You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. R

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 51 Tahun

Agama

: Islam

Suku/bangsa

: Makassar

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl. Manganel Lr 14A Makassar

No. register

: 043446

Tanggal Pemeriksaan : 4 Mei 2015


Tempat pemeriksaan
II.

: poliklinik BKMM

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Benjolan pada kelopak mata kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan benjolan pada mata kanan bawah dekat hidung yang dialami sejak 2
bulan yang lalu yang disertai dengan sering keluar air mata berlebihan terutamanya jika
terkena angin. Pasien juga mengeluh kadang-kadang terdapat juga cairan yang keluar dari
benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh. Nyeri ada tapi hilang timbul dan
disertai rasa gatal. Riwayat mata merah sebelumnya tidak ada. Penglihatan menurun tidak
ada. Riwayat pemakaian kacamata tidak ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.
Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat demam
sebelumnya ada. Riwayat adanya trauma pada bagian mata dan hidung sebelumnya tidak
ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada.

III.

IV.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: Sakit sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Penapasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,7C

FOTO KLINIS

GAMBAR 1: oculi dextra dan sinistra

Gambar 2: Oculi Dextra

Gambar 3: Oculi Sinistra

V.

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

i.

Inspeksi
OD

OS

Palpebra Inferior:

Palpebra:

Tampak benjolan dekat kantus

Hiperemis (-)

medial, Hiperemis (+), Edema (+)

Edema (-)

Silia

Sekret (+) minimal

Sekret (-)

Apparatus

Epifora (+)

Epifora (-)

Konjungtiva

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Bola Mata

Kesan normal

Kesan normal

Mekanisme

Ke segala arah

Ke segala arah

Kornea

Jernih

Jernih

Bilik Mata

Kesan normal

Kesan normal

Iris

Coklat

Coklat

Pupil

Bulat, sentral,

Bulat, sentral,

Lensa

RCL (+)
Jernih

RCL (+)
Jernih

Palpebra

Lakrimalis

Muskular

Depan

ii.

Palpasi
OD

OS

Tensi Okuler

Tn

Tn

Nyeri Tekan

(+)

(-)

Massa tumor

(+)

(-)

Ukuran 2cmx2cmx1cm,
konsistensi lunak,mobile,
batas tidak tegas, warna
kemerahan
Tidak ada pembesaran

Glandula Pre-

Tidak ada pembesaran

Aurikuler
iii.

iv.

v.

Tonometri
TOD

: tekanan 5/5,519 mmHg

TOS

: tekanan 5/5,511 mmHg

Visus
VOD

: 6/6

VOS

: 6/6

KOR

:-

KOR

:-

Menjadi

:-

Menjadi

:-

Lihatdekat

:-

Lihatdekat

:-

Koreksi

:-

Koreksi

:-

DP

:-

DP

:-

Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan

vi.

Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan

vii.

Light Sense

Tidak dilakukan pemeriksaan


viii.

Slit Lamp
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.
ix.

Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan

VI.

RESUME
Seorang wanita umur 51 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama
benjolan pada mata kanan bawah dekat hidung yang dialami sejak 2 bulan yang
lalu. Epifora ada, secret ada warna putih keruh. Nyeri ada, gatal ada tapi hilang
timbul. Riwayat mata merah sebelumnya tidak ada. Penglihatan menurun tidak ada.
Riwayat pemakaian kacamata tidak ada. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak
ada. Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya tidak ada. Riwayat demam
sebelumnya ada. Riwayat adanya trauma pada bagian mata dan hidung sebelumnya
tidak ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada.
Pada pemeriksaan fisis status generalis dan vitalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/6, VOS : 6/6. Pada pemeriksaan oftalmologi
ditemukan :
OD : Palpebra inferior hiperemis (+), edema (+), massa tumor (+); ukuran
2cmx2cmx1cm, konsistensi lunak, mobile, batas tidak tegas, warna kemerahan,

nyeri tekan (+) konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat,

sentral,

RC (+), lensa jernih.

OS : Palpebra inferior hiperemis (-), edema (-), massa tumor (-), nyeri tekan (-)
konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),
pupil bulat,
VII.

sentral,

RC (+), lensa jernih.

DIAGNOSIS
OD Dakriosistitis kronik

VIII. TERAPI
-C. Polygran 1 tetes tiap 4 jam
-Ciprofloxacin 500mg 2dd1
-Natrium diklofenak 50mg 3dd1
IX.

ANJURAN
-Anel tes
-Dakriocystography ( bila perlu)

X.

PROGNOSIS
Quad Ad Vitam
Quad Ad Sanam
Quad Ad Visam
Quad Ad Cosmeticam

XI.

