You are on page 1of 40

PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

Sampai saat ini penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual (English : Sexually Transmitted
Infection) masih banyak dijumpai dalam masyarakat di seluruh dunia, sehingga masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat.
Infeksi ini yang ditularkan melalui hubungan seksual atau istilah Sexually Transmitted Infection (STI)
adalah lebih tepat digunakan, sebab jangkauannya lebih luas, mencakup berbagai infeksi urogenitalis bagian
bawah.
Infeksi yang termasuk dalam penyakit kelamin atau venereal disease (VD) adalah : Sifilis, Gonore, Ulkus
Mole, Granuloma inguinale dan Limfogranuloma Venereum.
Jadi apa yang disebut IMS adalah meliputi VD yang spesifik ditambah Urethritis Non Gonore, Kondiloma
Akuminata, Herpes Genitalis, Kandidiasis , Trikomoniasis, Vaginosis bacterial, scabies dan Moluskum
Kontagiosum.
SIFILIS
1. DEFINISI
Sifilis merupakan penyakit infeksi kronis yang sistemik, termasuk golongan Sexually Transmitted
Infection, disebabkan oleh organisme Treponema pallidium. Penularan penyakit melalui hubungan seksual
atau diperoleh secara kongenital dan aksidental.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Suatu anamnesis yang teliti sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit sifilis, antara
lain :
Uji serologis yang pernah diperiksa dan untuk apa pemeriksaan tersebut dilakukan
Infeksi terdahulu, dintyatakan dengan istilah darah kotor
Pengobatan anti sifilis yang pernah diperoleh
Pernah atau baru saja memperoleh pengobatan antibiotik untuk penyakit yang diderita selain sifilis.
Kemungkinan pernah hubungan seksual dengan PSK atau sejenisnya
Perlu mengingatkan tanda-tanda dan gejala seseorang yang disangka penderita.
Semua keterangan atau anamnesis yang diperoleh dapat menolong menegakkan diagnosis secara
tepat, terbukti sangat berguna dalam bidang epidemiologi.
Pemeriksaan fisik yang lengkap, x-ray dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dilakukan
bila diperlukan.
2. ETIOLOGI
Penyebab sifilis adalah organisme treponema pallidum termasuk genus treponema.
Organisme ini :
Tidak dapat bertahan lama di luar tubuh (hanya beberapa jam saja)
Tidak tahan panas
Tidak tahan kering
Tidak tahan antiseptik, sabun dan air
Morfologi yang khas dari treponema pallidum adalah :
Berbentuk spiral halus teratur atau berbentuk gelombang
Panjang 6-14 u dan lebar 0,1-0,2 u
Terdiri atas 6-12 gelombang (coil)
Gerakan seperti putaran sekerup

3. PENULARAN
Penularan penyakit dapat terjadi dengan berbagai cara :
3.1.
Melalui hubungan seksual
Treponema pallidum dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Penularan terjadi akibat masuknya
organisme tersebut melalui permukaan epitel yang mengalami abrasi, sewaktu mengadakan kontak
dengan penderita, atau dari lesi mukokutanea yang basah.
3.2.
Aksidental
Penularan penyakit ini selain melalui hubungan seksual dapat juga terjadi secara kontak langsung,
dengan lesi melalui kulit yang lecet (luka), dokter dan perawat yang memeriksa penderita sifilis tanpa
memakai sarung tangan, seseorang yang mendapat transfusi darah dari donor penderita sifilis
(stadium dini), sehingga T. Pallidum langsung masuk ke tubuh, disebut Syphilis demblee
3.3.

3.4.

Dibawa lahir (kongenital)


Infeksi pada janin melalui kapiler-kapiler placenta dari ibu penderita sifilis, terjadi sesudah bulan ke 6,
dimana plasenta sudah berkembang dan atrofi dari lapisan sel Langhans. Sedangkan infeksi tidak
mungkin terjadi sebelum bulan ke 4, oleh karena efek dari Cytotrophoblastic (Langhans) Layer
sebagai pelindung.
Non veneris treponematosis endemik
Penularan secara langsung atau tidak langsung dapat terjadi dari alat-alat yang dipakai sehari-hari
yang terkiontaminasi treponema pallidum, misalnya dari sprei, handuk, piring, gelas dan lain-lain.

4. GEJALA KLINIS
Perjalanan penyakit penderita sifilis aquisita yang tidak diobati, secara klinis dibagi dalam beberapa
tingkat yaitu : tingkat primer, sekunder dan tersier.
Klasifikasi sifilis dapat juga dibagi atas 2 tingkat yaitu :
4.1.
Sifilis dini menular (early syphilis infections), meliputi tingkat primer, sekunder dan laten dini
4.2.
Sifilis lanjut (late syphilis) atau tingkat tersier, meliputi semua manifestasi yang terjadi sesudah lebih
dari 2 tahun terinfeksi berupa :
Gumma
Sifilis susunan pembuluh darah dan jantung
Sifilis susunan syaraf pusat
Tingkat laten lanjut
Berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium dengan dijumpai T. Pallidum dalam
serum yang diambil dari lesi atau dari material yang diperoleh dari kelenjar limfa regional secara aspirasi,
ditunjukkan dengan mikroskop lapangan gelap, dapat ditegakkan diagnosis sifilis primer atau sifilis sekunder.
Bila tidak dijumpai Treponema pallidum dari suatu lesi dengan cara pemeriksaan lapangan gelap,
kemungkinan :
Lesi bukan sifilis
Pasien telah memperoleh obat-obatan anti sifilis secara lokal atau sistemik
Sudah terlampau lama dilakukan pemeriksaan sejak timbulnya lesi
Lesi mungkin berupa late sifilis
Keahlian / pengalaman sangat diperlukan dalam pengambilan material untuk pemeriksaan
mengidentifikasi organisme T. Pallidum.
Lesi (ulcus durum) harus dibersihkan dan dilakukan abrasi dengan gauze atau OSE untuk membuat
pendarahan superfisial. Darah yang permulaan keluar dibersihkan, kemudian serum yang keluar diambil dari
lesi. Setetes serum ini dibubuhkan di atas permukaan glass slide lalu ditutup dengan kaca penutup. Kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap.

SIFILIS PRIMER (S I)
Waktu inkubasi : 9-90 hari, umumnya 3 minggu
Lesi pertama siofilis berupa chancre biasanya didaerah anogenital tetapi dapat juga terjadi dimana
saja. T. Pallidum pertama sekali masuk ke tubuh (porte dentree) bibir, lidah dan tonsil (extra genital).
Biasanya soliter, jarang sekali multipel. Pertama berupa papel yang mengalami erosio kemudian membentuk
ulkus yang dangkal dan bersih, keras (indurasi) dan tidak sakit (indolent) bila belum ada komplikasi. Dikenal
sebagai ulcus durum.
Pada wanita dijumpai terutama di cervix uterus, sukar dilihat oleh karena memerlukan pemeriksaan dalam
dengan memakai spekulum. Dapat juga dijumpai genetalia exte rna, labium mayus, labium minus, klitoris.
Pada pria di sulkus koronarius
Bila lesi primer berada dekat dengan kelenjar limfa regional yang dapat dicapai sistem aliran limfa,
maka akan terjadi apa yang disebut sattelit bubo, bisa berupa pembesaran kelenjar limfa yang diskreta dan
kelenjar tidak bersatu terasa keras, berbatas jelas, tidak sakit.
Bila lesi primer jauh dari kelenjar limfa tidak bisa dicapai (chancre di anus), maka sattelit nodes tidak
dapat di palpasi. Lesi primer tanpa pengobatan dapat sembuh spontan, atau terjadi sifilis laten dan terus
berlanjut (sifilis lanjut). Pada S I, serum darah dapat non reaktif (sero negative primer) ataupun reaktif (sero
positive primer).
SIFILIS SEKUNDER (S II)
Timbul ruam sifilis sekunder, 3 minggu setelah terjadi chancre atau setelah 6-8 minggu setelah infeksi.
Sifilis sekunder (S II) merupakan fase yang sangat menularkan penyakit. Penderita secara individual
menunjukkan bentuk variasi klinis yang berbeda-beda pada stadium ini. Bentuk lesi bermacam-macam, tidak
pernah berbentuk vesicobullosa, kecuali pada sifilis kongenital.
Lesi merupakan akibat dari penyebaran T. Pallidum melalui jaringan tubuh dan sebagai reaksi
immunologis. Tanpa pengobatan lesi akan hilang secara spontan, gejala prodromal penderita merasa tidak
sehat, demam, malaise, sakit kepala, nafsu makan menurun, anemi, disertai dengan keluhan-keluhan lain :
kulit merah (skin rash), tidak gatal, rambut rontok, suara serak, sakit tulang, pekak dan pada wanita dengan
keluhan haid tidak teratur.
Pada pemeriksaan dijumpai :
a. 80% dari penderita sifilis II lesi di kulit dapat berupa makula (rosiola syphilitica). Macula berwarna merah
muda dengan diameter 1 cm, dikreta. Lesi dapat melebar dan tersebar serta menghilang dalam beberapa
hari.
Papula dan papula skuamosa
Papula berwarna merah tua dengan besar bervariasi, distribusi tersebar di tubuh terutama di flexor
dan simetris. Bila diraba kenyal, permukaan berkilat dan kadang-kadang ditutupi skuama. Papula
dapat berbentuk lingkaran atau segmen lingkaran, disebut syphilide annuler. Papula dapat tersebar di
muka, lipatan nasolabialis, dagu, kepala, pada perbatasan rambut disebut korona veneris, telapak
tangan dan telapak kaki. Di genetalia, di vulva regio perional (tempat yang lembab). Papula hipertrofi,
melebar, datar dan basah di genetalia disebut condylomatalata.
Pustulosa (jarang)
Kadang-kadang terjadi ulserasi disertai papula, sehingga terbentuk krusta atau perubahan-perubahan
seperti impetigo yang disebut Syphilide rupia.
b. Lesi di selaput lendir
Lesi di selaput lendir dijumpai 30% dari penderita sifilis II diebt mucous patch. Bentuknya bulat dan oval
berwarna keabu-abuan, diselilingnya merah, dapat terjadi nekrose, terbentuk ulkus yang dangkal, tidak
sakit dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Tempat gemar : tonsil, lidah, faring, mukosa hidung, pipi, bibir dan mukosa membrana dari genetalia.

c. Kelenjar limfa membesar


Dijumpai 60% dari sifilis II. Pembesaran dari kelenjar limfa dapat terjadi pada cervical, sub oocipital,
axular, eputrochlear dan inguinal.
d. Rambut dan kuku
Perubahan-perubahan yang terjadi di appendix kulit, pada sifilis dini (S II) yang menyebabkan penipisan
rambut secara menyeluruh, sehinga rambut mudah rontok alopecia syphilitica terutama pada bagian
belakang dan samping kepala, menimbulkan gambaran bercak-bercak seperti dimakan ngengat moth
eaten, sering diragukan dengan alopecia areata dimana gambaran rambut menyerupai tanda seru
exclamation mark.
Lesi di kuku dapat terjadi pada sifilis dini, kuku menjadi rapuh, ujungnya retak-retak dan tidak rata.
Kadang-kadang disertai penebalan atau hipertrofis kuku. Lesi papuler atau psutuler pada jaringan di
bawah kuku sering terjadi, menyebabkan perubahan warna kuku menjadi kuning, kuku menipis dan pecah
membentuk celah. Sering disertai dengan paronychia, yang dimulai sebagai pembengkakan dan
kemerahan di jaringan bawah kuku, disebut paronychia syphilitica.
e. Kelainan di iris disebut iritis
Biasanya T. Pallida dijumpai di lesi selaput lendir atau kulit pada S II dan lebih mudah dijumpai di lesi
selaput lendir atau kulit pada S II, dan lebih mudah dijumpai di daerah-daerah basah. Bila tidak ada
spirocheta pada lesi yang dianggap sebagai S II janganlah dianggap bukan S II. Non treponemal antigen
tes selalu reaktif pada S II. Kebanyakan dengan treponemal antigen tes juga reaktif.
SIFILIS LATEN
Sifilis laten merupakan sifilis yang tersembunyi, tidak dijumpai gejala klinis. Diagnosis biasanya
ditegakkan berdasarkan uji serologis yang reaktif dan uji cairan sumsum tulang belakang.
Suatu keterangan pernah berhubungan dengan PSK, atau ada lesi di genital dan erupsi di kulit yang
telah hilang dapat menolong untuk menegakkan diagnosis, tetapi kemungkinan tidak diingat pasien. Maka
dengan uji serologis yang reaktif akan diharapkan untuk menegakkan suatu diagnosis sifilis laten. Sebenarnya
tidak ada garis yang nyata yang bisa diletakkan antara early latent syphilis dan late latent syphilis. Belakangan
ini beberapa penulis lebih menyukai mendefinisikan sebagai suatu sifilis yang kurang dari 4 tahun lamanya
dan sebagai suatu sifilis yang lebih dari 4 tahun, dalam pembuatan laporan. Ada juga penulis membuat
klasifikasi sebagai early syphilis dimana terjadi infeksi kurang dari 2 tahun lamanya.
SIFILIS LANJUT
Mulai stadium ini lues merupakan penyakit yang sangat destruktif, menyerang semua jaringan.
Treponema sangat sukar ditemukan dan merupakan stadium yang tidak infeksius.
Pada stadium ini STS bervariasi sesuai dengan keaktifan treponema.
Lesi dapat berupa :
Gumma
Merupakan infiltrat berbatas tegas yang mengalami pengejuan, sangat kronis dan suatu waktu akan
pecah.
Gumma dapat ditemukan di seluruh tubuh dan organ dalam. Bila terdapat di bawah permukaan kulit
mudah dideteksi umumnya soliter.
Ulcus gummosum atau nodositas juxta articularis
Sifilis dini berbeda dari sifilis lanjut dalam hal sebagai berikut :
1. Penularan
Sifilis dini sangat menular oleh karena T. Pallidum berada di lesi. Sedangkan sifilis lanjut tidak menular
kecuali terhadap fetus dan T. Pallida tidak dijumpai di lesi dengan pemeriksaan lapangan gelap.
2. Destruksi
Lesi sifilis dini bersifat akut dan tidak destruktif serta sembuh sendiri. Lesi sifilis lanjut adalah bersifat
kronis serta destruktif.
4

