You are on page 1of 1

Editorial & Opini

Edisi 97

13 Juli s/d 20 Juli 2015

R egionalika
Mohon Maaf
Lahir dan Batin
TAK ada kata lain yang dapat kami
ungkapkan terkecuali menghaturkan mohon maaf lahir dan batin kepada seluruh
pembaca Surat Kabar Media Regional.
Di hari yang fitri ini. I Syawal 1436
H/2015 M, kami atas nama seluruh awak
Surat Kabar Media Regional memohon
maaf kepada masyarakat jika selama ini
ada pemberitaan yang tidak berkenan di
hati pembaca setia Surat Kabar Media
Regional.
Selanjutnya, kami juga mengajukan
permohonan maaf kepada instansi pemerintah khususnya di Provinsi Jambi, jika
selama ini ada pemberitaan yang mungkin
tersajikan dengan kesilapan yang sebenarnya tidaklah kami sengaja.
Sebagai manusia biasa yang penuh
kekurangan disana sini dalam penyajian
berita Surat Kabar Media Regional, tentunya hal itu juga menjadi bukti kalau
kami butuh untuk dikoreksi, diingatkan
oleh seluruh pembaca setia karena kita
sebagai manusia dituntut untuk selalu
mengingatkan, demikian pastinya harapan
kita semua.
Dalam rangka merayakan Idul Fitri
tahun ini, kami senantiasa mendoakan
kepada seluruh pembaca setia Media
Regional untuk mendapat berkah dan hidayah dari Allah SWT, dan juga tentunya
ibadah di bulan suci Ramadhan yang telah
kita jalan bersama mendapat pahalanya.
Idul Fitri, sebagai pertanda permohonan maaf atas kesalahan yang disengaja
maupun yang tidak disengaja, sehingga
selanjutnya kita kembali menjadi manusia
yang fitrah, dan kami sebagai awal Surat
Kabar Media Regional menyadari betul
hal itu.
Dan karenanyalah, dengan kebesaran
hati dalam menyambut Idul Fitri ini, tidaklah berlebihan jika kami mengungkapkannya: Untuk lisan yang tak terjaga, Untuk
janji yang terabaikan, Untuk sikap yang
menyakitkan di hari yang fitri ini dengan
setulus hati Mengucapkan:
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal
1436 H, Minal Aidzin wal Faidzin, Mohon
Maaf Lahir dan Batin. (***)

egionaluri

Sibuk Menghadapi
Lebaran
SUDAH menjadi tradisi bagi umat Islam, dalam rangka menyambut Idul Fitri
setelah sebulan penuh melaksanakan
ibadah puasa di bulan suci Ramadhan,
sibuk menyiapkan segala kebutuhan.
Tidak saja, soal menyediakan pakaian
baru, beragam kue, termasuk juga soal
persediaan biaya yang tidak terduga.
Dilain sisi, tentunya tak juga dapat
terbantahkan, masalah mudik ke kampung
halaman tentunya juga menjadi skala
yang diprioritaskan. Pastinya demikian,
dan begitulah sakralnya Idul Fitri karena
pentingnya untuk bisa saling bermaaf
maafan di bulan yang penuh fitrah itu.
Persiapan yang serba wah dalam
menyambut Idul Fitri bagi yang memiliki
ekonomi mapan tentunya tidak masalah.
Mau beli apa duitnya ada, dan tergantung
cocok atau tidaknya yang mereka inginkan. Tetapi, sebaliknya jika kebetulan
ekonomi yang kita punya berada dalam
kondisi serba pas pasan, setidaknya
kondisi seperti itu tak jarang yang mengaku puyeng karena Idul Fitri yang akan
dirayakan.
Begitulah Idul Fitri yang disambut
kedatangannya dengan penuh keberagaman. Padahal, kalau kita menyadari betul
makna dari Idul Fitri yang sesungguhnya,
setidaknya sudah ada pembelajaraan
dimana kita diharuskan mampu mengendalikan nafsu yang terus berkesumat
dalam kehidupan.
Kenyataan itu yang kerap terlupakan,
padahal dalam pembelajaran yang dipetik
dalam menjalankan ibadah puasa yang
baru saja berlalu, tak serta merta dapat
dipertahankan karena perubahan bulan
yang baru berjalan hitungan detik antara
Ramadhan dan Syawal.
Lantas, sekarang jangan heran, dan
apa lagi harus menjadi ter aneh aneh
jika disekeliling kita melihat ada yang sedang berjuang untuk mendapatkan segala
yang dibutuhkan hanya untuk persoalan
menghadapi Idul Fitri tersebut yang tak
pernah merasa berkecukupan.
Kesimpulannya semakin jelas. Persoalan tak pernah merasa cukup semestinya
harus diakui sebagai jati diri dalam keseharian, dan tak ada kaitannya dalam
menghadapi Idul Fitri yang sebentar
lagi kita rayakan. Dan akhirnya, situasi
semacam ini semakin memperlihatkan
kita kalau ternyata kapanpun kita tak
mampu untuk memberi walaupun pada
kenyataannya kita ada. (***)