: Bonam
: Bonam
: Bonam
: Dubia et bonam

DISKUSI
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis kronis dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara
autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika,
7

dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka
boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, anamnesis didapatkan dengan cara autoanamnesis yaitu pasien
umur 51 tahun datang dengan keluhan benjolan pada kelopak mata kanan bawah dekat
dengan hidung yang dialami sejak 2 bulan yang lalu yang disertai dengan sering keluar air
mata berlebihan. Pasien juga mengeluh kadang-kadang terdapat juga cairan yang keluar
dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh. Nyeri ada tapi hilang timbul
dan disertai rasa gatal. Riwayat demam sebelumnya ada. Riwayat mata merah sebelumnya
tidak ada dan penglihatan menurun tidak ada.
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan,

keluhan dan gejala- gejala tersebut

sesuai dengan definisi dan manifestasi klinis dakriosistitis yaitu peradangan pada sakus
lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Adanya sumbatan tersebut
menyebabkan pasien ini mengalami keluhan sering keluar air mata yang berlebihan.
Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung
dan sangat mudah mengalami infeksi maupun inflamasi. Hal ini disebabkan karena
normalnya terjadi penyatuan permukaan membran mukosa hidung dan mukosa
konjungtiva yang dikolonisasi oleh bakteri. Dakriosisititis paling sering bersifat unilateral
dan ditandai dengan keadaan dimana awalnya terjadi air mata yang berlebihan dan
pembengkakan yang kemerahan dan berat yang terjadi disekitar hidung pada kelopak mata
bawah. Pada pasien ini terdapat cairan yang keluar dari benjolan seperti air mata yang
berwarna putih keruh dimana hal ini menunjukkan bila kantung air mata ditekan dapat
keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus lakrimal. Manakala keluhan nyeri yang
dialami adalah menunjukkan adanya tanda dan gejala terjadinya peradangan. Riwayat
demam sebelumnya menandakan adanya suatu infeksi yang terjadi dimana dakriosistitis
dapat disebabkan oleh bakteri gram positif maupun gram negatif.
Pada pemeriksaan fisis kasus ini, didapatkan bahwa pada mata kanan pasien,
palpebral inferior tampak benjolan dekat kantus medial yang hiperemis dengan ukuran
8

2cmx2cmx1cm, kosistensi lunak, mobile, dan batas tidak tegas, warna kemerahan, nyeri
tekan ada. Didapatkan epifora dan sekret pada silia, konjungtiva tidak hiperemis, dan bola
mata kesan normal. Berdasarkan pemeriksaan fisis tersebut, ditemukan gejala
dakriosistitis yaitu mata berair (epifora) dan disertai sekret pada silia. Dakriosistitis dapat
berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan nyeri yang
muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial, sedangkan pada
inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu
rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Pembesaran
ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar jika ditekan. Pada keadaan
kronik, epifora merupakan satu-satunya gejala yang timbul. Bila kantung air mata ditekan
dapat keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus lakrimal. Oleh itu, pasien pada kasus
ini didiagnosis OD dakriosistitis kronis.
Dakriosistitis biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang memadai, dan
bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal. Meskipun
demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Oleh yang
demikian, pada pasien ini, pengobatan yang diberikan adalah obat antibiotik topikal dan
antibiotik sistemik;ciprofloxacin dan natrium diklofenak. Antibiotik topikal yang
digunakan adalah obat antibiotik tetes mata yang mengandung gentamisin dimana
merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida dan antibiotik sistemik,
Ciprofloxacin merupakan antibiotik sintetik golongan quinolone yang bekerja
menghambat DNA-girase bakteri. Kedua obat ini efektif dalam menghambat kuman gram
positif maupun kuman gram negatif. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan
analgesik oral yaitu Natrium diklofenak dimana merupakan golongan obat anti inflamasi
non steroid. Aktivitas diklofenak menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat.
Dakriosistitis biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang memadai, dan
bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal. Meskipun
demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Oleh yang

demikian, tindakan pembedahan dipertimbangkan. Prosedur pembedahan yang sering


dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR).
DAKRIOSISTITIS
I. Pendahuluan
Sistem lakrimal mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai
unsur pembentuk cairan air mata, yang disebabkan di atas permukaan mata oleh
kedipan mata. Kanalikuli, sakkus lakrimal, dan duktus nasolakrimal merupakan
komponen ekskresi sistem ini, yang mengalirkan sekret ke rongga hidung.1
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang
dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan 2,6,8 dengan puncak insidensi pada usia
60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun
Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab
utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase NegativeStaphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Dakriosistitis biasanya terjadi pada populasi secara umum dengan mayoritas
kejadian pada dekade pertama dan kelima kehidupan, terutama pada wanita
postmenopause (70-83%) dan pada mereka yang memiliki higenitas yang buruk.
Pravelansi dakriosistitis pada wanita postmenopause kemungkinan disebabkan karena
terjadinya perubahan ukuran anatomi dari duktus nasolakrimal. Perubahan hormonal
yang terjadi mengakibatkan terjadinya deepitelisasi general yang dapat menyebabkan
deepitelisasi pada sakkus dan duktus lakrimal, sehingga menyebabkan terjadinya
sumbatan pada kanalis lakrimal.3
Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi mengalirkan air mata dari mata ke
rongga hidung dan sangat mudah mengalami infeksi maupun inflamasi. Hal ini
disebabkan karena normalnya terjadi penyatuan permukaan membran mukosa hidung
dan mukosa konjungtiva yang dikolonisasi oleh bakteri. Dakriosistitis paling sering
10

