You are on page 1of 20

LAPORAN KEGIATAN

F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat


DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh:
dr. Sofi Ariani
Puskesmas Salaman 1
Periode Juni 2016- September 2016
Internsip Dokter Indonesia Kabupaten Magelang
Periode November 2015-November 2016

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

Laporan F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Topik:
Diabetes Mellitus

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia
di Puskesmas Salaman I

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

Agustus 2016

Mengetahui,
Dokter Internship,

dr. Sofi Ariani

Dokter Pendamping

dr Riyono
NIP. 19711013 201001 001

A. Latar Belakang
Gout adalah penyakit heterogen yang disebabkan oleh penumpukan
monosodium urat atau kristal urat akibat adanya supersaturasi asam urat.

Penyebab penyakit ini bisa karena pembentukan asam urat yang berlebihan,
kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal ataupun karena perombakan
dalam usus yang berkurang. Ditandai dengan hiperurisemia, gout arthritis,
batu asam urat, nefropati asam urat dan tofus1.
Prevalensi gout pada populasi diperkirakan

1,6-13,6/100.000.

Prevalensi ini meningkat dengan meningkatnya umur. Gout arthritis banyak


dijumpai pada laki-laki usia 30-40 tahun sedangkan pada wanita usia 55-70
tahun, insidens wanita lebih jarang kecuali setelah menopause diduga adanya
peranan estrogen yang bersifat urikosurik1.
Gout arthritis sangat terkait dengan hiperurisemia tetapi tidak semua
penderita hiperurisemia menderita gout arthritis. Hiperurisemia terjadi bila
kadar asam urat melebihi daya larutnya di dalam plasma, batas kelarutannya
6,7 mg/dl pada suhu 37oC. Hiperurisemia didefinisikan bila kadar asam urat
>7,0 mg/dl pada pria dan >6 mg/dl pada perempuan. Hiperurisemia
menimbulkan keluhan kesehatan yang beragam, tetapi terdapat pula
hiperurisemia yang tidak menimbulkan keluhan. Hal ini terjadi karena
terdapat stadium hiperurisemia dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi
keadaan tersebut. Keluhan kesehatan itu sendiri merupakan suatu gejala dari
beberapa penyakit, diantaranya gout arthritis akut, pembentukan tofus,
pembentukan batu asam urat pada saluran kencing, dan gagal ginjal (gout
nefropati)2.Gejala dari gout berupa serangan nyeri sendi yang bersifat akut,
biasanya menyerang satu sendi disertai demam, kemudian keluhan membaik
dan disusul masa tanpa keluhan yang mungkin berlanjut dengan nyeri sendi
kronis. Hampir 85-90% penderita yang mengalami serangan pertama
biasanya mengenai satu persendian dan umumnya pada sendi antara ruas
tulang telapak kaki dengan jari kaki3. Dampak selanjutnya jika penyakit ini
tidak diatasi secara tepat dikhawatirkan dapat menurunkan produktifitas kerja.

B. Permasalahan
Pada prinsipnya, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.Untuk
menjaga agar kadar asam urat darah tetap dalam batas normal,disarankan

konsumsi makanan dan minuman yang tidak banyakmengandung purin.


Tetapi jika sudah terlanjur mengalami penyakit ini,langkah terpenting adalah
semaksimal mungkin mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang
kaya akan zat purin karena minum obat saja tanpa disertai kepatuhan diet
tidak akan membuahkan hasil pengobatan yang baik karena produksi asam
urat tetap tinggi4.
Berkaitan dengan hal di atas, pengetahuan tentang asam urat sangat
diperlukan bagi masyarakat. Hal ini yang mendasari dilakukannya penelitian
tentang asam urat di kelurahan Kutowinangun.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan
(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan
kemampuan kepada individu (sasaran) melalui penyuluhan yang dibarengi
dengan kegiatan Prolanis di Puskesmas Salaman I. Pesan-pesan pokok
materi penyuluhangout arthritis atau penyakit asam urat antara lain :
definisi dari gout arthritis, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan,
penatalaksanaan dan komplikasi dari gout arthritis
2. Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan penyakit asam urat
ini adalah sasaran primer orang dengan lanjut usia yang sangat berisiko
terhadap penyakit asam urat.
3. Menetapkan Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penyakit
asam urat dan pencegahannya
b. Tujuan Khusus

Memberi tambahan informasi kepada masyarakat tentang definisi


asam urat dan proses terjadinya penyakit tersebut.
3

Memberi informasi kepada masyarakat tentang gejala penyakit


asam urat dan penanganannya.

Memberi informasi kepada masyarakat tentang sumber makanan


yang mengandung tinggi purin

4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada
kelompok Prolanis dilanutkan dengan tanya jawab.
5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip dan
petugas puskesmas Salaman I
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan
: Penyuluhan tentang gout arthritis
Tujuan
: Meningkatkan pengetahuan anggota Prolanis tentang
Peserta
Waktu

diabetes mellitus.
: Anggota posyandu lansia berjumlah 20 orang
: 26 Mei 2016, pukul 07.30- 09.00 WIB

Metode

: Penyampaian materi diabetes mellitus dilanjutkan


dengan tanya jawab.