3. Reinfeksi
Sesudah diberi pengobatan pada sifilis dini umumnya sering terjadi reinfeksi, sedangkan pada sifilis lanjut
reinfeksi sangat jarang terjadi.
4. Serologi
Penderita sifilis dini yang sudah mendapat pengobatan sempurna, umumnya titer serologis akan menjadi
non reaktif. Tetapi pada pengobatan yang sempurna dari sifilis lanjut, titer serologis akan tetap reaktif atau
dapat menurun lambat melalui jangka waktu bertahun-tahun.
Klasifikasi dari sifilis lanjut :
I. Neurosifilis asimtomatik
II. Neurosifilis simtomatik
III. Sifilis kardiovaskuler
IV. Sifilis lanjut benigna (gumma di kulit, tulang, organ dalam)
Tiga dari yang terakhirt ini (II, III, IV) dapat digolongkan bersama sebagai late symptomatic syphilis (sifilis
dengan menunjukkan lesi lanjut). Lesi-lesi ini dibagi menjadi 2 group :
I. Inflamasi granulomatosa difusa, yang dimulai dari permulaan
II. Reaksi gumma, yang dapat terjadi waktu kapan saja selama stadium lanjut, walaupun 30 atau 40
tahun sesudah infeksi.
Klasifikasi I termasuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskuler. Pasien-pasien dengan hasil pemeriksaan
cairan sumsum tulang belakang negatif yang diperoleh untuk sifilis 2 tahn sesudah infeksi tidak akan terjadi
neurosifilis.
Neurosifgilis dan sifilis aorta sebagaimana biasanya, perjalanan penyakit lambat sehingga tandatanda fisik dapat terjadi atau tidak akan manifestasi untuk 8-15 tahun atau lebih sesudah infeksi.
I.

NEUROSIFILIS ASIMTOMATIK
Diagnosis ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang, tanpa
dijumpai gejala klinis. Sebenarnya ini merupakan sifilis laten dengan cairan sumsum tulang belakang positif
yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Jumlah sel dan protein total tidaklah merupakan hasil uji yang spesifik,
pleocytosis (bertambah jumlah limfosit) pada cairan sumsum tulang belakang merupakan petunjuk sifilis
susunan syaraf pusat, dan bertambahnya jumlah protein adalah bentuk yang lumrah dijumpai dalam berbagai
penyakit-penyakit neurologi. Sedang uji cairan sumsum tulang belakang untuk sifilis adalah spesifik.
Uji coba yang umumnya lebih banyak digunakan ialah Kolmer dan VDRL. Jumlah sel dan jumlah
protein secara relatif dapat kita pakai sebagai petunjuk neuro sifilis.
II. NEUROSIFILIS SIMTOMATIK
Neurosifilis simtomatik disebabkan oleh masuknya T. Pallidum ke sumsum syaraf pusat, yang
menyebabkan dijumpai kelainan neurologis dan juga selalu disertai kelainan kejiwaan (psychis).
Serum darah selalu reaktif walaupun bisa dengan yang rendah, cairan sumsum tulang belakang
dapat menunjukkan jumlah sel yang abnormal, demikian juga total protein dan selalu reaktif, kecuali dalam
beberapa hal yang sangat jarang sekali dimana cairan sumsum tulang belakang dalam keadaan normal
dengan jumlah sel dan total protein, non reactive (disebut burned out tabes dorsalis).
Bentuk tipis dari neurosifilis berupa paresis, tabes dorsalis dan meningo vascular neuro syphilis.
Komplikasi neurosifilis yang sangat berat adalah primary optic atrophy.
III. SIFILIS KARDIOVASKULER
Sifilis kardiovaskuler sangat susah didiagnois. Sebenarnya lebih tepat dibuat differensial diagnosis
pada penderita yang telah berumur lebih dari 50 tahun. Uji serologis darah biasanya reaktif, tetapi bisa
dengan titer rendah dan pada suatu waktu serum dapat non reaktif. Cairan sumsum tulang belakang adalah
normal dan non reaktif kecuali bila terjadi bersamaan dengan neurosifilis. Suatu keterangan pernah menderita
sifilis dapat mendorong menegakkan diagnosis. Dua kelainan yang sangat mungkin dijumpai ialah :
5

1. Insufisiensi aorta
2. Aneurisma aorta di thorak
IV. SIFILIS LANJUT BENIGNA (GUMA DI KULIT, TULANG DAN ORGAN DALAM)
Gumma mempunyai sifat bereaksi sensitif terhadap treponemal. Kemungkinan terjadinya lesi dapat
dimana saja, kecuali di intestinum dan ovarium, tetapi paling sering dijumpai pada kulit, tulang, hati dan
kantongan nasi. Reaksi gumma pada kulit biasanya berupa gumma yang soliter (ulcer) atau berupa nodular
ulcerative syphilis.
Biopsi menunjukkan perubahan granulomatosa dapat membantu menegakkan diagnosis. Uji
serologis darah biasanya reaktif, dengan titer yang tinggi. Suatu keterangan penyakit sifilis ditambah dengan
lesi yang karakteristik dapat sebagai petunjuk untuk melakukan pengobatan.
SIFILIS SEWAKTU KEHAMILAN
Tanda-tanda sifilis pada ibu hamil tergantung pada lamanya infeksi dan umur kehamilan :
a. Bila terjadi infeksi dengan konsepsi maka kemungkinan besar akan dijumpai tanda-tanda sifilis dini pada
ibu dan penyakit akan ditularkan pada janin yang dikandungnya.
b. Bila ibu mengalami infeksi pada masa kehamilan yang lebih lanjut maka gejala kloinis mungkin timbul
sesudah melahirkan, bayi yang dilahirkan bisa dengan sedikit atau tanpa tanda-tanda.
Sifilis kongenital dapat dicegah secara sempurna atau diobati secara memuaskan in utero :
1. Pengobatan yang cukup pada ibu selama 18 minggu pertama dari kehamilan dapat dicegah infeksi pada
bayi oleh karena T. Pallidum kemungkinan tidak dapat melalui placental barrier hingga mendekati minggu
ke 19.
2. Jika pengobatan dimulai sesudah minggu ke 18 dari kehamilan, kemungkinan besar dapat mengobati si
bayi in utero. Bagaimanapun suatu pengobatan pada masa kehamilan adalah sangat berguna yang
memberikan efek curative pada si bayi biasanya tanpa perkecualian.
SIFILIS KONGENITAL DINI (SKD) PRAECOX
SKD adalah sama dengan S II tetapi biasanya lebih berat manifestasinya, dan sangat menular.
Dapat menyerang anak-anak di bawah umur 2 tahun dengan sifat karakteristik dan timbul pada umur
yang dini berupa lesi di kulit atau mukosa. Selalu berbentuk vesikula atau bula (suatu kekecualian dalam
sifilis). Mulut, mukosa, muka, anogenital dan diaper area yang paling sering terlibat.
Darkfield examination dari serum yang diambil dari lesi menunjukkan positif sehingga diagnosis dapat
ditegakkan tanpa ragu.
Organ dalam : ahti dan limpa membesar.
STS REAKTIF
a. Tidak dapat diragukan bahwa ada kemungkinan reagin di transfer secara pasif. Tidak dapat selalu
berpegang pada gambaran STS. Suatu STS yang reaktif kemungkinan tidak dapat ipakai sebagai
petunjuk sifilis kongenital pada bayi. Oleh karena darah yang diambil dari bayi segera sesudah lahir akan
mengandung reagin atau antibodi yang menyebabkan STS reaktif. Tetapi titer pada bayi yang tidak
terinfeksi, dalam jangka 3 bulan akan menjadi non reaktif.
b. Lain halnya kalau bayi terinfeksi segera sebelum lahir, maka darah bayi yang diambil akan menunjukkan
STS yang non reaktif. Darah bayi yang terinfeksi akan menjadi reaktif STS dengan kenaikan titer dan
mulai timbul tanda-tanda sifilis dini dalam jangka waktu 3 bulan sesudah lahir.
SIFILIS KONGENITAL LANJUT TARDA
Sifilis kongenital lanjut diartikan sebagai sifilis kongenital dimana progresifitas terjadi sesudah umur
anak 2 tahun, dengan trias Hutchinson yaitu :
1. Interstitial keratitis
6

Sering timbul mendekati masa pubertas dapat terjadi kebutaan


2. Hutchinson teeth
Fenomena ini kelainan pada gigi permanen insisi 1 kiri kanan, tetapi dapat juga diketahui pada gigi yang
belum tumbuh dengan x-ray.
3. Kelainan pada telinga : tuli
Neurosifilis
Menyerupai sifilis didapat, hanya lebih serius
Gumma dikulit, tulang dan organ dalam
Lesi tulang dapat menyebabkan saddle nose atau perforasi septum nasi dan palatum.
Cluttons joints :
Terjadi infusi dan agak sakit di kedua lutut bilateral
Prognosis
Titer uji serologis dapat diharapkan tetap sama atau menurun lambat. Lesi yang aktif akan
menyembuh, sedangkan kerusakan-kerusakan lanjutan tidak akan terjadi. Pada pemeriksaan cairan sumsum
tulang belakang, jumlah sel dan total protein akan kembali normal, sedang titer dapat tetap atau menurun
lambat.
5. UJI SEROLOGIS TERHADAP SIFILIS (STS)
Pemeriksaan Darah
Serologic test for syphilis (STS). Pemeriksaan serologis sangat penting untuk menopang diagnosis
dan mengetahi prognosis dari hasil pengobatan.
Bila seseorang penderita sifilis, maka dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi, dikenal dua jenis
antibodi yaitu :
1. Antibodi yang tidak spesifik non spesific antibody
2. Antibodi yang spesifik spesific antibody
Dengan terbentuknya dua jenis antibodi tersebut, maka pada pemeriksaan uji serologis untuk sifilis
serologis test for syphilis, ada dua macam :
1. Uji non treponemal (non treponemal antigen test)
Menggunakan cardiolipin lecithin sebagai antigen (lipoid antigen) untuk mendeteksi antibodi yang
tidak spesifik (reagin).
Reagin ini dapat dijumpai pada penderita sifilis atau orang yang tidak menderita sifilis. Zat tersebut didapat
dalam serum penderita 1-3 minggu sesudah timbul chancre atau 4-6 minggu sesudah infeksi.
Uji yang biasa digunakan untuk menentukan atau mengukur reagin dikenal dua jenis yaitu :
a. Uji flokulasi (Flocculation tests) antara lain :
VDRL (Venerael Disease Research Laboratory)
Mazzine Cardiolipin
Kline Cardiolipin
Kahn Standard, Hinton
Pada saat ini uji reagin yang sering digunakan adalah :
RPR (Rapid Plasma Reagin)
VDRL (Venerael Disease Research Laboratory)
b. Uji komplemen fiksasi (Complement fixation test)
Yang ering dipakai adalah : uji Kolmer. Pada saat ini wasserman tidak begitu digunakan lagi, tetapi sering
didengar istilah Wasserman yang digunakan terhadap uji serologis non treponemal manapun juga.
Walaupun pada uji non treponemal antigen tidak absolut spesifik atau sensitif untuk sifilis, tetapi
kegunaannya sangat praktis, sangat luas, sehingga dengan demikian hasilnya dapat dipergunakan sebagai
petunjuk yang sangat berguna.
7

Harus diingat bahwa sensitivitas dari suatu uji menunjukkan kesanggupannya untuk menjadi reaktif
pada sifilis sedangkan spesifitas dari suatu uji, menunjukkan kesanggupannya untuk menjadi non reaktif pada
non sifilis.
Seseorang dokter harus melakukan uji serologis lebih dari satu kali, bila hasil yang diperoleh
dikombinasikan akan mempunyai derajat yang tinggi dari sudut sensitifitas dan spesifitas.
Uji yang demikian sangat tepat digunakan untuk menolong menegakkan diagnosis sifilis di dalam
tingkatan manapun dan biasanya digunakan selalu sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis sifilis laten.
Laporan laboratorium berdasarkan uji tersebut ada dua jenis :
a. Kualitatif
b. Kuantitatif
Kualitatif, dapat dibaca secara sederhana :
1. Reaktif atau positif
2. Reaktif lemah (weakly reactive) non reaktif atau negatif
Hasil kuantitatif, diperoleh dengan cara titrasi serum secara geometrical progression sampai kepada titik akhir
terjadi non reaktif.
Laporan dapat ditunjukkan dari angka titer yang paling akhir atau dapat ditunjukkan dengan
tingkatkan reaksi dari tiap-tiap titer dalam serial tersebut.
Jadi suatu angka titer akhir dari 1 : 32 berarti bahwa serum masih reaktif dalam pengenceran
terhadap 32, kadang-kadang dilaporkan suatu 32 dills.