terjadi unilateral terutama pada sisi kiri daripada sisi kanan. Hal ini dikarenakan pada
banyak kasus, duktus nasolakrimal dan fossa lakrimal membentuk suatu sudut yang
lebih besar pada sisi kanan daripada sisi kiri.4
Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan kongenital dan dakriosistisis didapat
(acquired).4 Dakriosistitis yang didapatdapat terjadi akibat sumbatan yang terjadi
karena stenosis yang idiopatik (primary acquirednasolacrimal duct obstruction) atau
akibat penyebab sekunder seperti trauma, inflamasi, neoplasma, atau obstruksi
mekanik.5 Selain itu dakriosisititis yang didapat (acquired) dibedakan berdasarkan
menurut perjalanan penyakitnya yaitu akut dan kronik.4
II. Anatomi
Aparatus lakrimal terbentuk dari dua komponen. Struktur-struktur yang
berperan dalam pembentukan lapisan tengah (aquous) dari air mata perikorneal
disebut dengan sistem sekresi, terdiri atas glandula lakrimalis utama dan glandula
lakrimalis aksesorius. Sedangkan struktur yang terlibat untuk mengalirkan air mata
dari konjungtiva ke dalam rongga hidung disebut dengan sistem ekskresi, terdiri dari
puncta, kanalikuli, sakkus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.6,7
Anatomi Sistem Sekresi
Glandula lakrimalis utama
Glandula/kelenjar lakrimalis utama terletak pada bagian lateral atas cavum
orbita dan terdiri dari pars orbitalis dan pars palpebralis. Glandula lakrimal pars
orbitalis ukurannya lebih besar, bentuknya mirip dengan biji almond, terletak didalam
fossa lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari bagian luar lempengan orbita.
Untuk mencapai bagian kelenjar ini dengan pembedahan, harus diiris kulit, muskulus
orbikularis okuli dan septum orbitale. Glandula ini memiliki dua permukaan yaitu
permukaan superior yang konveks dan berhubungan dengan tulang serta permukaan
inferior yang konkaf dan berada di atas m.levator palpebra superior.

Glandula

lakrimal pars palpebralis lebih kecil dan hanya memiliki satu atau dua lobuli yang

11

terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtiva superior. Duktus
sekretori lakrimal, yang bermuara pada sekitar sepuluh lubang kecil, menghubungkan
bagian orbita dan pelpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.
Pengangkatan bagian palpebra akan memutus semua saluran penghubung dan
mencegah saluran kelenjar bersekresi. 6,7,8
Duktus glandula lakrimalis
Dari kelenjar lakrimalis, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui
10-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior.
Terdapat satu atau dua duktus yang juga terbuka pada segmen lateral dari forniks
inferior.6
Glandula lakrimalis aksesori
Glandula lakrimalis aksesori terletak di substansia propria dari konjungtiva
palpebra.8 Glandula ini terbagi atas dua yaitu glandula Krause dan Wolfring. Glandula
Krause berada di bawah konjungtiva palpebra diantara fornix dan tepi tarsus. Kelenjar
ini berjumlah 42 di fornix superior dan 6-8 di fornix inferior. Glandula wolfring
terletak di dekat tepi atas tarsal superior dan sepanjang tepi bawah tarsus inferior.6
Anatomi Sistem Sekresi
Punktum lakrimalis
Punktum lakrimalis terdiri atas dua bagian kecil, bulat atau oval yang terletak di
sebelah medial pada kelopak mata atas dan bawah(punktum superior dan inferior)
sekitar 6-6,5 mm dari arah temporal dari kantus bagian dalam. Normalnya, punktum
ini berada pada sakkus lakrimalis yang akan menampung air mata pada kantus bagian
dalam.6
Kanalikuli lakrimalis
Hubungan antara punktum dan sakkus lakrimal disebut kanalikuli lakrimal.
Kanalikuli ini memiliki bagian vertikal yang panjangnya 1-2 mm dan bagian
12

horisontal yang terletak di dekat ampula dengan panjang 6-8 mm. Banyak dari
bagian horizontal kanalikuli superior dan inferior membentuk kanalikuli komunis.
Dari kanalikuli lakrimalis masuk ke sakkus lakrimalis dihubungkan oleh katup
rosenmuller yang mencegah refluks air mata.6,7

Gambar 1. Anatomi Aparatus Lakrimalis.


(dikutip dari kepustakaan 8)
Sakkus lakrimalis
Sakkus lakrimalis terletak pada fossa lakrimal di pars anterior dari medial
dinding orbita. Ketika melebar, panjangnya menjadi 15mm dan lebar 5-6mm. Sakkus
lakrimalis memiliki 3 bagian yaitu fundus yaitu bagian teratas yang terbuka ke arah
kanalikuli, korpus di bagian tengah, dan kollum di bagian bawah merupakan segmen
terkecil yang berhubungan dengan duktus nasolakrimalis.6
Duktus nasolakrimalis
Duktus ini merupakan lanjutan dari kollum sakkus lakrimalis dan bermuara
pada meatus nasi inferior. Panjangnya kira-kira 15-18mm. Terdapat beberapa katup
membran di duktus nasolakrimalis, dan katup yang paling penting adalah katup

13

hasner, yang letaknya paling bawah dari duktus dan berfungsi mencegah refluks dari
hidung.6

Gambar 2. Anatomi sistem ekskresi aparatus lakrimal.


