E K O N O M I P A N C A S I L A (Pertanyaan Pejabat Rendahan) Pancasila menurut
UU No.20 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Negara Republik Indonesia, pasal 1 ayat 2 dan 6 tidak perlu diragukan kesaktiannya; mengusik diri ini untuk mengajukan sebu ah pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini. Pertanyaan tersebut timbul karena adanya pemahaman bahwa “Sesuatu (dhi. Pancasila) dapat dikatakan sakti jika mampu menangkal berbagai jenis ancaman dari sudut / sisi mana-pun datangnya seraya mengajukan alternatif yang lebih baik”. Krisis ekonomi yang dipicu krisis moneter di negeri ini akan membuktikan, apakah benar Pancasila sebagai Ideologi dan “Way Of Life” bangsa Indonesia benar-benar Sakti. Perekonomian dunia yang didominasi oleh paham / “isme”: liberalisme / kapitalisme dengan motor utama Amerika Serikat dan faham Sosialisme yang dimotori oleh Cina secara dahsyat menggempur Ekonomi Pancasila dari dua arah yang berlawanan. Kenyataan ini akankah melahirkan Sintesa Sistem Perekonomian yang dapat diistilahkan sebagai Ekonomi Pancasila ? Para Pancasilais {Ekonom} sejati lah yang akan membuktikannya [Penulis bukan Ahli Ekonomi; tapi insyaALLAH bisa membantu memajukan Ekonomi Pancasila]. Sebagai orang yang beragama Islam sebagaimana yang dikehendaki Sila Pertama Pancasila {Berketuhanan YME}. Sudah selayaknya jika kita bertanya kepada Yang Maha Adil [Sila II dan V] dan Yang Maha Bijaksana (Sila IV) tentang tata-cara mengatasi krisis multidimensi yang melanda negeri ini; khususnya yang berkaitan dengan krisis ekonomi yang menurut Prof.DR.Anwar Nasution :”Hanya TUHAN yang tahu berapa nilai rupiah”; sesuai dengan maksud pasal 23 ayat 3 UUD 45{Rakyat MERDEKA, 18 Agustus 1999}. Penyebab utama krisis multidimensi yang melanda negeri ini hendaknya ditelusuri dan dikaji [didiagnosis] agar dapat diterapkan terapi yang sesuai / tepat. Mungkin dapat dirujuk tulisan Penulis yang berjudul “Nelayan Tradisional Melihat Perkembangan Negara Republik Indonesia” yang disampaikan kepada Bapak Parni Hadi, Pemimpin Umum Surat Kabar Harian Republika yang seharusnya diterus kan kepada para pihak terkait; seperti para anggota DPR / MPR dan Presiden. Bentuk sintesa system perekonomian yang dapat disebut sebagai Ekonomi Pancasila tersebut mungkin dapat lebih terarah dengan berpedoman pada salah satu lirik lagu “Garuda Pancasila”; yakni “Pribadi Bangsaku”; tetapi [juga mengakui adanya kelompok-kelompok / Badan-badan ekonomi sebagaimana telah dipelopori oleh Bung Hatta (alm). Bahkan kini ada Departe men tersendiri yang membidangi urusan Perkoperasian / Departemen Koperasi & Pembinaan Usaha Kecil - Menengah. Tajungkarang, Bandar Lampung,99 Penulis F a u z a n. Hamba ALLAH Diperbaharui Oleh : Ir.Fauzan/NIP710007597 Sebagai Bukti Fisik Kegiatan/ Materi LUH PKAM Dishutbun LU Untuk menjadi bahan seperlunya ttd F a u z a n. ﺂE K O N O M I P A N C A S I L A (Pertanyaan Lanjutan Pejabat Rendahan) Tujuan utama berdirinya negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam alinea IV UUD 45 secara eskplisit mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara. Dengan demikian berati bahwa untuk mencapai tujuan negara Pemerintah tidak boleh menghalalkan segala cara, tetapi harus dilandasi sila-sila dari Pancasila beserta seluruh nilai-nilainya yang bersifat universal. Hal ini dipertegas oleh Pemerintah dengan adanya TAP MPR No… tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan Negara RI yang menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum positif Republik Indonesia. Butir-butir dari Pancasila tersebut selanjutnya oleh para Pendiri negara ini, khususnya Pembuat UUD ‘45 dijabarkan dalam 16 Bab, 37 pasal, 64 ayat dan 4 pasal Aturan Peralihan serta 2 Ayat Aturan Tambahan. Apabila ditarik garis lurus antara judul tulisan ini dengan sedikit uraian diatas, maka ditemukan jawaban bahwa Ekonomi Pancasila secara garis besar telah diatur secara tegas antara lain oleh tiga buah ayat pasal 33. Dengan demikian, berarti bahwa tidak sepenuhnya harapan Tanri Abeng Meneg Pendayagunaan BUMN (mantan) yang dituangkannya melalui tulisannya yang berjudul :”Reformasi BUMN gelombang ke-2” dapat diterima; khususnya poin ke-3 alinea ke-4 dari atas, yakni: ”Privatisasi, Peningkatan Penyebaran Kepemilikan Kepada Masyakat Umum dan Swasta Asing maupun domestik untuk akses pendanaan, pasar, teknologi, serta kapitalisasi untuk bersaing di tingkat dunia”. Secara umum Penulis sangat setuju dengan tiga tahapan reformasi BUMN, khususnya Privatisasi. Hanya saja perlu ditetapkan aturan maksimum kepemilikan saham bagi perorangan dan kelompok / Badan usaha / Koperasi serta dicegah adanya kepemilikan saham oleh pihak Asing; sebagai pribadi atau Badan Usaha; kecuali dengan Pertimbangan dan Pengaturan sangat husus. Hal ini karena sangat erat kaitannya dengan keberadaan BUMN yang merupakan suatu usaha perwujudan pasal 33 UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa : “Cabang-cabang Produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Sedangkan komponen negara terdiri dari Pemerintah, Rakyat dan Tanah Air {Wilayah} yang secara ekonomi termasuk ke dalam kelompok Modal. Penulis juga sependapat dengan “Manager Satu Milyar” bahwa “sebagai bangsa kita tidak bisa hidup hanya untuk melunasi hutang-hutang saja”. Oleh karena itu langkah yang diambil oleh Bapak Tanri Abeng di masa depan agar tidak membebani anak cucu kita dengan mempercayakan pelunasan utang dengan cara mereformasi BUMN sangat perlu didukung. Hanya saja target waktu untuk pelunasan utang yang diperkirakan dapat terealisasi selama 5 tahun perlu diperlonggar, agar tidak terjadi semacam “Shock” / kekagetan / “gēgēr” budaya. Sebagai seorang yang berasal dari Sulawesi Selatan tentu sangat familier bahwa untuk membelokkan kemudi Kapal Besar sesuai harapan [haluan], perlu dilaksanakan secara perlahan-lahan (smoothly) agar tidak ada yang rusak. Tangjungkarang Bandar Lampung;1999 Penulis, Hamba ALLAH ﺍIr.Fauzan NIP710007597 Diperbaharui pada okt 2004& tanggal 220107 Oleh:Ir.Fauzan/NIP710007597 Sebagai BUKTI FISIK kegiatan/ MATERI LUH Dishutbun LU Untuk mendapatkan tindaklanjut sebagaimana mestinya