Surat Kabar

Media Regional
Mengawal Suara Rakyat Jambi

Media Regional
Halaman

Kekuasaan adalah Amanah,


Bukan Sekadar Sok Kuasa
S

EPERTI yang tercatat dalam sejarah,


Rasulullah Saw tidak
memiliki anak lelaki yang
berusia panjang mereka wafat saat masih kecil. Khalifah
Abu Bakar dan Umar memiliki anak lelaki, tapi mereka
tidak pernah menunjuk anak
mereka untuk menggantikan
posisi mereka sebagai khalifah. Tradisi itu diubah oleh
Khalifah Muawiyah, yang
menjadikan anaknya, Yazid,
sebagai putra mahkota (waliyul ahdi). Maka berakhirlah
era khilafah, berganti dengan
dinasti. Sejarah politik Islam
kemudian meninggalkan cerita perebutan kekuasaan
dalam internal kerajaan ataupun perpindahan dari satu
dinasti ke dinasti berikutnya.
Demokrasi kemudian hadir menyediakan tata cara

pergantian kekuasaan yang


berbeda: kekuasaan bukan
milik keluarga tertentu yang
diperlakukan seolah sebagai
harta warisan, tapi kekuasaan
adalah milik rakyat. Rakyatlah yang berhak mengangkat
dan sekaligus mengganti pemimpinnya. Semua dipandang
sama: berhak dipilih dan memilih, maka suara seorang
guru besar sama nilainya
dengan suara tukang ojek.
Lamanya kekuasaan juga dibatasi antara dua sampai tiga
periode. Tidak ada pemimpin
seumur hidup.
Namun sistem kerajaan
dengan putra mahkota tidak
semuanya hilang. Di Inggris,
Ratu berkuasa seumur hidup,
dan Pangeran Charles sang
putra mahkota harus menunggu haknya. Tapi Inggris
juga menganut demokrasi,

dimana Perdana Menteri yang


dipilih secara demokratis,
akan menjalankan kekuasaan
pemerintahan sehari-hari.
Ratu menjadi kepala negara
secara simbolis belaka. Ini
cara mereka memegang tradisi
lama dalam kerajaan, tapi
juga mengambil tradisi baru
demokrasi yang lebih relevan.
Di dunia Arab sistem kerajaan masih berlangsung. Raja
Salman dari Saudi Arabia
baru saja mengganti putra
mahkota. Turun temurun
kerajaan Saudi diwarisi oleh
Bani Saud. Jangan tanya
dalilnya mana, karena tidak
akan ketemu dan hanya akan
dijawab dengan berbagai dalih. Mereka bukan mengikuti
tradisi khulafa al-rasyidin,
tapi tradisi Muawiyah.
Bagaimana dengan di tanah air? Di sejumlah daerah

politik dinasti masih terjadi.