(dikutip dari kepustakaan 9)
Struktur, vaskularisasi dan pembuluh darah limfe
Semua glandula lakrimasi merupakan asinus (lobus-lobus) serosa, seperti
halnya dengan struktur pada glandula saliva. Secara mikroskopik terdiri dari jaringan
kelenjar (asinus dan duktus), jaringan penyambung dan punkta. Glandula lakrimalis
utama divaskularisasi oleh arteri lakrimal yang merupakan cabang dari arteri
oftalmika sedangkan vena dari kelenjar akan bergabung dengan vena oftalmika.
Drainase limfe bersatu dengan pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar
getah bening preaurikuler. 6,8
Innervasi

14

Adapun innervasi pada aparatus lakrimalis terdiri dari : (1) nervus lakrimalis
merupakan saraf sensorik, berasal dari percabangan nervus oftalmika (cabang
pertama dari nervus trigeminus), (2) saraf simpatik yang berasal dari plexus karotis
dari simpatis servikal, yang menyertai arteri dan nervus lakrimalis, dan (3) nervus
petrosus superficialis magna yang merupakan saraf sekretorik yang berasal dari
nukleus salivarius superior.6,8
Struktur Terkait
Ligamentum palpebrale medial menghubungkan lempeng tarsus superior dan
inferior ke processus frontalis padakantus internus, sebelah anterior dari sakkus
lakrimalis. Bagian sakkus lakrimalis di bawah ligamentum ditutupi sedikit serat
muskulus orbikularis okuli. Serat-serat ini sukar menahan pembengkakan dan distensi
sakkus lakrimalis. Daerah di bawah ligamentum palpebrale medial membengkak
pada dakriosisitits akut, dan fistula yang bisa timbul akan bermuara pada daerah ini.8
III.

Fisiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem lakrimasi terdiri atas
dua komponen yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi.
Sistem Sekresi
Air mata merupakan hasil sekresi setiap hari dari glandula lakrimalis aksesori
(sekresi dasar) dan glandula lakrimalis utama (sekresi akibat keadaan refleks).
Sekresi akibat suatu keadaan refleks merupakan respon dari sensasi yang berasal dari
kornea dan konjungtiva.6 Glandula lakrimalis memproduksi air, elektrolit dan protein
sebagai akibat dari respon alami dan stimulus hormonal serta memberikan kontribusi
utama untuk membentuk lapisan aqueous dari air mata.10 Hiperlakrimasi terjadi
karena sensasi iritatif dari kornea dan konjungtiva.6
Sistem Ekskresi
Setelah diproduksi, air mata akan mengalir ke bawah dan medial pada seluruh
permukaan bola mata untuk mencapai forniks inferior dan kemudian melalui lakus

15

lakrimalis didalam kantus. Air mata kemudian dialirkan oleh bagian lakrimal ke
dalam rongga hidung.
Hal ini terjadi akibat adanya mekanisme pompa lakrimalaktif yang dibentuk
oleh serat-serat orbicularis (terutama otot Horner) pada kantung lakrimal. 6

Gambar 3. Fisiologi sistem ekskresi aparatus lakrimal.


(a) Dalam keadaan rileks, punktum lakrimal digenangi air mata. (b) Penutupan kelopak
mata, muskulus orbikularis berkontraksi, kanalikuli tertutup dan sakkus lakrimal terbuka,
tekanan negatif terbentuk menyebabkan air mata terdorong masuk kedalam sakkus
lakrimalis. (c) Saat kelopak mata terbuka, muskulus orbikularis kembali relaksasi
menyebabkan munculnya tekanan positif yang mendorong air mata masuk ke dalam
duktus nasolakrimalis
(dikutip dari kepustakaan 8)
Ketika kelopak mata menutup selama berkedip, kontraksi serat ini mengalami
distensi dan menciptakan tekanan negative di dalamnya yang akan mendorong air
mata melalui punktum dan kanalikuli masuk ke dalam sakkus lakrimalis. Ketika
kelopak mata terbuka, otot Horner mengalami relaksasi, sakkus lakrimalis mengalami
kolaps dan tekanan positif ditimbulkan untuk mendorong air mata menuruni saluran

16

nasolakrimal kedalam rongga hidung. Oleh karena itu bila terjadi atonia pada sakkus,
air mata tidak dapat dialirkan melalui saluran lakrimal sehingga dapat menimbulkan
epiforia.6
IV.

Patofisiologi
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan
jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem
ekskresi.1 Dakriosistitis lebih sering terjadi pada sisi kiri dari pada sisi kanan. Hal ini
kemungkinan disebabkan saluran nasolakrimal dan fossa lakrimalis membentuk sudut
yang lebih besar di sisi kanan dari di sisi kiri. Ektodermi wilayah fisura naso-optik
tersebut tertanam dalam mesenkim di antara lateral hidungdan prosesus maxilla.
Kemudian terjadi kanalisasi dan pembukaan keforniks konjungtiva lalu pada
vestibulum hidung. Terkadang pembukaan pada vestibulum hidung tidak lengkap
pada saatkelahiran sehingga menyebabkan obstruksi duktus nasolacrimal kongenital.11

V. Epidemiologi
Epidemiologi dakriosistitis berdasarkan: 4

Usia
Dakriosistitis paling sering terjadi pada dua kategori umur yaitu bayi baru lahir
dan pada orang dewasa usia >40 tahun dan dengan puncak usia 60-70 tahun.

Jenis Kelamin
Dakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada orang dewasa
lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria sekitar 70-83% kasus.

Ras

17

Orang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan dengan orang
berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada hidung lebih besar pada orang
berkulit hitam dibandingkan dengan ras lainnya.

Morbiditas
Dakriosistitis akut dapat menyebabkan abses saccus lakrimal dan terjadinya
penyebaran infeksi. Hal ini merupakan kondisi yang serius. Dakriosistitis kronik
merupakan kondisi yang jarang terjadi morbiditas berat. Sedangkan dakriosistitis
kongenital bila tidak tertangani dapat menjadi cukup berat.11

VI.

