You are on page 1of 19

Abortus

Maulana Malik Ibrahim


102011158
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Email: Ibrahim.maulanamalikibrahim@yahoo.co,id

Pendahuluan
Kata abortus (aborsi, abortion) bersalah dari bahasa latin aboriri-keguguran (to
miscarry). Menurut New Shorter Oxford Dictionary (2002), abortus adalah pesalinan kurang
bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk hidup, dan dalam hal ini kata bersinonim
dengan keguguran. Abortus juga berarti menginduksi penghentian kehamilan untuk
menghancurkan janin. Meskipun dalam konteks medis kedua kata tersebut dapat dipertukarkan,
pemakaian kata abortus oleh orang awam mengisyaratkan penghentian kehamilan secara
sengaja. Karena itu, banyak orang cenderung memakai kata keguguran untuk menunjukkan
kematian janin spontan sebelum janin dapat hidup (viable). Yang mungkin membigungkan,
pemakaian sonografi dan pengukuran kadar gonadotropin korion manusia (hCG) secara luas
memungkinkan kita mengidentifikasi kehamilan pada tahap yang sangat dini bersama dengan
istilah-istilah untuk menjelaskan hal-hal diatas. Beberapa contoh adalah early pregnancy loss
atau early pregnancy failure. Di sepanjang buku ini, kami menggunakan semua kata-kata ini
pada satu atau lain waktu. 1
Durasi kehamilan juga digunakan untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan abortus
untuk kepentingan statistic dan legal. Sebagai contoh, National Center for Health Statistic,
Centers for Disease Control and Prevention, dan World Health Organization mendefinisikan
abortus sebagai penghentian kehamilan sebelum gestasi 20 minggu atau dengan janin memiliki
berat lahir kurang dari 500 g. Meskipun demikian, definisi tetap bervariasi sesuai hukum yang
beralaku di masing-masing negara bagian. 1

Anamnesis
Autoanamnesis. Antara yang bisa ditanyakan kepada pasien ini adalah: 2
1) Ditanyakan tentang identitas pasien. Keluhan utama pasien. Apakah keluhan yang
membawa pasien datang ke klinik?
2) Menanyakan keluhan tambahan pasien.
3) Menanyakan tentang riwayat haid pasien. Kapan pertama kali menarche? Biasanya
siklus haid pasien berapa lama? Kapan haid terakhir?
4) Menanyakan tentang riwayat perkahwinan. Sudah berapa lama menikah? Bagaimana
hubungan dengan suami.
5) Menanyakan tentang riwayat kehamilan. Ditanyakan ini kehamilan ke berapa? Berapa
usia gestasi pasien? Kalau sebelumnya pernah hamil ditanyakan apakah sebelumnya
mempunyai komplikasi terkait kehamilan dan ditanyakan juga hasil akhir kehamilan.
6) Menanyakan apakah ada keluar cairan dari vagina? Kalau ada apakah lender atau
darah? Tanyakan konsistensinya, banyak atau tidak dan lain- lain yang berkaitan.
7) Apakah ada perdarahan? Darah yang keluar apakah sedikit atau banyak atau hanya
berupa bercak-bercak?
8) Apakah sering mengalami pingsan dan syok? Terutama setelah perdarahan atau rasa
nyeri yang mendadak?
9) Menanyakan apakah ada gatal pada vulva?
10) Menanyakan apakah ada keluhan didaerah abdomen? Sifatnya bagaimana?
11) Menanyakan mengenai BAK dan BAB.
12) Ditanyakan kepada pasien tentang riwayat kontrasepsi. Apakah pasien pernah atau
sedang kontrasepsi?
13) Apakah sebelum ini pernah menderita infeksi pada vagina atau panggul?
14) Ditanyakan apakah pasien pernah terlibat dalam prosedur pembedahan ginekologis
sebelumnya?
15) Ditanyakan riwayat keluarga. Apakah ada ahli keluarga yang menderita penyakitpenyakit serius seperti diabetes, hipertensi, stroke dan lain- lain.
16) Ditanyakan tentang pekerjaan pasien, tempat tinggal pasien dan dengan siapa dia
tinggal. Ditanyakan juga kebiasaan merokok, pemakaian obat terlarang, dan konsumsi
minuman yang beralkohol.

