You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN CHONDROSARCOMA


DI RUANG 14 RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu Profesi Ners


Departemen Surgikal

Disusun oleh:
Rahman
135070209111077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Laporan Pendahuluan Chondrosarcoma

I.

PENDAHULUAN
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan oleh
sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua setelah osteosarkoma.
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) anaplastik
yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada daerah tulang femur,
humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak ciri dan bentuk
perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan metastasis yang agresif.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang
berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan
bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan
kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas
dibandingkan kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral atau
perifer berdasarkan lokasinya di tulang.
II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih sering ditemukan pada pria
daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan, tidak ada perbedaan insidens. Dari segi ras penyakit
ini tidak ada perbedaan. Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh lapisan usia, namun
terbanyak pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh puluh enam persen, kondrosarkoma primer
berasal dari dalam tulang (sentral) sedangkan kondrosarkoma sekunder banyak ditemukan berasal
dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma yang mengalami transformasi. Pasien
dengan olliers disease (enkondromatosis multipel) atau maffuccis syndrome (enkondroma multipel
+ hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi kondrosarkoma daripada orang-orang
normal dan sering sekali muncul pada dekade ketiga dan keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis tulang ganas
primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh
keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma.
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem muskuloskeletal tersusun dari tulang, kartilago, sendi, bursa, ligamen dan tendon.
Kartilago normal ditemukan pada sendi, tulang rusuk, telinga, hidung, diskus intervertebra dan
tenggorokan. Kartilago tersusun dari sel (kondrosit dan kondroblast) dan matriks. Kondroblas dan

kondrosit memproduksi dan mempertahankan matriks. Matriks terdiri dari elemen fibrous dan
substansi dasar. Matriks ini kuat dan solid tetapi lentur. Matriks organik terdiri dari serat-serat
kolagen dalam gel semi padat yang kaya mukopolisakarida yang disebut juga substansi dasar.
Kartilago memegang peranan penting dalam pertumbuhan panjang tulang dan membagi
beban tubuh. Tulang bertambah panjang akibat proliferasi sel kartilago di lempeng epifisis. Selama
pertumbuhan dihasilkan sel-sel tulang rawan (kondrosit) baru melalui pembelahan sel di batas luar
lempeng yang berdekatan dengan epifisis. Saat kondrosit baru sedang dibentuk di batas epifisis,
sel-sel kartilago lama ke arah batas diafisis membesar. Kombinasi proliferasi sel kartilago baru dan
hipertrofi kondrosit matang menyebabkan peningkatan ketebalan (lebar) tulang untuk sementara.
Penebalan lempeng tulang ini menyebabkan epifisis terdorong menjauhi diafisis. Matriks yang
mengelilingi kartilago tua yang hipertrofi dengan segera mengalami kalsifikasi.
Pada orang dewasa, kartilago tidak mendapat aliran darah, limfe atau persarafan. Oksigen
dan bahan-bahan metabolisme dibawa oleh cairan sendi yang membasahi kartilago. Proses ini
dihambat dengan adanya endapan garam-garam kalsium. Akibatnya sel-sel kartilago tua yang
terletak di batas diafisis mengalami kekurangan nutrien dan mati.
Osteoklas kemudian membersihkan kondrosit yang mati dan matriks terkalsifikasi yang
mengelilinginya, daerah ini kemudian diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang berkerumun ke atas
dari diafisis, sambil menarik jaringan kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini meletakkan tulang
di sekitar bekas sisa-sisa kartilago yang terpisah-pisah sampai bagian dalam kartilago di sisi diafisis
lempeng seluruhnya diganti oleh tulang. Apabila proses osifikasi telah selesai, tulang di sisi diafisis
telah bertambah panjang dan lempeng epifisis telah kembali ke ketebalan semula. Kartilago yang
diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan
kartilago baru di ujung epifisis lempeng.
Ada tiga jenis kartilago yaitu: kartilago hialin, kartilago elastis dan fibrokartilago. Kartilago
hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial Kartilago ini
memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Kartilago ini tersusun dari sedikit sel dan
sejumlah besar substansi dasar. Substansi dasar terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang
dihasilkan oleh sel-sel kartilago. Proteoglikan sangat hidrofilik sehingga memungkinkan menahan
kerusakan sewaktu sendi menerima beban berat. Kartilago hialin terletak pada epifisis tulang
panjang.
IV. PREDILEKSI
Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan bagian epifisis
tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun predileksi terbanyak
pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula mengenai rusuk,

tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang mengenai tangan dan biasanya
merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari sindrom enkondromatosis multipel.
V. ETIOLOGI
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi kondrosarkoma
masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang terus berkembang didapatkan bahwa
kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti enkondroma atau
osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor
ini dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker
primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier disease dan Maffucci
syndrome, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.
VI. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya kartilago oleh selsel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang
mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang
mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas
yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan
lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di
ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung
epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel kartilago
menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran
dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi awal dari
kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan
kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor
kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada
formasi tulang baru dan soft tissue.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan radiologi dan
patologi anatomi.

VII. Diagnosis Klinis


Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit ini memiliki
perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif.
A. Gejala Kondrosarkoma
Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien kondrosarkoma
merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada predileksi serta ukuran tumor.
Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahanlahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak
menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya fraktur patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
4. Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang
ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga
disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan biasanya
disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.
B. Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1) apabila jinak
dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui pemeriksaan
mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel normal dan
pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade tinggi, sel tumor
tampak abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase yang sangat cepat.
Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi kondrosarkoma lebih
sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah
adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma
primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui apakah sel tumor ini
telah bermetastase di luar lokasi aslinya. Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1) jika tumor tersebut
berada di dalam tulang dan (T2) jika diluar tulang.

Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:


Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces,
nervus dan pembuluh darah.
Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.
Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces,
nervus dan pembuluh darah.
Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di luar tulang namun
telah mengalami metastase.
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka disebut N1 sedangkan N0
apabila tidak didapatkan keterlibatan kelenjar limfe regional. Jika didapatkan metastase disebut
sebagai M1 dan jika tidak didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa bermetastase
pada paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal, payudara atau otak.
VIII. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha penegakan diagnosis
tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto
konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu, kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan USG dan
Nuklear Medicine.
Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk diagnosis
awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan gambaran
radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan
reaksi eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan
korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. Scallop erosion pada
endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang
licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka
hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma
lebih agresif disertai destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan
dengan enkondroma.
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan, penetrasi
korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk
kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat
dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area yang luas tanpa
kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga menunjukkan tanda
malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat

sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah keganasan
menjadi kondrosarkoma.
CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi
matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga
terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional. CT scan ini juga
dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan menyelidiki adanya proses metastase
di paru-paru.
IX. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan sifat kartilaginosa; besar
dengan penampilan berkilau dan berwarna kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa tumor
berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan pada
gambaran histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti multipel dalam
suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas dalam satu lakuna. Diantara sel tersebut
terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau osifikasi.
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan optimalisasi manajemen terapi.
Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan
imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan sebagai penuntun
biopsi jarum halus pada soft tissue, sedangkan CT scan digunakan sebagai penuntun untuk biopsi
jarum halus pada tulang. Perubahan patologis antara tumor jinak dan tumor ganas grade rendah
sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk memastikan diagnostik patologis dan
biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah terbuka.
Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:
1. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan
secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak
vakuola besar. Akan tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant
cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
2. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells
dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan
penipisan kartilago.

3. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya
adalah gabungan antara grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di
mana terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai
keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago,
stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa
pembesaran.
4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya
terletak pada bagian metafisis femur, jarang pada diafisis.
X. DIAGNOSIS BANDING
Kondrosarkoma biasanya berasal dari tulang normal, atau merupakan perubahan ganas dari
kelainan jinak seperti osteokondroma dan enkondroma.
1. Osteokondroma
Osteokondroma atau eksostosis osteokartilagenus adalah pertumbuhan tulang dan tulang
rawan yang membentuk tonjolan di daerah metafisis. Tonjolan ini menimbulkan pembengkakan
atau gumpalan. Kelainan ini selalu muncul di daerah metafisis dan tulang yang sering terkena
adalah ujung distal femur, ujung proksimal tibia, dan humerus.
Osteokondroma ini perlu dibedakan dengan osteokondroma bawaan yang predileksinya di
daerah diafisis dan bersifat multipel. Osteokondroma terdiri atas dua tipe, yaitu tipe bertangkai
dan tipe sesil yang mempunyai dasar lebar.
Perubahan ke arah ganas hanya satu persen. Eksisi dilakukan bila kelainan cukup besar
sehingga tampak di bawah kulit atau, bila mengganggu.
2. Enkondroma
Enkondroma merupakan tumor jinak pada kartilago displastik yang biasanya berupa lesi
soliter pada bagian intramedullar tulang dan metafisis tulang tubular. Hal yang penting pada
penyakit ini adalah komplikasi, terutama fraktur patologis atau perubahan bentuk ke arah
keganasan yang disertai fraktur patologis.
Pada foto konvensional enkondroma memberikan gambaran berupa radiolusen yang
berbatas tegas di daerah medulla. Tampak pula kalsifikasi seperti cincin dan pancaran (ring and
arcs) yang berbatas tegas, membesar dan menipis, khususnya pada daerah tangan dan kaki.
Pada tulang panjang, bentuk kalsifikasinya mungkin sulit dibedakan dengan kalsifikasi distropik
pada infark tulang.

XI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara dokter dengan
profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk
evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat dan
ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari penanganan kondrosarkoma dan
memberikan dorongan kesehatan makanan untuk membantu melawan efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada beberapa hal seperti:
1. Ukuran dan lokasi dari kanker
2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.
3. Grade dari sel kanker tersebut.
4. Keadaan kesehatan umum pasien
Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi pembedahan (surgery),
kemoterapi dan radioterapi.
1. Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena kondrosarkoma
kurang berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat
dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga
amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan paling
tepat adalah amputasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker telah
menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang tidak
menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi tinggi.
Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik makro maupun mikroskopik. Radiasi
diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil bebas
tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani
operasi saja menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general radioterapi adalah
nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan mengatur jarak dan dosis
radioterapi.

XII. PROGNOSIS
Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade dari tumor
tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan survival rate dan prognosis dari penyakit ini. Pasien
anak-anak memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dewasa.
Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis kondrosarkoma karena
jika pengangkatan tumor tidak utuh maka rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh
tumor diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi kondrosarkoma biasa
terjadi 510 tahun setelah operasi dan tumor rekuren bersifat lebih agresif serta bergrade lebih
tinggi dibanding tumor awalnya. Walaupun bermetastasis, prognosis kondrosarkoma lebih baik
dibandingkan osteosarkoma.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
A. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi
masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus
pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang
nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
B. Pemeriksaan fisik
Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena,
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas.
Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit, mungkin hebat atau dangkal sering hilang dengan
posisi flexi, anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan
objek berat, Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru,
tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).(Wong, 2003)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a.
b.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi


Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang

c.

proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat


Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan
dengan kanker.

d.

Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran

e.

Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak.

3.

RENCANA INTERVENSI

a.

Dx 1

Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri


KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi
situasi individu.

INTERVENSI
1. Kaji status nyeri ( lokasi,

RASIONAL
memberikan data dasar untuk

frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri

menentukan dan mengevaluasi intervensi


yang diberikan.

2.

Berikan lingkungan yang nyaman,

dan aktivitas hiburan ( misalnya :


musik, televisi )
Meningkatkan relaksasi klien
3.

Ajarkan teknik manajemen nyeri

seperti teknik relaksasi napas dalam,


visualisasi, dan bimbingan imajinasi
Meningkatkan relaksasi yang dapat
4.