Kebanyakan laboratorium melakukan titrasi di luar angka 4 + reaktif dan dilaporkan sebagai contoh
adalah sebagai berikut :
1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256
4+, 4+, 4+, 4+, 4+, 4+, 3+, 2+ 0
9

Jenis dari laporan ini menyebabkan beberapa variasi dan interpretasi dari gambaran tersebut, tapi
untuk tujuan-tujuan praktis dapat dianggap identik sampai kepada angka titer akhir dari 1 : 32.
Bila satu titer telah dapat ditentukan sebagai akibat dari laten atau infeksi lanjut dan diikuti dengan
suatu masa interval, maka penurunan atau menetap akan menunjukkan suatu hasil yang memuaskan.
Pada kasus dini, titernya dapat diharapkan menurun bila hasilnya memuaskan. Bila titer menaik
secara persisten maka dapat dianggap bahwa penyakit masih aktif dan memerlukan pengobatan ulangan.
Biasanya pada sifilis sekunder titernya tinggi tetapi ada perkecualian dalam hal ini. Suatu titer yang
tinggi tidaklah selalu berarti sifilis dini tetapi lebih kuat menunjukkan diagnosis sifilis.
Beberapa hal dijumpai dengan titer yang sangat tinggi, yaitu pada sifilis lanjut organ dalam atau sifilis
kulit dan infeksi mononukjleosis non sifilitika.
2. Uji Treponemal
Oleh karena antigen yang digunakan di dalam uji non treponemal antigen tidak seluruhnya spesifik
untuk sifilis, telah dilakukan berbagai usaha untuk memperoleh antigen dari treponema, yang akan
menghasilkan uji spesifik.
Hasil telah dapat dikemukakan tetapi uji treponemal antigen hingga saat ini agak sulit dan sangat
memerlukan banyaknya biaya. Beberapa diantaranya kurang sensitif dari pada uji non treponemal.
Sehingga kemungkinan prinsip kegunaannya untuk uji konfirmasi di dalam beberapa kasus dengan
diagnosis yang meragukan.
Pada tahun 1949 Nelson dan Mayer mengumumkan suatu hasil sebagai fenomena dari Treponema
Pallidum Immobilization (TPI).
Prinsip (TPI)
Treponema dibiarkan hidup untuk beberapa jam di dalam medium khusus. Bila serum penderita sifilis
dan komplemennya ditambah dan dimasukkan dalam inkubator, maka treponema tidak bergerak lagi.
Penggunaan uji ini dianggap spesifik oleh karena mempergunakan antigen dari etiologic agent tetapi
bagaimanapun, uji TPI ini kurang sensitif dari pada uji non treponemal antigen, dan kemudian akan menjadi
reaktif pada early sifilis dan uji non treponemal antigen.
Maka sangat mungkin mendapatkan suatu non reaktif uji TPI di dalam beberapa penderita early
sifilis.
Ada lagi beberapa uji yang mempergunakan T. Pallidum (Nocils strain) ataupun extract dari
treponema yang digunakan sebagai antigen :
I. Whole body antigen
A. Viable organism :
1. Treponema Pallidum Immobilization (1949) (TPI)
2. Treponema Pallidum Methylene Blue (1959) (TPMB)
B. Usually non viable organism :
1. Treponema Pallidum Agglutination (1953-1955) (TPA)
2. Treponema Pallidum Immune Adherance (1953 ) (TPA)
3. Whole body Treponema Pallidum Complement Fixation (1956) (TPCF)
4. Fluorescent treponemal Antibody (1957) (FTA)
5. Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA)
II. Fraction of organism as antigen
A. Treponema Pallidum Complement Fixation (1953) (TPCF)
B. Treponema Wasserman Reaction (1957)
C. Treponema Pallidum Cryolysis Protein (1958)
Selain ini ada lagi antigen yang berasal dari non pathologic treponema (Reiter). Yang digunakan pada
:
10

KRP (Kolmer test with Reiter Protein Antigen)


RPCF (Reiter Protein Complement Fixation test)
Sehingga treponemal yang menggunakan ekstrak dari Reiter Treponemal misalnya RPCF dan KRP
banyak digunakan dengan tingkatan yang memuaskan dari segi sensitifiti dan segi spesifiti.
FTA (Fluorescent Treponemal Antibody test) telah dapat dibuktikan lebih sensitif daripada TPI
(spesifik sama).
Maka dianggap bahwa kedua uji ini akan bereaksi kepada antibodi yang sama atau yang serupa. Di negara
yang telah maju, paling sering digunakan uji FTA-ABS dan TPI sangat berguna pada penentuan persoalan
biologic false positif (BFP), bagaimanapun TPI tidaklah merupakan uji yang praktis karena sangat mahal. Di
Indonesia, terutama Medan, pilihan utama adalah uji TPHA, dimana pembiayaannya relatif rendah dengan
peralatan sederhana, disertai teknik pelaksanaan yang tidak relatif rendah dengan peralatan sederhana,
disertai teknik pelaksanaan yang tidak begitu rumit.
Uji Reiter protein masih dapat digunakan sebagai uji konfirmasi bila dibandingkan dengan uji TPI.
Uji SPHA (Solid phase haemaglutination) dan uji Imzyme MTP, berguna untuk menentukan antibodi
spesifik (IgM) terhadap T. pallidum (sebagai diagnosis dini, berhasil atau tidaknya pengobatan).
6. PEMERIKSAAN CAIRAN SUMSUM TULANG BELAKANG (SPINAL FLUID EXAMINATION)
Fungsi lumbal yang digunakan pada penderita sifilis cara yang paling baik ialah dimana si pasien
berada dalam posisi duduk di atas kursi. Ini dapat dilakukan dengan si pasien duduk pada kursi di mana muka
menghadap ke belakang kursi serta membongkokkan tulang punggung.
Pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang hanya perlu untuk menegakkan diagnosis neurosifilis
secara teliti dan juga untuk evaluasi pengobatannya.
Dengan dipakainya penisilin dan antibiotika lainnya kegunaan cairan sumsum tulang belakang dalam
mengamati penderita sifilis sebenarnya tidak begitu penting lagi bila dibandingkan dengan masa pengobatan
sediaan arsen dan bismut. Oleh karena pengobatan ini tidak dapat menghambat neuro syphilis secara
memuaskan, hanya berguna untuk mengetahui keadaan, sehingga memerlukan pengobatan khusus.
Penisilin masih sebagai treatment of choice untuk semua jenis sifilis dan biasanya mempunyai
kemampuan untuk menghambat secara permanen dari semua jenis neuro syphilis.
Maka akibatnya pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang penderita sifilis tidak begitu diperlukan
sebagaimana dahulu.
Uji pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang terdiri dari :
1. Uji non treponemal atau uji treponemal antigen
2. Cell count
3. Total protein
4. Uji colloidal
Reaktif uji reagin diperoleh dari cairan sumsum tulang belakang hampir selalu menunjukkan pernah
atau sedang menderita infeksi sifilis dari central nervous system (CNS).
BFP (Biologic False Positive) jarang dijumpai pada cairan sumsum tulang belakang, uji reagin dan uji
treponemal tidak selalu berarti menunjukkan aktif neuro syphilis terutama pada penderita-penderita yang
sebelumnya pernah diobati untuk sifilis.
Pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dengan uji reagin atau uji treponemal antigen untuk
menjadi negatif atau non reaktif, memerlukan waktu yang lama, sampai bertahun-tahun (sisa eater neuro
syphilis).
Neuro syphilis aktif dengan jelas ditentukan oleh :
Bertambahnya jumlah sel di dalam cairan sumsum tulang belakang
Disertai dengan reaktif reaksi cairan sumsum tulang belakang atau uji treponemal antigen untuk sifilis.

11

Jumlah sel yang lebih dari 4 per cu mm biasanya abnormal dan menunjukkan infeksi yang aktif di
pusat (neuro system). Perlu diingat bahwa jumlah sel harus dihitung dengan hati-hati oleh karena hal ini
sangat berguna dalam pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang pada sifilis.
Diketahui bahwa cairan sumsum tulang belakang mengandung darah dan beberapa bahan-bahan
kontaminan, yang mana bila dibiarkan dalam tempat yang panas selama 12 jam atau lebih, tidak akan
memperoleh jumlah sel yang sebenarnya. Akibatnya bila cairan sumsum tlang belakang dikirim ke
laboratorium atau dibiarkan tidak diperiksa di tempat yang panas untuk satu hari atau lebih, maka jumlah
selnya tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya.
Bertambahnya jumlah protein yang disertai dengan pleocytosis dan dengan uji reagin menunjukkan
suatu aktif neuro sifilis (secara individual normal) nilai total protein adalah sangat bervariasi tetapi suatu total
protein yang lebih dari 40 mg persen adalah abnormal.
Suatu pengobatan berhasil bila nilai total protein menurun secara lambat dan tidak akan menjadi
normal dalam setahun ataupun sampai beberapa tahun.
7. MASALAH BFP
Bila serologis reaktif tanpa dijumpai tanda-tanda maupun gejala-gejala sifilis seorang dokter harus
menentukan apakah pasien tersebut memerlukan pengobatan untuk sifilis. Bila kita dihadapkan kepada satu
pertanyaan apakah seseorang pasien memerlukan pengobatan sifilis atau bila ada keragu-raguan bahwa
pasien tersebut dapat di follow dengan waktu yang cukup lama untuk menentukan apakah ada biological false
positif (BFP).
Kenyataan banyak dokter untuk beberapa alasan tidak menyukai memulai memberikan pengobatan
sifilis kecuali kalau terhadap infeksi sifilis yang telah ditetapkan tanpa keragu-raguan.
Hal ini lebih menyulitkan lagi oleh karena berbagai hal :
a. Meluasnya penggunaan antibiotika telah merubah gambaran serologis pada kebanyakan kasus tanpa
efek pengobatan yang sempurna
b. Prevalensi dari BFP, bila hal ini tetap stabil dalam suatu daerah, maka akan menunjukkan peninggian dari
presentase dari semua reaktif serologis, padahal prevalensi dari sifilis menurun.
Reaksi BFP terdiri dari : akut dan kronis
Reaksi BFP akut
Dapat dinyatakan sebagai suatu reaktif serologis tanpa adanya infeksi sifilis yang disebabkan oleh
berbagai penyakit akut. Reaksi ini menghilang segera, biasanya dalam beberapa hari atau beberapa minggu
tanpa diberi pengobatan sifilis.
Problema ini lebih rumit lagi oleh karena banyak penyakit-penyakit menghasilkan akut reaksi BFP
yang pada masa ini diobati dengan penisilin atau broad spectrum antibiotika lainnya yang mana secara
insidentil dapat membunuh treponema.
Banyak infeksi disebabkan oleh virus dan bakteri yang menyebabkan akit reaksi BFP. Sebagai contoh
ialah infeksi mononukleosis. Penyakit ini dapat memberikan tanda-tanda dan gejala-gejala yang serupa
dengan sifilis sekunder tanpa adanya T. pallidum. Dimana kebanyakan reaksi BFP akut adalah lemah atau
mempunyai titer yang rendah, dimana infeksi mononukleosis telah diketahui dapat menyebabkan titer yang
sangat tinggi.
Reaksi BFP Kronis
Dapat diartikan dengan suatu reaksi serologis tidak disebabkan oleh sifilis atau penyakit-penyakit
akut, yang akan persisten selama berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
Lepra, penyakit kolagen seperti lupus erythematosus dan malaria dapat menyebabkan reaksi BFP
yang khronis. Di dalam banyak kasus tidak diketahui penyebab yang dijumpai sebagai BFP Khornis.