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital 2
2

Periksa nadi, suhu badan, tekanan darah, pernapasan, mata (anemia, ikterus,
eksoftalmus), kelenjar gondok (struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru
dan perut. Adanya edema, panikulus adiposus yang tebal, asites, gambaran vena yang
jelas/melebar dan varises-varises perlu mendapat perhatian yang seksama.
Pemeriksaan ginekologi:2
Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium
Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah terbuka, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi
tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan bimanual
Melakukan colok vagina dengan jari tangan, untuk memeriksa keadaan dinding
vagina, fornix, cervix uteri, uterus, parametrium, rongga panggul dan juga genital
luar.

Diagnosis Kerja
Abortus
Abortus sebagai penghentian kehamilan sebelum gestasi 20 minggu atau dengan janin
memiliki berat lahir kurang dari 500 g. Meskipun demikian, definisi tetap bervariasi sesuai
hukum yang beralaku di masing-masing negara bagian. 3
Abotrus Spontan
Lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan 12 minggu pertama. Paling tidak
separuhnya disebabkan oleh anomaly kromosom. Juga tampaknya terdapat rasio jenis kelamin
wanita-pria sebesar 1,5 pada abortus dini. Setelah trimester pertama, baik angka abortus maupun
insiden anomaly kromosom menurun. 1,3
Keguguran dini biasanya disertai oleh perdarahan kedalam desidua basalis dan disertai
nekrosis jaringan sekitra. Dalam kasus ini, ovum terlepas, dan hal ini merangsang kontraksi
3

uterus yang menyebabkan ekspulsai. Jika kantong gestasi dibuka, sering dijumpai cairan
mengelilingi janin kecil yang telah mengalami maserasi atau mungkin juga tidak dijumpai janin
apa yang disebut sebagai blighted ovum. 1,3

Epidemiologi
Prevelensi

avortus

spontan

bervariasi

sesuai

kriteria

yang

digunakan

untuk

mengidentifikasinnya. Sebagai contoh, Wilcox, dkk. (1998) memperlajari 221 wanita sehat
melalui 707 daur haid. Mereka mendapatkan bahwa 31% kehamilan gagal setelah implatasi.
Yang penting dengan menggunakan pemeriksaan yang sagat spesifik untuk mendeteksi
gonadotropon korian manusia (-hCG) dalam kadar sangat sedikit dalam serum, dua pertiga
dari kematian dini ini dianggap asimtomatik. 1
Sejumlah faktor memperngaruhi angka abortus spontan, tetapi belum diketahui saat ini
apakah abortus yang asimtomatik dipengaruhui oleh sebagian dari faktor ini. Sebagai contoh,
keguguran sintomatik meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi
berlipat dua dari 12% pada wanita berusia kurang 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang
berusia lebih dari 40 tahun. Untuk perbandingan yang sama pada usia ayah, frekuensi meningkat
dari 12 menjadi 10 %. Namun kembali lagi belum diketahui apakah keguguran yang tidak
disadari juga dipengaruhi oleh usia dan paritas. 1
Meskipun mekanisme-mekanisme yang berperan dalam abortus tidak selalu jelas, selama
3 bulan pertama kehamilan, ekspulsi spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah
atau janin. Karena itu, untuk menemukan penyebab abortus dini perlu dipastikan penyebab
kematian janin. Pada keguguran yang terjadi belakangan, janin biasanya belum meninggal
sebelum ekspusi, dan penjelasan lain perlu dicari. 1

Etiologi
Faktor Janin
Abortus spontan dini sering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot, mudigah,
janin, atau kadang placenta. Dari 1000 abortus spontan yang dianalisis oleh Hertig dan Sheldon
(1943), separuh memperlihatkan mudigah yang mengalami degenerasi atau tidak mengandung
4

mudigah-blighted ovum seperti yang dijelaskan sebelumnya. Pada 50-60% mudigah dan janin
dini yang mengalami abortus spontan, kalainan jumlah kromsom merupakan penyebab utama.
Kelaina kromosom menjadi lebih jarang dijumpai seiring dengan kemajuan kehamilan dan
ditemukan pada sekitar sepertiga kematian trimester kedua, tetapi hanya 5% dari lahir mati
trimester ketiga. 1,3
Abortus Aneuploidi
Kelainan kromosom ini disebabkan oleh kesalahan gematogenesis ibu, sementara yang
lain disebabkan oleh keslahan ayah.
Trisomi autosom adalah anomaly kromososm yang tersering ditemukan pada keguguran
trimester pertama. Meskipun sebagian besar trisom terjadi karena non-disjunction terisolasi.
Trisomi autosomal semua kromosom, kecuali kecuali kromosom nomor 1 pernah ditemukan
pada abotrus, dan trismoal kromosom 13, 16, 18, 21 dan 22 adalah yang tebanyak. 1,3
Monosomi X (45,X) adalah kelainan kromosom spesifik tunggal tersering. Kelainan ini
menyebabkan sindrom Turner, yang biasanya menyebabkan abortus dan sangat jarang
menghasilkan bayi permpuan lahir hidup. 1,3
Triploidi sering berkaitan dengan degenerasi placenta hidropol (molar).
Abortus Euploidi
Janin dengan kromosom normal cenderung mengalami abortus lebih belakang daripada
janin yang mengalami aneuploidi. Sebagai contoh, meskipun 75% abortus anuploidi terjadi
sebelum 8 minggu, abortus euploidi memuncak pada sekitar 13 minggu. Insiden abortus euploidi
meningkat drastic setelah usia ibu melewati 35 tahun. 1,3