Penanggung Jawab: Dokter internsip dan petugas Puskesmas Salaman I


E. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan bersamaan dengan agenda
kegiatan prolanis rutin. Selain dilakukan kontrol tekanan darah dan gula darah
dilakukan pula edukasi oleh tenaga medis. Dalam kesempatan kali ini kami
menyampaikan tentang diabtes mellitus. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk
memberikan tambahan informasi kepada anggota posyandu lansia tentang
karakteristik penyakit diabetes mellitus, gejala tanda, pengobatan dan
pencegahan munculnya komplikasi.
Sesi diskusi berjalan dengan lancer dan aktif, peserta tampak
menyimak dengan seksama dan mengajukan pertanyaan ketika kurang
mengerti dan atau membutuhkan penjelasan lebih rinci

Target pemberian pengetahuan kepada masyarakat sudah tercapai dan


semoga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai hasil evaluasi
dari penyuluhan ini perlu dilakukan pemantauan kadar gula darah, follow up
aktivitas olahraga dan pola maka tiap individu.
F. Tinjauan Pustaka Diabetes Mellitus
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu1 :
1

Diabetes Melitus Tipe 1


DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

Diabetes Melitus Tipe 2


DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain


a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
4 Patogenesis
1
Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.5
2
Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah

makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5

2.5

Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan

mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,


Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,
rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :

Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO 94

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari


(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa.
8

Berpuasa paling sediikt 8 jam

(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB

(anak-anak) ,

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam


setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau
GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

Komplikasi

Penyulit akut

Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh
menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin

mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas
akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam
kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang
kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel
yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda
keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya
KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO 3
rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala
berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda
khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2

Koma Hiperosmolar Non Ketotik


Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari
600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350
mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes
tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh
kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah
nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah
keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia

Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium
parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak

10

ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium


simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan
gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala
neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa
kejang.
b Penyulit menahun
1

Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

Retinopati Diabetik
retinopati

diabetik

nonproliferatif,

karena

hiperpermeabilitas

dan

inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol


seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan
retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina
menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada
retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran proteinprotein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini
berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi
saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat
penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes
memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap

11

tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat
progresivitas kerusakan retina.

Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut
menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada
tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced
glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan
kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai
vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi
terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang
menjadi chronic kidney disease.9

Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,

berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM
ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6
2

Makroangiopati

12

Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak


Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata
keluarga PJK atau DM

Pembuluh darah tepi


Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering
anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.

Penatalaksanaan
Tujuan

pengobaan

mencegah

komplikasi

akut

dan

kronik,

meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan


penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar
penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :
1

Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga
dan masyarakat.

Terapi gizi medis


Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

13

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :


1

Kadar glukosa darah yang mendekati normal

Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

Kadar HbA1c < 7%

Tekanan darah <130/80

Profil lipid :

Kolesterol LDL <100 mg/dl

Kolesterol HDL >40 mg/dl

Trigliserida <150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9


Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola
makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status
kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi
seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua,
dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang
tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak
kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan

kebiasaan dan

tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan


yang ada.
3

Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi
resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati

14

dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular
menjadi lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang
memperburuk kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot
akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.
Lemak
juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang
terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis.
Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja,
sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga
yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous,
Rhythmical,

Interval,

berkesinambungan

Progressive,

Endurance.

Continous

maksudnya

dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical

artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur.
Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive
dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang
hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.
4

Intervensi Farmakologis

15

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai


degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
8

Pencegahan

Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terdiagnosis tetapi
berpotensi untuk menderita DM dan kelompok intoleransi glukosa.dapat
dilakukan penyulahan dengan materi penyuluhan meliputi program
penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan
kebiasaan merokok.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.
Kegiatan prolanis dapat djadikan sebagai salah satu media dalam usaha
pencegahan skunder, dalam kegiatan ini penderita diedukasi untuk rutin
kontrol gula darah, olahraga dan diet. Selain itu pasien juga diberikan
terapi farmakologis.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih

menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

16

kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati.
Dibutuhkan kolaborasi yang baik antara penderita, tenaga medis dan
lingkungan penderita seingga harapan keberhasilan terapi lebih tinggi.

17

DAFTAR PUSTAKA
1

S Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku


ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid

III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.


Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar
Memicu Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011]

http: //pdpersi.co.id
Waspadji S. Komplikasi

kronik

diabetes

mekanisme

terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku


ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid
III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4 Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
5

di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011


Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2006

Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis,


dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.
1873

Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.


Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine
Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia.
Jakarta;2005; hal.1259

18

19

You might also like