Satu keluarga bisa menguasai roda pemerintahan dari
Gubernur sampai Bupati atau
Walikota. Misalnya yang terjadi di Provinsi Banten. Ada
pula kejadian dimana isteri,
adik atau anak penguasa yang
terpilih menggantikannya.
Ada pula tukar guling, anak
jadi bupati, dan bapaknya
yang mantan bupati jadi ketua
DPRD seperti di Bangkalan,
Madura. Tapi gimana mau
protes? Semuanya terpilih
secara demokratis bukan lewat penunjukkan. Kita boleh
bertanya: kenapa rakyat mau
memilih seperti itu?
Di Yogyakarta sekarang
sedang heboh, Sang Sultan
konon sedang berusaha menjadikan anak perempuannya
sebagai calon penggantinya.
Diangkatlah sang anak men-

jadi Putri Mahkota. Karena


melalui sistem penunjukkan, dan dianggap keluar
dari tradisi, maka adik-adik
Sang Sultan protes keras,
meski Sang sultan berdalih
ini dawuh dari para leluhur.
Mungkin kita harus kembali
kepada konsep Syura yang ditawarkan Alquran: bermusyawarahlah sebelum mengambil
keputusan.
Dan yang harus diingat
ialah Kekuasaan itu sebuah
amanah. Bukan sekedar sok
kuasa. Siapa yang melanggar
amanah akan berhadapan
kelak dengan Allah swt di Hari
Pembalasan. (*)

PENULIS Gus Nadirsyah Hosen


Rais Syuriah, Pengurus
Cabang Istimewa NU di Australia dan Selandia Baru

SEMAKIN canggih
teknologi, semakin kacau saja
polah tingkah manusia saat
ini. Beginilah efek perkembangan teknologi dalam sistem
sekuler. Kemajuan ilmu dan
teknologi yang seharusnya dapat meninggikan peradaban,
yang ada justru memperparah
kerusakan.
Dengan dalih menghindari
zina, jasa menikah secara
agama marak diiklankan di
dunia maya. Di kawasan Jawa
Barat, situs online yang menawarkan jasa nikah kontrak
mulai marak. Para penikmat
libido pun berlomba menggunakan situs tersebut. Sebab,
mereka tidak perlu repot
menikahi pasangannya di
Kantor Urusan Agama (KUA).
Sistem pernikahan siri online ini biasanya dilakukan
tanpa harus bertatap muka
secara langsung, cukup melalui saluran telepon dan atau

videocall pun pengantin bisa


melangsungkan pernikahan
siri. Selain itu, penyedia jasa
Nikah Siri Online juga mempersiapkan wali mempelai
perempuan, memfasilitasi
penghulu, saksi, dokumentasi
dan surat keterangan menikah. Untuk fasililtas ini penyedia jasa di situs online itu
memasang tarif Rp2 jutaan.
Sangat disayangkan bahwa
Menteri Agama hanya berkomentar soal kerugian akibat
nikah siri (tidak dicatatkan).
Padahal, kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya sekedar
dicatat atau tidaknya pernikahan. Negara seharusnya
memberi pegangan jelas bagi
rakyat terkait dua hal: (1)
boleh tidaknya ini dilakukan
sesuai fiqih nikah, (2) bila diduga bahwa ini hanya modus
baru prostitusi harus segera
ditindak pelaku-pelakunya
dan ditutup situs yang me-

nawarkan jasa nikah online


tersebut.
Pernikahan semacam
ini jelas merupakan fenomena serupa kawin kontrak.
Dan Rasulullah Saw pernah
bersabda,Wahai manusia,
dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan
kawin kontrak (mutah). Dan
sesungguhnya Allah telah
mengharamkannya hingga
Hari Kiamat (HR. Muslim).
Selanjutnya, nikah siri
sendiri dalam hukum Islam
sebenarnya dibolehkan apabila memenuhi rukun-rukun
pernikahan yang digariskan
oleh Allah Swt. Adapun rukunrukun pernikahan adalah
sebagai berikut: (1) wali, (2)
dua orang saksi, dan (3) ijab
qabul. Jika tiga hal ini telah
dipenuhi, maka pernikahan
seseorang dianggap sah secara
syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Dalam berlangsungnya ijab


