You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1. Skenario
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke Rumah Sakit karena batuk
hebat dan sesak napas. Ia memiliki riwayat sesak berulang sejak tiga tahun
lalu dan semakin memburuk terutama selama tiga bulan terakhir. Hasil
pemeriksaan tanda vital: suhu 37oC, nadi 104 kali per menit, pernapasan
34 kali per menit, yang tampak terengah-engah pada pemeriksaan dada.
Doker melakukan tes spirometry dan hasilnya menunjukkan PEF 50% dari
nilai prediksi. Tes oksimetri 84%. Dia adalah seorang perokok berat yang
mulai merokok sejak ia berusia 15 tahun. Dia biasanya merokok 2
bungkus rokok per hari, tapi sejak gejala penyakitnya makin berat ia hanya
merokok 1 bungkus rokok per hari.
I. 2. Kata Kunci

Laki-laki 56 tahun

Batuk hebat dan sesak napas

Riwayat sesak berulang tiga tahun lalu

Suhu normal

Tachycardia

Tachypnea

PEF 50%

Oksimetry 84 %

Penurunan jumlah rokok

I. 3. Pertanyaan
Penyakit-penyakit apa saja yang dapat memberikan gambaran klinis
seperti pada skenario?
Apa saja komponen yang terkandung di dalam rokok?
Bagaimana pengaruh rokok terhadap tubuh?

Bagaimana dampak rokok pada perokok pasif?

BAB II
PEMBAHASAN
Empisema
II. 1. Definisi
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya
bagian sentral lobus, di mana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah
intergritas dinding bronkhiolus, atau dapat mengenai paru keseluruhan, yang
menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.1,6

1
2
3
4

Gambar 1. Gambaran bronkus terminalis yang mengalami dilatasi2


Ket : 1 : bronkus dilatasi
2 : otot polos
3 : alveoli
4 : kerusakan jaringan paru
II. 2. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan hampir diseluruh dunia bersamaan dengan
penderita bronkhitis kronik yang dari kedua penyakit ini dikatakan penyakit
PPOK. Diperkirakan 16,2 juta orang amerika menderita PPOK, yang bertanggung
jawab dalam menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden PPOK
menungkat 450 % sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian
terbanyak keempat. PPOK menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita,
diperkirakan karena pria adalah pria perokok berat. Tetapi insiden pada wanita

meningkat 600 % sejak tahun 1950, dan perkirakan akibat perilaku merokok
mereka.3
II. 3. Etiologi
Penyebab terutama dari penyakit ini sendiri adalah merokok. Tetapi masih
ada lagi faktor penyebab lainnya yang bisa menimbulkan terkena penyakit ini,
yaitu polusi udara dan -antitripsin atau -antiprotease. Kebiasaan merokok yang
setiap hari dalam jangka waktu lama diyakini bisa menyebabkan terhambatnya
aliran darah yang masuk ke saluran napas.4
Kandungan zat-zat kimia, debu, dan polusi yang bisa meransang
terlepasnya mediator-mediator inflamasi sehingga terjadi peradangan disaluran
napas terutama di bronkus terminalis sampai ke duktus alveolus dan bahkan bisa
meradang sampai ke dinding alveolus. Peradangan ini yang menyebabkan
pelebaran pada saluran napas tersebut sehingga elastisitas paru menjadi
berkurang. Berkurangnya elastisitas paru menyebabkan pergantian gas di alveoli
menjadi terganggu. 4
II. 4. Jenis Emfisema
Emfisema didefinisikan tidak saja berdasarkan sifat anatomik lesi, tapi
oleh distribusinya dilobus dan asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak
distal dari bronkiolus terminal dan mencakup bronkiolus respiratorik, duktus
alveolaris, dan alveolus. Terdapat tiga jenis emfisema: 4
1. Emfisema Sentriasinar (Sentrilobular)
Gambaran khas yang terjadi adalah pola keterlibatan lobulus. Bagian
sentral atau proksimal asinus, yang dibentuk oleh bronkiolus respiratorik,
terkena, sementara alveolus distal tidak terkena. Oleh karena itu, didalam
asinus dan lobulus yang sama ditemukan rongga udara yang emfisematos
dan normal. Lesi lebih sering dan lebih parah di lobus atas, terutama
disegmen apeks. Pada emfisema sentriasinar yang parah, asinus distal
juga terkena. Emfisema tipe ini sering terjadi pada perokok yang tidak
menderita defisiensi kongenital -antitripsin. 4

Gambar 2. Emfisema sentrilobular. Fokus emfisematosa (E).5


2. Emfisema Panasinar (Panlobular)
Pada tipe emfisema, asinus secara merata membesar dari tingkat
bronkiolus respiratorik hingga alveolus buntu di terminal. Berbeda
dengan emfisema sentriasinar, emfisema panasinar cenderung lebih sering
terjadi di zona paru bawah dan merupakan emfisema yang terjadi pada
defisiensi -antitripsin. 4

