tersebut. Dengan mengetahui aktifitas dari suatu kelompok komponen kimia
(fraksi), dapat dilakukan isolasi senyawa sehingga diperoleh senyawa tunggal
aktif.
Toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ target.
Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan zat yang akan di uji.
Adapun sumber zat toksik dapat berasal dari bahan alam maupun sintesis.
Toksisitas diukur dengan mengamati kematian pada hewan coba. Kematian hewan
coba dianggap sebagai respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban
toksik adalah titik awal untuk mempelajari toksisitas..
Median Lethal Dosis (LD50)adalah dosis dari sample yang diuji yang
mematikan 50% dari hewan coba, sedangkan Median Lethal Concentration LC50
adalah konsentrasi sample yang diuji yang dapat mematikan 50% dari hewan
coba.

BSLT

Toksisitas adalah efek berbahaya dari bahan kimia suatu obat pada organ
target, berhubungan dengan kanker yang merupakan salah satu ancaman utama di
bidang kesehatan. Guna mendukung pencarian obat kanker yang spesifik, saat ini
banyak dilakukan penggalian dari bahan-bahan alam. Sekarang, kita dapat
menggunakan tanaman sebagai obat kanker. Sehingga perlu dilakukan penelitianpenelitian yang berguna bagi pengembangan dalam pemanfaatan flora yang ada
secara maksimal alam termasuk untuk pengobatan kanker.
Dilakukan penelitian, guna mendukung pencarian obat kanker yang spesifik,
dari bahan-bahan alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian-penelitian
yang berguna bagi pengembangan dalam pemanfaatan flora yang ada secara
maksimal alam termasuk untuk pengobatan kanker. Dalam mempelajari toksisitas
yang paling awal dilakukan adalah dengan menggunakan kematian dari hewan
percobaan sebagai suatu respon dari pengaruh suatu senyawa yang diuji. Angka
kematian hewan percobaan dihitung sebagai Median lethal concenration.
Metode pengujian BST dengan menggunakan Artemia salina dianggap
memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga
sering dilakukan untuk skrining awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini
memiliki keuntungan dimana hasil yang diperoleh lebih cepat (24 jam), tidak
mahal, mudah pengerjaannya dari pengujian inilah efek toksik dapat diketahui
atau diukur dari kematian larva karena pengaruh bahan uji dan hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Kanker bukanlah istilah yang asing lagi tetapi sering menjadi momok
dan sangat menakutkan bagi masyarakat. Kanker merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan
tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga
mengalami perubahan baik bentuk,ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh yang
asli. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan suatu bahan asing yang masuk
kedalam tubuh diantaranya zat bahan tambahan makanan, radioaktif, oksidan, atau
karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah.
Kanker dapat menyerang semua bagian tubuh. Berdasarkan organ-organ
tubuh yang terserang, dikenal berbagai jenis kanker seperti kanker payudara,

BSLT

kanker mulut rahim, kanker otak, kanker hati, kanker paru-paru, kanker prostat,
kanker kulit dan kanker usus. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun
dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek
toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat
bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Sola dosis facit venenum: hanya
dosis membuat racun, Paracelsus).
Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak
murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer ultraviolet/
infrared, dan polarograf tidak dapat dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan
metode biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh
organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut
dengan efek suatu standar internasional. Bila ditemukan suatu aktivitas
farmakologik yang mungkin bermanfaat, maka senyawa yang lolos penyaringan
ini akan diteliti lebih lanjut.
Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan
waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan
efek toksisnya pada hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga
pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan
metabolitnya

dalam

cairan

biologik.

Semuanya

ini

diperlukan

untuk

memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia.


Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya :
1.

Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat

toksik.
2.

Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima

tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai
konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala
keracunan.
Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan
ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah
meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis

BSLT

menetukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum).
Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat
racun, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap
zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama
sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan
kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat
menimbulkan efek farmakoterapeutik.
Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui
pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk
obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang
diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti
antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan
ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan
besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat.
Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50)
atau Median Lathal Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk
pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau
menggunakan media air. Kematian pada hewan percobaan digunakan sebagai
pedoman untuk memperkirakan dosis kematian pada manusia. Belakangan ini
telah banyak pengujian tentang toksisitas yang dikembangkan untuk pencarian
produk alam yang potensial sebagai bahan antineoplastik. Metode pengujian
tersebut antara lain Simple Brench-Top Bioassay (terdiri dari Brine Shrimp
Lethality Test, Lemma Minor Bioassay dan Crown-Gall Potato Disc Bioassay)
dan pengujian pada sel telur bulu babi.
1. Dengan berdasarkan pada pemikiran bahwa efek farmakologi adalah
toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar senyawa anti
tumor adalah sitotoksik, maka Brine Shrimp Lethality Test dapat digunakan
sebagai uji pendahuluan senyawa anti tumor. Senyawa yang mempunyai
kemampuan membunuh larva udang diperkirakan juga mempunyai kemampuan
membunuh sel kanker dalam kultur sel.