Klasifikasi
Dakriosistitis dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu: congenital dan dakriosistitis dewasa
(akut dan kronik)6
a. Dakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada saccus lakrimalis yang
ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah saccus. Umumnya
disebabkan infeksi stapilokokus, pneumokokus dan streptokokus. Pasien dapat
menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian.
Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada saccus lakrimalis dan
penyebaran infeksinya.4,6
b. Dakriosistitis kronis lebih sering ditemukan dibandingkan dakriosistitis akut.
Karakteristik awal yang ditunjukkan berupa peningkatan lakrimasi dan biasanya
dapat

merupakan

kelanjutan

dari

dakriosistitis

akut,

dan

bersifat

rekuren.Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang


berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.4,6
c. Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi saccus lakrimal yang terjadi pada
bayi baru lahir, biasa juga disebut dakriosistitis neonatorum. 6 Dakriosistitis
congenital merupakan bentuk khusus dari peradangan pada sakkus lakrimal yang
patofisiologinya berhubungan dengan embryogenesis dari system ekskresi lakrimal
dan merupakan bentuk yang paling berat. Jika tidak ditangani secara adekuat,
dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga

18

kematian.Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di


mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.4
Sekitar 30% bayi baru lahir diperkirakan memiliki duktus nasolakrimalis
yang tertutup sejak lahir.6Bakteri yang paling sering menyebabkan dakrosistitis
congenital

adalah

stapilokokus

aureus,

pneumokokus,

H.influenzae

dan

streptokokus beta hemolitikus.11

Gambar 4. Dakriosistitis Akut.


(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 5. Dakriosistitis Kronik.


(dikutip dari kepustakaan 11)
19

Gambar 6. Dakriosistitis Kongenital.


(dikutip dari kepustakaan 12)
VII.

Etiologi
Terjadinya dakriosistitis terdiri atas beberapa faktor yang mempengaruhi,
diantaranya adalah factor predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas,
status social ekonomi maupun hygiene personal yang buruk. Faktor berikutnya adalah
faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap statisnya air mata pada saccus
lakrimal berupa faktor anatomi, benda asing, hiperlakrimasi, inflamasi, dan adanya
obstruksi.5
Dakriosistitis yang didapat (acquired) pada awalnya terjadi akibat adanya
sumbatan pada sistem ekskresi. Etiologi dari terbentuknya sumbatan tersebut
bermacam-macam, antara lain:13
1. Stenosis involusion. Terjadinya stenosiskemungkinan menjadi penyebab paling
banyak dari sumbatan duktus nasolakrimal (NLD) pada orang tua. Dilaporkan
wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Walaupun hingga saat ini proses
terjadinya masih belum jelas, studi kliniopatologi memperkirakan penekanan pada
lumen NLD terjadi akibat inflames, infiltrasi dan edema. Hal ini kemungkinan
disebabkan infeksi yang tidak dapat diidentifikasi atau penyakit autoimun.

20

2. Dakriolit. Terbentuknya dakliolot atau bekuan padat di dalam saccus lakrimal juga
dapat menyebabkaan obstruksi pada NLD. Dakriolit terdiri atas sel-sel epitel,
lemak dan debris dengan atau tanpa kalsium. Dakriolit dapat terbentuk pada pasien
dengan sistem drainase lakrimal yang normal.
3. Penyakit pada sinus. Penyakit yang terjadi pada sinus dapat timbul bersamaan
dengan hal-hal lainnya yang berkontribusi terhadap obstruksi NLD. Pasien juga
perlu ditanya mengenai riwayat operasi sinus sebelumnya, karena kerusakan pada
NLD terkadang terjadi pada saat ostium dari sinus maxilla diperlebar secara
anterior.
4. Trauma. Fraktur naso-orbita dapat melibatkan NLD. Penanganan dini pada fraktur
dengan

pemasangan

stentingmelalui

sistem

drainase

lakrimal

perlu

dipertimbangkan. Akan tetapi, pada saat penanganan trauma yang serius, beberapa
kerusakan biasanya tidak diidentifikasi dan disadari telah terjadi sehingga
menyebabkan obstruksi NLD.
5. Inflamasi. Penyakit-penyakit granulomatous, seperti sarkoidosis, granulomatosis
Wegenar, juga dapat menyebabkan obstruksi NLD.
6. Plak lakrimal. Plak pada punktum dan kanalikuli memiliki bentuk dan ukuran yang
bermacam-macam. Plak dengan ukuran yang kecil dapat bermigrasi dan
menyumbat duktus nasolakrimal.
7. Paparan radiasi iodine. Pemberian terapi radioasi iodine pada pasien kanker tiroid
juga dapat menyebabkan penutupan apparatus lakrimal. Tetapi hal ini tidak terjadi
pada pemberian terapi dosis rendah pada pasien hipertiroid dengan penyakit
Grave.
8. Neoplasma. Adanya neoplasma perlu dipikirkan pada pasien dengan sumbatan
pada duktus nasolakrimal. Adanya riwayat keganasan pada sinus maupun
nasofaring menjadi perlu diperhatikan dan ditelusuri. Bila dicurigai adanya
keganasan perlu dilakukan pemeriksaan radiologi berupa CT scan atau MRI.
Adanya obstruksi yang menyebabkan air mata menjadi statis dan stagnasi
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan organism yang dapat berujung pada
21

