You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok
gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan
perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan
otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke
digunakan bila gejala yang timbul akut.1
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan

stroke

hemoragik. Dimana stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap


seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke
kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka kejadian sebanyak
dari

seluruh stroke, terbagi merata antara jenis

intraserebral

dan

stroke

15%

perdarahan

stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu

penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr.


Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angka-angka tersebut
tidak membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.2

BAB II
STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa

: Shabrina Wista Adityaningrum

NIM

: 030.10.251

Dokter Pembimbing

: dr. Fachri Uzer, Sp.S

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap

: Tn. J

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 62 tahun

Suku bangsa

: Jawa

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Pendidikan

: S1

Alamat

: Banjaranyar 01/ 02 Tanggal masuk RS

: 24/07/15

A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (pada istri
pasien) pada tanggal 29 Juli 2015 pada pukul 13.00 WIB di Bangsal Bougenvile
RSUD Dr. Soeselo Slawi.
Keluhan Utama
Kepala terasa pusing berputar
Keluhan Tambahan
Mual dan muntah, kelemahan tangan & kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki 62 tahun datang di antar keluarganya ke IGD RSUD Dr.
Soeselo Slawi pada tanggal 24 juli pukul 12.00 WIB dengan keluhan utama
kepala pusing berputar sudah sejak seminggu yang lalu. Keluhan seperti ini baru
2

pertama kali dirasakan oleh pasien. Pusing dirasa setiap hari dan makin memberat
disertai mual & muntah. Pasien juga mengeluh rasa kaku yang menjalar sampai ke
leher. Selain pusing, pasien merasa tangan dan kaki sebelah kanan lemas. Lemas
sudah dirasa sejak satu tahun yang lalu. Sejak satu tahun yang lalu pasien sudah
tidak kuat berjalan. Pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan, mata berair,
gangguan penciuman ataupun telinga berdenging. Pasien menyangkal adanya
riwayat demam ataupun kejang. Riwayat trauma disangkal. Tidak ada keluhan
pada BAK dan BAB.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat stroke empat tahun yang lalu. Selain stroke pasien
memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan asam urat
yang tinggi. Pasien rutin berobat ke rumah sakit dan sudah beberapa kali dirawat.
Riwayat asma, kejang dan alergi disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien. Tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma,
penyakit jantung, stroke dan alergi.
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang pensiunan yang lebih sering beraktivitas didalam rumah.
Pasien memiliki kebiasaan merokok pada waktu muda dan jarang berolahraga.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015 pada pukul 13.15 WIB
di Bangsal Bougenvile RSUD Dr. Soeselo Slawi.
Keadaan Umum
Kesadaran

: Compos mentis

Kesan sakit

: Tampak sakit berat

Kesan gizi

: Cukup

Status Psikis
Sikap

: Kooperatif

Perhatian

: Wajar

Ekspresi wajah: Wajar


Kontak psikis : Ada
Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi

: 80 x/menit, regular, volume cukup

Suhu

: 37C

Pernafasan

: 18 x/menit, reguler

Status gizi
TB
BB
BMI

: 165 cm
: 70 kg
:
70 kg/m2 25,73 kg/m2
27,22

Status generalis
Kepala

: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

o Wajah : simetris
o Mata : alis warna hitam, udem palpebra -/-, bulu mata berwarna
hitam, konjunctiva palpebra anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil
bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
o Hidung : normosepti, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)
o Telinga : normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik(-), serumen(-)
o Mulut : bibir asimetris, sianosis (-), mukosa bibir kering, mukosa
lidah merah muda, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-),
faring tidak hiperemis, oral higine baik
Leher :
o Inspeksi : jejas (-), edema (-), hematom (-), tanda trauma (-)

o Palpasi : deviasi trakea (-), kelenjar tiroid tidak membesar, KGB


tidak teraba membesar
Thorax :
Paru:
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Jantung:
o Inspeksi
o Palpasi