Faktor Ibu
Penyeba abortus euploidi belum sepenuhnya dipahami, meskipun berbagai penyakit
medis, keadaan lingkungan, dan kelainan perkembangan diperkirakan berperan. Pengaruh usia
ibu sudah banyak dikenal telah dibahas di atas. 1,3
Infeksi
5

Infeksi jarang menjadi penyebab abortus dini. Sejumlah infeksi spesifik telah diteliti.
Sebagai contoh, meskipun Brucella abortus dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada
sapi keduanya tidak menyebabkan hal yang sama dengan manusia. Juga tidak tetdapat bukti
bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trchomatis merangsang abortus pada manusia.
Dalam sebuah penelitian studi prospektif, infeksi oleh virus herpes simpleks pada awal
kehamilan juga tidak meningkatkan insiden abortus. Bukti bahwa Toxoplasma gondii
menyebabkan abortus pada manusia masih belum pasti. 1,3
Kelaina Endokrin
Hipotiroidisme
Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan keguguran. Defisiensi hormone tiroid
sering terjadi pada wanita, biasanya disebabkan oleh penyakit autoimun, tetapi efek
hipotiroidisme pada abortus dini belum diteliti secara mendalam. Autoantibody tiroid saja pernah
dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insiden keguguran. 1,3
Diabete melitus
Angka arbutus spontan dan malformasi congenital mayor meningkat pada wanita dengan
diabetes bergantung-insulin. Resiko tampaknya berkaitan dengan derajat kontrol metabolic pada
awal kehamilan. Kurangnya kontrol glukosa menyebabkan meningkatnya mencolok angka
abortus. Diabetes overt adalah penyebab keguguran berulang. 1,3
Nutrisi
Defisiensi salah satu nutrient dalam makanan atau defisiensi moderat semua nutrient
tampaknya bukan penyebab penting abortus. Bahkan pada tingkat ekstrim, hiperemis gravidarum
disertai penurunan berat yang signifikan, jarang diikuti oleh keguguran. 1,3

Klasifikasi Abortus
Abortus Imines
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
6

kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam
pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan
prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan
cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10.
Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila
pengenceran 1/ 10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita
ini sangat tergantung pada Informed concent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki
kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui
keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri
janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih
dahulu untuk mendapatkan window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas. 4
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi
spasrnolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormone progesteron atau
derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik
kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.
Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.4

Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada
7

pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan,
gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal,
biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya
pelepasan plasenta dari dinding uterus. 4
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan
hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dari kuretase harus hati-hati, perlu
dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sarnbil
diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding
uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, clan antibiotika
prolaksis. 4
Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi rnasih tertinggal di dalam uterus di
mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri ekstemum. Pendarahan biasanya masih terjadi
jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus. Pasien
dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi
dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus
sudaj lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan. 4
Bila terjadi pendarahan yang hebat, dianjurkan segela melakukan pengeluaran sisa hasil
konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadi kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan pendarahan bisa berhenti. Selanjutnya
dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai keadaan
8

umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun
per oral dan antibiotika.4
Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu
sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. 4
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kernudian merasa
sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya
negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG
akan didapatkan uterus yang mengecii, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak
beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion
berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum
tindakan evakuasi dan kuretase. 4
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik
karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi pendarahan atau
tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu
diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh
atau mati. Pasien umur kehamilan kurang dari 12 rninggu tindakan evakuasi dapat dilakukan
secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila
umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus
yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin
atau mematangkan kanalis servikalis. 4
Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan
oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan
dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah
9

terjadinya resistensi cairan tubuh. Jika tldak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan
kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi
berhasil keluar dengan induksi ini dilanjukan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. 4
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau
sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak
disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil
konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat
dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed
abortion ini lebih besar rnengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus
biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah
segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan pemberianan antiotika. 4