Kolaborasi : Berikan analgesik

menurunkan rasa nyeri klien

sesuai kebutuhan untuk nyeri.


Mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
b.

Dx 2

Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam
aturan pengobatan
KH :
Pasien tampak rileks
Melaporkan berkurangnya ansietas

Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien

INTERVENSI
1. Motivasi pasien dan keluarga

RASIONAL
Memberikan kesempatan pada pasien untuk

untuk mengungkapkan perasaan

mengungkapkan rasa takut serta kesalahan


konsep tentang diagnosis

2.

Berikan lingkungan yang

Membina hubungan saling percaya dan

nyaman dimana pasien dan keluarga

membantu pasien untuk merasa diterima

merasa aman untuk mendiskusikan

dengan kondisi apa adanya

perasaan atau menolak untuk


berbicara

Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak


sendiri atau ditolak.

3.

Pertahankan kontak sering

dengan pasien dan bicara dengan

Menurunkan ansietas dan memungkinkan

menyentuh pasien

pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai


realita.

4.

Berikan informasi akurat,

(Doenges, 1999

konsisten mengenai prognosis


c.

Dx 3

Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat


KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 5,5
g% ).
INTERVENSI
1. Catat asupan makanan setiap

RASIONAL
Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi

hari
Mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein
kalori khususnya bila berat badan dan
2.

Ukur tinggi, berat badan,

pengukuran antropometrik kurang dari normal

ketebalan kulit trisep setiap hari.


Memenuhi kebutuhan metabolik jaringan.
3.

Berikan diet TKTP dan asupan

cairan adekuat.

Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan


produk sisa.
Membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi

(Doenges, 1999)
4.

Kolaborasi : Pantau hasil

pemeriksaan laboratorium sesuai


indikasi.
d.

Dx 4

Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak
berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH : Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
INTERVENSI
1. Diskusikan dengan orang

RASIONAL
R/ membantu dalam memastikan masalah

terdekat pengaruh diagnosis dan

untuk memulai proses pemecahan masalah.

pengobatan terhadap kehidupan


pribadi pasien dan keluarga.
Membantu dalam pemecahan masalah
2.

Motivasi pasien dan keluarga

untuk mengungkapkan perasaan


tentang efek kanker atau
pengobatan.
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga
hubungan saling percaya dengan pasien dan
keluarga. (Doenges, 1999)
3.

Pertahankan kontak mata

selama interaksi dengan pasien dan


keluarga dan bicara dengan
menyentuh pasien

e.

Dx. 5

Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH :
Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas

INTERVENSI
1. Lakukan pendekatan langsung

RASIONAL
Meningkatkan rasa percaya dengan klien

dengan klien.
Memberikan dukungan moril kepada klien
2.

Diskusikan kurangnya alternatif

untuk menerima pembedahan

pengobatan.
Membantu dalam melakukan mobilitas dan
3.

Ajarkan penggunaan alat bantu

meningkatkan kemandirian pasien

seperti kursi roda atau kruk sesegera


mungkin sesuai dengan kemampuan

secara tidak langgsung memberikan latihan

pasien

mobilisasi

4.

Motivasi dan libatkan pasien

dalam aktifitas bermain


4.

IMPLEMENTASI

Lakukan sesuai dengan Intervensi


5.

EVALUASI

1.

Pasien mampu mengontrol nyeri

a.

Melakukan teknik manajemen nyeri,

b.

Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.

c.

Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan

aktifitas hidup sehari-hari


2.

Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.

a.

Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata

b.

Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien

c.

Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien

3.

Masukan nutrisi yang adekuat

a.

Mengalami peningkatan berat badan

b.

Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan

c.

Tidak ada tanda tanda kekurangan nutrisi

4.

Memperlihatkan konsep diri yang positif

a.

Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien

b.

Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri

c.

Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi

DAFTAR PUSTAKA
Lukman dan Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Palembang: Salemba Medika.
Price, S.A (2000). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta,.
EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol. 3.
Jakarta. EGC

You might also like