: Gerakan dada simetris kanan dan kiri


: Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru
: Sonor di kedua lapang paru
: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat jelas
: Iktus cordis teraba di ICS V di

linea

midclavicularis sinistra, thrill (-)


o Perkusi
: Batas atas jantung redup setinggi ICS 3 linea
parasternal sinistra, batas kanan jantung redup setinggi ICS 3-5
linea midclavicularis dextra, batas kiri jantung redup setinggi ICS
V di linea midclavicularis kiri.
o Auskultasi
: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi

: Bentuk datar, tidak tampak efloresensi bermakna,

smilling umbilicus (-), venektasi (-), caput medusa (-)


o Palpasi
: supel di seluruh kuadran abdomen, turgor kulit
baik, nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), ballottement(-), massa(-)
o Perkusi

: timpani pada seluruh regio abdomen, shifting

dullness (-)
o Auskultasi

: Bising usus (+), 3x/menit

Genitalia:
Tidak dilakukan
Ekstremitas:
Ekstremitas superior
Akral
Edema
Sendi
Jejas
Ekstremitas inferior
Akral
Edema
Sendi

Dextra
Hangat
(-)
Tidak ada kelainan
(-)
Dextra
Hangat
(-)
Tidak ada kelainan

Sinistra
Hangat
(-)
Tidak ada kelainan
(-)
Sinistra
Hangat
(-)
Tidak ada kelainan

Jejas

(-)

(-)

C. STATUS NEUROLOGI
o Glasgow Coma Scale (GCS)
Eye
:4
Verbal
:5
Movement
:6
Total
: 15
o Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
Kernig
: < 135o/ >135o
Laseq
: < 70o / >70o
o Bahasa/ Bicara
Disfasia motorik : (-)
Disfasia sensorik : (-)
Disartria
: (-)
o Pemeriksaan Nervus Cranialis
1. Nervus Olfaktorius
- Subjektif
: Tidak dilakukan pemeriksaan
- Objektif
: Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Nervus Optikus
Pemeriksaan
Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Lapang pandang
Funduskopi

Dextra
baik
baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

3. Nervus Okulomotorius

Sinistra
baik
baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Pemeriksaan
Kedudukan bulus oculi
Pergerakan bulbus oculi
Superior
Inferior
Medial
Superomedial
Diplopia
Strabismus
Ptosis
Enofthalmus
Pupil
Bentuk
Ukuran
Isokor/anisokor
Refleks pupil

Dextra
Di tengah

Sinistra
Di tengah

Baik
Baik
Baik
Baik
-

Baik
Baik
Baik
Baik
-

Bulat
3 mm
isokor
+

Bulat
3 mm
isokor
+

4. Nervus Troklearis
Pemeriksaan
Pergerakan
bulbus
(inferomedial)
Diplopia

Dextra
oculi +

Sinistra
+

5. Nervus Trigeminus
-

Motorik
o Membuka mulut

: baik

o Mengunyah

: baik

o Menggigit

: baik

Sensorik
o Refleks kornea

: baik

o Sensibilitas wajah
Pemeriksaan
Ramus opthalmicus
Ramus maxillaries
Ramus mandibularis

Dextra
Baik
Baik
Baik

Sinistra
baik
Baik
Baik

6. Nervus Abdusen
Pemeriksaan
Pergerakan bulbus okuli
Lateral
Superolateral
Inferolateral
Diplopia

Dextra

Sinistra

Baik
Baik
Baik7
-

Baik
Baik
Baik
-

7. Nervus Fasialis
Pemeriksaan
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan mata
Menyeringai
Mengembungkan pipi
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah

Dextra

Sinistra

Dapat dilakukan, simetris


Dapat dilakukan
Dapat dilakukan
Simetris
Dapat dilakukan

Dapat dilakukan
Dapat dilakukan

Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Nervus Vestibulokoklearis
-

Nervus Koklearis

Pemeriksaan
Detik arloji
Mendengar suara berbisik
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Swabach
-

Dextra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Nervus Vestibularis
o Nigstagmus : -/-

Sinistra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

o Past pointing : -/9. Nervus Glossofaringeus dan Vagus


-

Motorik
o

Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan

Sensorik
o Indra pengecapan lidah 1/3 posterior : tidak dilakukan
pemeriksaan

10. Nervus vagus


-

Palatum molle

: simetris

Uvula

: di tengah

Arcus faringeus

: simetris

Disfagia

: (-)

