You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
Bronkopneumonia hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap
tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah
berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang
adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).
Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat
disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pada
bronkopneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah
penyebab dari bronkopneumonia (bakteri atau virus). Bronkopneumonia seringkali
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan bronkopneumonia bakterial dengan
bronkopneumonia

viral.

Namun

sebagai

pedoman

dapat

disebutkan

bahwa

bronkopneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, dan
leukositosis.
Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam bronkopneumonia
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,
streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun
bronkopneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar
pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.
Di negara berkembang, bronkopneumonia pada anak terutama disebabkan oleh
bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan bronkopneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Bronkopneumonia yang
disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan
1

antibiotik betalaktam. Di lain pihak, terdapat bronkopneumonia yang tidak responsif


dengan

antibiotik

betalaktam

dan

dikenal

sebagai

bronkopneumonia

atipik.

Bronkopneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan


Chlamydia pneumoniae.
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga
klasifikasi pneumonia.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired bronkopneumonia/nosocomial
pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:


1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella
pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza. Bronkopneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella,
dan chalamydia.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi:


1. Pneumonia lobaris, bronkopneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2

2. Bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada


berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
3. Pneumonia interstisial

Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus mengenai pneumonia lobularis atau
yang biasa dikenal dengan Bronkopneumonia.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama

: GP

Jenis kelamin : Laki-laki


Tanggal lahir : 20 September 2011 (7 bulan)
Lahir di rumah, Partus normal oleh bidan
penderita

Berat waktu lahir 2700 gram


Kebangsaan

: Indonesia

Suku

: Talaud

Agama

: Kristen Protestan

Nama ibu

: EP

Pendidikan terakhir

: SMP

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Perkawinan

:I

Nama ayah

: KP

Pendidikan terakhir

: SMP

Pekerjaan

: Penjual tahu

Perkawinan

:I

Alamat

: Kombos Lingk. V

No. Telp

: 081356506906

Pasien MRS tanggal 19 April 2012, jam 15.45 WITA, masuk ke ruangan perawatan
intensif (RPI).
Family Tree
3

Keluhan utama: sesak napas sejak 1 hari SMRS.


Sesak napas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak
disertai kebiruan. Sesak sampai mengganggu tidur, semalam penderita rewel. Batuk
(+), dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak. Pilek
beringus (+), dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam (+),
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sempat turun dengan
pemberian obat penurun panas, tapi kemudian naik lagi. Muntah (-). Buang air besar
dan buang air kecil normal.

ANAMNESIS ANTE NATAL


Pemeriksaan ante natal di dokter sebanyak 7 kali.
Imunisasi TT sebanyak 2 kali.
Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.

PENYAKIT YANG SUDAH PERNAH DIALAMI


Morbili

(-)

Varicella

(-)

Pertussis

(-)

Diarrhea

(-)

Cacing

(-)

Batuk/pilek

(+)
4

Lain-lain

(-)

KEPANDAIAN/KEMAJUAN BAYI
Pertama kali membalik

bulan

tengkurap

bulan

duduk

bulan

merangkak

bulan

berdiri

bulan

berjalan

bulan

tertawa

bulan

berceloteh

bulan

memanggil mama

bulan

memanggil papa

bulan

ANAMNESIS MAKANAN TERPERINCI SEJAK BAYI SAMPAI SEKARANG


ASI

0 5 bulan

PASI

6 bulan sekarang

Bubur susu

4 bulan sekarang

Bubur saring (-)


Nasi

(-)

IMUNISASI

DASAR

BCG
POLIO
DTP
CAMPAK
HEPATITIS

ULANGAN

II

III

+
+
+

+
+

+
+

+
5

II

III

RIWAYAT KELUARGA
Hanya penderita yang sakit seperti ini di dalam keluarga.

KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN


Penderita tinggal di dalam sebuah rumah beratap seng, dinding beton, lantai tehel,
yang mempunyai 5 kamar, dihuni oleh 11 orang, terdiri dari 7 orang dewasa dan 4
orang anak.
WC/kamar mandi di dalam rumah.
Sumber penerangan listrik PLN.
Sumber air minum PDAM.
Penanganan sampah, dibuang.