infeksi lanjutan. Adapun organisme kausatif pada dakriosistitis adalah kelompok


staphylokokus,

pneumokokus,

streptokokus,

aspergillus,

candida

albicans,blastomyces, dan pseudomonas pyocyanea. Adapun infeksi granulomatous


kronik seperti tuberculosis, sifilis, lemprosy dan rhinosporiodosis juga dapat
menyebabkan dakriosistitis. Penyebab infeksi dapat ditemukan secara mikroskopis
dengan pemulasan sediaan hapus konjungtiva yang diambil setelah memeras saccus
lakrimalis. 1,4,5
VIII. Gejala Klinis
Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak sekret.
Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada keadaan akut,
terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan edema pada daerah saccus
lakrimalis. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar
jika ditekan.1
Pada keadaan kronik, epifora merupakan satu-satunya gejala yang timbul. Bila
kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid yang berasal dari saccus
lakrimal. Infeksi pada dakriosistitis ini dapat menyebar menjadi konjungtivitis
maupun ulkus kornea.1
Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium,
yaitu5:
1. Stadium dakriosistitis kronik kataral dikarakteristikkan dengan inflamasi ringan
dari saccus lakrimal dihubungkan dengan blockade duktus nasolakrimalis. Pada
stadium ini, gejala yang muncul berupa mata berair dan kadang mata merah ringan
di kantus dalam.
2. Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi saccus
lakrimal

yang

ditandai

dengan

epifora

konstan

dihubungkan

dengan

pembengkakan pada kantus dalam.Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari


punktum inferior pada penekanan bagian yang membesar.

22

3. Stadium dakriosistitis kronik supuratif dikarenakan infeksi piogenik, cairan


mukoid menjadi purulen, pergantian mukokel menjadi piokel.
4. Stadium saccus kronik fibrotik, infeksi berulang dalam periode yang
berkepanjangan menyebabkan saccus fibrotik karena mukosa yang menebal, yang
biasa dihubungkan dengan epifora persisten dan secret.

a.Dakriosistitis kronik
b.Dakriosistitis akut
Gambar 7. Dakriosistitis pada orang dewasa.
(dikutip dari kepustakaan 14)
IX.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil
pemeriksaan fisik. Dakriosistitis akut memiliki manifestasi berupa nyeri yang timbul
tiba-tiba, eritema, edema pada daerah saccus lacrimalis. Nyeri tekan pada daerah
kantus medias merupakan karakteristik, tetapi nyeri dapat meluas ke daerah hidung,
dagu, gigi, dan wajah. Beberapa pasien memiliki riwayat demam dan peningkatan
jumlah leukosit. Injeksi konjungtiva dan selulitis preseptal kadang timbul pada
dakriosistisis akut.4
Epifora merupakan gejala yang paling banyak pada dakriosistisis kronik, hal ini
berhubungan dengan adanya obstruksi pada aliran air mata, debris, sel epitel dari
permukaan mata. Penurunan penglihatan akut merupakan keluhan yang harus
diperhatikan. Hal ini secara primer disebabkan oleh peningkatan lapisan air mata pada
permukaan mata yang abnormal sehingga berhubungan dengan penglihatan yang
berfluktuasi.4

23

Pemeriksaan laboratorium yang menjadi penunjang untuk mediagnosis


dakriosistisis adalah pemeriksaan darah lengkap untuk menilai derajat leukositosis,
kultur darah, dan kultur dari sekret dari permukaan mata,hidung, dan saccus lakrimal
kemungkinan berguna untuk pemberian antibiotik.4
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan fungsi drainase serta patensi dari sistem lacrimal. 16 Pemeriksaan tersebut
adalah dye dissapearence test (DDT), dan John's dye test. 4,13
Dye dissapearence test (DDT) dilakukan untuk menilai aliran lakrimasi yang
adekuatterutama pada kasus unilateral. Tes ini dilakukan dengan meneteskan zat
warna fluorescein pada masing-masing forniks konjungtiva mata, dan kemudian
dinilai lapisan air mata dengan menggunakan filter biru kobal pada slit lamp. Tes ini
biasanya digunakan pada anak-anak.13

Gambar 8. Dye dissapearance test (DDT)


(dikutip dari kepustakaan 13)
Fluorescein dye dissapearence test atau Fluorescein retention test merupakan
tes fisik yang sangat berguna karena tidak membutuhkan alat dan penanda fluoresens
dapat bersatu dengan air mata. Prinsip tes ini adalah megevaluasi adanya sisa
fluoresens pada mata seteleah diteteskan pada konjungtiva. 15 Derajat Fluorescein dye
dissapearence test adalah sebagai berikut:15

0 = tidak terdapat fluoresens pada sakus konjungtiva


24

1 = terdapat fluoresens tipis pada tepi

2 = tampak adanya fluoresens yang melebihi derajat 1

3 = tampak fluoresens yang berwarna terang

Gambar 9. Fluorescein clearance test.


a.Grade 0 = tidak tampak fluoresens di konjungtiva. b. Grade 1 = floresens tipis pada tepi.
c. Grade = antara grade 1 dan 2. d. Grade 3 = tampak fluoresens yang jelas. e. tes
menunjukkan asimetris : terdapat retensi flurosens pada mata kiri akibat obstruksi
nasolakrimal congenital.
( dikutip dari kepustakaan 15)
Jones I dye test dilakukan untuk melihat kelainan fungsi dan obstruksi
anatomisistem nasolakrimal. Hasil positif mengindikasikan tidak ada sumbatan secara
anatomi maupun fungsional pada aliran air mata. Hasil negative menunjukkan adanya
gangguan pada system drainase lakrimal. Pada Jones II dye test digunakan untuk

