You are on page 1of 4

Penanganan Awal Trauma Abdomen

Primary Survey
A. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita trauma abdomen.
Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt, chin lift atau jaw thrust,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag reflex)
dapat dipakai oropharyngeal tube. Bila ada keraguan mengenai kemampuan
menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif. Jika ada disertai
dengan cedera kepala, leher atau dada maka tulang leher (cervical spine) harus
dilindungi dengan imobilisasi in-line.1,2
B. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu
karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran,
dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita trauma diberikan
oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan dengan face mask.
Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.1,2
C. Circulation
Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera setelah
tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas
atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada
di kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima
produk darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien dengan
perdarahan yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan untuk
mencegah hipotermia, termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan
prewarmed.1,2
D. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.1,2
E. Exposure

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting


untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi
head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen
penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala,
bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting
penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan.1,2
Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei
sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi PRIMARY
SURVEY. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan
dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian
utama: 3
1. Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata
Telinga bagian luar dan membrana timpani
Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
Luka tembus leher
Emfisema subkutan
Deviasi trachea
Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga
Suara napas dan jantung
Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada
trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher)
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes
gerakan
apapun karena memperberat perdarahan)
Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma

Cari luka, memar dan cedera lain


7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.
Penatalaksanaan di Ruang Emergensi 1,2
1. Mulai prosedur resusitasi ABC (memperbaiki jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi).
2. Pertahankan pasien pada brankard; gerakan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif
3. Pastikan kepatenan dan kestabilan pernapasan
4. Gunting pakaian penderita dari luka.
5. Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
6. Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
7. Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan lakukan bendungan
pada luka dada.
8. Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan secara cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
9. Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi transfusi; ini sering
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
10. Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium,
dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
11. Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
jumlah urine perjam.
12. Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan dibasahi
dengan salin untuk mencegah kekeringan visera
13. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang lanjut.
14.

Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan


muntah.

15. Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian

mengenai perdarahan intraperitonium.

16. Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
17. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.

18. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen
dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik
(infeksi nosokomial).
19. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
Indikasi Laparatomi3,4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Intervensi bedah segera bagi organ yang terkena.


Hemodinamik yang tidak stabil.
Adanya tanda peritoneal(peritonitis) pada pemeriksaan fisik.
Hipotensi pada luka tusuk tembus abdomen.
Luka tembak menyeberang rongga peritoneum.
Eviscerasi omentum atau usus.
Pendarahan dari gaster, rectum atau traktus urogenitalis pada luka tusuk.

1. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter


Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
2. Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment & Management.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment
[Accessed 26 June 2013]
3. Wilkinson, D.A, 2000.

Primary

Trauma

Care.

Available

from

http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_ENG.pdf
[Accessed 26 June 2013]
4. Isenhour J.L., Marx J., 2007. Advances in abdominal trauma. Emerg Med Clin
N Am 25 (2007), pg 713733. Available from: http:// emed.theclinics.com.
[ Accessed on: 26 Jun 2013]

You might also like