12

Sesudah dilakukan observasi terhadap banyak orang yang dengan reaksi BFP yang bertahun-tahun,
beberapa sarjana menganggap bahwa reaksi demikian sebagai tanda-tanda presimptomatik yang
menunjukkan penyakit kolagen.
Suatu uji treponemal untuk sifilis yang paling baru akan dapat menolong untuk memecahkan
persoalan reaksi BFP, tetapi sangat disayangkan hal ini sangat terbatas. Bila reaktif biasanya menunjukkan
bahwa pasien sedang menderita atau sudah menderita sifilis, tetapi tidak menyatakan apakah memerlukan
pengobatan atau telah memperoleh pengobatan yang sempurna.
Bila seorang pasien dengan positif LE (Lupus Erythematosus), maka suatu reaksi serologis selalu
dianggap otomatis bentuk semua. Tetapi harus diingat sifilis dan LE dapat muncul bersamaan, bila demikian
halnya sebaiknya dilakukan uji spesifik suatu non reaktif dengan uji TPI secara umum dianggap sebagai suatu
petunjuk reaksi BFP.
Uji Reiter Protein Antigen, dapat digunakan secara rutin di laboratorium-laboratorium sebagai
pengganti TPI yang memerlukan biaya besar.
Merupakan suatu petunjuk dengan reaktif uji VDRL dan reaktif uji Reiter Protein Antigen menyatakan
suatu sifilis yang diobati atau yang tidak diobati.
Bila salah satu uji treponemal antigen tidak dapat dilakukan maka seorang dokter tidak akan
menganggap bahwa suatu ulangan dengan positif uji non treponemal bahwa BFP dapat diambil tindakan
untuk melakukan pengobatan.
8. PENGOBATAN
Menurut WHO (1982) dasar pengobatan sifilis adalah sebagai berikut : Pengobatan sifilis dini menular
(early infectious syphilis) diberikan :
Benazatine penisilin G 2,4 MU per injeksi (i.m) dan diberikan lagi pada minggu kedua atau
Prokain penisilin dalam larutan aquades 600.000 U tiap hari selama 10 hari (i m)
Bila penderita alergi terhadap penisilin, maka diberikan :
Tetrasilin hidroklorida 500 mg per oral 4x sehari selama 15 hari, atau
Eritromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 15 hari
Pengobatan sifilis lanjut (later syphilis) diberikan :
Prokain penisilin dalam larutan aquades 600.000 U (i m) tiap hari selama 15 hari. Untuk cardiovaskuler
syphilis dan neuro syphilis pengobatan diberikan selama 20 hari, atau
Benzatin penisilin G 2,4 MU (i.m) tiap minggu selama 3 minggu
Bila penderita alergi terhadap penisilin diberikan :
Tetrasiklin hidroklorida 500 mg per oral 4x sehari selama 30 hari, atau
Erithromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 30 hari
Pengobatan sifilis pada wanita hamil
Sama dengan pengobatan yang diberikan pada penderita yang tidak hamil.
Pengobatan sifilis bawaan (congenital syphilis)
Pada early congenital syphilis (sampai umur 2 tahun) dengan cerebrospinal fluid tidak normal, diberikan :
Kristal penisilin G dalam larutan aquades, 50.000 u per kg (i.m) atau i.v perhari dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari, atau
Prokain penisilin G dalam larutan aquades, 50.000 U per kg sekali sehari selama 10 hari
Pengobatan bayi dengan cerebrospinal fluid normal diberikan :
Benzatin penisilin G 50.000 u per kg i.m dengan dosis tunggal
Pengobatan congenital syphilis (umur 2 tahun ke atas) dosis yang diberikan harus disesuaikan dengan berat
badan penderita.
Pengobatan sifilis bawaan dapat juga dipakai dengan dosis sebagai berikut :
13

Prolaktin penisilin g 100.000 U/kg BB 0,5 2 cc tiap hari selama 10 hari, atau
Prolaktin penisilin dalam minyak dengan alumunium monostearat (PAM) 100.000 U/kg BB 2 4 cc i.m
dengan 3 4 hari interval sampai total dosis dipenuhi, atau
Benzatin penisilin G 4 cc i.m dengan 1 2 minggu interval sampai total dosis dipenuhi. Hingga 8 cc (2,4
juta unit) dosis tunggal (2 tempat)

Reaksi Jarisch Herxheimer


Reaksi Jarisch Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan S I dan S II. Biasanya timbul 3 12 jam
sesudah pemberian suntikan yang pertama kali. Gejala klinis menyerupai gejala influensa, demam, malaise,
sakit kepala dan kelainan kulit lebih nyata untuk menghindarkan reaksi Herxheimer dapat diberikan
kortikosteroid.
9. PENGAWASAN
Pengawasan terhadap penderita sifilis yang sudah diberi pengobatan, sangat penting sekali, untuk
mendapatkan hasil pengobatan yang sempurna dan memuaskan. Lamanya pengawasan, dalam waktu
tertentu menurut tingkat (stadium) penyakit.
Pengawasan terhadap penderita sifilis, yang harus dilakukan adalah pemeriksaan klinis dan serologis
(STS) kuantitatif ulangan dengan jarak (interval) waktu adalah sebagai berikut :
Terhadap penderita sifilis primer dan sekunder
Setiap bulan sampai 3 bulan sesudah pengobatan dimulai
Seterusnya setiap 3 bulan sampai setahun sesudah pengobatan dimulai
Kemudian bulan ke 18 dan ke 24 sesudah pengobatan dimulai
Terhadap penderita sifilis laten
Setiap bulan, selama 3 bulan
Kemudian setiap 3 bulan selama 9 bulan
Dilanjutkan setiap 6 bulan selama satu tahun
Dan seterusnya sekali setahun
Kemungkinan adanya relaps atau reinfeksi harus dipikirkan setiap penderita sifilis.
10. PENGAMATAN LANJUT
Pemeriksaan serologis darah :
1. Sifilis primer : uji serologis dari penderita akan menjadi non reaktif dalam 12 bulan
2. Sifilis sekunder : uji serologis dari penderita akan menjadi non reaktif dalam waktu 24 bulan
3. Sifilis laten dini dibawah 1 tahun : uji serologis penderita akan menjadi non reaktif dalam waktu 4 tahun.
4. Sifilis laten dini 1-4 tahun : 75% dari uji serologis penderita akan menjadi non reaktif dalam 5 tahun.
5. Sifilis laten lanjut : 25% dari uji serologis dari penderita akan menjadi non reaktif dalam 5 tahun. Dan 75%
lebih dari 5 tahun, kadang-kadang sampai seumur hidup tidak akan menjadi non reaktif.

14

GONORE
DEFINISI
Gonore mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
ETIOLOGI
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan
pada tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam kelompok Neisseria, yaitu Neisseria gonorrhoeae. Selain
spesies ini terdapat 3 spesies Neisseria yang lain, yaitu N.meningitidis, N.catarrhalis dan N.pharyngissicca. Dua
spesies pertama bersifat patogen dan dua spesies terakhir bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar
dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 , panjang 1,6 , dan bersifat
tahan asam. Kuman ini bersifat negatif-Gram, tampak diluar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 39C, dan tidak tahan zat disinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat
virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang
belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.
MEKANISME PENULARAN
Dewasa
Anak-anak

: kontak seksual
: - secara seksual atau tidak
- kontak dengan bahan infeksius yang berasal dari sekret vagina
atau uretra.
Bayi baru lahir : ophtalmic neonatorum sewaktu melewati jalan lahir dari ibu
penderita gonore.
MASA INKUBASI
Pria
: 1-7 hari, rata-rata 3-5 hari
Wanita : sulit ditentukan
GAMBARAN KLINIS
Pada pria
URETRITIS
Tempat masuk kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis. Yang paling sering adalah uretritis
anterior akuta dan dapat menjalar ke proksimal, dan mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata.
Keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas dibagian distal uretra disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian
disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah , dapat pula
disertai nyeri waktu ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema,dan
ektropion. Tampak duh tubuh mukopurulen. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah
bening inguinal unilateral atau bilateral.
15

Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita, penyakit akut maupun kronik, gejala
subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Pada umumnya wanita datang
berobat kalau sudah ada komplikasi. Sebagian besar wanita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau
pemeriksaan keluarga berencana.
Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri. Dapat asimtomatik, kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak bila terjadi servisitis akuta atau disertai vaginitis yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
KOMPLIKASI
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Komplikasi lokal
pada pria bisa berupa TISONOTIS (radang kelenjar Tyson), parauretritis, littritis (radang kelenjar Littre), dan
Cowperitis (radang kelenjar Cowper). Selain itu infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi pada pars posterior,
dapat mengenai trigonum kandung kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal,
dan hematuria.
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, ataupun
penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simtomatik ataupun asimtomatik dapat mengakibatkan jaringan parut
pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Selain itu bila infeksi mengenai uretra dapat
terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar Bartholin akan menyebabkan terjadi bartolinitis.
Komplikasi desiminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis,
meningitidis, dan dermatitis.
Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genitogenital, pada pria dan wanita dapat
berupa infeksi non genital, yaitu orofaringitis, proktitis, dan konjungtivitis.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pembantu yang terdiri
atas beberapa tahapan.
A. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonokok negatifGram,intraseluler dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis,
sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar Bartholin dan endoserviks.
Pemeriksaan Gram dari duh uretra pada pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan
spesifisitas 95-99%. Sedangkan dari endoserviks, sensitivitasnya hanya 45-65%, dengan
spesifisitas 90-99%.Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk dilakukan di klinik luar rumah
sakit/praktek pribadi, klinik dengan fasilitas laboratorium terbatas, maupun untuk rumah sakit
dengan fasilitas laboratorium lengkap.
B. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan).Dua macam media yang dapat
digunakan ialah media transpor dan media pertumbuhan .
Contoh media transpor:
Media Stuart : hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan.
16

Media Transgrow: selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis, dalam
perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan m e r u p a k a n g a b u n g a n me d ia tr a n s p o r d a n m e d i a
p e r t u mb u h a n , sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan
modifikasi media Thayer-martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
Contoh media pertumbuhan:
Media Thayer-Martin: selektif untuk mengisolasi gonokok. Me ngandung vankomisin untuk
menekan pertumbuhan kuman positif -Gr a m, ko lime sta t un tu k me n e ka n p e r tu mbu h a n b a kte r i
n e ga ti f - Gram, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
Modifikasi Thayer-Martin: isinya ditambah dengan trimetroprim untuk mencegah pertumbuhan kuman
Proteus spp.
Agar coklat McLeod: dapat ditumbuhi kuman lain selain gonokok.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitas n ya le b ih ting g i (9 4 - 98 %)
d a ri pa d a d uh en d o ser viks ( 8 5- 9 5 %) . Sedangkan spesifisitas dari ke dua bahan tersebut sama yaitu
lebih dari 99%. Pemeriksaan kultur ini dianjurkan untuk dilakukan pada rumah sakit dengan fasilitas
laboratorium lengkap maupun terbatas.
Tes definitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilen-diamin hidroklorida 1%
ditambahkan pada koloni gonokok ter sangka. Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan
perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah
lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok
hanya meragikan glukosa.
C. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cofinase TM disc.BBL 96192 yang mengandung chromogenic cephalosporin.
Apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase, akan menyebabkan perubahan warna koloni dari
kuning menjadi merah.
D. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini
perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan setempat.
Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan:
Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
Urin dibagi dalam dua gelas
Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II.
Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-100 ml, jika
kurang maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra bagian anterior.
Hasil pembacaan:
Gelas I
jernih
keruh
keruh
jernih

Gelas II
jernih
jernih
keruh
keruh

Arti
tidak ada infeksi
infeksi uretritis anterior,
panuretritis
tidak mungkin
17

DIAGNOSIS BANDING
Pada pria :
1.
2.
3.
4.