25

menilai ada tidaknya obstruksi pada system nasolakrimal. Hasil positif padaJones II
dye test (terdapat cairan berwarna pada hidung), berarti system anatomi masih paten.
Hasil Jones Idye test negative sedangkan Jones IIdye test positif mengindikasikan
adanya obstruksi parsial. Bila hasil negatif pada Jones IIdye test (cairan bening pada
hidung), mengindikasikan adanya sumbatan fungsional pada system nasolakrimal.
Jika tidak ada cairan yang teririgasi pada Jones II dye test berarti terdapat obstruksi
total nasolakrimal.4

Gambar 10. Jones dye test I dan II.


(dikutip dari kepustakaan 16)
Anel tes atau uji anel digunakan untuk memeriksa fungsi eksresi lakrimal. Cara
melakukan tes ini dengan cara terlebih dahulu diberikan anestesi topical dan
dilakukan dilatasi punktum lakrimal. Jarum anel dimasukkan pada punktum dan
kanalikuli lakrimal. Dilakukan penyemprotan dengan garam fisiologi. Tes ini
dikatakan positif apabila pasien merasa cairan masuk ke dalam tenggorokannya atau

26

terjadi refleks menelan pada pasien. Hal ini berarti fungsi ekskresi sistem lakrimal
dalam keadaan baik.17
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scansangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.4
Dacryocystography (DCG) dandacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi
adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.4
Dacryocystography digunakan pada pasien dengan obstruksi mekanik.
Pemeriksaan juga berguna untuk menilai lokasi, asal/sumber, dan luasnya obstruksi.
Pada suatu kondisi, juga dapat memberikan informasi mengenai mukosa sakkus,
adanya fistula, divertikel, batu, atau tumor dalam sakkus. Sebelumya, material
radiopak dimasukkan dalam sakkus melalui kanula lakrimal kemudian dilakukan
pengambilan foto x-ray 5-30 menit untuk memvisualisasi saluran. Untuk hasil
visualisasi anatomi yang lebih baik dilakukan dengan teknik modifikasi yang dikenal
substraction macodacryocystography dengan menggunakan kateter kanalikula.5
Dacryocystographypada awalnya diperkenalkan oleh Ewing pada tahun 1909
dan sejak itu sering digunakan untuk mengevaluasi system lakrimal. Meskipun
demikian, pemeriksaan ini memiliki kerugian, yaitu rendahnya resolusi gambaran
jaringan lunak pada mata serta risiko tereksposnya lensa mata oleh radiasi.18
MRI Dakriosistography juga dilaporkan menjadi metode diagnostik yang lebih
baik untuk mengevaluasi jalur lakrimasi karena memiliki beberapa keuntungan dan
tidak menggunakan radiasi ionisasi sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya
katarak.18
Patologi Anatomi (PA)
Pasien dakriosistitis kronik dengan keluhan pembengkakan persisten pada
kantus medial dan epifora dilakukan dakriosistorinostomi. Sakkus lakrimalis yang
mengalami pembesaran diangkat dan di belah, pada pemeriksaan sakkus lakrimalis
lumen berisi mucus dan material purulen serta dinding saccus yang mengalami

27

penebalan. Pada pemeriksaan histologik, penebalan dinding dikarenakan infiltrasi


limfosit dengan formasi folikel pada submukosa dan menampakkan pus dan mucus di
lumen.19

Gambar 11.Sakkus lakrimal pasien dengan dakriosistitis kronik.


Setelah dibelah berisi material mukopurulen dan penebalan dinding.
(dikutip dari kepustakaan 19)

Gambar 12. Gambaran histologi dakriosistitis kronik.

28

Tampak penebalan dinding dan infiltrasi limfosit.


(dikutip dari kepustakaan 20)

X. Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding dari dakriosistitis adalah:

Selulitis preseptal (periorbital), merupakan infeksi pada jaringan subkutan pada


septum anterior mata. Selulitis preseptal ini dapat berkembang menjadi selulitis
orbita. Gejala klinis yang timbul adalah tanda-tanda radang pada kelopak mata,
dapat disertai demam dan lekositosis.21

Selulitis orbita, infeksi jaringan lunak pada rongga orbita di sekitar bola mata. 22
Selulitis orbita biasanya berasal dari penyebaran infeksi dari sinus paranasal.21
Dengan gejala klinisnya berupa demam, nyeri pada daerah orbita yang disertai
bengkak dan kemerahan. Nyeri terutama dirasakan bila mengerakkan bola mata.
Mual dan muntah dapat ditemukan serta terjadinya gangguan penglihatan.21

Hordeolum merupakan infeksi kelenjar di kelopak mata. Bila kelenjar Meibom


terkena infeksi, maka akan timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum
interna. Hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superficialis merupakan
infeksi yang terjadi pada kelenjar Zeis dan Moll. Gejala yang timbul adalah nyeri,
merah, bengkak. Hordeolum interna dapat menonjol ke kulit atau ke permukaan
konjungtiva. hordeolum eksterna selalu menonjol ke arah kulit.1

XI.