PEMERIKSAAN FISIK

Umur: 7 bulan

Berat Badan: 6,5 kg

Panjang Badan: 67 cm

Gizi baik

Suhu 39oC

Respirasi : 66x/menit

Sianosis (-)

Keadaan mental CM

Nadi: 136x/menit

Anemia (-)

Ikterus (-)

Tensi: -

Keadaan Umum: Tampak Sakit

Kejang (-)
Kulit
Warna : Sawo matang
-

Turgor : kulit kembali cepat

Efloresensi: (-)
Pigmentasi (-)
Jaringan parut (-)
Lapisan lemak cukup
Lain-lain (-)

Tonus : normal
Oedema: tidak ada

Kepala
Bentuk

: mesocephal

ubun-ubun besar : datar

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata
- exophthalmus/enophthalmus : -/- tekanan bola mata : normal pada perabaan
Conjungtiva

: anemis (-)

Sclera

: icteric (-)

Corneal refleks

: normal
7

Pupil

: bulat, isokor, RC +/+, 3mm/3mm

Lensa

: jernih

Fundus

: tidak dievaluasi

Visus

: tidak dievaluasi

Gerakan

: normal

Telinga: sekret -/Hidung

: sekret -/-, PCH (+)

Mulut
Bibir : sianosis (-)

Selaput mulut

: basah

Lidah : beslag (-)

Gusi

: perdarahan (-)

Gigi

Bau Pernapasan

: caries (-)

Tenggorokan : Tonsil

: T1-T1, hiperemis (-)

Pharynx
Leher

: Trachea
Kelenjar

: hiperemis (-)
: letak di tengah
: pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk : (-)


Dan lain-lain

: (-)

Thorax
Bentuk

: normal

Rachitis Rosary

: (-)

Ruang intercostal

: normal

Precordial bulging

: (-)

Xiphosternum

: (-)

Harrisons groove

: (-)

Pernapasan paradoxal : (-)


Retraksi

: (+) SC, IC, SS, xyphoid

Lain-lain

: (-)

Paru-paru
8

: normal

Inspeksi

: Simetris, retraksi (+) SC, IC, SS, xyphoid

Palpasi

: Stem fremitus paru kiri=kanan

Perkusi

: Sonor paru kiri=kanan

Auskultasi

: Sp. Bronkovesikuler kasar, Ronkhi +/+ basah halus, Wheezing -/-

Jantung
Detak jantung

: 136x/menit

Iktus cordis

: tidak tampak

Batas kiri

: linea midclavicularis sinistra

Batas kanan

: linea parasternalis dextra

Batas atas

: ICS II

Bunyi jantung apex

: M1 > M2

Bunyi jantung apex aorta

: A1 > A2

Bunyi jantung pulm

: P1 < P2

Bising

: (-)

Abdomen :
Bentuk

: datar, lemas, BU (+) N

Lain-lain

: (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Genitalia

: laki-laki, normal

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Anggota gerak

: akral hangat, CRT <2

Tulang-belulang

: deformitas (-)

Otot-otot

: eutoni

Refleks-refleks

: refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

RESUME
Laki-laki, 7 bulan, BB: 6,5 kg, TB: 67 cm. MRS pada tanggal 19 April 2012, Jam: 11.45
WITA dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS + batuk sejak 3 minggu SMRS +
demam sejak 2 hari SMRS. KU: tampak sakit, Kes: CM. N: 136x/menit, R: 66x/menit, Sb:
39oC. Pernapasan cuping hidung (+), retraksi (+) SC IC SS xyphoid, suara pernapasan
bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+ basah halus.
Diagnosis: Bronkopneumonia berat
Perawatan/Pengobatan/Makanan:
O2 2l/menit
IVFD Kaen 1B (HS) + 2oC -> 34 ml/jam
Inj. Ampisilin 4x175 mg
Inj. Kloramphenicol 4x175 mg
Inj. Dexametason 3x1 mg
Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT
Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT
Oral aff sementara
Anjuran : DL, DDR, diff count, ureum, creatinin, X foto AP
HASIL LAB 19/4/2012
Malaria: (-)
Hematokrit: 33,5
Hb: 10,2
Leukosit: 15.800
10