Disfonia

: (-)

11. Nervus Aksesorius


-

Mengangkat bahu

: dapat dilakukan, asimetris

Menoleh

: dapat dilakukan, simetris

12. Nervus Hipoglosus


-

Pergerakan lidah

: baik

Tremor lidah

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Artikulasi

: baik

Atrofi lidah

: (-)

Posisi lidah saat istirahat : deviasi ke kiri

Posisi lidah saat dijulurkan : deviasi ke kiri

o Pemeriksaan badan dan ekstremitas (anggota gerak)

Badan
o Motorik
-

Posisi columna vertebralis saat istirahat :


tegak, di tengah

Gerak columna vertebralis : baik

o Sensorik
Pemeriksaan

Dextra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

Taktil
Nyeri
Suhu

Sinistra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

o Refleks Superfisialis

Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan

Kremaster : tidak dilakukan pemeriksaan

Bulbocavernosus : tidak dilakukan pemeriksaan

Gluteal

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas Superior
o Motorik

Pemeriksaan
Kesimetrisan
Pergerakan
Tonus
Trofi
Kekuatan

Dextra
Simetris
Aktif, terbatas
Normotonus
Eutrofi
3

Sinistra
Simetris
Aktif, tidak terbatas
Normotonus
Eutrofi
5

o Sensorik
Pemeriksaan
Taktil
Nyeri
Suhu

Dextra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

Sinistra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

o Refleks fisiologis
Pemeriksaan
Biceps
Triceps

Dextra
+
+

Sinistra
+
+

10

o Refleks patologis
Pemeriksaan
Hoffman-Tromner

Dextra

Sinistra

Ekstremitas Inferior
o Motorik

Pemeriksaan
Kesimetrisan
Pergerakan
Tonus
Trofi
Kekuatan

Dextra
Simetris
Aktif, terbatas
Normotonus
Eutrofi
4

Sinistra
Simetris
Aktif, tidak terbatas
Normotonus
Eutrofi
5

o Sensorik
Pemeriksaan
Taktil
Nyeri
Suhu

Dextra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

Sinistra
Normal
Normal
Tidak dilakukan

o Refleks fisiologis
Pemeriksaan
Patella
Achilles

Dextra
+
+

Sinistra
+
+

o Refleks patologis
Pemeriksaan
Babinsky
Chaddock
Gonda
Gordon
Oppenheim
Schaeffer

Dextra
-

Sinistra
-

Pemeriksaan koordinasi, Cara Berjalan dan Keseimbangan


-

Cara berjalan

: tidak dilakukan pemeriksaan

Test Rhomberg

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Disdiadokinesa

: tidak dilakukan pemeriksaan

11

Tes Tandem gait

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Finger to nose

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Finger to finger

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes heel to knee

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Rebound Phenomenon

: tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Gerakan Involunter

Pemeriksaan
Tremor
Athetosis
Chorea
Ballismus

Dextra
-

Sinistra
-

o Pemeriksaan Fungsi Otonom


- Miksi
: baik
- Defekasi
: baik
o Pemeriksaan Fungsi Luhur
- Atensi
: baik
- Bahasa
: baik
- Memori
: baik
- Kognitif
: baik
- Afek dan emosi
: baik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Labotarorium

12

Nama test

Hemoglobin
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Diff. count
Basofil
Eusinolif
Netrofil
Limfosit
Monosit
Gula Darah Puasa
Gula Darah 2 jam
PP
Uric Acid
Cholesterol Total
Trigliserida
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
Fungsi hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)

Tanggal
Pemeriksaan
Satuan
24/7/2015
Hasil
Hematologi
11,9
g/dL
196
ribu/uL
4,2
juta/uL
34
%
80
fL
28
Pg
35
g/dL
6.000
/mm3
0, 20
3,8
68,9
21,5
5,50

