You are on page 1of 13

Nama Peserta : dr.

Nur Alfiani
Nama Wahana : RS PKU Muhammadiyah Gombong
Topik : Kasus medikolegal Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Tanggal (kasus) : 28 Februari 2016
Presenter : dr. Nur Alfiani
Nama Pasien : Ny. E
No. RM : 306077
Tanggal Presentasi : 19 Februari 2016
Pendamping : dr. Fatah
Tempat Presentasi : RS PKU Muhammadiyah Gombong
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi : wanita, usia 36 th, mengalami kekerasan dalam rumah tangga
Tujuan :
Melakukan pemeriksaan status lokalis dan pemeriksaan penunjang, dan menyimpulkan
hasilnya.
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Cara membahas Diskusi
Presentasi

Kasus

E-mail

Audit
Pos

dan diskusi
Data pasien :

Nama : Ny. E

No CM :

306077
Nama RS : PKU Muhammadiyah Gombong
Telp : (0287) 471639
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien (Ny. E) datang untuk meminta visum et repertum setelah mengalami
kekerasan fisik oleh suami korban. Namun, Ny. E belum melaporkan kasus kekerasan
tersebut ke Polisi.
Ny. E mengeluhkan pusing setelah dipukul di kepala oleh suaminya 6 jam SMRS.
Pasien juga mengeluh perut terasa nyeri dan pinggang terasa sakit kalau berjalan setelah
ditendang di bagian perut oleh suaminya. Pasien mengaku tidak mengetahui sebab suami
pasien memukulinya. Kejadian tersebut terjadi ketika Ny. E sedang duduk dan suami
pasien tiba-tiba memukulinya. Menurut pasien, suaminya dalam kondisi sadar dan tidak
mabuk.Menurut pasien, kekerasan ini adalah yang kedua kali dialaminya. Dua bulan yll,
pasien mengaku ditendang di bagian paha.
Pasien menikah dengan suaminya sejak tahun 2000. Dari pernikahannya, pasien dan
suami sudah mempunyai dua orang anak.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengaku belum melakukan pengobatan apapun sejak dipukuli 6 jam SMRS
Riwayat pengobatan TB Paru (-)
3. Riwayat kesehatan/penyakit :

Riwayat Dispepsi (+)


Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB Paru (-)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB Paru (-)
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, sehari-hari beraktivitas di rumah. Kondisi rumah
pasien kebersihan terjaga dan ventilasi udara cukup.
6. Lain-lain :
Pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi minuman keras/narkoba.
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : baik
Kesadaran : composmentis
Vital signs :
Nadi
: 84x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20x/menit
TD
: 110/70 mmHg
Suhu
: 36,8C per aksilla
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/ Hidung : napas cuping hidung -/ Mulut : bibir sianosis -, purse lips breathing -,
Tenggorok : faring tidak hiperemis
Leher : limfonodi tidak teraba, deviasi trakhea Thoraks :
Inspeksi
: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (-), Barrel chest(-)
SIC melebar (-)
Palpasi
: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru tidak melebar
Auskultasi
: P/ vesikuler +/+, RBH -/- basal, wheezing -/C/ S1-2 reguler, bising sistolik (-), gallop Abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi
: supel diseluruh lapang abdomen, nyeri tekan (+) epigastrium
lien dan hepar tidak teraba
Ekstremitas
Edema - - , akral dingin - -

- - Capillary refill 1-2 detik


Status Lokalis
Temporal (S) :
Look
: Tampak 2 buah luka memar berukuran masing-masing 2 X 1 cm berada di
lateral ocular sinistra, dan 3x1 cm di lateral alis kiri, eritem (+)
Feel
: Nyeri tekan (+)
Lumbal (S) :
Look
: Tampak memar berukuran 4 X 1 cm, eritem (+)
Feel
: Nyeri tekan (+)
Move
: ROM full

TERAPI
Rawat Jalan
- Antasida syr 3 x CI a.c
- Meloxicam 2 x 7.5mg
- Neurodex 2 x 1tab
- Ranitidine 2 x 1tab
Edukasi mengenai visum et repertum.
Daftar Pustaka :
Abdul W, Irfan M (2001). Perlindungan terhadap korban kekerasan. Bandung: Refika
Aditama.
Budiyanto (1997). Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI,
pp:3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.
Departemen Hukum dan Ham (2004). Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Jakarta: Cemerlang.
Rika S (2006). Perempuan dan penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Soeparmono R (2002). Keterangan ahli dan visum et repertum dalam aspek hokum acara
pidana. Bandung: Mandar Maju, p: 98.
Ihromi TO (2000). Penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Bandung: Penerbit Alumni.
Hasil pembelajaran :
1.
2.
3.
4.