Trombosit: 499.000
Creatinin: 0,5

FOLLOW UP
20 April 2012
S: sesak , demam (-), batuk (+)
O: KU: tampak sakit, kes: CM
N: 112x/m
SSP

R: 56x/m

Sb: 36,8oC

: pupil bulat isokor 3mm/3mm


RC +/+, RF +/+, RP -/Spastik (-), klonus (-)

CV

: bising (-), sianosis (-)


Akral hangat, CRT <2

RT

: Thorax simetris, retraksi (+) SC IC, PCH (+)


Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT

: datar, lemas, BU (+) N


H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/Diagnosa: bronkopneumonia berat


Terapi:
-

O2 2l/menit
IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m (makro)
Inj. Ampisilin 4x175 mg IV (2)
Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV (2)
Inj. Dexametason 3x1 mg IV (2)
Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT
Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT
Susu 8x10cc

DL, diff count, blood smear, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT


Urinalisis, feses lengkap
Pindah RPI intermediate

Pro:

11

21 April 2012
S: sesak , demam (-), batuk (+)
O: KU: tampak sakit, kes: CM
N: 136x/m
SSP

R: 54x/m

Sb: 36,6oC

: pupil bulat isokor 3mm/3mm


RC +/+, RF +/+, RP -/Spastik (-), klonus (-)

CV

: bising (-), sianosis (-)


Akral hangat, CRT <2

RT

: Thorax simetris, retraksi (+) SC IC, PCH (-)


Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT

: datar, lemas, BU (+) N


H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/Diagnosa: bronkopneumonia


Terapi:
-

O2 2l/menit
IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m
Inj. Ampisilin 4x175 mg IV
Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV
Inj. Dexametason 3x1 mg IV
Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv
Paracetamol 3x100 mg pulv k/p
Susu 8x15-20cc

Pindah ruangan

Pro:

22 April 2012
S: sesak (-), demam (-), batuk (+)
O: KU: tampak sakit, kes: CM
N: 132x/m
SSP

R: 36x/m

Sb: 36,5oC

: pupil bulat isokor 3mm/3mm


12

RC +/+, RF +/+, RP -/Spastik (-), klonus (-)


CV

: bising (-), sianosis (-)


Akral hangat, CRT <2

RT

: Thorax simetris, retraksi (-), PCH (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT

: datar, lemas, BU (+) N


H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/Diagnosa: bronkopneumonia


Terapi:
-

IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m


Inj. Ampisilin 4x175 mg IV
Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV
Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT
Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT k/p
Susu 8x15-20cc

23 April 2012
S: sesak (-), demam (-), batuk (+)
O: KU: tampak sakit, kes: CM
N: 120x/m
SSP

R: 36x/m

Sb: 36,8oC

: pupil bulat isokor 3mm/3mm


RC +/+, RF +/+, RP -/Spastik (-), klonus (-)

CV

: bising (-), sianosis (-)


Akral hangat, CRT <2

RT

: Thorax simetris, retraksi (-), PCH (-)


Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT

: datar, lemas, BU (+) N


H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/Diagnosa: bronkopneumonia


13

Terapi:
-

IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m -> AFF


Inj. Ampisilin 4x175 mg IV -> STOP
Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV -> STOP
Amoxicillin syrup 3x cth
Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv
Paracetamol 3x100 mg pulv k/p
Susu on demand

Pro: rawat jalan.