BSLT

Pengujian ini adalah pengujian letalitas yang sederhana dan tidak spesifik
untuk aktifitas tumor, tetapi merupakan indicator toksisitas yang baik dan
menunjukkan korelasi yang kuat dengan pengujian antitumor lainnya seperti uji
sitotoksitas dan uji leukemia tikus. Karena kesederhanaan prosedur pengerjaan,
biaya yang rendah serta korelasinya terhadap pengujian toksisitas dan pengujian
antitumor menjadikan Brine Shimp Lethality Test sebagai uji hayati pendahuluan
untuk aktivitas tumor yang sesuai dan dapat dilakukan secara rutin di
Laboratorium dengan fasilitas sederhana.
2. Metode BST juga digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa toksik
dalam proses isolasi senyawa dari bahan alam yang berefek sitotoksik dengan
menentukan harga LC50 dari senyawa aktif. Metode BST dapat digunakan dari
berbagai system uji seperti uji pestisida, mitotoksin, polutan, anastetik, komponen
seperti morfin, karsinogenik, dan ketoksikan dari hewan dan tumbuhan laut serta
senyawa racun dari tumbuhan darat.
3. Lemma Minor Bioassay terutama digunakan sebagai uji pendahuluan terhadap
bahan yang dapat menghambat dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan
pengujian ini dapat diamati bahwa senyawa anti tumor alami juga dapat
menghambat pertumbuhan lemma, walaupun korelasinya dengan pengujian anti
tumor lainnya kurang baik. Oleh karena pengujian ini lebih diarahkan untuk
mencari herbisida dan stimulant pertumbuhan tanaman baru.
4. Crown-Gall Potato Disc Bioassay merupakan metode pengujian toksisitas yang
relatif cepat pengerjaannya, tidak mahal, tidak memerlukan hewan percobaan
serta menunjukkan korelasi yang sangat baik dengan uji antitumor lainnya.
5. Pengujian pembelahan sel telur bulu babi dilakukan dengan mengamati
pengamatan penghambatan pembelahan sel telur oleh suatu senyawa, diamati
secara normal pembelahan sel telur tersebut terjadi dengan cepat. Keuntungan dari
metode ini adalah pengerjannya yang relative cepat, tidak memerlukan kultur sel
serta peralatan dengan metode khusus. Seperti sel kanker, embrio Bulu Babi juga
mempunyai sensitivitas selektif terhadap obat sehingga pengujian dengan cara ini
menjadi metode yang layak bagi penentuan bahan yang akan dievaluasi lebih
lanjut.

