You are on page 1of 29

LAPORAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG


Studi Kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD NGUDI WALUYO Wlingi
Kabupaten Blitar

Untuk Memenuhi Persyaratan


Tugas Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Emergensi

Kelompok 4:
FARIDA AGUSTININGRUM
NIM. 105070201131007

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

A. Definisi
Kejang
sementara

merupakan

perubahan

fungsi otak

mendadak dan

sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal

yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz &


Sowden,2002)
Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang
merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi.
Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang
epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi? Tetanus, histeri, dan
kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang
seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak,
gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor
otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus,
histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi.
Spasme kuat dengan kontraksi dan relaksasi otot yang silih berganti,
yang disebabkan oleh penyebab dari otak maupun diluar otak. Merupakan
akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel sel kortek
cerebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba, terjadi penurunan
kesadaran, aktifitas motorik atau ganguan sensori.
B. Anatomi Otak Dan Fisiologi
1. Anatomi

a. Otak
Gambar : 1

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena


merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari

syaraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium)


yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Bagian-bagian otak :
1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang
terletak di bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus
interpundenkuler hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan
daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus
berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom
juga bekerja dengan hipofisis

untuk mempertahankan

keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh


melalui peningkatan

vasokontriksi atau vasodilatasi

dan

mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis,


juga sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan, sebagai
pengatur tidur, tekana n darah, perilaku agresif dan seksual dan
pusat respon emosional.
2) Talamus

berada

ventrikel

dan

penyambung

pada salah satu sisi pada sepertiga


aktivitas primernya

sensasi bau

sebagai

pusat

yang diterima semua

impuls

memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.


3) Traktus Spinotalamus (serabut -serabut segera menyilang
kesisi yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan
naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan
temperatur ke talamus dan kortek serebri.
4) Kelenjar

Hipofisis

dianggap sebagai

masker

kelenjar

karena sejumlah hormon- hormon dan fungsinya diatur oleh


kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali
lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.
5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas
titik tersebut akan menghambat nafsu makan.
6) Mekanisme

Aferen

empat

hipotesis

utama

tentang

mekanisme aferen yang terlibat dalam pengaturan masukan

makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada


hubunganya satu dengan yang lain.
b. Fisiologi
Hipotalamus mempunyai

fungsi sebagai

pengaturan

suhu tubuh dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam


tubuh.
1) Pirogen Endogen
Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan
oleh

pelepasan

Penyuntikan

prostaglandin
prostaglandin

lokal

di

kedalam

hipotalamus.
hipotalamus

menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin


bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat
sintesis prostaglandin.
2) Pengaturan Suhu
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi
makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam
metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui
radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran
nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran
panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi
kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim
dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar
berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu
yang relatif konstan (Price Sylvia A : 1995)
C. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor
otak , truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk ( tidak
diketahui etiologinya )

D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan
diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan
normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane
dari selneuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh
adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur

3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa


yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi
pada suhu 38 0C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada

ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu


diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat
menimbulkan

pada

umumnya

tidak

berbahaya dan

tidak

gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya


kebutuhan

oksigen

dan

energi

untuk

kontraksi

otot

skelet

yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh


metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas
otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat
Rangkaian

kejadian

diatas

adalah

faktor

penyebab

hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.


Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak
yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(FKUI,
2007).

E. Pathway
Infeksi bakteri dan parasit

reaksi inflamasi

Perubahan fisiologi & tingkah laku

Anorexiaproses peradangan suhu

Resiko kekurangan
Evaporasi/Keringat
Demam/hipertermi
nutrisi

Mengubah keseimbangan membrane sel neuron Gangguan pemenuhan

cairan
Melepaskan muatan listrik yang besar

Resiko Cidera
Kejang
Dehidrasi

Cemas
Na, O2

Defisit Volume
Kurang Pengetahuan
Cairan
Hipoksia
Terjadi Kerusakan Sel Otak
Gangguan perfusi jaringan
Gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol

Pola nafas tidak efektif

Ketidakefektipan bersihan
jalan nafas tidak efektif

(Sumber : Mutaqin, 2008)


F. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
b adan dan tungkai dapat diklasifikasikan

menjadi 3 bagian

yaitu :

kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.


1. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan


berat

badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34

minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis


kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
2. Kejang Klonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan
berat

badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34

minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis


kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi

lengan

atau keempat anggota gerak yang berulang dan

terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang


ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan
hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.(Lumbang Tebing, 1997)
G. Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal


berikut ini :
1) Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu
sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar
musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. Parsial kompleks
1) Terdapat

gangguan kesadaran,

walaupun

pada

awalnya

sebagai kejang parsial


2) simpleks
3) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik :
mengecap-ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel
yang berulang-ulang pada tangan

dan gerakan tangan

lainnya.
4) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher,
lengan atas dan kaki.

3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam


kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik,
kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah
yang berlangsung kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1) Hilngnya

tonus

menyebabkan

secara

kelopak

mendadak

sehingga

dapat

mata turun, kepala menunduk,atau

jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
H. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat
sangat pada orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi
kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan
otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi Epilepsy
pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam
kecil kemungkinan epilepsy timbul se telah kejng demam. Sekitar 2 4
anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena
kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak
dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu
antara 95 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan
epilepsy.
Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah
adanya kejang demam berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang
berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar 33% anka akan mengalami

10

kejang berulan g jika mereka demam kembali resiko terulangnya kejang


demam akan lebih tinggi jika :
1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak
terlalu tinggi
2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit
3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya
Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan

dalam

perkembangan

atau

kelainan

saraf sebelum

anak menderita kejang demam.


3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini
adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan
semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang
I. Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Kejang
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan
secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang
non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok
non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi,
dan serebrovaskuler.
1. Sistemik
Metabolik : Hiponatremia, Hipernatremia,
a. Hiponatremia
Hiponatremia terjadi bila :
1) Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi,
2) Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada
kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung
atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of
Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala
berat (mis : penurunan kesadaran dan kejang) yang terjadi
akibat adanya edema sel otak karena air dari ektrasel masuk
ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan

11

sebagai hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik).


Sebaliknya bila gejalanya hanya ringan saja (mis : lemas
dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik
(hiponatremia asimptomatik).
3) Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia
adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran
dengan koreksi Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.
b. Hipernatremia
Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi
dengan baik misalnya pada orang dengan usia lanjut atau penderita
diabetes insipidus. Oleh karena air keluar maka volume otak
mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan
perdarahan lokal dan subarakhnoid.
Setelah etiologi ditetapkan, maka langkah penatalaksanaan
berikutnya ialah mencoba menurunkan kadar Na dalam plasma ke
arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah
mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na
berlebihan maka pemberian Na dihentikan.
2. Tumor
Gangguan kesadaran akibat tekanan
meninggi.

Selain

menempati

ruang,

tumor

intrakranial

yang

intrakranial

juga

menimbulkan perdarahan setempat. Penimbunan katabolit di sekitar


jaringan tumor menyebabkan jaringan otak bereaksi dengan
menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan pada vena
sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga
terjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Trauma
Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera
diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan
intrakranial serta memperberat edem otak. Mula-mula berikan
diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3
kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15

12

mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak


melebihi 50 mg/menit.
4. Infeksi
Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses
dalam bentuk empiema epidural, subdural, atau abses otak. Klasifikasi
lain membahas menurut jenis kuman yang mencakup sekaligus
diagnosa kausal
a. Infeksi viral
b. Infeksi bakterial
c. Infeksi spiroketal
d. Infeksi fungal
e. Infeksi protozoal
f. Infeksi metazoal
5. Serebrovaskuler
Stroke mengacu

kepada

semua

gangguan

neurologik

mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran


darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya
digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA
(Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara
sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik
pada stroke hemoragik maupun strok non-hemoragik.
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi
lesi vaskuler serebral dapat dibagi dalam :
a. Transient ischemic attack,
b. Stroke in evolution,
c. Completed stroke, yang bisa dibagi menjadi tipe hemoragik
dan tipe non
d. hemoragik
J. Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT

13

4. Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi


kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c.
Panel elektrolit
c. Skrining toksik dari serum dan urin
d. GDA
e. Kadar kalsium darah
f. Kadar natrium darah
g. Kadar magnesium darah
K. Penatalaksanaan
1. Pengobatan fase akut
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan
diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal
yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya
tersedak.
b. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
c. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak
memerlukan penanganan khusus.
d. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di
bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan
anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan
bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
e. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu di bawa
menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada

14

kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak


lemas.
Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan
di lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut :
a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
b. Pemberian oksigen melalui face mask
c. Pemberian diazepam 0.5 mg /kg berat badan per rectal (melalui)
atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse.
d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :
Dosis IV

Dosis per rectal

(infuse) (0,2 mg/kg)

( 0.5 mg / kg )

< 1 tahun

1-2 mg

2.5 5 mg

1 5 tahun

3 mg

7.5 Mg

5-10 tahun

5 mg

10 mg

>10 tahun

5-10 mg

10 15 mg

Usia

Jika kejang masih berlanjut :


a. Pemberian diazepam

0.2 mg / kg

per infuse diulangi. Jika

belum terpasang selang infuse 0.5 mg / kg per rectal


b. Pengawasan tanda tanda depresi pernapasan .
c. Pemberian fenobarbital 20 30 mg / kg per infuse dalam 30
menit atau fenitoin 15-40 mg / kg per infuse dalam 30 menit .
d. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG
(rekam jantung)
Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut
di ruang perawatan intensif dengan thiopentone, dan alat bantu
pernafasan.
L. Terapi Kejang
Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan
pemberian Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu
dorongan sex yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan

15

Fenobarbital yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian


diketahui mempunyai efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama
bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti
Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first
line drug epilepsi utama untuk penanganan kejang parsial dan generalisata
sekunder.
Pada tahun 1968, Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia
trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial.
Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk
penanganan absence seizures tanpa kejang tonik klonik generalisata.
Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh
dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan
kejang parsial.
1. Fenobarbital
Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif.
Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis
antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan
antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan
tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.
2. Primidon
Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek
antikonvulsi ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.
3. Hidantoin
Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin,
mefenitoin dan etotoin. Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk
semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan
absence (absence seizure). Fenitoin tidak sedative pada dosis biasa.
Berbeda dengan fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa
kasus epilepsy lobus temporalis.
4. Karbamazepine
Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik
ialah untuk Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan
bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).
5. Etosuksimid
Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi
pada binatang sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap

16

pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat


terapeutik ialah terhadap bengkitan absence.
6. Asam valproat (Valproic acid)
Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau
bangkitan. Efek sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga
minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar
daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam
valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap
bangkitan umum tonik-klonik.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian umum
Kondisi umum Klien nampak sakit berat
2. Penggolongan Triage
Kasus ini adalah emergensi karena dapat mengancam jiwa dan
akan mati tanpa tindakan dalam 0 menit. Untuk itu maka kejang
termasuk dalam P1 (Urgent)
3. Pengkajian kesadaran
Pada kasus kejang demam kesadaranya adalah antara Unrespon
sebab klien tidak sadar terhadap penyakitnya. Pengkajian kesadaran
dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingx
b. Respon Verbal (V) : Klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat
17

c. Respon Nyeri (P) : Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.


d. Tidak berespon (U) : Klien tidak berespon terhadap stimulus
verbal dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya.
4. Pengkajian Primer
a. Airway :
Masalah: Ketidak efektipan bersihan jalan nafas tidak efektif b/d
gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol.
Jalan nafas tidak efektif karena pada kasus kejang demam Inpulsinpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh

Hipotalamus menginterpretasikan impuls

menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf


jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa

detik,

tetapi

akibat

yang

ditimbulkannya

dapat

membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang


timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen.
Evaluasi :
1) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
2) Jalan nafas bersih dari sumbatan
3) RR dalam batas normal

18

4) Suara nafas vesikuler


b. Breathing :
Masalah:

Pola

napas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

penyumbatan jalan nafas.


Pola nafas tidak efektif karena pada kejang yang berlangsung lama
misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat,
kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih
dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang
sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2
masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila

belum

juga

berhenti

dapat

diberikan

fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.


2) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
1) RR dalam batas normal
2) Tidak terjadi asfiksia
3) Tidak terjadi hipoxia
c. Circulation :
Masalah: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak
efektif pertukaran O2 dan C02 dalam darah.
Karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga

19

terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang


berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak
hingga terjadi epilepsi
Tindakan yang dilakukan :
1) Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih
dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang
sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2
masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila

belum

juga

berhenti

dapat

diberikan

fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.


2) Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung
c) UsahakaN agarjalan napas bebasuntuk menjamin
kebutuhan oksigen
d) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen
Evaluasi :
1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2) Tidak terjadi hipoxia
3) Tidak terjadi kejang
4) RR dalam batas normal
5. Pengkajian sekunder

S (sign and symptom) : Perubahan tonus otot, leher terasa kaku,


sakit kepala.

A (allergies) : Kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi

M (Medication) : Kaji riwayat pengobatan klien.

P (Pentinant past medical histori) :Kaji Riwayat dahulu klien.

20

L (Last oral intake solid liquid) : kaji makanan dan minuma


terakhir sebelum kejang

E (Event leading to injuri ilmes): kaji kejadian sebelum kejang

a. TTV
Tekanan darah

: Menurun

Suhu

: tinggi di atas 39 C

Respirasi

: Meningkat/menurun

Nadi

: Meningkat

b. Pengkajian Bio-Psikososial menurut Marlyn E. Doengoes yaitu


meliputi:
1) Aktivitas/istirahat
Gejala

:keletihan, kelemahan umum

Tindakan

: catat laporan

mual

atau muntah, kaji

tanda-tanda vital
2) Sirkulasi
Gejala

:peningkatan nadi dan sianosis

Tindakan

: Berikan tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai


kebutuhan

3) Integritas ego
Gejala

:stressor

eksternal/internal

yang

berhubungan

dengan keadaan dan penanganan


Tindakan

: diskusikan perasan pasien mengenai diagnostic,


persepsi

diri

terhadap

penanganan

yang

dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan


perasaanannya
4) Eliminasi
Gejala

:inkontensia episodik

Tindakan

: pantau masukan dan haluaran

5) Makanan/cairan
Gejala

:sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah

Tindakan

: catat laporan

mual

atau muntah

21

6) Neurosensori
Gejala

:riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang,

pingsan, pusing.
Tindakan

: Tinggikan ekstremitas bawah

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala

:sakit kepala

Tindakan

: Tinggikan ekstremitas bawah

8) Pernapasan
Gejala
Tindakan

:gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/cepat


:masukan spatel lidah/jalan napas buatan atau
gulungan benda lunak sesuai indikasi.

9) Keamanan
Gejala

:riwayat terjatuh, fraktur

Tindakan

:kaji kekuatan tonus otot secara menyeluruh

10) Interaksi sosial


Gejala

:masalah yang berhubungan dengan interpersonal


dalam keluarga atau lingkungan keluarganya

Tindakan

:jelaskan kembali mengenai patofisiologi penyakit


dan perlunya pengobatan/ penanganan dalam
jangka waktu sesuai indikasi.

11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala

:ada riwayat kejang pada keluarga

Tindakan

:Berikan penjelasan kepada keluarga tentang riwayat


penyakitnya

c. Analisa Data
No
Data Fokus
1 Ds:Do: Suhu tubuh,
wajah
tampak
kebiruan, lengan dan
kakinya
tesentaksentak tak terkendali,
lidah tergigit

Etiologi
Kejang

Terjadi kerusakan sel


otak

Gerakan mulut dan lidah


tidak terkontrol

Masalah
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas

22

Ketidakefektipan
bersihan jalan nafas
Kejang

Terjadi kerusakan sel


otak

Gerakan mulut dan lidah


tidak terkontrol

Ketidakefektipan
bersihan jalan nafas

Pola nafas tidak efektif

Ds:Do: Hipoksia, RR,


penggunaan otot nafas
bantu.

Ds:Do: RR, Hipoksia,


badan terlihat kakum,
suhu tubuh.

Na, O2 (tdk terpenuhi)

Hipoksia

Gangguan perfusi
jaringan

Gangguan perfusi
jaringan

Ds:Do: pasien tampak


berkeringat,
pasien
tampak lemah dan
kepanasan.
Suhu
tubuh meningkat.