dan qabul (antara mempelai
laki-laki dan wali dari mempelai perempuan), disyaratkan dalam satu majelis atau
tempat, sehingga fakta nikah
online tidak bisa memenuhi
syarat tersebut. Syarat ijab
qabul harus dalam satu majelis karena hukum majelis
merupakan hukum kondisi
akad (An-Nabhani, 2003). Sehingga secara hukum Islam,
pernikahan siri melalui media
online tanpa ada kesatuan
majelis adalah tidak sah.
Ini hanyalah sedikit
penampakan dari kerusakan
yang terjadi di sistem sekuler
(memisahkan agama dari kehidupan). Yang mengakibatkan gaya hidup masyarakat
yang bebas (liberal) dan jauh
dari nilai syariat. Adanya
liberalisasi pemikiran dan
budaya menjadikan kaum
muslimin mengagungkan nilai

kebebasan yang dianut bangsa


Barat, seperti bergonta-ganti
pasangan, pergaulan bebas,
perzinahan, dan sebagainya.
Kita perlu camkan sabda Nabi
Muhammad Saw,Yang paling
banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah
dua lubang, yaitu mulut dan
kemaluan. (HR Tirmidzi, No
2072, hadits shahih).
Kondisi seperti ini akan
terus berlanjut jika sistem
sekuler tidak segera kita
hempaskan. Hanya sistem
pemerintahan Islamlah yang
akan dengan tegas melindungi
rakyatnya dari berbagai kerusakan. Salah satunya adalah
nikah siri online semacam ini.
Allahu alam. (*)
PENULIS Kholila Ulin Nima
Pendidik di Sekolah Alam
Mutiara Umat Tulungagung,
alumni Pascasarjana IAIN
Tulungagung

Geger Nikah Siri Online

Kriminalisasi Syariah Islam oleh Kaum Feminis


UNTUK kesekian kalinya,
kaum feminis dan liberal melancarkan tudingan terhadap
syariah Islam. Syariah Islam
dianggap mendiskriminasi
perempuan. Tudingan tersebut datang dari Raihan Diani.
Ia adalah aktivis mantan
Ketua Organisasi Perempuan
Aceh Demokratik (ORPAD).
Diani menuduh hukum syariah yang ditegakkan di Aceh
sering menghasilkan diskriminasi bagi perempuan Aceh.
Tuduhan itu di sampaikan
dalam sebuah diskusi di Jakarta bertema, Syariah Islam
di Aceh dan Kesejahteraan
Perempuan di Bakoel Caf,
Cikini. Diani juga menandaskan, Hukum syariah di Aceh
tidak menyejahterakan rakyat
Aceh. Banyak warga main
hakim sendiri yang mengatasnamakan syariah. (Hidayatullah.com dan The Citizen
Daily).
Tak hanya di Aceh, rupanya
tudingan terhadap syariah
Islam yang mewarnai perdaperda di negeri ini pun terus
berlangsung. Penolakan atas
Perda Syariah Kota Tasikmalaya datang dari LSM semisal Setara Institute dan para
perempuan pegiat gender.
Mereka resah dan mengklaim
bahwa Perda Syariah Tasikmalaya yang mewajibkan
perempuan mengenakan kerudung sebagai diskriminatif
terhadap perempuan. Padahal