BSLT

Walaupun semua sel bereproduksi selama embriogenesis, hanya sel sel


tertentu yang terus melakukannya setelah beberapa bulan kelahiran bayi. Sel sel
yang bereproduksi, seperti sel hati, kulit dan gastrointestinal, menduplikasi secara
persis DNA mereka dan kemudian membelah menjadi dua sel anak. Sele
bereproduksi melalui sebuah proses, yang disebut siklus sel. Sel sel yang tidak
bereproduksi setelah lahir, misalnya sel otot skeletela, tidak menjalani siklus sel
ini. Perjalanan siklus sel ini secara ketat dikontrol dan dapat dihentikan atau
dimulai bergantung pada kondisi sel dan sinyal yang diterimanya, yang sebagian
bahasannya diuraikan berikut ini. Sel sel yang bereproduksi biasanya melalui
siklus sel dengan kecepatan yang sudah semestinya kecepatannya dapat
ditambahkan atau dikurangi. Sel yang bereproduksi secara lambat, atau tidak sama
sekali, menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada stadium interfase tahap
gap (G1 atau G2).
Siklus sel dikontrol oleh konstribusi berbagai gen yang bererspon terhadap
tanda pemadatan sel, cedera jaringan, dan kebutuhan untuk tumbuh. Secara
umum, sel menjalani siklusnya jika distimulasi oleh faktor hormon dan
pertumbuhan yang diekskresi oleh sel sel yang jauh, oleh faktor pertumbuhan
yang diproduksi secara lokal, dan oleh isyarat kimia yang dilepaskan dari sel
sekitarnya, termasuk sitokinin yang dihasilkan oleh sel imun dan sel radang.
Isyarat eksternal ini bertindak mengikat reseptor spesifik yang ada di membran
plasma sel target.
Setelah terikat, kompleks reseptor mengaktifkan sistem penghantar kedua
(Second Massenger system), yang mengirimkan sinyal pertumbuhan ke inti sel.
Ketika sinyal mencapai inti sel. Protein tertentu yang ada di inti sel, yang disebut
faktor transkripsi, mengaktifkan atau menginaktifkan gen khusus yang pada
akhirnya menghasilkan protein yang mengontrol proliferasi sel. Gen yang
diaktifkan jugan menghasilkan protein yang memberikan umpan balik terhadap
setia tahap sinyal dan stimulasi penghantar untuk memperkuat untuk
meminimalkan efek stimulasi awal.
Berikutnya akan diuraikan isyarat eksternal yang mengontrol pertumbuhan
sel dan menyajikan contoh sistem penghantar kedua yang penting. Akhirnya akan

BSLT

disajikan dua kategori besar gen yang produksi akhirnya mengontrol siklus sel,
yaitu gen supresor/penekan tumor dan proto onkogen. Proto onkogen adalah
gen yang ditemukan di sel, yang ketika diaktifkan, merangsang sel untuk
menjalani siklus sel untuk menjalani siklus sel sehingga menghasilkan
pertumbuhan dan proliferasi sel. Gen ini dapat merangsang terjadinya siklus sel
disemua tingkatan, termasuk (1) menghasilkan produksi yang membentuk
reseptor membran untuk mengikat hormon dan bahan kimia perangsang
pertumbuhan, (2) meningkatkan pertumbuhan protein penghantar kedua, termasuk
protein ras, yang mentransfer sinyal pertumbuhan ke inti sel, dan (3)
menghasilkan faktor transkripsi yang mengaktifkan gen vital yang mendorong
pertumbuhan an sel (mis., keluarga gen myc).
Diferensiasi Sel
Selama perkembangan, sel normal akan ber diferensiasi. Diferensiasi sel
berarti bahwa suatu sel menjadi khusus dalam struktur dan fungsinya, dan
berkumpul dengan sel selyang berdiferensiasi serupa. Sebagai contoh, sebagian
sel embrionik ditakdirkan untuk menjadi sel retina, selain yang lain ditakdirkan
untuk menjadi sel kulit atau jantung. Semakin tinggi diferensiasi sebuah sel,
semakin jarang sel tersebut masuk ke siklus sel untuk bereproduksi, dan
membelah.
Sel sel saraf, yang tidak mengalami reproduksi, adalah sel yang
berdiferensiasi tinggi. Sel yang jarang atau tidak pernah mengalami siklus sel
tidak mungkin menjadi sel kanker, sedangkan sel yang sering menjalani siklus sel
lebih mungkin cenderung mengalami kanker. Diferensiasi tampaknya terjadi
akibat supresi selektif gen tertentu pada beberapa sel, sedangkan pada sel lain, gen
yang sama tetap aktif. Diferensiasi setiap sel dan jaringan tampaknya
mempengaruhi diferensiasi sel dan jaringan disekitarnya. Sel melepaskan faktor
pertumbuhan khusus yang menuntun diferensiasi sel sekitar.

BSLT

Uraian Tentang Larva


Uraian Hewan Coba
Klasifikasi
Filum

: Arthopoda

Divisio

: Crustaceae

Subdivisio

: Branchiopoda

Ordo

: Anostraca

Famili

: Artemiidae

Genus

: Artemia

Species

: Artemia salina

Morfologi
Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi secara jelas
dapat dilihat dalam tiga bentuk yang sangat berlainan, yaitu bentuk telur, larva
(nauplii) dan artemia dewasa. Telur yang baru dipanen dari alam berbentuk bulat
dengan ukuran 0,2-0,3 mm. Telur yang menetas akan berubah menjadi larva. Telur
yang baru menetas ini berukuran kurang lebih 300 . Dalam pertumbuhannya
larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu tingkatan hidup,
setelah itu berubah menjadi artemia dewasa.
Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2
minggu. Berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm. Tubuh terbagi atasl bagian
kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan
dua antenula. Dada terbagi atas 12 segmen yang masing-masing mempunyai
sepasang kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup dalam air dengan
suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.
Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25oC akan
menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak
(larva) yang juga dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan
selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis).
Burayak tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III,