Penatalaksanaan
Dakriosistitis akut biasanya berespon terhadap antibiotik sistemik yang
memadai, dan bentuk kroniknya sering dapat dipertahankan dengan antibiotik topikal.
Meskipun demikian, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.
Bila dakriosistitis disertai dengan selulitis maka dibutuhkan perawatan di Rumah
Sakit.1,11 Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan
29

dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau
azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.22
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakkus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Amoxicillin dan cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam juga merupakan pilihan antibiotik
sistemik yang baik untuk orang dewasa.23 Selain itu dapat juga diberi antibiotik
topikal berupa gentamicin tetes 5x sehari dan gentamicin salep setiap malam selama
14 hari, diberi disinfektan berupa larutan Rivanol 1:1000 serta xylometazoline tetes
untuk mengurangi bengkak pada mata.22
Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral
(acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan
pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. 24 Indikasi untuk
melakukan pembedahan bila telah terjadi rekurensi.21
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis
adalah dacryocystorhinostomy (DCR).11 Dakriosistorinostomi dapat dilakukan dengan
2 metode yaitu eksternal dan internal.6

30

Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal. A. Insisi pada kulit, B. Setelah


dibuka tampak tulang dari fossa lakrimal, C. Membuat ostium tulang dan mengekspos
mukosa nasal, D. Membuat penutup mukosa nasal dan sakkus lakrimal, E. Menjahit
bagian posterior dari penutup, F. Menjahit bagian anterior dari penutup
(dikutip dari kepustakaan 5)
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan
dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) tidak
menimbulkan skar (bekas operasi), (2) perdarahan operasi yang minimal, (3)
memvisualisasikan secara baik adanya kelainan hidung, (4) trauma minimal pada
pembuluh darah etmoid dan cribi form plate, (5) lebih cepat (15-30 menit).5
Selain metode dakriosistorinostomi juga terdapat metode pembedahan lainnya
yaitu dakriosistektomi yang pelaksanaannya hampir sama dengan operasi
dakriosistorinostomi eksternal. Dakriosistektomi dilakukan bila dakriosistorinostomi
kontra indikasi untuk dilakukan.5

31

Gambar 14. Teknik Dakriosistorinostomi Internal.


(dikutip dari kepustakaan 5
XII.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada dakriosistitis akut maupun kronik yaitu
konjungtivitis, ektropion pada kelopak mata bawah, abrasi kornea, abses palpebra,
selulitis orbita, dan meskipun jarang dapat menyebabkan thrombosis sinus
covernosus.5

XIII. Prognosis
Pembedahan dengan dakriosistorinostomi eksternal memberikan keberhasilan
sekitar 95% sedangkan dengan metode dakriosistorinostomi internal memberikan
keberhasilan yang lebih rendah. Flora pada konjungtiva akan kembali terlihat normal
setelah beberapa minggu pasca dakriosistorinostomi.4

32

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sullivan JH. Palpebra, apparatus lakrimalis, & air mata. Dalam : Voughan and
AsburyOftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal.78-95

2.

Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. Acute dacryocystitis.
In : Common eye disease and their management 3 rd Edition. London : Springer.
2006. p.35-6

3.

Chaudhary M, Bhattarai A, Adhikari SK, Bhatta DR. Bacteriology and antimicrobial


susceptibility of adult chronic dacryocystitis. Nep J Oph. 2010;2(4):105-113.

4.

Khurana AK. Disease of The Eyelid. In: Comprehensive Opthalmology 4th edition.
New Delhi: New Age International. 2007. p.363-376.

5.

Tasman W, Jaeger EA, editors. Chapter 30 : The lacrimal system. In : Duanes


Opthalmology. Lippincott William & wilkins. 2007. p.1-29

33

6.

American Academy of Ophthalmology. Chapter 12 : Development, anatomy, and


physiology of the lacrimal secretory and drainage system. In: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System Section 7. 2011-2012. p.243-7

7.

Tasman W, Jaeger EA, editors. Chapter 2A : Physiologi of the lacrimal system. In :


Duanes Opthalmology. Lippincott William & wilkins. 2007. p.1-3

8.

Olver J, Cassidy L. Lacrimal. In: Ophthalmology at a glance. USA: Blackwell


Science. 2005. p. 58-9.

9.

Cohen AJ, Mercandetti M, Brazzo BG. Chapter 4: congenital etiologies of lacrimal


system obstruction. In : The Lacrimal system Diagnosis, management, and surgery.
USA: Springer. 2006. p. 38-40.

10.

American Academy of Ophthalmology. Chapter 13 : Abnormalities of the lacrimal


secretory and drainage system. In: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System Section 7.
2011-2012. p.249-79

11.

Weber RK, Keerl R, et al. Excretory test. In: Atlas of lacrimal surgery. SpringerVerlag Berlin Heidelberg. 2007. p.36-38

12.

Shah, P, Elkington, AR. Eyelid, Orbital, and Lacrimal Disorders. In: ABC of Eye
Fourth Edition. BMJ: 2004. p. 22-8

13.

Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Lacrimal apparatus. In: Pocket atlas of


ophthalmology. New York : Thieme. 2006. p. 35-37

14.

Khurana AK. Chapter 16: Disease of the orbit . In: Comprehensive Opthalmology 4th
edition. New Delhi: New Age International. 2007. p.384-5

15.

Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. Review of Optometry - The
Handbook of Occular Disease Management 12thEdition.

34

You might also like