Nilai normal

12 14
150 400
46
37 42
80 100
26 34
32 36
5.000 - 10.000

%
%
%
%
%
Kimia darah
81
mg/dL
130
mg/dL

0-1
2-4
50 70
25 40
28

8,1
185
94

mg/dL
mg/dL
mg/dL

2-7
150-200
35-150

37,5
1,90

mg/dL
mg/dL

17,1 42,8
0,4 1,2

u.l
u/l

13 33
6 30

10
5

o Radiologi
CT Scan kepala
Kesan : lesi hipodens pada hemisfer cerebri sinistra

13

75 140
<141

E. RESUME
Seorang laki-laki 62 tahun datang di antar keluarganya ke IGD RSUD Dr.
Soeselo Slawi pada tanggal 24 juli pukul 12.00 WIB dengan keluhan utama
kepala pusing berputar sudah sejak seminggu yang lalu. Keluhan seperti ini baru
pertama kali dirasakan oleh pasien. Pusing dirasa setiap hari dan makin memberat
disertai mual & muntah. Pasien juga mengeluh rasa kaku yang menjalar sampai ke
leher. Selain pusing, pasien merasa tangan dan kaki sebelah kanan lemas. Lemas
sudah dirasa sejak satu tahun yang lalu. Sejak satu tahun yang lalu pasien sudah
tidak kuat berjalan. Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun yang lalu. Selain
stroke, pasien juga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit
jantung.
Dari pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS E4V4M6 dan pada
pemeriksaan motoric, didapatkan tanda lateralisasi berupa kelemahan pada
ekstremitas dekstra, dengan kekuatan otot ekstremitas superior dan inferior dextra
14

yaitu 3 dan 4. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kesan eritrosit,


hematokrit, limfosit yang rendah serta ureum darah tinggi dan uric acid yang
tinggi. Kadar SGOT dan SGPT mengalami penurunan. Pemeriksaan CT-Scan
menunjukkan bukti adanya infark pada lobus occipital kiri dan cerebellum kiri
dan aging atrofi cerebri.
F.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis
: Hemiparesis dekstra, vertigo
Diagnosis etiologis : ischemic e.causa thrombosis, hipertensi
Diagnosis topis
: Infark pada lobus occipital dan cerebellum kiri
Diagnosis patologis : Stroke iskemik / stroke non hemoragik
G.

TERAPI
o Medikamentosa
Bed rest
Oksigenasi nasal kanul 3 liter/menit
IVFD RL + NS 1A 20 tpm
Inj. Citicholin 3x500mg
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Mecobalamin 2x1
Clopidogrel 1x1 tab
Aspilet 1x1 tab
Nimotop 3x1 tab
Frego 2x1
Konsul penyakit dalam
o Nonmedikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentan penyakit
yang sedang diderita oleh pasien.
o Hindari faktor resiko
o Fisioterapi

H.

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanasionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

I. FOLLOW UP
Tgl.
S
30/07/15 Kelemahan

O
TD 140/80 mmHg

15

A
SNH hari

P
Infus RL+ NS 1 A 20tpm

ekstremitas kanan

HR 80x/m

(+), pusing (+)

RR 20x/m

Inj. Ranitidine 2x1 amp

GCS E4V5M6
RCL +/+ 3

Inj. Mecobalamin 2x1


5

Clopidogrel 1x1tab

Aspilet 1x1tab

RCTL

ke 7

Inj.Citicholin 2x500mg

+/+

Nimotop 3x1tab

Kaku kuduk (-)

Frego 2 x 1

Meningeal (-)
+ +
+ +
Refleks fisiologis

Refleks patologis (-)


Motorik

16

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik/ stroke iskemik.
A. ANAMNESIS
1. Gejala klinis
Pada pasien terdapat keluhan pusing yang berputar, disertai kepala
terasa kaku sampai leher. Pusing merupakan salah satu gejala dari
stroke. Selain itu, didapatkan pasien mengalami kelemahan pada
tangan dan kaki sebelah kanan. Hal ini menunjukkan adanya defisit
neurologis berupa kelemahan pada ekstremitas superior dan inferior
dextra (hemiparesis dekstra). Defisit neurologis yang terjadi pada
stroke disebabkan oleh adanya gangguan pembuluh darah otak yang
terganggu, kerusakan pada area otak sisi sinistra akan memberikan
deficit motoric pada sisi kontralateral (dextra).
17

2. Faktor resiko
- Usia
Pasien laki-laki berusia 62 tahun, dimana pada usia di atas 55
tahun, resiko stroke meningkat akibat proses penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah yang dapat mengurangi aliran darah ke
-

otak.
Hipertensi
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan
pembentukan plak aterosklerosis semakin cepat dan progresif,
disfungsi endotel semakin meningkat, diameter pembuluh darah

semakin menyempit sehingga supply oksigen ke otak terhambat.