Uretritis non spesifik


Prostatitis
Uretritis oleh karena trauma
Benda asing di saluran

Pada wanita :
1. Servisitis non spesifik
2. Trikomonas vaginalis
3. Kandidiasis vaginalis
4. Bakterial vaginosis
5. Benda asing dalam vagina
MASALAH NEISERIA GONORE PEMBENTUK PENISILINASE (NGPP) DAN RESISTENSI
KHROMOSOMAL
Strain NGPP diisolasi untuk pertama kali pada tahun 1976, merupakan satu strain Neiseria
gonorrhoeae yang dapat menghasilkan enzim penisilinase atau beta laktamase akan merusak penisilin
menjadi senyawa aktif.
Masalah strain NGPP mencakup aspek epidemiologis dan pengobatan, juga survelens
kepekaan terhadap berbagai antibiotika.
Strain NGPP ada 2 tipe, tipe Asia berasal dari Asia Tenggara yang mengemban plasmid 4,5 M
dal bersamaan atau tanpa plasmid 24,5 M dal dan pada umumnya resisten terhadap antibiotika. Tipe
Afrika berasal dari Afrika Barat, mengemban plasmid 3,2 M dal dengan atau tanpa plasmid 24,5 m dal,
dan pada umumnya menunjukkan resistensi relatif terhadap antibiotik bila dibandingkan dengan strain non
NGPP.
Walaupun masalah strain NGPP masih menonjol, tetapi resistensi terhadap berbagai
antibiotika pada strain non NGPP terus berkembang resistensi terhadap penisilin yang bersifat
resistensi khromosomal, umumnya dijumpai KHM (MIC) dengan penisilin 1 ug/ml.
Resistensi terhadap penisilin muncul pada N. gonorrhoeae melalui berbagai mekanisme
yang dikendalikan oleh gen yang terletak pada khromosom atau extra khromosom pada plasmid.
Resistensi terhadap penisilin pada strain non NGPP disebabkan oleh mutasi
khromosomal pada berbagai tempat, masing-masing menghasilkan pertambahan sedikit resistensi.
Dengan demikian strain non NGPP yang resisten terhadap penisilin dapat menjadi resisten relatif
terhadap antibiotika lain yang tidak ada hubungan strukturnya. Bila dijumpai strain B. laktamase poisitif
dianggap resisten terhadap penisilin.
Kegagalan dalam pengobatan gonorhea dengan strain NGPP dengan regimen tertentu
dapat terjadi terutama penisilin dan derivatnya, walaupun diberikan dengan peningkatan dosis. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kenaikan insiden gonorhea.

PENGOBATAN
18

Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit mungkin efek
toksiknya. Jalur penatalaksanaan tergantung pada fasilitas diagnostik yg ada (lihat lampiran 1,2,3) . Pemilihan
rejimen pengobatan sebaiknya mempertimbangkan pula tempat infeksi, resistensi galur N. gonorrhoeae terhadap
antimikrobial, dan kemungkinan infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh karena
seringkali terjadi koinfeksi dengan C. Trachomatis, maka pada seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk
diberi pengobatan secara bersamaan dengan rejimen yang sesuai untuk C.trachomatis (lampiran 4).
Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonore, membasmi N. gonorhoeae,
menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pada awal tahun 1960-an sampai tahun 1970-an pilihan utama ialah penisilin + probenesid, kecuali di daerah
yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP). Secara epidemiologis
pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam-macam obat yang dapat
dipakai antara lain ialah:
Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3-4,8 juta unit + 1 gr am pr oben esid . Oba t
ter seb ut dapa t menu tu pi ge jala sifilis. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin.
Ampisilin dan amoksisilin
Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amok sisilin 3 gram + 1 gram
probenesid. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin.
Sefalosporin
Seftriakson (generasi ke-3): cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m. Sefoperazon dengan dosis 0,50
sampai 1,00 g secara intramuskular. Sefiksim 400 mg merupakan obat pilihan baru dari golongan
sefalosporm yang dapat diberikan secara oral.
Dosis ini cukup aman dan efektif untuk mengobati gonore tanpa komplikasi di semua tempat. Obat ini
dapat menutupi gejala sifilis.
Spektinomisin
Dosisnya ialah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi peni silin, yang mengalami kegagalan
pengobatan dengan penisilin, dan terhadap penderita yang juga tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak
menutupi gejala sifilis. Namun obat ini relatif tidak efektif untuk infeksi gonore pada farings.
Kanamisin
Dosisnya 2 gram i.m. Kebaikan obat ini sama dengan spektino misin. Kontraindikasinya
kehamilan.
Tiamfenikol
Dosisnya 2,5-3,5 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada kehamilan.
Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah oflok s a s i n 4 0 0 m g ,
s i p r o f l o k s a s i n 5 0 0 m g , s e c a r a o r a l . D i A s i a (termasuk Indonesia) dan Amerika Utara sudah
mulai dijumpai g a lu r - g a lu r y a n g me n u r u n k e p e ka a n n y a te r h a d a p ku in o l o n . K u i n o l o n t i d a k
b o l e h d i b e r i k a n u n t u k w a n i t a h a m i l a t a u m e n y u s u i a t a u p u n orang yang berumur di bawah 17
tahun.
Obat dengan dosis tunggal yang tidak efektif lagi untuk peng obatan gonore saat ini ialah:
tetrasiklin, streptomisin,dan spiramisin.
Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore dengan galur NGPP ialah:
spektinomisin, kanamisin, sefalosporin, ofloksasin, s e f ik si m d a n t ia mf e n i ko l. P e n in g k a t a n
19

f r e ku e n s i ti mb u ln y a g a lu r NGPP ini terjadi begitu cepat, dan harus kita waspadai. Karena itu
pengobatan gonore dengan penisilln dan derivatnya perlu dipikirkan mengenai efektivi tasnya.
Dalam penatalaksanaan infeksi gonore, perlu diperhatikan fasilitas laboratorium dalam menegakkan
diagnosis, frekuensi galur NGPP,pemilihan obat dengan toksisitas dan efek samping rendah, cara
pemberian mudah, harga murah, namun efektivitasnya tinggi.
CHANCROID
Sinonim : Ulcus molle, Soft chancre
Tergolong ke dalam penyakit yang infeksius serta bersifat akut dan dapat terjadi autoinokulasi dengan
tanda-tanda klinis berupa ulkus yang bersifat bekrotik dan terasa sakit.
Sebagai penyebab ialah : Haemophillus ducreyi, merupakan streptobacillus dengan bentuk ujungnya
agak membulat, pendek halus dan bersifat gram negatif.
Terjadi transmisi oleh karena hubungan seksual dengan waktu inkubasi 12 jam s.d 3 hari dan paling
lama 5 hari.
Tanda tanda klinis
Lesi permulaan pada tempat terjadi inokulasi
Dimulai dengan papula kemudian menjadi vesiko pustula bila pecah, meninggalkan suatu ulkus kecil yang
agak membulat dengan dasarnya agak eritematosus
Terasa sakit dan lunak bila diraba, tidak terdapat indurasi
Kebanyakan multipel, jarang soliter
Ulkus akan meluas dengan pinggir tidak teratur, bergaung dan ditutupi oleh lapisan agak kekuning-kuningan
Pada laki-laki
Lesi terutama terjadi di bagian lapisan mukosa dari preputium dan di bagian belakang glans penis.
Pada wanita
Dapat melibatkan labia, cervix, anus, kadang-kadang tidak dijumpai lesi, merupakan carrier yang asimptomatik.
Dengan terjadinya autoinokulasi, maka akan terjadi lesi yang majemuk
Sering dengan pembengkakan kelenjar inguinal, terasa lunak bila diraba
Komplikasi
Peradangan/suppurasi dari kelenjar inguinal, pada umumnya unilateral
Phimosis dan paraphimosis terjadi sebagai akibat lesi di preputium
Fistel dan urethra
Diferensial Diagnosis
Chancre sifilis
Granuloma inguinale
Lymphogranuloma venereum
Herpes genitalis
Infeksi campuran dengan sifilis dan atau dengan granuloma inguinale
Hasil pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sediaan hapus : bahan diambil dari bagian bawah ulkus, dibuat preparat hapusan diwarnai
dengan Gram atau Weight, dilihat berkelompok atau berderet seperti rantai School of fish
2. Biopsi
3. Biakan : bahan diambil dari ulkus dan ditanam dalam agar darah segar

20

Pengobatan
Dianggap yang terbaik sulfonamide
Sulfadiazine 4 x 2 tablet (1 gram) selama 2 minggu
Tablet Kotrimoxazol : sulfametoksazol 400 mg dan trimetroprim 80 mg, 2 x 2 tablet/hari selama 10 hari
Tetrasiklin 4 x 500 mg per hari selama 7 hari
Bila ada bubo yang fluktuasi dilakukan aspirasi.
GRANULOMA INGUINALE
Sinonim : Granuloma venereum, donovanosis
Termasuk golongan penyakit yang menyerang genetalia dan daerah sekitarnya yang bersifat kronik dan
menular. Sebagai penyebabnya suatu bacillus gram negatif yang lazim disebut dengan Donovans body. Penyakit
ini ditlarkan melalui hubungan seksual.
Waktu inkubasi adalah antara 1 s.d 3 bulan
Tanda-tanda klinis
Mula-mula ditemukan berupa papula-papula tidak sakit, yang segera pecah menjadi ulkus
granulomatosus berbentuk bulat merah serta lunak dan mudah berdarah kadang-kadang sakit. Ruam tersebut
dapat mengalami infeksi sekunder. Bila diperhatikan, lokasi lesi pada :
Laki-laki : dijumpai di glans, preputium ataupun di batang penis
Wanita : labia dan vulva
Juga dapat melibatkan daerah : perineum, anus, inguinal dan bokong secara perluasan infeksi.
Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder yang disertai dengan ulkus dan sakit. Bila tidak diobati ruam akan meluas
ke rektum terutama pada wanita dan kulit sekitarnya. Fibrosis terjadi pada fase penyembuhan dapat
menyebabkan jaringan sklerotik dan edema genital.
Diferensial Diagnosis
Sifilis primer
Condylomata lata
Chancroid
Lymphogranuloma venereum
Tuberculosis cutis
Squamous cell carcinoma
Lupus vulgaris
Epithelioma
Granuloma pygenicum
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan :
1. Diambil bahan pemeriksaan dengan cara kerokan halus dari lesi, kemudian diwarnai dengan pewarnaan
Wright atau Giemsa. Akan diperoleh Donovan body di dalam sel mononuclear. Dikenal sebagai badan-badan
yang lonjong serta gram negatif.
2. Biakan, dengan biakan jaringan dan telur
3. Biopsi
4. STS
Pengobatan
1. Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 7 hari dan diikuti dengan pemberian tetrasiklin 4x 250 mg selama 14 hari
2. Kontrimoksazol 2 x 2 tablet selama 3 4 minggu
21

LIMFOGRANULOMA VENEREUM
Synonim : Lymphopathia venereum, lymphogranuloma inguinale.
Merupakan infeksi oleh sejenis virus yang menyerang pembuluh limfa dan limfoid sering terjadi sesudah
melakukan hubungan seksual. Umumnya frekuensi terbanyak adalah pria sehubungan dengan port dentree
dimana pada wanita lebih sulit dideteksi.
Sebagai penyebab ialah :
Chlamydia trachomatis, sub grup A
Waktu inkubasi 7 12 hari
Gambaran Klinis
1. Lesi primer
Dapat berupa papul, vesikel ataupun ulkus superfasial menyerupai herpes genitalis dan tidak sakit. Lesi
tersebut dapat segera menghilang. Lokalisasi lesi primer pada pria terutama di sulkus koronarius, preputium
dan cervix pada wanita. Kadang-kadang disertai demam, sakit kepala, perasaan mau muntah atau
menyerupai tanda-tanda influensa.
2. Limfadenopati
Adenopati inguinal. Paling sering terjadi pada pria.
Dapat terjadi unilateral maupun bilateral.
Pertama sekali kelenjar limfa yang bersagkutan menjadi keras dan susah digerakkan. Kemudian terjadi
pembesaran yang diikuti perlunakan sertya fluktuasi yang diisi oleh nanah. Pada jaringan di bawah kulit
dijumpai sejumlah sinus yang mengeluarkan cairan serosanguinus dan seropurulen. Proses tersebut dapat
terjadi berbulan-bulan dan bila terjadi penyembuhan akan meninggalkan parut.
Tanda berupa alur : merupakan tanda khas suatu LGV yaitu berupa depresi linier yang terjadi diantara
kelenjar limfa yang terlibat baik dari bagian atas dan bawah dari Lig Pouparti (Sign of the Groove)
3. Pelvik Adenopati
Pada wanita :
Dapat melibatkan kelenjar limfa di dalam pelvik dan perianal. Lesi dapat terjadi pada vulvo vaginal dan rectal.
Jaringan dasar fibrous sering ditutupi oleh lapisan tipis dengan warna kekuningan, sedangkan jaringan
dibawahnya telah mengalami kerusakan. Bila lesi mengalami penyembuhan, akan terjadi perforasi pada
labium minora atau sekitar klitoris, sehingga sebagai jembatan dan terowongan di kulit sekitar introitus
ataupun vaginal bagian bawah, sedangkan urethra dapat mengalami destruksi. Dapat terjadi elephantiasis
genital externa disebut Esthiomene.
Pada pria :
Dapat terjadi oedema penis (elephantiasis penis), ulserasi skrotum atau kulit perineum, dan sering terjadi
strictura dari uretra.
4. LGV Proctitis
Prosesnya terjadi di kelenjar limfa perianal dan perirectal dimana akhirnya terbentuk abses, kemudian pecah
dan dari rectum keluar cairan mukos, darah atau nanah. Lama kelamaan dapat terjadi keratinisasi dan
perasaan sakit di rectum. Mukosa rectum menjadi merah dan oedematus dengan perdarahan punktata
disertai dengan ulkus yang superfisial dan polypoid yang mengalami granulasi, menjadi sikatriks dan terjadi
retraksi menimbulkan striktura recti.
Komplikasi :
Strictura rectum
Massa polipoid
Elephantiasis dari genetalia
D.D :
Chancroid
Granuloma inguinale
22