Mengetahui tugas dokter pada kasus KDRT


Mengetahui karakteristik luka tumpul
Membuat rencana pada penanganan kasus KDRT
Mengetahui dasar hukum dan kedudukan Visum et Repertum

SUBJEKTIF :

Pasien (Ny. E) datang untuk meminta visum et repertum setelah mengalami


kekerasan fisik oleh suami korban. Namun, Ny. E belum melaporkan kasus kekerasan
tersebut ke Polisi.
Ny. E mengeluhkan pusing setelah dipukul di kepala oleh suaminya 6 jam SMRS.
Pasien juga mengeluh perut terasa nyeri dan pinggang terasa sakit kalau berjalan setelah
ditendang di bagian perut oleh suaminya. Pasien mengaku tidak mengetahui sebab suami
pasien memukulinya. Kejadian tersebut terjadi ketika Ny. E sedang duduk dan suami
pasien tiba-tiba memukulinya. Pasien mengaku belum melakukan pengobatan apapun
sejak dipukuli 6 jam SMRS
. Menurut pasien, suaminya dalam kondisi sadar dan tidak mabuk.Menurut pasien,
kekerasan ini adalah yang kedua kali dialaminya. Dua bulan yll, pasien mengaku
ditendang di bagian paha.
Pasien menikah dengan suaminya sejak tahun 2000. Dari pernikahannya, pasien dan
suami sudah mempunyai dua orang anak. Pasien mengaku mempunyai penyakit maag
yang kambuh-kambuhan. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, sehari-hari beraktivitas
di rumah.
OBJEKTIF:

Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi baik,
composmentis. Frekuensi napas 20 x/menit, nadi normal yaitu 84x/menit, suhu tubuh
normal (36.8 C), dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan abdomen didapatkan
palpasi nyeri tekan (+) di regio epigastrium. Pemeriksaan status lokalis temporal sinistra
tampak 2 buah luka memar berukuran masing-masing 2 X 1 cm berada di lateral ocular
sinistra, dan 3x1 cm di lateral alis kiri, eritem (+), nyeri tekan (+). Sedangkan,
pemeriksaan status lokalis lumbal sinistra tampak memar berukuran 4 X 1 cm, eritem (+),
nyeri tekan (+), ROM full.
ASSESSMENT : Kontusio regio temporal et lumbal sinistra, dispepsi
PLAN:
Rawat Jalan
- Antasida syr 3 x CI a.c
- Meloxicam 2 x 7.5mg
- Neurodex 2 x 1tab
- Ranitidine 2 x 1tab
Edukasi mengenai visum et repertum.
Pada pasien, diberikan obat-obatan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan.

Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung, ranitidine diberikan untuk


mengurangi produksi asam lambung. Dengan diberikan kedua obat ini, diharapkan
keluhan gastrointestinal pasien bias berkurang.
Pasien juga diberikan meloxicam sebagai AINS untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pada tempat-tempat memar yang dipukuli oleh suami pasien. Neurodex
diberikan sebagai vitamin tambahan.
Kemudian, diberikan juga edukasi tentang visum et repertum. Bahwa pasien harus
melapor terlebih dahulu ke polisi untuk dapat membuat visum et repertum.
PEMBAHASAN:
Pada kasus ini, terdapat kasus medikolegal dimana pasien ingin membuat visum et
repertum untuk melaporkan suaminya ke polisi setelah suaminya memukuli dirinya.
Namun, pasien mengaku belum melapor ke polisi. Kemudian, pasien diedukasi bahwa
untuk membuat visum et repertum harus ada surat permintaan dari polisi. Untuk saat ini,
pasien hanya dapat diperiksa, dibuatkan catatan medis dan diberi pengobatan. Pasien
setuju dan mengatakan akan melapor polisi kemudian.
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan pro yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai
keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat
kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk
perempuan, visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang
masih perawan atau tidak.
A. PERAN DAN FUNGSI
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang
di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian, visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para
praktisi hokum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia.

Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang


pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan
atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/PolisiMiliter)

visum

et

repertum

berguna

untuk

mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu,
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu rumah sakit
tentang tatalaksana pengadaan visum et repertum.
B. JENIS
1. VeR hidup
a. VeR definitif
VeR yang dibuat seketika, di mana korban tidak memerlukan perawatan dan
pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi
luka yang ditulis pada bagian kesimpulanya itu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara
VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban.
Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Manfaat
dibuatnyaVeR sementara, yaitu
1) Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
2) Mengarahkan penyelidikan
3) Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap
terdakwa
4) Menentukan tuntutan jaksa
5) Medical record
c. VeR lanjutan
VeR yang dibuat di mana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah
rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka
dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian
kesimpulanVeR.
2. VeR jenazah
VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini
adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise
VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban,

misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian
pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakanVeR.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
A. DEFINISI KDRT
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang
No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
Butir 1). Pasal 2 menjabarkan selanjutnya:
1) Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi:
a. Suami, istri, dan anak
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sebenarnya merupakan
unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undangundang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:
Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak
diancam hukuman pidana
B.

BENTUK KDRT
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, tindak kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,

menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.


Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau
2.

bekas luka lainnya.


Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,
mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau menakut-nakuti sebagai sarana

3.

memaksakan kehendak.
Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina, dan merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan
atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya

hubungan

seksual

di

mana

pelaku

memanfaatkan

posisi

ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.


f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan
atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
4.

Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,


padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri. Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan
upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya
secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif, termasuk pelacuran.
b. Melarang korban bekerja, tetapi menelantarkannya
c. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan
atau memanipulasi harta benda korban.
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KDRT
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami
kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki

menurut

hukum,

mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak


dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan
sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan
oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum
yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
dalam konteks harmoni keluarga.
E.

PERLINDUNGAN BAGI KORBAN KDRT

Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas
dan fungsinya masing-masing:
1.

Perlindungan oleh kepolisian


Berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari, dan
dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta
surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Sejalan dengan itu,
kepolisian sesuai tugas dan kewenangannya dapat melakukan penyelidikan,
penangkapan dan penahanan dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai

2.

dengan perintah penahanan terhadap pelaku KDRT.


Perlindungan oleh advokat
Dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi, dan negosiasi di antara
pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi
korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang
pengadilan (litigasi), melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum,

3.

relawan pendamping, dan pekerja sosial(kerja sama dan kemitraan).


Perlindungan dengan penetapan pengadilan
Dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah
penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku
tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai
kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan
juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang

4.

mungkin timbul terhadap korban.


Pelayanan tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan sesuai profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil
pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik
kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan

5.

hukum sebagai alat bukti.


Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan
memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi mengenai hak-hak korban
untuk mendapatkan perlindungan, serta mengantarkan koordinasi dengan institusi

6.

dan lembaga terkait.


Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak korban
untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping, mendampingi
korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang dialaminya pada tingkat
penyidikan,

penuntutan

dan

pemeriksaan

pengadilan,

mendengarkan

memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

dan

7.

Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan


mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada
korban.

KASUS MEDIKOLEGAL
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Disusun oleh :
Nur Alfiani., dr.
Dokter Internsip RS PKU Muhammadiyah Gombong

Pendamping :
Dr. Fatah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
KEBUMEN JAWA TENGAH
2016
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari Sabtu, 19 Februari 2016 telah dipresentasikan kasus portofolio oleh :
Nama

: dr. Nur Alfiani

Judul/topik

: Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Nama Pendamping

: dr. Fatah

Nama wahana

: RS PKU Muhammadiyah Gombong

Daftar peserta yang hadir :


No.

Nama peserta presentasi

Keterangan

Tanda tangan

1.

dr. Nur Alfiani

Presentan

2.

dr. Nilam Hesti A

Dokter internship

3.

dr. Qonita Sakinnatul J

Dokter internship

4.

dr. Agus Solihin

Dokter internship

5.

dr. Alaix Muna

Dokter internship

6.

dr. Diana Atsarina

Dokter internship

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan sesungguhnya.

Dokter Pendamping

Presentan

dr. Fatah

dr. Nur Alfiani

You might also like