BSLT

demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah mereka menjadi
artemia dewasa.
Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I bentuknya
bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15
mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung
makanan cadangan. Oleh karena itu, mereka masih belum perlu makanan.
Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena I dan sepasang
sungut besar (antenna II). Dibagian depan diantara kedua sungut kecilnya terdapat
bintik merah yang tidak lain adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut
besar terdapat sepasang mandibula (rahang) dan rudimenter kecil. Sedangkan
dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah labrum.
Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan seperti duri yang
menghadap ke belakang (gnotobasen seta) bangunan ini merupakan cirri khusus
untuk membedakan burayak instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I
(baru menetas) gnotobasen setanya masih belum berbulu dan juga belum
bercabang. Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar
II. Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III.Pada tingkatan II, gnotobasen
setanya sudah berbulu tapi masih belum bercabang. Sedangkan pada instar III,
selain berbulu gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.
Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut, saluran
pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari makan, bersamaan
dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan
makanannya dengan cara menggerak-gerakkan antena II-nya. Selain itu untuk
mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk bergerak. Tubuh instar II
dan instar III sudah lebih panjang dari instarI.
Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai
terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai.
Kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi bertangkai. Selain itu,
dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas
kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut
disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV,

BSLT

10

kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan
berubah menjadi artemia dewasa.
Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva
udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk
menembus dinding sel larva tersebut. Biossay adalah suatu pengujian tentang
toksisitas pada suatu produk dalam rangka pencarian produk alam yang potensial
yang biasanya menggunakan makhluk hidup sebagai sampel.
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air
yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau
makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian
ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada
saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji
tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai
LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa
sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.
Kanker bukanlah istilah yang asing lagi tetapi sering menjadi momok
dan sangat menakutkan bagi masyarakat. Kanker merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan
tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga
mengalami perubahan baik bentuk,ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh yang
asli. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan suatu bahan asing yang masuk
kedalam tubuh diantaranya zat bahan tambahan makanan, radioaktif, oksidan, atau
karsinogenik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah.
Kanker dapat menyerang semua bagian tubuh. Berdasarkan organ-organ
tubuh yang terserang, dikenal berbagai jenis kanker seperti kanker payudara,
kanker mulut rahim, kanker otak, kanker hati, kanker paru-paru, kanker prostat,
kanker kulit dan kanker usus.
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap

BSLT

11

obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak
organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat racun, Paracelsus).
Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak
murni atau campuran dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer Untuk
obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak murni atau
campuran dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer ultraviolet/ infrared,
dan polarograf tidak dapat dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode
biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme
hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek
suatu standar internasional .
Bila ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin bermanfaat,
maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti lebih lanjut Sebelum calon
obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun
untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksisnya pada
hewan coba. Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan teknik
analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan
biologik. Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan dosis efektif dan
memperkecil resiko penelitian pada manusia
Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya:
1.

Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat

toksik.
2.

Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit

diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi
mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala
keracunan.
Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan
ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah
meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis
menetukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum).
Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat
racun, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap

BSLT

12

zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama
sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan
kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat
menimbulkan efek farmakoterapeutik.
Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui
pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk
obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang
diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti
antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan
ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan
besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat.
Sampai detik ini penyakit kanker menjadi ancaman kehidupan manusia di
dunia, sedangkan obat spesifik untuk menghentikan perkembangan sel kanker
belum juga ditemukan. Penyakit kanker merupakan penyakit ke-2 terbesar di
dunia setelah penyakit jantung yang menyebabkan kematian, sedangkan di
Indonesia pada urutan ke-6. Kanker termasuk penyakit yang sangat ditakuti
karena sulit disembuhkan, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian. Secara
sederhana, kanker berarti pertumbuhan sel-sel tubuh yang tidak terkendali atau
abnormal. Hingga kini penyebab pertumbuhan sel tubuh yang abnormal itu tidak
diketahui secara pasti. Jika menyerang suatu organ tubuh, sel kanker akan
berkembang biak dan merusak sel-sel tubuh yang normal dengan sangat cepat.
Penggunaan obat tradisional atau obat asli Indonesia mengalami
peningkatan, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun untuk pengobatan
gangguan kesehatan. Tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional mempunyai
aktivitas biologis karena mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme. Salah satu tanaman yang dijadikan
obat tradisional yaitu mengkudu. Manfaat mengkudu untuk terapi adalah sebagai
anti kanker, antibakteri, antihipertensi dan sebagai antioksidan.
Prinsip suatu tanaman dapat digunakan sebagai antikanker yaitu apabila
tanaman tersebut mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik. BSLT ( Brine
Shrimp Letahality Test ) merupakan salah satu metode untuk skrining terhadap