Scrofulderma

Pemeriksaan laboratorium :
1. Uji komplemen fiksasi : bila positif pada pengenceran 1/80 atau lebih tinggi
2. Uji Frei (Frei skin test) :
Antigen Frei didapat dari penderita LGV yang supuratif dan belum diobati (dilakukan punksi dari daerah
kulit yang sehat untuk mencegah fistula artificialis)
Disuntikkan intra kutan 0,1 cc pada bagian volar lengan. Pembacaan setelah 48 jam
Hasil positif : infiltrat lebih dari 5 mm
Interpretasi : os sedang/pernah menderita penyakit tersebut. Sekali positif, maka test ini akan positif untuk
waktu yang lama
Kekurangan : - tidak spesifik
Positif berarti sedang/pernah terinfeksi
Baru positif setelah 5 8 mingu
3. Perlu dilakukan biakan : N. Gonoohoeae dan STS
Pengobatan :
1. Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 7 hari dan dilanjutkan dengan 4 x 250 mg selama 14 hari.
2. Sulfadiazine 1 gram 3x sehari selama 3 minggu
3. Trimetoprim + Sulfametoksazol, yang bersifat broad spoectrum (drug of choice)
Dosis : 3 x 2 ta/hari, sampai sembuh
Kontrol darah perifer (Hb, hitung jenis, lekosit) : sebelum terapi, kemudian setiap minggu
Efek samping preparat sulfa : - anemia hemolitik
- agranulositosis
4. Topikal : bila belum pecah : kompres hangat
Bila sudah pencah : kompres terbuka supaya cepat kering
5. Dianjurkan istirahat di tempat tidur
Prognosis :
Pada pengobatan dini akan mencegah komplikasi
URETRITIS NON GONORE
Sinonim : Uretritis non spesifik (UNS)
Umumnya ditandai dengan keluar cairan mukoid yang encer dari urethra bukan disebabkan oleh
gonococcus. Penyebab uretritis non gonococcus berbagai jenis, tetapi menurut laporan yang terutama disebabkan
oleh golongan chlamydia, ureaplasma, mycoplasma dan gardnerella disamping jasad lainnya.
Chlamydia trachomatis penyebab uretritis non gonore pada pria merupakan yang terbanyak
dibandingkan dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30-60% dari penderita dapat diisolasi
c. Trachomatis, selanjutnya 4-35% dari pria penderita gonore dan 0 7% dari pria tanpa urethritis dari sejumlah
pengunjung di klinik PDHS.
Infeksi C. Trachomatis pada alat kelamin ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksi pada bayi
terjadi sewaktu kelahiran bayi. Prevalensi bervariasi menurut status ekonomi, aktivitas seksual dan ternyata pada
pria dijumpai lebih rendah disebabkan lebih cepat mengenal gejala-gejala infeksi dan segera meminta
pengobatan.
Chlamydia trachomatis merupakan parasit intra-obligat yang mempunyai karakteristik antara bakteri dan
virus, termasuk sub grup A dan mempunyai tipe serologik D-K. Waktu inkubasi berkisar dari 1 minggu sampai
dengan 3 minggu.
23

Tanda-tanda klinis
Pada pria :
Sering buang air kecil
Dari urethra keluar cairan disertai perasaan sedikit perih
Cairan yang keluar lebih encer
Keluhan-keluhannya lebih ringan dari urethris gonore, kadang-kadang tidak terlihat keluarnya cairan dari
urethra
Pada wanita :
Pada umumnya tanpa kelainan
Keluhan-keluhan dapat timbul oleh karena bersamaan dengan trichomoniasis
Wanita lebih bersifat carrier
Dapat terjadi fluor albus dengan keluhan dysuria dan sering buang air kecil
C. trachomatis dapat menyebabkan infeks pada cervix, menimbulkan sekresi cervix yang bersifat
mukopurulen dan sering disertai oedem dan ektopi dari cervix. Infeksi C. Trachomatis sering menyebabkan
keluhan disuria pada wanita dan ternyata dijumpai kaitan antara kematian fetus di dalam kandungan dan kematian
bayi dengan wanita hamil yang menderita chlamydia.
Komplikasi
Pada pria :
Prostatitis
Cystitis dan epididymitis
Strictura urethra
Pada wanita :
Batholinitis
Cystitis
Salpingitis
Diferensial Diagnosis
Para pria :
Gonore
Trichomoniasis
Urethritis oleh karena herpes
Urethritis oleh karena trauma
Pada wanita :
Trichomoniasis
Vaginitis oleh karena candidiasis
Benda asing di dalam vagina
Pemeriksaan laboratorium
Sediaan hapus dengan pewarnaan gram dijumpai polymorphonuclear leukocytes lebih dari 4 tiap lapangan
pandang tanpa Neisseria gonorrhoe
Biakan, memakai media kuning telur embrio
Pengobatan
1. Tetrasiklin oral 4 x 500 mg selama 7 hari
2. Eritromisin oral 4 x 500 mg selama 7 hari
3. Doksisiklin oral 2 x 100 mg selama 7 hari
Pengawasan
Pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan ulang 1 dan 2 minggu setelah selesai pengobatan.
Disamping itu kriteria untuk kesembuhan lebih sukar ditentukan. Gagalnya pengobatan dapat terjadi oleh karena
kambuh, infeksi ulang dan diagnosis yang keliru.
24

KONDILOMA AKUMINATA
DEFINISI
Kondiloma Akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Virus Papiloma
Humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.
SINONIM
Kutil genitalia
Genital warts
Venereal warts
Penyakit jengger ayam
ETIOLOGI
Virus papiloma humanus adalah virus DNA, bersifat epiteliotropik (menginfeksi epitel) dan tergolong famili
virus papova. Saat ini telah dapat diisolasi lebih dari 100 tipe VPH, dan dapat menimbulkan KA sekitar 23 tipe
dimana yang terbanyak adalah VPH tipe 6 & 11.
Ada hubungan antara infeksi VPH tipe tertentu pada genital dengan terjadinya karsinoma serviks.
Berdasarkan kemungkinan terjadinya displasia epitel dan keganasan maka VPH dibagi menjadi VPH yang
mempunyai resiko rendah (low risk) dan biasanya adalah VPH tipe 6 & 11 serta VPH yang mempunyai resiko
tinggi ( high risk) yang sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan yaitu VPH tipe 16 & 18.
MASA INKUBASI
Antara 3 mgg 8 bulan ( rata-rata 2-3 bulan )
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dijumpai pada usia produktif terutama pada orang dewasa (17-33 thn) dan terbanyak antara
20-24 tahun. Pada 2 dekade terakhir insidensi meningkat beberapa kali lipat.
PENULARAN
Kontak seksual
Autoinokulasi
Jalan lahir
Melalui benda ( sarung tangan forsep, dll )
GAMBARAN KLINIS
Kondiloma akuminata pada umumya asimtomatik, tetapi dapat menimbulkan ketidaknyamanan karena
mengakibatkan gatal, lembab, perdarahan, dispareunia & rasa terbakar.
Predileksi :
Pada pria () : sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus dan
pangkal penis.
Pada wanita () : labia, klitoris, vagina, serviks.
Pada pria dan wanita ( & ) : perianal, anal, rektum.
Untuk kepentingan klinis, KA dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
25

1. Bentuk akuminata
2. Bentuk papul
3. Bentuk datar (flat)
ad1. Bentuk AKUMINATA
Dimulai dengan papul sebesar jarum pentul berwarna merah keabuan bertambah besar, bertangkai
dengan permukaan berjonjot-jonjot. Beberapa lesi bersatu lesi yang besar menyerupai gumpalan kelenjar
( bunga kol ). Bentuk ini sering pada hamil, yang mengalami fluor albus atau pada keadaan imunitas terganggu.
Sering pada daerah yang lembab seperti introitus vagina,labia minora,vulva,perineum. Pada di glans penis,
sulkus koronarius,uretra dan frenulum.
ad2. Bentuk PAPULA
Berupa papula dengan permukaan halus dan licin,multiple, tersebar secara diskret.
Terdapat pada daerah dengan keratinisasi sempurna yaitu pada kulit kering seperti batang penis, daerah
perianal, skrotum dan labia mayora pada wanita.
ad3. Bentuk DATAR
Lesi sebagai makula, kadang-kadang sedikit meninggi .Biasa tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
( infeksi subklinis ). Baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. Kolposkopi sangat menolong.
Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai juga bentuk klinis lain yang berhubungan dengan keganasan
pada genitalia, yaitu :
1.Giant Condyloma Buschke-Lowenstein
( Kondiloma akuminata raksasa )
Manifestasi klinis infeksi VPH tipe 6 & 11
Pertumbuhan sangat cepat massa yang besar dan dapat meluas kejaringan lebih dalam .
Bersifat invasif , tidak infiltratif dan tidak bermetastasis, tetapi dapat menekan jaringan sekitarnya
sehingga melunak dan menimbulkan fistula-fistula basah & bau
Histopatologi kondiloma akuminata
Dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa derajat rendah.
2. Papulosis Bowenoid
- Infeksi VPH tipe 16
- Lesi berupa papul multipel & berkonfluens plakat,licin,kecil,eritematosa
berwarna violet kemerah-merahan atau coklat.
- Jarang menjadi ganas dan dapat regresi spontan
3. Cervical Intraepithelial neoplasia ( CIN )
- Berhubungan dengan VPH tipe 16 & 18.
- Dilakukan pemeriksaan sitologi sevix yaitu usap servix
papaniculaou ( Pap ) smear
4. Laringeal papilloma
- Terjadi pada anak-anak yang kemungkinan didapat dari ibu dengan KA sewaktu
lahir. Biasa oleh VPH tipe 6 & 11.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. HISTOPATOLOGI
Lapisan sel malphigi hiperplastik ( akantosis )dengan stratum korneum mengandung 1 atau 2 lapisan selsel parakeratotik.
26

Papila dermis memanjang ( papilomatosis ) dan berbatas jelas dengan dermis.


Koilosit ( sel-sel skuamous yang matur ),besar dengan daerah perinuklear jernih
(perinuclear vacuolization), tersebar diseluruh lapisan sel yang lebih luar. Nukleus
koilosit bulat, besar, hiperkromatik. Sering terlihat nukleus ganda.
Dermis edema,kapiler-kapiler dilatasi dan infiltrat inflamasi kronik padat.
Diferensiasi baik & teratur serta batas proliferasi epitel dan dermis jelas.
2. TES ASAM ASETAT
Asam asetat 5% pada lesi 5 : lesi menjadi putih ( aceto white )
3. PEMERIKSAAN KOLPOSKOPI
4. IDENTIFIKASI PARTIKEL VIRUS DGN MIKROSKOP ELEKTRON
- Pertama kali oleh Dunn dkk
- Partikel virus didalam inti dari sel koilosit
- Tidak dapat menentukan tipe VPH
5. IDENTIFIKASI DNA DENGAN METODE HIBRIDISASI
Untuk menentukan VPH dijaringan yang tidak dapat dilihat atau tidak ada bukti
histologi.
DIAGNOSIS BANDING
1. Hirsutis papilaris penis
Papul-papul filiformis disekitar korona penis
2. Kondilomata lata (sifilis)
3. Karsinoma sel skuamosa
4. Moluskum kontagiosum
5. Fibroma
PENATALAKSANAAN
I. MEDIKAMENTOSA ( KEMOTERAPI )
1. Podofilin ( 10 % - 20 % )
4-6 jam cuci
1-2 x /mgg
tidak boleh hamil
pada vagina & penis
2. Asam trikloroasetat ( TCA ) : 50%
1 x /mgg
dapat ulkus yang dalam
dapat pada hamil
3. 5 Fluorourasil ( %-FU ) : Krim 1- 5%
Setiap hari
KI : hamil
II. BEDAH
1. Bedah skalpel ( eksisi )
2. Bedah listrik ( elektrokauterisasi dan kuretase )
3. Bedah beku ( krioterapi )
27