Gambar 3. Emfisema panasinar.5


3. Emfisema Asinar Distal (Paraseptal)
Pada bentuk ini, bagian proksimal asinus normal tetapi bagian distal
umumnya yang terkena. Emfisema lebih nyata didekat pleura,
disepanjang septum jaringan ikat lobulus. Emfisema ini terjadi didekat
daerah fibrosis, jaringan parut, atelektasis dan biasanya lebih parah
diseparuh atas paru. Temuan khas adalah adanya ruang udara yang
multiple, saling berhubungan, dan membesar dengan garis tengah
berkisar dari kurang 0,5 mm hingga lebih dari 2,0 cm, kadang-kadang
membentuk struktur mirip kista yang jika membesar progresif disebut

bula. Tipe emfisema ini mungkin mendasari kasus pneumothoraks


spontan pada orang dewasa muda. 4
II. 5. Patogenesis

Gambar 4. Patogenesis empisema.5


Pendapat yang sekarang berlaku adalah bahwa emfisema terjadi akibat dua
hal yang abnormal yaitu defisiensi antiprotease dan ketidakseimbangan oksidanantioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu terjadi bersamaan, dan pada
kenyataannya yang efek dari keduanya yaitu menyebabkan kerusakan jaringan.4
Defisiensi -antitripsin bisa karena bawaan yang akibatnya dapat
memperlihatkan kecendrungan besar mengalami emfisema paru, yang diperparah
merokok. Sekitar 1 % dari semua pasien dengan emfisema menderita defisiensi
ini. -antitripsin yang secara normal terdapat dalam serum, cairan jaringan, dan
makrofag, merupakan inhibitor utama protease (terutama elastase) yang
dikeluarkan oleh neutrofil sewaktu peradangan. Enzim tersebut dikode oleh gen
yang diekspresikan secara kodominan di lokus inhibitor proteinase (Pi) pada
kromosom 14. Lokus Pi bersifat sangat polimorfik, dengan banyak alel yang
berlainan. Yang tersering adalah alel normal (M) dan fenotipnya PiMM.
Dipostulasikan terjadi rangkaian berikut : 4
1. Neutrofil (sumber utama sel protease) secara normal mengalami
sekuestrasi dikapiler , termasuk di paru termasuk alveolus

2. Setiap ransangan yang meningkatkan, baik jumlah leukosit


(neutrofil dan makrofag) di paru maupun pelepasan granula yang
mengandung protease
3. Pada kadar -antitripsin serum yang rendah, destruksi jaringan
elastis menjadi tidak terkendali dan menimbulkan emfisema.
Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul di alveolus. Mekanisme
peradangan terlibat efek kemoatraktan langsung dari nikotin serta efek spesies
organ reaktif yang terdapat didalam asap rokok. Hal ini mengaktifkan transkripsi
nuclear factor, yang mengaktifkan TNF dan IL-8. Hal ini kemudian mengaktifkan
neutrofil. Neutrofil berkumpul dan melepaskan granulanya, yang kaya akan
beragam sel protease, sehingga terjadi kerusakan jaringan. Merokok juga
meningkatkan aktivitas elastase di makrofag. Elastasis makrofag tidak dihambat
oleh -antitripsin, bahkan secara proteolitis mencerna antiprotese ini. 4
II. 6. Diagnosis
a. Anamnesa
Umumnya penderita pertengahan atas. Anamnesa ulang pada waktu
penderita kembali memeriksaan diri, amat bermanfaat untuk menilai
progresivitas penyakit dan respon pengobatan. Sesak napas yang menjadi
keluhan utama, sering disertai batuk berdahak, mengi, serta infeksisaluran
napas berulang. Kebiasaan merokok atau terpapar asap rokok perlu
ditanyakan. 7
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
Hiperinflasi paru, penggunaan otot napas sekunder, perubahan pola napas
sekunder, perubahan pola napas, dan suara napas abnormal. 7
c. Pemeriksaan Radiologis
Adanya penambahan ukuran paru akan menyebabkan bentuk thoraks
kifosis, sedangkan penambahan ukuran paru vertikal menyebabkan diafragma
letak rendah dengan bentuk diafragma yang datar dan peranjakan diafragma
berkurang pada pengamatan dengan fluroskopi. Dengan aerasi paru yang
bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun segmental, akan
menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan jaringan paru
tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vaskuler paru yang relatif
jarang.7

Gambar 5. Gambaran radiologi emfisema


d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan utama pada emfisema adalah FEV1 dan rasio FEV1/FVC,
walau masih banyak lagi pemeriksaan faal paru lain, nemun tidak ada bukti
bahwa tes-tes ini dapat menambah informasi yang berarti selain yang telah
diungkapkan oleh pemeriksaan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Kriteria yang
lazim dipakai untuk PPOM derajat sedang adalah : FEV 1 kurang dari 60 %
dari nilai ramal atau rasio FEV1/FVC yang lebih kecil dari 60 %.

II. 7. Penatalaksanaan
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan
mencegah hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Pengobatan mencakup:1
a. Mendorong pasien agar berhenti merokok
b. Mengatur posisi dan pola napas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap
c. Memberi pelajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk
menyimpan energi
d. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar
dapat menjalankan tugas sehari-hari.

Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2009.
2. Conroy ML, Davis KR, Embree JL, at all. Atlas of pathophysiology [e-book].
3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. P.288
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed 11. Jakarta: EGC; 2005. Vol 2.
4. ............, Robbins patologi. Ed 7. Jakarta: EGC ; 2007.
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and cotran patologic basic of disease
[e-book]. Philadelphia: Elsevier ; 2004.
6. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & cotrin buku saku
dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC ; 2006
7. Alsagaf H, Mukty A. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press; 2010.

You might also like