Hipertermi

Ds: Do:
bibir
pasien
tampak kering, pasien
tampak lemah, pasien
tampak berkeringat.
Suhu: 38C, Denyut
nadi, Tekanan darah
Ds: Do: pasien tampak
tidak tenang dan
meronta-ronta, GCS:
12

Infeksi bakteri virus dan


parasit

reaksi inflamasi

Proses demam

Hipertermi
Suhu tubuh

Gangguan pemenuhan
cairan

Dehidrasi

6.

Kejang

Kesadaran menurun

Resiko injuri

Pola nafas tidak


efektif

Devisit volume
cairan

Resiko injuri

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

23

1. Ketidak efektipan bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gerakan


mulut dan lidah tidak terkontrol
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan jalan
nafas.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif
pertukaran O2 dan C02 dalam darah.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
5. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
(dehidrasi)
6. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang
C. Intervensi
Dx 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 15 menit
diharapkan Jalan napas klien lancar/normal.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan batuk yang efektif.
2. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
3. Klien nyaman.
Intervensi
Rasional
1 Letakkan klien pada posisi Meningkatkan aliran (drainase)
miring,
permukaan
datar, secret, mencegah lidah jatuh
miringkan
kepala
selama sehingga menyumbat jalan napas
serangan kejang
2 lepaskan pakaian pada daerah Untuk
memfasilitasi
usaha
leher, dada, dan abdomen
bernapas
3

Masukkan spatel lidah/ jalan Mencegah tergigitnya lidah dan


napas buatan atau gulungan memfasilitasi
saat
melakukan
benda lunak sesuai indikasi
penghisapan lender. Jalan napas
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktivitas kejang
jika pasien tersebut tidak sadar dan
tidak dapat mempertahankan posisi
lidah yang aman

Dx2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan


jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan pola nafas
klien efektif
Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan
24

1.

2.

3.
4.

napas paten.
Intervensi
Anjurkan
klien
untuk
mengosongkan mulut dari
benda/zat tertentu/gigi palsu
atau alat lainnya jika fase aura
terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala
awal
Letakkan klien pada posisi
miring,
permukaan
datar,
miringkan
kepala
selama
serangan kejang
Tanggalkan
pakaian
pada
daerah leher, dada, dan
abdomen
Masukkan spatel lidah/ jalan
napas buatan atau gulungan
benda lunak sesuai indikasi

5. Berikan tambahan oksigen/


ventilasi
manual
sesuai
kebutuhan pada fase posiktal

6. Siapkan/bantu
melakukan
intubasi jika ada indikasi

Rasional
1. Menurunkan resiko aspirasi atau
masuknya benda asing ke faring

2. Meningkatkan aliran (drainase)


secret, mencegah lidah jatuh
sehingga menyumbat jalan
napas
3. Untuk memfasilitasi usaha
bernapas
4. Mencegah tergigitnya lidah dan
memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lender. Jalan napas
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktivitas
kejang jika pasien tersebut tidak
sadar
dan
tidak
dapat
mempertahankan posisi lidah
yang aman
5. Dapat menurunkan hipoksia
serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap
spasme
vaskuler
selama
serangan kejang
6. Munculnya
apneu
yang
berkepanjangan
pada
fase
posiktal membutuhkan

Dx3 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tidak efektif


pertukaran O2 dan C02 dalam darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2 x 60 menit diharapkan perfusi
jaringan lebih efektif
Kriteria Hasil : akral tidak dingin, tidak terjadi sianosis pada jaringan
perifer.
Intervensi
Rasional
1. Atur posisi kepala dan leher 1. Untuk mempertahankan ABC
untuk mendukung airway (jaw
dan mencegah terjadi
thrust). Jangan memutar atau
obstruksi jalan napas
menarik leher ke belakang