4. Bedah laser
III IMUNOTERAPI
1. Imunomodulator
2. Interferon
Pengobatan kondiloma sangat penting walaupun dijumpai lesi yang mengalami regresi spontan, terutama
diperlukan terhadap lesi hiperplastik serta basah yang cepat meluas. Respon terhadap pengobatan nampaknua
berkurang bila telah berlanjut lebih lama, sehingga dianjurkan pengobatan sedini mungkin.
Dikenal beberapa cara pengobatan, akan tetapi tidak satupun yang efektif, oleh sebab sering kambuh.
Pada lesi yang bertebar, kemungkinan sedikit respon terhadap pengobatan. Kondiloma menunjukkan respon yang
bervariasi terhadap pengobatan, terutama yang menjadi masalah bila lesi dijumpai intra urethral, anorektal,
serviko vaginal. Pada wanita hamil, perubahan fisiologis, proliferasi memerlukan penanganan yang khusus
mengingat kemoterapi merupakn kontra indikasi.
Sebelum dilaksanakan pengobatan,sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap penderita akan
kemungkinan adanya penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual ataupun infeksi lokal. Bila dijumpai,
sebaiknya diberikan pengobatan terlebih dahulu. Kadang-kadang lesi mengalami regresi setelah infeksi lokal
diatasi.
Dinasehatkan kepada penderita agar menjaga kebersihan genital yang dapat mencegah infeksi.
Disamping itu dianjurkan agar pasangan suami/istri turut diperiksa dan hubungan seksual untuk sementara
dihindari, kalaupun dilakukan sebaiknya menggunakan kondom, hingga saatnya penderita bebas dari kondiloma.
Proliferasi lesi belum jelas diterangkan hingga saat ini, akan tetapi nampaknya keadaan di sekitar lesi
yang panas serta lembab, dan juga keadaan umum yang kurang baik, dapat mengganggu sistem imun seluler
yang terjadi karena berbagai penyakit sistemik, tumor ganas, penggunaan imunosupresan, dapat mengganggu
perjalanan penyakit.
HERPES GENITALIS
Merupakan infeksi yang akut di genetalia ataupun sebagai akibat munculnya kembali herpes yang
tersembunyi. Lesi biasanya berupa vesikel berkelompok ataupun bertebar yang disertai zona yang erithema.
Penyebabnya ialah :
Virus
: Herpes virus homonis type II dan jarang disebabkan type I
Penularan : Melalui hubungan seksual dengan waktu inkubasi antara 3 6 hari
Gambaran klinik
Herpes primer
Infeksi disebabkan type II
Lesi berupa vesikel agak besar dan berkelompok atau bertebar yang disertai dengan dasar erithema
Dengan perasaan sakit yang nyata sekali
Bila vesikel pecah perasaan sakit akan berulang
Herpes yang berulang-ulang kali timbul
Merupakan infeksi herpes yang muncul kembali setelah mengalami herpes primer, biasanya dipengaruhi
faktor tertentu (trigger factor), yaitu demam (infeksi), emosional dan makanan atau minuman yang
merangsang
Vesikel yang timbul agak kecil dan berantai dengan dasar eritema
Perasaan gatal lebih menonjol dari pada sakit
Bila vagina, servix atau urethra terlibat, maka akan keluar cairan yang mukoid

28

Komplikasi
Infeksi primer pada wanita yang melahirkan akan membahayakan bayinya
Diagnosa Banding
Sifilis
Lesi oleh karena trauma
Scabies
Chancroid
Pemeriksaan laboratorium
Uji Tzanck
Vesikel dipecahkan dan diambil dengan skrap, dibubuhkan di atas kaca objek serta diwarnai dengan Wright
atau Giemsa akan terlihat Multinucleated Giant Cells
Dianjurkan pemeriksaan biakan dan STS
Pengobatan
Pengobatan spesifik tidak ada
Bila perlu pengobatan simptomatik seperti anastesi lokal
Faktor kebersihan harus diperhatikan
Hindari trauma dan trigger factor (faktor tertentu)
Asiklovir, merupakan obat anti virus baru yang spesifik. Secara oral obat diberikan dengan dosis 200 mg 5 x
sehari selama 5 hari
Infeksi herpes simpleks dapat :
1. Infeksi primer : akut dan berat
2. Infeksi rekuren : ringan
3. Asitomatik/tanpa gejala
4. Tidak terjadi infeksi
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh barier kulit / mukosa, mekanisme pertahanan tubuh non spesifik, sistem
kekebalan tubuh yang spesifik dan tipe virus.

29

CANDIDIASIS
Merupakan infeksi oleh Candidi albicans, dapat menyerang alat genital baik pria maupun wanita. Infeksi
dapat terjadi melalui hubungan kelamin atau bukan. Terutama terjadi pada penderita diabetes, kehamilan,
pemakaian pil keluarga berencana, maupun kegemukan dan pemakaian antibiotika dalam jangka lama, antara
lain tetrasiklin.
Waktu inkubasi tidak begitu jelas diketahui.
Gambaran klinis
Pada pria :
Perasaan perih, panas, gatal di glans penis dan preputium
Dengan dasar erithem dan ditutupi lapisan putih
Pada wanita :
Dengan keluhan fluor albus disertai perasaan gatal pada vulva dan vagina
Cairan yang keluar kental, putih, dapat menutupi lapisan/permukaan selaput vagina dan dinding cervix
Kulit sekitar vulva menjdi merah
Dyspareunia
Keluhan-keluhan tersebut lebih menonjol sewaktu kehamilan
Dapat juga terjadi banyak penderita tanpa keluhan
Komplikasi
Sering terjadi berulang-ulang
Dapat terjadi infeksi pada bayi, bila ibunya tidak diobati
Dapat terjadi infeksi di kulit dan selaput lendir
Diferensial Diagnosis
Pada pria
Urethritis
Gonore
Urethritis non spesifik
Kontak dermatitis
Pada wanita :
Trichomoniasis
Urethritis
Gonore
Benda asing dalam vagina
Vaginitis oleh karena jasad lainnya
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan pewarnaan Gram dari bahan pemeriksaan yang diambil dari dinding vagina ataupun glans penis
ataupun dilakukan pemeriksaan dengan KOH. Akan dapat dilihat adanya budding atau pseudo hifa
Biakan memakai media Sabourounds dextrose agar
Perlu dilakukan biakan untuk menentukan adanya N. Gonore dan pemeriksaan bahan basah untuk melihat
adanya tricomonas vaginalis dan dilakukan pemeriksaan STS
Pengobatan
Pada pria : berupa krim
Pada wanita :
Diberikan Mycostatin vaginal tablet 2x per hari selama 2 minggu
Nystatin kri
30

Keteconazol tablet (200 mg)


Dosis : 1 x 400 mg/hari, per oral selama 5 hari

TRICHOMONIASIS
Trichominiasis disebabkan oleh : Tricomonas vaginalis, tergolong parasit protozoa dijumpai di vagina
dan urethra pada wanita serta di urethra dan prostat pada pria. Bentuk protozoa agak membulat, unicelular
dengan 4 (empat) flagela.
Cara penularan
Melalui hubungan kelamin, dan penularan yang tidak tergolong veneris (melalui pakaian dan handuk) dijumpai
terutama pada wanita yang pre adolesens.
Waktu inkubasi : 4 sampai dengan 28 hari.
Gambaran klinis
I. Pada pria
Sering tanpa keluhan yang nyata
Terasa agak gatal
Terasa tidak enak dalam penis
Agak basah di ujung penis untuk beberapa hari dan hilang secara spontan
Sedikit keluar cairan dari urethra pada pagi hari
II. Pada wanita
Sering tanpa keluhan
Keluar cairan dari vagina, agak kuning hijau
Gatal
Vulva, kulit sekitar genetalia externa dan paha bagian dalam, berwarna kemerah-merahan
Komplikasi
Pada pria :
Dapat melibatkan prostat
Cystitis
Epididymitis
Pada wanita :
Bartholinitis
Urethritis
Cystitis
Diferensial Diagnosis
Pada pria :
Urethritis non spesifik
Gonore
Urethritis oleh karena trauma
Pada wanita :
Gonore
Candidiasis vaginalis
Benda asing di vagina
Pemeriksaan laboratorium
Perlu dilakukan pemeriksaan sediaan basah, walaupun sulit ditemukan
31

Perlu dilakukan biakan untuk gonore


Perlu pemeriksaan STS

Pengobatan
Flagyl (Metronidazol) 250 mg 2 tabet pagi ac dan 2 tablet malam ac selama 5 hari
Flagyl 250 mg 3x sehari selama 10 hari
(Ingat! Preparat ini merupakan kontra indikasi selama trimester pertama dari kehamilan dan selama laktasi)
Pengobatan pada kehamilan
Kehamilan trimester pertama merupakan kontra indikasi pemberian metronidazol dan keamanan
pemakaian obat tersebut pada trimester selanjutnya belum juga dapat dipastikan. Pada penderita dengan
kehamilan setelah trimester pertama yang menunjukkan gejala yang hebat dapat dipertibangkan pemberian
metronidazol 2 gr oral dosis tunggal. Mitra seksual penderita harus diobati.
Trikomoniasis sering tidak terdiagnosis oleh karena banyaknya kasus asimtomatik, baik pada pria
maupun wanita.
VAGINOSIS BAKTERIAL
DEFINISI
Vaginosis Bakterial adalah sindrom klinik oleh karena pergantian Lactobasillus Spp penghasil H 2O2
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi ( Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp), Gardnerella vaginalis, dan
Mycoplasma homonis.
ETIOLOGI
Bukan organisme tunggal
1. Gardnerella vaginalis
. 95% dapat diisolasi pada wanita VB.
. 40-50% dapat diisolasi pada wanita tanpa vaginitis.
2. Bakteri anaerob
a. Bacteroides Spp : 76% diisolasi pada wanita VB.
b. Peptostreptococcus : 30% diisolasi pada wanita VB.
Kedua spesies ini jarang ditemukan pada wanita normal.
c. Mobiluncus Spp
: 85% pada wanita VB. Hampir tidak pernah pada wanita
normal.
3. Mycoplasma hominis
: 100 1000 X pada wanita VB.
Bagan hubungan Lactobassilus PH vagina dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam etiologi BV.
Reduksi Lactobassilus
Reduksi produksi
H2O2

32

Pertumbuhan bakteri bakteri BV yang


berlebihan

PH yang

GAMBARAN KLINIS

Vagina berbau khas, yaitu bau amis, terutama waktu berhubungan seksual.
Sekret vagina homogen, tipis dan cair, berwarna abu-abu putih.
Gatal ().
Tanda-tanda inflamasi pada vagina dan vulva (-).
Vaginosis bakterial dapat timbul bersama infeksi genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis
sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.

KOMPLIKASI

Korioamnionitis
Infeksi pada masa nifas
Penyakit radang panggul
Lahir prematur

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
2. Evaluasi cairan vagina
3. Pemeriksaan PH
4. Tes amine (whiff test)
5. Pemeriksaan mikroskopis
Ad2. Evaluasi cairan vagina
Sekret vagina yang tipis, homogen,berwarna abu-abu putih melekat pada dinding
vagina.
Ad3. Pemeriksaan PH
Terjadi peninggian PH vagina 4,5.
PH vagina normal adalah < 4,5.
Ad.4. Tes Amine (whiff test)
Satu tetes larutan KOH 10% diteteskan pada secret vagina yang diletakkan diatas
object glass, akan menghasilkan bau amis seperti bau ikan. Bau ini disebabkan karena
adanya pelepasan amine, terutama putresin dan kadaverin.
Ad.5. Pemeriksaan mikroskopis
Pada sediaan basah sekret vagina dijumpai sel epitel vagina yang ditutupi oleh
33

berbagai bakteri vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan sel yang kabur
karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil (disebut clue cell). Ini
merupakan kriteria diagnostik dengan sensitivitasnya 70-90% dan spesifisitas 95100%.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Amsel dkk merekomendasikan diagnosis klinis Vaginosis bakterialis berdasarkan pada adanya tiga dari
empat tanda-tanda berikut :
1. Clue cells
2. PH vagina > 4,5
3. Tes amine
4. Sekret vagina yang homogen, putih dan melekat
DIAGNOSIS BANDING
1. Candidiasis vagina
2. Trikomoniasis
3. Infeksi serviks dan uterus

PENATALAKSANAAN
Rejimen terapi yang dianjurkan
Metronidazol 500 mg 2 x sehari selama 7 hari.
Rejimen alternatif
Metronidazol oral 2 gram dosis tunggal.
Klindamisin cream 2% intravaginal, aplikator penuh (5 gram).
Metronidazol gel 0,75% intravaginal, aplikator penuh (5 gram) 2 x sehari selama 5 hari.
Klindamisin 300 mg 2 x sehari selama 7 hari.
HIV / AIDS
I.
PENDAHULUAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS). Virus ini termasuk dalam golongan retrovirus yaitu famili retroviridae yang mempunyai
kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim
reverse transcriptase.
Perjalanan penyakit infeksi HIV dapat dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan
jumlah CD4. Setelah infeksi akan terjadi gejala infeksi akut (serupa infeksi mononukleosis) yang disertai
viremia berat. Gejala ini akan hilang sendiri setelah 1 3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi
negatif menjadi positif) terjadi 1 3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga ada laporan sampai 8
bulan.Kemudian penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini terjadi penurunan
CD4 secara bertahap. Mula mula sekitar 30 60 / tahun, tetapi pada 2 tahun terakhir terjadi penurunan
34

cepat 50 100 / tahun. Sehingga rata rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8 10
tahun.
Pada umumnya bila tanpa pengobatan perjalanan penyakit pada orang dewasa, dari infeksi
sampai AIDS sekitar 10 tahun. Terdapat sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat
cepat, yaitu hanya 2 tahun. Sedangkan pada sisi lain terdapat kelompok kecil lain yang disebut kronik non
progresif, yaitu orang orang yang telah terinfeksi lebih dari 8 tahun, tetapi CD4 nya masih lebih tinggi
dari pada 500.
Sejak tahun 1999 di Indonesia telah terjadi peningkatan jum lah orang dengan HIV / AIDS
(ODHA) pada sub populasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi HIV cukup
tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok orang berperilaku beresiko tinggi tertular HIV, yaitu para
pekerja seks komersial dan pecandu narkotika secara suntikan.
Di Indonesia sudah ditemukan penularan HIV / AIDS melalui berbagai cara, baik melalui hubungan
homoseksual, heteroseksual, jarum suntik yang dipakai bersama-sama pada pecandu narkotika ,
transfusi darah atau komponennya, dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.
Karena infeksi HIV akan diderita seumur hidup, dan sampai saat ini belum ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan infeksi HIV, belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya infeksi HIV, dan
belum ada metode yang terbukti dapat menghilangkan infeksi pada karier HIV, maka segala tindakan dan
usaha harus dilakukan untuk mencegah transmisi HIV.