10

Diagnosis Banding
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Kehamilan ektopik
terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.
Termasuk dalam kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.6 Kehamilan
intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan
dua jenis, yaitu combined ectopoc pregnancy di mana kehamilan intra-uterin terdapat pada waktu
yang sama dengan kehamilan ekstra-uterin dan compound ectopic pregnancy yang merupakan
kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan ekstra-uterin lebih dahulu dengan janin
sudah mati dan menjadi litopedion.4,5
11

Gambar 6. Tempat dan Frekuensi Terjadinya Kehamilan Ektopik


Keterangan:
(A) Ampulla, 80% (B) Ismika, 12% (C) Fimbrial, 5% (D) Interstitial, 2%
(E) Abdominal, 1.4% (F) Ovarium 0.2% (G) Serviks 0,2%
Etiologi
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah berikut:4,5
Faktor dalam lumen tuba
Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
Pada hipolpasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit
Faktor pada dinding tuba
Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba
Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu
Faktor di luar dinding tuba
Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
Faktor lain:
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri-atau
sebaliknya-dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang berlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur
Fertilisasi in vitro
Patofisiologi

12

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang
pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
direabsorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tua dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembak; endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat pula ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena
Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan
berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. 4,5
1. Faktor-faktor resiko:
Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
Pembedahan pada saluran telur / sterilisasi
Pemaparan oleh/ terkena pengaruh DES dalam kehidupan intrauterine
Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
Pernah terkena infeksi genitalia/pelvis
Infertilitas
Merokok
Pada usia dini (< 18tahun) terjadi hubungan seksual pertama
2. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik kehamilan ektopik yaitu: 6
Amenore
Gejala kehamilan muda
Nyeri perut bagian bawah. Pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba dan hebat,
menyebabkan penderita pingsan sampai syok. Pada abortus tuba nyeri mula-mula
pada satu sisi, menjalar ke tempat lain. Bila darah sampai ke diafragma bisa
menyebabkan nyeri bahu, dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri
defekasi
13

Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua


Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri
pada perabaan, dan kavum Douglasi menonjol karena ada bekuan darah
3. Penatalaksanaan
Pasien dirujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit dilakukan: 5,6
Laparotomi
Salpingoektomi/salpingostomi/reanastomosis tuba
Kemoterapi dengan metotreksat 1 mg/kg intravena dan faktor sitrovorum 0,1
mg/kg intramuskular berseling-seling selama 8 hari bila kehamilan di pars
ampularis tuba belum pecah, diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4
cm, perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml, dan tanda vital baik.
Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan
yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi
korialis mengalami hidropik.5,6
Belum diketahui pasti. Ada yang menyatakan akibat
infeksi, defisiensi makanan.5,6

Etiologi
Kejadian mola juga yang berkaitan dengan kromosom. Mola hidatidosa berkaitan
dengan kromosom. Mola hidatidosa komplet bersumber dari fertilisasi ovum tanpa nukleus atau
nukleusnya tidak aktif sehingga tumbuh-kembangnya berlangsung atas dominasi inti
spermatozoa. Oleh karena itu, gambaran kromosom pada mola hidatidosa komplet adalah 46XX.
Mola hidatidosa parsial terjadi karena ovum tanpa nukleus mengalami fertilisasi ganda sehingga
gambaran kromosomnya 46XY.6,7
Tidak berfungsinya atau hilangnya inti ovum dikaitkan dengan masalah sosial ekonomi
yang disertai rendahnya nilai nutrisi, kekurangan protein, dan defisiensi vitamin A. 6,7
Patofisiologi
Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya
tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir
kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di
14

bawah mikroskopik namapak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh
darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploidi dan hampir
pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria
dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada
kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat
mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan
ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang sendiri setelah mola
dilahirkan.6,7
Manifestasi klinik
Mola hidatidosa berkembang dari trofoblas ekstraembrionik. Mola hidatidosa terbagi
menjadi:7
mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin

Gambar 8. Mola Hidatidosa Komplet dan Inkomplet


Manifestasi klinik mola hidatidosa:6,7
Amenore dan tanda-tanda kehamilan
Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut
kadang keluar gelembung mola.
Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Tidak teraba bagian janin pada palpasi
dan tidak terdengarnya bunyi jantung janin sekalipun uterus sudah membesar setinggi
pusar atau lebih
Peningkatan kadar HCG
Gambaran USG berupa badai salju atau sarang lebah
Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi kehamilan 24 minggu