25

(hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan
intubasi nasofaring.
2. Atur suhu ruangan
2. Untuk menurunkan keparahan
dari poikilothermy.
3. Tinggikan ekstremitas bawah
3. Meningkatkan aliran balik
vena ke jantung.
4. Gunakan
servikal
collar, 4. Stabilisasi tulang servikal
imobilisasi
lateral
kepala,
meletakkan papan di bawah
tulang belakang.
Dx4 : Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 menit
.
diharapkan hipertermi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : suhu tubuh normal (360c 37 0c), klien bebas dari
demam (Efendi,1995)
Interverensi
Beri kompres hangat
Beri dan anjurkan
minum

Rasional
Dapat membantu
mengurangi
demam

klien banyak Semakin banyak minum akan dapat


antu menurunkan demam

anjurkan klien istirahat dengan tirah

Istirahat yang baik akan dapat


sedikit membantu penyembuhan

Anjurkan
klien untuk memakai Pakaian yang tipis akan memudahkan
pakaian tipis dan menyerap keringat sirkulasi dalam dan luar tubuh
Ciptakan suasana yang nyaman (atur Suhu ruangan harus
diubah
ventilasi)
untuk mempertahankan suhu
mendekati normal

Dx5 : Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan


(dehidrasi )
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 menit
diharapkan devisit voleme cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam
batasInterverensi
normal
Rasional

kaji perubahan tanda- tanda vital

peningkatan
suhu
atau
memanjangnya
demam
meningkatnya laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui evaporasi

26

kaji
turgor kelembapan membrane Indikator
langsung
keadekuatan
mukosa ( bibir dan lidah )
voleme cairan meskipun membran
mukosa mulut mungkin
kering
karena napas mulut dan oksigen
tambahan.
catat laporan
muntah

mual

atau

adanya gejala
masukan oral

ini

menurunkan

pantau masukan dan haluaran

memberikan
informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti

tekankan cairan sedikitnya 2500


ml/hari
atau sesuai kondisi
individual.

pemenuhan
kebutuhan
cairan,
menurunkan
dehidrasi

dasar
risiko

Dx5 : Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang


(Ngastiyah, 1997, hal:236)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan s el a ma 5 me n i t
d ih ar ap ka n tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak terjadi
komplikasi
Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar,
suplaiIntervensi
oksigen lancar, tidak ada tanda-tanda apnue.
Rasional
Bila terjadi kejang, tidurkan pasien Diharapkan sistem pernpasan tidak
ditempat yang
rata, miringkan terjadi gangguan ataupun sumbatan
kepala
Pasang sudip lidah

Agar lidah tidak tergigit atau lidah


menutup jalan napas

Longgarkan pakaian yang mengikat

Proses inspirasi dan ekspirasi


dapat maksimal
dan
dapat
memberikan rasa nyaman pada
pasien
Melonggarkan
pernapasan
dan mencegah terjadinya
aspirasi
Diharapkan
dapat memenuhi
kebutuhan
oksigen diseluruh
jaringan

Isap lendir sesuai indikasi


Berikan oksigen

27

Kolaborasi
dengan dokter untuk Diharapkan dapat mempercepat
pemberian obat anti kejang
proses penyembuhan dan juga dengan
memantau efek samping secara
dini jika timbul efek samping

Dx6 : Risiko injuri berhubungan dengan kejang (suriadi,2001,hal:52)


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 menit
diharapkan resiko injuri tidak terjadi
Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan
pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Hindarkan anak dari bendabendayang membahayakan

Rasional
Tindakan ini dapat membantu
menurunkan injuri

Gunakan alat pengaman

dapat melindungi klien dari


bahaya injuri

Bila terjadi kejang, pasang sudip Agar lidah tidak tergigit atau
Lidah
lidah menutup jalan napas.
Kolaborasi pemberian obat anti kejang Diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan dan juga
dengan memantau efek samping
secara dini jika timbul
efek
samping
D. Implementasi
Sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
1.
2.
3.

Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan


Menemtukan apakah tujuan keperawatan telah tercai atau belum
Mengkaji ulang penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
tercapai

28

DAFTAR PUSTAKA
Mardjono, Mahar, Prof. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2006
Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Second Edition. FKUI.
Jakarta: 2009.
Dewanto, George, dkk. Panduan Praktis Diangnosis dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. EGC. Jakarta: 2009.
Muttaqin, Arif. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
mpersarafan.Salemba Medika. Jakarta: 2008

29

You might also like