BAB III
PEMBAHASAN
Bronkopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari pneumonia,
yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim
paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya.
14

Pada umumnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus


pneumoniae dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan
Staphylococcus aureus sebagai penyebab bronkopneumonia yang berat, serius dan sangat
progresif dengan mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronkopneumonia
tersering adalah Streptococcus grup B, batang gram negatif dan Chlamidia. Namun selain
bakteri, bronkopneumonia yang paling sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun,
biasanya juga disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza virus
influenza, dan enterovirus.
Agen-agen mikroba yang menyebabkan Bronkopneumonia memiliki 3 bentuk
transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan bronkopneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme
pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek
penelitian akhir-akhir ini.
Pada saluran nafas, organisme penyebab dapat mengakibatkan terjadinya reaksi
jaringan yang berupa edema, hal ini akan mempermudah terjadinya proliferasi dan
penyebaran organisme penyebab. Selanjutnya bagian paru yang terkena akan mengalami
konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan
edema, dan kuman di alveoli.
Selanjutnya proses peradangan yang terjadi pada paru paru mengikuti empat
stadium berikut ini:
a). Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
15

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast


juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b). Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c). Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
d). Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan
di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis bronkopneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala
16

klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan
prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor
patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang
menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
tatalaksana bronkopneumonia.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya terutama pemeriksaan darah,
pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura dan mikrobiologi jika
memungkinkan.
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi
subkosta untuk mengklasifikasikan bronkopneumonia di negara berkembang:
Bayi kurang dari 2 bulan

Bronkopneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

Bronkopneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,


demam atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.

Anak umur 2 bulan 5 tahun

Bronkopneumonia ringan: napas cepat

Bronkopneumonia berat: retraksi

Bronkopneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,


malnutrisi.

Untuk kriteria rawat inap adalah sebagai berikut:


Bayi

Saturasi oksigen 92%, sianosis

Frekuensi napas >60x/menit

Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

Tidak mau minum/menetek

Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak

Saturasi oksigen 92%, sianosis

Frekuensi napas >50x/menit

Distres pernapasan
17

Grunting

Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala klinis yang mengarah ke diagnosis


Bronkopneumonia berat. Pada anamnesis, ditemukan 3 keluhan yang merupakan trias dari
bronkopneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak. Temuan pada anamnesis ini juga
didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dimana pada vital sign ditemukan napas cepat,
adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada (SC, IC, SS), dan pada auskultasi
paru dapat didengar ronkhi basah halus.
Berdasarkan klasifikasi WHO yang sudah dijelaskan diatas, pasien ini termasuk
dalam klasifikasi bronkopneumonia berat, karena selain terdapat napas cepat, dapat
ditemukan adanya retraksi dinding dada.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tadi juga didukung dengan hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dimana ditemukan peningkatan leukosit yang juga
menunjang diagnosis bronkopneumonia.
Pada gambaran foto toraks, ditemukan adanya bercak-bercak infiltrat dengan batas
yang tidak tegas, yang juga merupakan gambaran yang menunjang diagnosis
bronkopneumonia.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan awal yaitu O2 2l/menit, IVFD Kaen 1B, Inj.
Ampisilin, Inj. Kloramphenicol, Inj. Dexametason, Ambroxol + trifed, dan Paracetamol.
Prognosis pasien ini baik karena pengobatan yang diberikan adekuat sehingga
terjadi perbaikan dan tidak terjadi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku ajar respirologi anak. ed 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
18

2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editors. Kapita selekta


kedokteran jilid 2. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
4. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:
http://www.ehow.com/about_5079434_symptoms-bronchial-pneumonia.html
5. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:
http://www.livestrong.com/article/16061-symptoms-bronchial-pneumonia/
6. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D, Setiowati I, Ahmad TH, et
al. Nasopharyngeal bacterial carriage and antimicrobial resistance in under five
children with community acquired pneumonia. Paediatr Indones 2001; 41:292-5.
7. Bronchial pneumonia. Diakses dari:
http://www.pneumoniasymptoms.org/bronchial-pneumonia/bronchialpneumonia.html
8. Bronchopneumonia. Diakses dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Bronchopneumonia
9. Bronchopneumonia. Diakses dari: www.bronchopneumonia.org
10. Abdoerachman MH. Open Comparison Study between Augmentin and Ampicillin
Chloramphenicol in the Treatment of Bronchopneumonia in Children. Paediatr
Indones 2001; 35: 222 226.

19

You might also like