warga Tasikmalaya sendiri


tidak menyatakan keberatan terhadap Perda Syariah
tersebut.
Larangan perempuan
keluar malam dalam Perda
Syariah di Tangerang dan
Gorontalo juga tak luput dari
serangan. Mereka menuding
aturan ini sebagai kebijakan yang membatasi ruang
gerak perempuan. Begitu
pula di Sumatra Barat yang
menerapkan perda bernuansa
syariah Islam. Di antaranya
tentang: Kewajiban Berbusana Muslimah di Kota Padang; Wajib Baca al-Quran
untuk Siswa dan Pengantin di
Kabupaten Solok; Berpakaian
Muslim dan Muslimah bagi
Para Siswa, Mahasiswa dan
Karyawan di Kabupaten Pasaman, dll. Semuanya mendapat
hujatan. Komnas Perempuan
mencatat, Provinsi Sumbar
merupakan daerah pertama
yang mengeluarkan kebijakan
diskriminatif, yang mendiskreditkan wanita dan tersebar
di 15 daerah. Kami meminta
agar perda-perda diskriminatif terhadap perempuan
ini dihapuskan karena memberangus sebagian hak-hak
mereka, Kata Ketua Gugus
Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional
Komnas Perempuan, Husein
Muhammad (Kompas.com).
Tudingan miring para feminis dan liberal yang bertubi-

R egionalpublik

tubi di atas jelas merupakan


serangan terhadap syariah
Islam. Serangan terhadap
syariah juga tampak pada gugatan terhadap hukum waris,
kepemimpinan laki-laki atas
perempuan, nafkah, cerai di
tangan laki-laki, pakaian, hukum khalwat, safar, izin istri
dan lain-lain.
Dalam logika sesat mereka, jilbab dianggap sebagai
bentuk kekerasan dan diskriminasi perempuan karena
memaksa perempuan untuk
memakai pakaian, yang boleh
jadi mereka sukai. Kemuliaan
perempuan mereka ukur dengan kemampuan menghasilkan uang, jabatan yang bisa
mereka sandang, partisipasi
dalam politik, dan segala yang
bersifat materi. Nilai-nilai
yang dijunjung Islam bagi
perempuan seperti harga diri,
pahala sebagai istri dan ibu,
semua diabaikan.
Dengan berbagai bentuk
serangan yang kian massif, kaum feminis berusaha
untuk mengubah pandangan
Muslimah terhadap aturan
agama mereka. Mereka menggambarkan betapa wajah buruk Islam menghantui kaum
perempuan. Mereka mengopinikan bahwa jika syariah
diterapkan, perempuanlah
pihak pertama yang akan
menjadi korban.
Kaum feminis dan liberal
akan terus melakukan peny-

erangan terhadap penerapan


aturan yang bernuansa syariah Islam. Inilah fakta yang
akan terus terjadi ketika sebagian syariah diterapkan dalam
habitat yang bukan sistem Islam (sistem kufur demokrasi).
Ketika ketimpangan muncul
hal itu dituduhkan pada syariah Islam. Padahal ketimpangan itu terjadi justru karena
produk aturan syariah yang
masih bercampur dengan aturan buatan manusia.
Jika saat ini aturan Islam
dirasa ada yang merugikan
perempuan, maka perlu dipahami bahwa kemuliaan
dan peran utama perempuan
memang hanya akan tampak
dan dicapai secara nyata ketika Islam diterapkan secara
total. Saat ini, ketika syariah diterapkan secara parsial
dalam kondisi sosial politik
demokrasi-liberal, didukung
oleh pemberlakuan sistem
ekonomi kapitalistik yang
tidak memberikan keadilan,
maka justru akan banyak
celah untuk memojokkan;
seolah-olah syariah Islam
tidak memahami dinamika
masyarakat dan tidak mampu
menjawab tantangan zaman.
Bila diberlakukan aturan
jam malam, misalnya, maka
yang terkena dampaknya bukan hanya pelaku prostitusi,
tetapi juga banyak perempuan pekerja yang tuntutan
kerjanya hingga larut malam.