Diabetes Mellitus
Diabetes
diketahui
dapat
meningkatkan
kemungkinan
aterosklerosis karena gangguan metabolisme lipid pada arteri

koroner, arteri femoral, dan arteri serebral.


B. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan kesadaran
compos mentis, hal ini dibuktikan dengan GCS E4V5M6, dimana
mata pasien dapat membuka spontan, verbal baik pasien dapat
menjawab dengan kalimat dan tidak didapatkan adanya orientasi,
dan motorik baik karena pasien dapat mengikuti perintah saat
-

dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan neurologis:
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif

dapat membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH


sampai mengisi ventrikel. Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan
otot ekstermitas inferior dan superior dextra lebih lemah, kemungkinan
terdapat lesi pada hemisfer otak sinistra.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya
CT-scan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem
skoring:

Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x

18

tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12


Keterangan :
Derajat
0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran
2 = sopor/koma
Muntah
Nyeri kepala
Ateroma

0 = tidak ada; 1 = ada


0 = tidak ada; 1 = ada
0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)

Hasil :
Skor > 1
Perdarahan supratentorial
Skor < 1
Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 70) - (3 x 1) 12 = -4
infark cerebri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah
strok iskemik tidak banyak, diantaranya adalah penurunan hematokrit.
Penurunan hematokrit menandakan kondisi viskositas darah, dimana
viskositas darah mempengaruhi aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak
yang tidak lancar menyebabkan hipoksia otak yang dapat berakhir
terjadinya iskemik.
Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi
lebih tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada hemisfer cerebri
sinistra. Hal ini cocok dengan klinis yang ditemukan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen
untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Infuse RL + 1A 20 tpm berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium yang
cukup untuk mengganti ekskresi harian. Pemberian kombinasi Aspilet dan
Clopidogrel ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat
pembuluh darah. Citicholin diberikan dengan tujuan menghambat kerusakan
membrane

dan

mengurangi

radikal

bebas

dengan

cara

menambah

posphatidicoline. Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada


sel saraf yang mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah
kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang

19

mengalami iskemik. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk


mencegah terjadinya stress ulcer. Mecobalamin diberikan untuk menambah
suplemen pada sel saraf sehingga membantu proses pemulihan. Mecobalamin
merupakan vitamin B12 aktif yang penting untuk metabolism intrasel, sehingga
mencegah kerusakan selubung sel saraf myelin. Nimotop merupakan calcium
channel antagonist yang digunakan sebagai neuroprotektor, biasanya diberikan
pada deficit neurologi yang disebabkan iskemi (vasospasme). Frego berisi
flunarizin, yang diberikan untuk mengurangi gejala vertigo pada pasien.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh
keadaan pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik.
Untuk prognosis ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung
dari ketelatenan pasien dalam menjalani fisioterapi. Kecenderungan bonam
dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga pengembalian fungsi
diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam dubia ad
malam dikarenakan pada pasien sudah memiliki riwayat stroke sebelumnya dan
adanya faktor resiko beberapa penyakit sistemik seperti hipertensi, jantung dan
diabetes mellitus.