BSLT

13

senyawa sitotoksik dengan menggunakan Artemia salina Leach. Penelitian ini


merupakan penelitian pendahuluan dalam rangka menemukan senyawa sitotoksik
yang diharapkan dalam perkembangan selanjutnya dapat digunakan sebagai obat
antikanker.
1.3.

Alat dan bahan


a. Alat
Vial 3 buah
Spuit
Media pembiakan Artemia Salina leach
b. Bahan
Artemia Salina leach
Larutan sampel dengan 3 variasi konsentrasi

1.4.
Cara kerja
1. Persiapan larva udang
Kista udang Artemia Salina leachdimasukkan kedalam wadah penetasan
yang berisi air laut dan telah dilengkapi dengan aerasi dan lampu.
Biarkan 48 jam hingga menjadi larva
2. Persiapan larutan sampel
Sampel 40 mg dilarutkan dalam 4 ml methanol (larutan induk 10.000

g/ml)
Pipet 0,5 ml larutan induk dan masukkan kedalam vial kosong.
Lakukan pengenceran dengan mengambil 0,5 ml larutaan induk
dantambahkan methanol hingga 5 ml(larutan dengankonsentrasi 1000

g/ml)
Pipet 0,5 ml larutan diataas dan masukkan kedalam vial kosong
Pipet 0,5 ml larutan di atas dan lakukan pengenceran dengan

menambahkan metanol 5 ml(larutan dengan konsentrasi 100 g/ml)


Pipet larutan diatas sebanyak 0,5 ml dan masukkan kedalam vial
Masing-masing larutan didalam vial biarkan pelarutnya menguap
Tambahkan 50g dimetilsulfoksida (DMSO)
Tambahkan air laut hingga mencapai batas kalibrasi (5ml)
3. Pengujian bslt
Masukkan 10 ekor larva ke masing-masing vial uji
Lakukan pengamatan terhadap larva yang mati selama 24 jam
Hitung nilai LC50
1.5.

BSLT

Hasil dan pembahasan

14

a. Hasil data perhitungan


Kel

I
II
III

Clar.ind

Clar.sam

Jumlah

Jumlah

%kemati

Nilai

Log

uk

pel

larva

larva

an rata*

probit

86,66 %

6,080

56,66 %

5,151

30 %

4,476

90 %

6,282

46,66 %

4.925

33,33 %

4.560

10.000

1000

10

ug/ml

ug/ml

1000

100

ug/ml

ug/ml

100

10ug/ml

10

10.000

1000

10

ug/ml

ug/ml

1000

100

ug/ml

ug/ml

100

10ug/ml

10

ug/ml
IV
V
VI

ug/ml

10
10

mat
9
9
8
5
7
5
3
2
4
9
9
9
5
5
4
4
4
2

X= log konsentrasi
Y= nilai probit

Persamaan regresi
y= 0,802 x + 3,631
5= 0,802 x + 3,631
0,802 x = 5- 3,631
X= 1,369
0,802
= 1,707
LC50= an log 1,707
LC50 = 50,93 g/ml

BSLT

15

7
6

f(x) = 0.8x + 3.63


R = 0.99

5
4
3

Linear ()

2
1
0
0.5

1.5

2.5

3.5

b. Pembahasan
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap
obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak
organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat racun, Paracelsus)
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki
bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp
lethality test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai
uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa antikanker.
Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan terlebih
dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine
ShrimpLethality Test (BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina
leach sebagai hewan uji. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak
digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman.
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air
yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau
makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian
ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada
saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji

BSLT

16

tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai
LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa
sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.
Pada percobaan ini dilakukan konsentrasi yang berbeda masing-masing
yaitu konsentrasi 10, 100, dan 1000 g/ml untuk membandingkan toksisitas dan
efek toksik yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Juga untuk
melihat pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. air laut sebagai
kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan
bukan dari laut. digunakan karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat
antikanker, dan Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah
karena larva udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat
menembus masuk melalui dinding sel larva tersebut.
Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan adalah pra perlakuan yakni
menyiapkan larva udangnya. Pertama-tama Kista udang Artemia Salina leach
dimasukkan kedalam wadah penetasan yang berisi air laut dan telah dilengkapi
dengan aerasi dan lampu. Biarkan 48 jam hingga menjadi larva. Stelah itu
membuat larutan sampel dengan masing-masing konsentrasi. Hal pertama yang
dilakukan adaalah Sampel 40 mg dilarutkan dalam 4 ml methanol (larutan induk
10.000 g/ml) kemudian Pipet 0,5 ml larutan induk dan masukkan kedalam vial
kosong. Lakukan pengenceran dengan mengambil 0,5 ml larutaan induk
dantambahkan methanol hingga 5 ml(larutan dengankonsentrasi 1000 g/ml).
Stelah itu Pipet 0,5 ml larutan diataas dan masukkan kedalam vial kosong, lalu
Pipet 0,5 ml larutan di atas dan lakukan pengenceran dengan menambahkan
metanol 5 ml(larutan dengan konsentrasi 100 g/ml), lalu Pipet larutan diatas
sebanyak 0,5 ml dan masukkan kedalam vial. Masing-masing larutan didalam vial
biarkan pelarutnya menguap kemudian Tambahkan 50g dimetilsulfoksida
(DMSO) dan barulah Tambahkan air laut hingga mencapai batas kalibrasi (5ml).
Setelah laukan pengujian BSLT dengan cara Masukkan 10 ekor larva ke masingmasing vial uji lalu Lakukan pengamatan terhadap larva yang mati selama 24 jam
dan Hitung nilai LC50.

BSLT

17

Dari Pengujian diatas diperoleh hasil pada kelompok kami yaitu kelompok 3
diperoleh jumlah larva yang mati 3,2,4, dengan nilai probit 4,476. Pada
praktikum ini data yang digunakan untuk mencari persamaan regresi dan LC50
adalah data dari kelompok 1, 2, 3. Dimana diperoleh hasil log konsentasinya
adalah konsentrasi 1000 log konsentrasinya adalah 3, dan pada konsentrasi 100
adalah 2, serta konsentrasi 10 log konsentrasinya adalah 1. Dimana nilai probit
masing masing adalah 6,080 ; 5,151 ; 4,476 .
Setelah didapat log konsentrasi dan nilaai probit diperoleh persaman regresi
yaitu y= 0,802 x + 3,631. Diperolehlah nilai LC50 adalah 50,93 g/ml. Artinya
konsentrasi larutan sampel yang menyebabkan kematian dengan nilai LC50
adalah konsentarsi 50,93 g/ml. Angka kematian hewan coba dihitung sebagai
Median Lethal Dose (LD50) atau Median Lathal Concentration (LC50).
Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan
terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air. Kematian pada
hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk memperkirakan dosis
kematian pada manusia.

1.6.
Kesimpulan
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya.
Brine Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji toksisitas
yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari
bahn alam.
Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50)
atau Median Lathal Concentration (LC50).
Metode BSLT ini menunjukkan aktifasi farmakologis yang luas, tidak spesifik
dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva udang (Artemia
Salina Leach).

BSLT

18

Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva
udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk
menembus dinding sel larva tersebut.
Biossay adalah suatu pengujian tentang toksisitas pada suatu produk dalam
rangka pencarian produk alam yang potensial yang biasanya menggunakan
makhluk hidup sebagai sampel
Dari percobaan di peroleh persamaan regresi y = 1,418x + 2,072
Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil konsentrasi untuk
mematikan 50% larva udang (Artemia salina) adalah21,375,90 g/ml
sehingga dapat dikatakan sampel pada percobaan ini memiliki potensi
toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba
larva Artemia salina Leach.

DAFTAR PUSTAKA
Donatus, A.Imono.2001. Toksikologi Dasar .Yogjakarta:Universitas Gajah Mada
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. FK-UI: Jakarta.
Katzung, Bertram. 1997.Farmakologi Dasar dan Terapi. Edisi VI.Jakarta: EGC.
Lu, Frank .1995.Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian risiko.
Penerjem hE-di Nugroho. Jakarta: UI-Press.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat edisiV . Bandung: ITB

BSLT

19

You might also like