Patofisiologi
15

Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis di
jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini memicu kontraksi uterus
yang menyebabkan ekspulsi. Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil yang
mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan. Pada kehamilan awal sering tidak terlihat fetus
yang dinamakan blighted ovum. 7
Pada abortus tahap lebih lanjut, janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Tulangtulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit
melunak dan terkelupas in utero, janin mengering dan cairan amnion berkurang sehingga
menjadi gepeng membentuk fetus kompresus. 7

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus imminens terdiri atas:6,7
o Istirahat-baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik.
o Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap empat jam bila pasien panas.
o Tes kehamilan dapat dilakukan bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
o Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3x 30 mg. Berikan preparat
hematinik misalnya sulfat ferosus 600-1000 mg
o Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
o Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah
terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
Penatalaksanaan abortus insipiens:6,7
o Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
o Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
o Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dektrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
16

o Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual
o Untuk mengurangi nyeri karena his boleh diberikan sedative
Penatalaksanaan abortus inkompletus:67
o Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah
o Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular
o Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual
o Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
Penatalaksanaan abortus kompletus: 6,7
o Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3x1 tablet selama 3 sampai 5 hari
o Bila pasien emia, berikan hematinik seperti sulfat ferosus satau transfusi darah
o Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
o Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, mineral
Penatalaksanaan missed abortion: 6,7
o Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam
ovum lalu dengan kuret tajam
o Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum
atau ketika mengeluarkan konsepsi
o Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator
Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam
o Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbesterol 3x5 mg lalu infus
oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan
naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100
IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat
satu hari
o Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi
dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut

Cara kuretase
Pasien dalam posisi litotomi
Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg intravena
Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks
17

Kosongkan kandung kemih


Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum
menjepit dinding depan porsio pada jam 12. Angkat spekulum depan dan spekulum
belakang dipegang oleh seorang asisten.
Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar danarah uterus.
Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kurettumpul secara
sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakanseluruh kavum uteri dikerok.
Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi tanda vital 15-30 menit
pasca tindakan. 7

Komplikasi

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.


Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi dan tergantung dari luas dan bentuk

perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.


Infeksi
Shock pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik). 7

Pencegahan

Usia ibu hamil lebih baik tidak < 20 tahun dan tidak > 35 tahun.
Melakukan pemeriksaan dini sebelum hamil (TORCH).
Kenali tanda-tanda kehamilan lebih dini.
Kehamilan harus direncanakan (sudah siap secara fisik dan emosional).
Jarak antara kehamilan tidak terlalu dekat.
Selama hamil harus cukup gizi.
Menghindari trauma.
Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang sembarangan.
Jalani pemeriksaan kandungan secara rutin.
Kontrol penyakit kronis yang diderita seperti DM, hipertensi.
Skrinning gen untuk meminimalisir adanya abnormalitas kromosom seperti autosomal

trisomy, monosomy X, triploid, tetraploid.


Jangan merokok dan minum alkohol.
18

Jangan minum kopi (yang mengandung caffein).

Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis abortus yang dialami. Dampak negatif yang terparah
yaitu kematian perinatal.

Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus Ny.B dan suaminya adalah pasangan yang baru menikah 6 bulan
lalu. Suatu hari ketika suaminya sedang bekerja, perut Ny.B terasa mules dan keluar darah dari
kemaluannya. Sebenarnya ia sudah terlambat bulan tetapi belum memberitahu suaminya karena
akan member surprise pada suami tercinta. Haid terakhir tanggal 1 April 2015. HCG (+).
Pada pemeriksaan didapat T 110/70, N 72/m, P 22/m. Dari vagina tampak mengalir darah.
Tanggal pemeriksaan 25 Mei 2015. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu tersbut
mengalmi Abortus.

Daftar Pustaka
1. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams obstetrics. Ed. 23. Jakarta:
EGC;2013.h.226-35.
2. Erol R. Norwitz, John O. Schorge. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. At a Glance
Obstetrics dan Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas.
2007. P. 8-9
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi 2 Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.h.132-69.
4. Hadijanto B. Pendarahan pada kehamilan;abortus. Dalam: Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012.h.460-72.
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007.h.302-49.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI. Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2007.h.260-70.
7. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Obstetri patologi. Bandung: Elstar Offset; 2002.h.7-45.

19

You might also like