20

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Infark Cerebri adalah Pembentukan daerah nekrosis di otak yang disebabkan oleh
iskemia yang berkepanjangan.3
ETIOLOGI
Infark cerebri dapat disebabkan oleh4 :
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi
pada satu pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan
menyempitkan lumen pembuluh darah (stenosis) yang kemudian dapat
berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang menyebabkan terjadinya infark
2. Emboli otak
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler
dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran
darah. Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan
kardiovaskuler antara lain :
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katub jantung

21

c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra cranial
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan
perfusi ini dapat disebabkan karena :
a. Kegagalan pompa jantung
b. Proses perdarahan yang masif
c. Hipovolemik
PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling terkait,
yaitu:
1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan
terjadinya kekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak

Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma

maupun tersumbat oleh trombus/embolus


Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,

anemia yang berat menyebabkan oksigenasi ke otak menurun


Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan lepasnya

embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak


Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal
pembuluh arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau
vertebrobasiler

Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow


(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan
dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik,
22

maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi
neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.5
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga terjadi
nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan
ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel
apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang
ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga
mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami

iskemia

akan

melepaskan

glutamat

dan

aspartat

yang

menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.


Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada
dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila
keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin,
leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler
terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik
terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan
glikolisis dalam keadaan iskemia.6
KLASIFIKASI

23

The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal sebagai
Banford atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam 4
kelompok yaitu7:
1. Infark Sirkulasi Anterior Total (TACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark
sirkulasi anterior total, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik
apapun (misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
2. Infark Sirkulasi Anterior Parsial (PACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark
sirkulasi anterior parsial, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik
apapun (misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
3. Infark Lacunar (LACI)
Infark lacunar adalah jenis infark yang dihasilkan dari oklusi salah satu arteri
penetrasi yang menyediakan darah ke struktur-struktur otak bagian dalam.
Lacunes (bahasa latin untung ruang kosong) disebabkan oleh oklusi satu arteri
penetrasi mendalam yang muncul langsung dari konstituen Lingkaran Willis,
arteri cerebellar, dan arteri basilar. Lesi yang sesuai terjadi pada inti yang
mendalam dari otak (37% putamen, 14% thalamus, dan 10% caudatus) serta
pons (16%) atau posterior limb dari kapsul internal yang (10%), jarang terjadi
pada substansia putih, anterior limb kapsul internal dan cerebellum.
4. Infark Sirkulasi Posterior (POCI).
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark
sirkulasi posterior, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun
(misalnya CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
MANIFESTASI KLINIS
1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Total)

Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kolateral sisi lesi)

Hemianopia (kolateral sisi lesi)

Gangguan fungsi luhur, misalnya


hemineglect, agnosia, apraxia.

24

afasia, gangguan visuospasial,

2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior Parsial)

Defisit motorik / sensorik + hemianopia


Defisit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur
Gejala fungsi luhur + hemianopia
Defisit motorik / sensorik murni
Gangguan fungsi luhur saja

3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)

Pure motor stroke/hemiparesis


Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata
Gejala: Hemiparesis/hemiplegia yang mempengaruhi wajah, lengan,
tungkai
Ataxic hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata, red
nucleus, lentiform nucleus
Gejala: merupakan kombinasi gejala cerebelar dan gejala motoris

Dysarthria/clumsy hand
Lokasi: basis pontis, anterior limb kapsula interna, corona radiata, basal
ganglia, thalamus, cerebral peduncle
Gejala: gejala utama adalah disartria dan kelemahan tangan, yang terlihat
jelas saat pasien menulis

Pure sensory stroke


Lokasi: contralateral thalamus, capsula interna, corona radiata, midbrain
Gejala: mati rasa, kesemutan dan sensasi tidak nyaman pada salah satu sisi
tubuh
Mixed sensorimotor stroke
Lokasi: thalamus and adjacent posterior internal capsule, lateral pons
Gejala: kombinasi hemiparesis/hemiplegia dengan gangguan sensoris
ipsilateral

4. POCI (Infark Sirkulasi Posterior)

Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral, dan gangguan motorik,

sensorik kontralateral
Gangguan motorik / sensorik bilateral
Gangguan gerakan konjungat mata ( horisontal et vertical)
Disfungsi serebral
Isolated hemianopia atau buta kortikal
25

DIAGNOSIS
CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).8
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah
6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan
terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas
di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.
Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan graywhite matter.9
PERUBAHAN GAMBARAN CT SCAN KEPALA PADA STROKE
ISKEMIK
Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%
pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut
dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah sebagai
berikut:

Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement)


Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark
serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya
kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan

26

pompa natrium-kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan dari


ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema
serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah onset gejala. Pada CT scan
terdeteksi sebagai pembengkakan girus & pendangkalan sulcus serebri.

Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia


grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansia

alba,

karena

metabolismenya

lebih

aktif.

Karena

itu,

menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan


gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan
oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan
dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area
arteri serebri media.

Tanda insular ribbon

27

Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri
media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral
arteri serebri anterior maupun posterior

Hipodensitas nukleus lentiformis


Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam
2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami
kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi proksimal arteri serebri media
karena cabang lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi
nukleus lentiformis merupakan end vessel.

28

Tanda hiperdensitas arteri serebri media


Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit setelah
gejala timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang
biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri serebri media,
walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri. Peningkatan densitas
ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya
trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang
menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas
arteri serebri media (Gambar 4).

29

Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media
(cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii
(Gambar 5).

Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), Hilangnya batas substansia alba dan substansia
grisea

serebri,

pendangkalan

sulkus, hipodensitas

ganglia

basalis,

dan

hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang tersumbat
makin jelas pada fase ini
Infark Subakut dan Kronis
30

Selama subakut (1-7 hari), edema meluas & didapatkan efek massa yang
menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi
pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar. Infark kronis ditandai dengan
hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas infark = cairan serebrospinal
(Gambar 6).

PENATALAKSANAAN
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.10
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah
efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya
herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat
pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien
harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan
analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi

31

yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah


adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun
GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan
gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target
gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap
gula

darah

ini

harus

dilanjutkan

hingga

pasien

pulang

untuk

mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.


d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal
tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke
diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.
Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin

32

memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti


hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim
(sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan
untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari
220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa
adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi
(tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus
ditangani.11
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan
atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.
Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang

dititrasi

hingga

mencapai

efek

yang

diinginkan

dengan

menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal


15

mg/jam.

Pilihan

terakhir

dapat

diberikan

nitroprusside

0,5

mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah


nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.

33

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus


diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6
jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah
tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan.12
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat
infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5
mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.13
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik
dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat.14
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan.

34

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan
10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rtPA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.15
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal
100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah
onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara
keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan.
Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan
dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah
onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan
pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.
Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.15
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala
besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi
pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang

35

penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group


(MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu
satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut.15
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10
mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama
ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang
terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek
vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir
di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter
garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood
Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:

36

memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,


alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi

protamine

sulphute

dengan

intravenous

lambat

untuk

menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan


untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen
plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari
dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE)
memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol
225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
37

Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,


konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat,
tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro
(half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan
glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.
Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada
suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah.
Hal ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxyeicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat
intraplatelet (lipid oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak
dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada
tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak

pembentukan

agregasi

platelet.

Sayang

ada

yang

mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.


2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi plateletplatelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke
dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13
persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan
penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis
terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik.

38

Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa


efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi
jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia
aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade
iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah
penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di
daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis
interna

yang

sedang hingga

berat

maka

kombinasi

Carotid

endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and


opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan
aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah
stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah

39

vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat


prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen
pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan

bahwa

angioplasti

lebih

aman

dilaksanakan

dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk


terjadi restenosis lebih besar.15

BAB V
KESIMPULAN
40

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Diagnosis stroke didapatkan berdasarkan anamnesis dan dari gejala stroke
yang muncul, pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya deficit neurologis dan
pemeriksaan penunjang. Ct scan kepala merupakan gold standar yang dilakukan
untuk membedakan stroke terjadi karena iskemik atau perdarahan.
Penanganan dini terhadap pasien stroke sangat mempengaruhi prognosis.
Penanganan yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas. Pencegahan terhadap berbagai faktor resiko stroke harus tetap
dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke berulang.

DAFTAR PUSTAKA

41

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal:
81-115.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
7. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology
editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3
9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Cited 2010
May
1st
available
from:
http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp
11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1 st available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar
ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of
Edinburgh, Edinburgh, UK.
15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

42

43

You might also like