II.

PATOGENESIS
Agar dapat masuk ke dalam sel
tubuh,
virus
membutuhkan
reseptor khusus di permukaan sel
tubuh tersebut, sehingga virus
dapat melekat dan selanjutnya
masuk ke dalam sel itu. HIV
membutuhkan reseptor khusus
yaitu CD4 antigen, yang hanya
terdapat pada permukaan sel
limfosit, monosit dan makrofag.
Setelah HIV melekat ke reseptor
CD4 antigen, selanjutnya HIV
masuk ke dalam sel tersebut
dalam keadaan tidak aktif. Fase
ini dikenal sebagai fase laten.
Fase laten akan berakhir setelah
virus menjadi katif berkembang
biak.
Untuk dapat mengaktifkan HIV dalam fase produktif, diperlukan faktor-faktor tertentu. Faktor
faktor tersebut belum jelas benar, namun diduga apabila penderita tersebut mendapat infeksi virus lain,
35

misalnya infeksi cytomegalovirus, virus herpes simpleks, virus hepatitis B atau virus Epstein Barr, maka
HIV akan menjadi aktif dan berkembang biak. Dalam proses pengaktifan virus ini sel dimana HIV
bersarang, yaitu sel limfosit T4 dihancurkan. Akibatnya tubuh penderita akan kehilangan banyak sel
limfosit T4 dan akibat selanjutnya adalah kelemahan dan kerusakan kekebalan tubuhnya. Kerusakan
sistem kekebalan tubuh penderita akan menyebabkan penderita lebih mudah mendapat infeksi parasit,
virus dan jamur jenis tertentu, dan peka menderita kanker jenis tertentu.
Pada infeksi HIV jumlah limfosit B normal atau malah meningkat, menyebabkan terbentuknya
antibodi spesifik terhadap HIV. Seperti pada infeksi lain adanya antibodi spesifik ini merupakan petanda
bahwa seseorang pernah terpapar HIV.
Immunoglobulin dalam sirkulais darah bertambah, terutama IgA dan IgG. Akibat kelainan fungsi
limfosit T4 dan karena fungsi limfosit B terinfeksi HIV, maka fungsi limfosit B berkurang, yang akan
mengakibatkan respon limfosit B terhadap antigen lain juga berkurang. Oleh karena beberapa kelainan
tersebut, defisiensi imun pada infeksi HIV merupakan gabungan defisiensi imun seluler dan humoral.
Dalam tubuh penderita yang terinfeksi HIV, partikel virus bergabung dengan DNA sel penderita,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan terinfeksi.
Sel manusia yang terutama diserang oleh HIV adalah limfosit sub jenis T helper atau juga sel
limfosit CD 4+ yang bertugas amat penting yaitu mengatur dan bekerja sama dengan komponen sistem
kekebalan lain. Bila jumlah dan fungsi CD 4+ berkurang , maka sistem kekebalan seseorang yang
terinfeksi akan rusak sehingga mudah dimasuki dan diserang berbagai jenis penyakit. Segera setelah
terinfeksi HIV, jumlah limfosi CD 4+ akan berkurang sedikit demi sedikit.
Gambar : Tahap masuknya HIV dalam sel

36

III.

GAMBARAN KLINIS
Infeksi HIV menyebabkan suatu penyakit dengan spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala,
tetapi pemeriksaan darahnya menunjukkan adanya infeksi HIV (golongan seropositif HIV tanpa gejala),
sampai kepada golongan full blown AIDS yang merupakan stadium akhir dan mematikan.
Gejala penyakit tidak segera muncul sesudah terjadi infeksi. Selama beberapa tahun penderita
tampak sehat dan merasa sehat, namun bila darahnya diperiksa ditemukan adanya HIV. Pada periode
asimptomatis ini replikasi virus terjadi sangat cepat dan terus menerus sejak awal infeksi, sedikitnya
terbentuk sepuluh miliar virus setiap hari, namun karena waktu paruh (half-life) virus bebas (virion) sangat
singkat, maka sebagian besar virus akan mati, walaupun ada replikasi yang cepat, sebagian penderita
merasa tetap sehat selama sistem kekebalan tubuhnya masih dapat berfungsi baik.
Replikasi HIV yang terus menerus mengakibatkan kerusakan sistem kekebalan tubuh semakin
berat, sehingga semakin rentan terhadap infeksi oportunistik, kanker, penyakit saraf, kehilangan berat
badan secara nyata dan berakhir dengan kematian.
Jumlah kuantitatif virus di dalam plasma (plasma viral load) menunjukkan tingginya replikasi HIV
yang menggambarkan progresivitas penyakit. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV, sehingga nilainya merupakan faktor prediksi yang penting
untuk menduga apakah seseorang yang terinfeksi HIV akan segera masuk tahap AIDS.
Segera setelah terinfeksi HIV , jumlah limfosit CD4 akan berkurang sedikit demi sedikit,
Kerusakan sistem kekebalan yang bertahap tersebut mula-mula tercermin pada keadaan klinik yang
mula-mula tidak ada gejala, kemudian gejala yang tidak berat yaitu pembesaran kelenjar getah bening,
diare , penurunan berat badan. Biasanya gambaran klinik yang berat baru muncul bila jumlah CD4 kurang
dari 200 per mm3.
Global Programme on AIDS dari Badan Kesehatan Dunia WHO membagi tingkat klinik penyakit
infeksi HIV sebagai berikut :
Stadium Klinis HIV Pada Dewasa Menurut WHO
Stadium klinis I
1. Asimtomatik
2. Limfadenopati generalisata
Skala penampilan 2 : asimtomatik , aktivitas normal
Stadium klinis II
1. BB berkurang < 10%
2. Manifestasi mukokutan ringan (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur di kuku, ulserasi oral
berulang, kheilitis angularis)
3. Herpes zoster dalam lima tahun terakhir
4. Infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang (seperti sinusitis bakterial)
Dan / atau skala penampilan 2 : simtomatis, aktivitas normal.
Stadium klinis III
1. BB berkurang > 10%
2. Diare kronik tanpa penyebab jelas > 1 bulan
3. Demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas (datang pergi atau menetap) > 1 bulan.
4. Kandidiasis oral (trush)
37

5. Oral hairy leucoplakia (OHL)


6. TB paru
7. Infeksi bakterial berat (mis. Pneumonia)
Dan / atau skala penampilan 3 : < 50% dalam masa 1 bulan terbaring
Stadium klinis IV
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumocystic cranii pneumonia
3. Toksoplasmosis otak
4. Diare karena kriptosporidosis > 1 bulan
5. Kriptokokosis ekstra paru
6. Penyakit cytomegalovirus pada satu organ selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening (contoh
retinitis)
7. Infeksi Herpes simpleks , di mukokutaneus (> 1 bulan ) atau organ dalam
8. Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)
9. Mikosis endemik yang menyebar
10. Kandidiasis esofagus , trakea, bronki
11. Mikobakteriosis atipik, menyebar atau di paru
12. Septikemia salmonela non tifoid
13. Tuberkulosis ekstra paru
14. Limfoma
15. Sarkoma kaposis
16. Ensefalopati HIV
Dan / atau skala penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50 % dalam masa 1 bulan terakhir
IV.

TRANSMISI HIV
HIV ditransmisikan dengan cara yang terbatas , yaitu melalui kontak seksual, transfusi darah atau
produknya dan pemakaian alat alat yang sudah tercemar HIV seperti jarum suntik dan pisau cukur,
serta secara perinatal melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin di kandungannya atau bayi yang
disusuinya.
Cara transmisi HIV yang paling sering adalah melalui hubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi HIV dan kontak dengan darah yang terkontaminasi, terutama melalui penggunaan jarum suntik
secara bersama pada pecandu narkotika.
Walaupun HIV telah dapat terisolasi dari cairan dan jaringan tubuh seperti darah , semen, saliva,
air mata , ASI, urine, kelenjar limfe, jaringan otak, cairan serebrospinalis dan sumsum tulang, tetapi hanya
darah dan semen yang merupakan cairan yang menjadi tempat berkumpulnya virus HIV dengan
konsentrasi tinggi, dan merupakan cairan tubuh yang diketahui secara epidemiologi paling berkaitan
dengan transmisi HIV.
Karena segala sesuatunya yang berhubungan dengan infeksi HIV masih belum jelas benar, maka
perlu kiranya untuk selalu berhati hati terhadap semua cairan, jaringan, sekresi dan ekskresi yang
berasal dari pasien yang terinfeksi HIV, dan harus diperlakukan sebagai sesuatu yang bersifat infeksius,
terutama jika mengandung darah.
Individu yang melakukan paling sedikit salah satu dari perilaku di bawah ini, mempunyai resiko
untuk mentransmisikan HIV, yaitu :
- Hubungan seksual melalui anus
- Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti ganti
38

V.

Pecandu narkotika dengan menggunakan suntikan


Pengobatan medis dengan menggunakan darah dan produknya
Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan tersebut di atas
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV, beresiko terinfeksi saat masih dalam kandungan , saat lahir maupun
setelah kelahiran.
PENATALAKSANAAN

Pengobatan awal yang tepat dengan antiretroviral yang diberikan segera setelah terbentuknya
antibodi terhadap HIV (serokonversi), dapat menghambat dan bahkan menghentikan perjalanan penyakit
ke arah AIDS.
Tujuan pengobatan dengan antiretroviral :
1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
2. Mengurangi angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV
3. Memperbaiki kualitas hidup ODHA
4. Memulihkan dan / atau memelihara fungsi kekebalan tubuh
5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus.

Obat obat antiretroviral untuk infeksi HIV


Pengobatan ODHA dewasa dengan Antiretroviral :
Golongan obat / obat
Dosis
I.Obat Penghambat Reverse Transcriptase, Nukleosida
Abacavir , ABC

300 mg 2 x sehari
400 mg 1 x sehari
Didanosine, ddl (Videx)
250 mg 1 x sehari jika < 60 kg
250 mg 1 x sehari bila diberikan bersama TDF
Lamivudine , 3TC
150 mg 2 x sehari / 300 mg 1 x sehari
Stavudine , d4T (Zerit)
40 mg 2 x sehari
30 mg 2 x sehari bila BB < 60 kg
Zidovudine , ZDV / AZT (Retrovir, Avirzid)300 mg 2 x sehari
Tenofir , TDF
300 mg 1 x sehari
II.Obat Penghambat Reverse Transcriptase Non Nukleosida
Etavirenaz, EFV (sustiva)
Nevirapine, (NVP)

600 mg sekali sehari


200 mg 1 x sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg 2 x
sehari

III.Obat Penghambat Protease


Idinavir / ritonavir , IDV / r (Crixivan)
Lopinavir / ritonavir , LPV / r
Nelfinafir , NFV (Viracept)
Saquinavir / ritonavir , SQV / r (Invirase)

800 mg / 100 mg 2 x sehari


400 mg / 100 mg 2 x sehari
1250 mg 2 x sehari
1000 mg / 100 mg 2 x sehari , atau
1600 mg / 200 mg sekali sehari
39

Ritonavir , RTV , r (Norvir)


VI.

capsule 100 mg, larutan oral 400 mg / 5 ml

PROFILAKSIS TERHADAP INFEKSI HIV


Hindari faktor faktor resiko :
A : ABSTINENCE =Tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan seks
pranikah.
B : BE FAITHFUL = Bersikap saling setia pada pasangan.
C : CONDOM = Cegah dengan memakai kondom
D : DRUGS = Hindari pemakaian narkoba suntik
E : EQUIPMENT = Mintalah pelayanan kesehatan dengan peralatan yang steril.

40

You might also like