Regionalpublik menerima tulisan disertai fotocopy KTP atau tanda


pengenal lainnya. Benar dan objektif. Maksimum 1 folio, 2 spasi/Artikel
maksimum 5 halaman folio. e-mail: redaksi_regionalnews@yahoo.co.id

Wali Siswa Kecewa

PENERIMAAN siswa baru tahun 2015 dirasakan semakin carut marut. Bahkan, tidak sedikit wali siswa
yang kecewa karena anaknya tak lulus walaupun
nilainya tinggi.
Sistim online dalam penentuan kelulusan salah satu
bukti karena banyak nama dan alamat yang dicantumkan pada siswa yang sama. Dan belum lagi banyak
anak dan keluarga pejabat yang ikut bermain untuk

meluluskannya.
Setidaknya, kami sebagai wong cilik hanya bisa
meminta agar pihak aparat penegak hukum mengusut
persoalan itu, karena tidak menutup kemungkinan
adanya permainan kotor untuk menggeser siswa yang
pintar dengan nilai tinggi.
Linda ME
Warga Talang Banjar, Kota Jambi

Contoh lain tentang aturan


berpakaian Muslimah di Aceh
dan di beberapa kota lainnya.
Perempuan diperintahkan
untuk menutup auratnya.
Namun di sisi lain, sistem ini
memberikan peluang besar
terhadap perkembangan mode
yang terus disodorkan melalui media massa. Pendidikan
yang diterapkan pun berbasis
kurikulum sekular yang tidak
mampu memotivasi para siswa
untuk terikat penuh dengan
syariah. Kondisi seperti ini
akan menjadi santapan empuk
feminis untuk melancarkan
serangan terhadap aturan
berpakaian dalam Islam.
Penerapan syariah Islam
haruslah secara totalitas (menyeluruh) di bawah naungan
negara Khilafah Islamiyah
agar rahmat-Nya terasa pada
seluruh umat manusia. Syariah Islam juga wajib berlaku
sama bagi seluruh warga
negara, Muslim maupun nonMuslim, keluarga pejabat atau
rakyat jelata.
Oleh karena itu, mari kita
akhiri serangan terhadap
syariah Islam. Mari kita lawan
logika sesat kaum feminis
liberal dengan menerapkan
syariah Islam secara kaffah
dalam naungan Khilafah Islamiyah. (*)
PENULIS SRI INDRIANTI
Jl. Letjen Suprapto no 58
Tulungagung-Jatim

R egionalngota

Makmano pulo Lub, katonyo di daerah


Tanjungjabung Timur ado pembangunan cetak
sawah baru sejak tahun 2011 lalu. Mantap
tuh Lub
Aponyo yang mantab Bah, kabar ceritonyo malah pembangunan tuh lahan
korupsi.
Aaah, apo io nian Lub, sampai
segitunyo
Nah itu dio Bah, banyak pejabat
kito lah dak bermoral lagi, hehe

Diterbitkan: Yayasan Pilar Regional, Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi: Noer Faisal, Pemimpin Perusahaan: Nofriyanto, Keuangan: Fatmawati, Tata Usaha: Andi Mulyati, Redaktur Senior: H. Nasrul Tahar Redaktur Pelaksana: Asenk Lee saragih, Redaktur, Fadli Staf Redaksi: Ferawati, Fikrisyah, Dedi Supriansyah, Reporter: Andi Hendra LY, Dimaz Adhitya,
Setiawan, Arya Muktar Sekretaris Redaksi: Andi Mulyati, Sirkulasi: Novin, Tarif Iklan: Iklan Umum/Display Rp 9.000,-/mm kolom, Iklan Keluarga dan Ucapan Selamat Rp.6.500,-/mm
kolom. Iklan Berwarna Rp.21.000,-/mm kolom. Iklan Baris Rp.2500-/baris, Alamat Redaksi/ Tata Usaha: Jalan Yunus Sanis, Kompleks Perumahan Teguh Permai I Blok B No. 17
Kebun Kopi Telp: 0741 445 516 Jambi-Indonesia, E-mail: redaksi_regionalnews@yahoo.co.id. iklan_regionalnews@yahoo.co.id. Nomor Rekening Bank: BCA 1191 7980 11 A/N. Fatmawati.
Dicetak: PT. Jambi Media Grafika. Isi di luar Tanggung Jawab Percetakan
Wartawan Surat Kabar Media Regional dilengkapi kartu pers dan tidak diperkenankan menerima atau meminta apapun kepada siapapun

You might also like