You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu


kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini kompetensi komunikasi
dapat

dikatakan

terabaikan,

baik

dalam

pendidikan

maupun

dalam

praktik

kedokteran/kedokteran gigi.
Di Indonesia,kebanyakan para dokter merasa tidak punya cukup waktu dalam
melayani

pasiennya,sehingga

komukasi

dokter

dan

pasien

terjadi

secara

singkat.akibatnya,bisa jadi dokter tidak bisa mendapatkan keterangan dengan lengkap dan ini
menjadi peluang besar terhadap ketidak tepatan dalam dignosa penyakit yang diderita pasien
dan menentukan tindakan lebih lanjut.dalam sisi pasien,pada umumnya pasien merasa
kedudukannya berada dibawa dokter,sehingga pasien takut untuk bertanya dan menceritakan
tentang keluhan yang dideritanya.
Tidak mudah,bagi paradokter untuk mengumpulkan keterangan dari pasien,untuk
menegakkan diagnosa dan merencankan tindakan penanganannya.dibutuhkan pembangunan
kepercayaan diantara dokter dan paien dengan keterbukaan,kejujuran dan suatu harapan akan
tujuan dari proses pengobatan,sehingga pasien tidak lagi merasa berada dibawah dokter dan
pasien. Dengan demikian pasien dapat menjelakan keterangan tentang keluhannya dan
riwayat penyakitnya.
Kepercayaan,kejujuran dan keterbukaan antara pasien dan dokter tidak begitu saja
terbentuk.perlu adanya komunikasi efektif diantara keduanya.dokter bisa menjadi central
komunikasi dengan terus bertanya kepada pasien agar dapat mecari keterangan keluhan dari
pasien,tidak hanya dokter yang dapat menjadi central,pasienpun juga bisa menjadi central
komunikasi dengan bercerita terlebih dahulu tentang penyakitnya dan dokter dapat
mendengarkan dengan baik keterangan pasien
Kelalaian dokter dalam mendianosa dan menentukan perencanaan tindakan penangan
bagi pasien pada umumnya disebabkan tidak terjadinya komunikasi yang baik antara dokter
dan pasien,dengan demikian komunikasi efektif dapat menekan besarnya angka kelalaian

dokter.

1.2 Tujuan penulisan


Makalah ini disusun untuk menambah wawasan mahasiswa kedokteran akan
pentingnya komunikasi efeftif antara dokter dan pasien,agar daat menjadi tindakan preventif
yang nantinya akan berguna disaat menjalani keprofesian dokter di masyarakat.

1.3 Manfaat penulisan


Manfaat dari penyusunan makalah ini agar dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa
kedokteran untuk mengetahui lebih jauh dan lebih dalam tentang pentinya komukasi efektif
antara dokter dan pasien.

BAB II
KAJIAN TEORI
Hippocrates
The best physician is the one who has providence to tell to the patients according to his
knowledge the present situation, what has happened before and what is going to happen in the
future
Dasar-dasar Komunikasi
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam
kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara
tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan
emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan
dan penerima pesan. Secara umum, definisi komunikasi adalah Sebuah proses penyampaian
pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiranpikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn,1994; Koontz &
Weihrich, 1988)
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien di tempat praktik
diartikan tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien pada
setiap langkah penyelesaian masalah pasien.Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukan
berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan/verbal, nonverbal), menjadi pendengar yang baik (active listener), adanya penghambat proses
komunikasi (noise), pemilihan alat penyampai pikiran atau informasi yang tepat (channel),
dan mengenal mengekspresikan perasaan dan emosi.
Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar model proses komunikasi yang berfokus pada
pengirim pikiran-pikiran atau informasi (sender/source), saluran yang dipakai (channel) untuk
menyampaikan pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran atau informasi
(receiver). Model tersebut juga akan mengilustrasikan adanya penghambat pikiran-pikiran
atau informasi sampai ke penerima (noise), dan umpan balik (feedback) yang memfasilitasi
kelancaran komunikasi itu sendiri.

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak,
pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi dengan
pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila
dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak halhal negatif dapat dihindari. Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan
keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat
berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman
ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena
yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa
dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama.
Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil
mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis,
adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan
sehingga dokter dapat melakukan
manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk
melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi
efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas.
Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna
memudahkan
berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal
penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap
dalam hubungan dokter-pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan
proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan
pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:
- Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Komunikasi dan perannya bagi dokter- pasien


Komunikasi menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia,karena dengan
komunikasi kita bisa menyampaikan apa yang kita inginkan dapat ditansfer secara baik oleh
orang lain dan kita dapatkan.komunikasi yang interaktif antara komunikator dan komunikan
akan memberi dampak yang baik diakibatkan saling memahaminya kebutuhan antara
keduanya.
Begitu pula dalam dunia kedokteran,komunikasi yang baik antara dokter dan pasien
akan memberikan pemahaman tentang keterangan keterangan yang diberikan pasien dan
dokter dapat memberikan diagnosa dan penanganan dengan tepat.
Dari sudut pandang pasien,pada umumnya pasien merasa berada dibawah dokter(superiorinferior),sehingga pasien takut untuk bertanya

dan meceritakan tentang keluhan yang

dihadapinya,akibatnya bisa saja terjadi kesalahan diagnosa dan tindakan preventif dalam
penanganannya.
Dari segi dokter,kebanyakan dokter merasa tidak memiliki cukup waktu untuk melayani
pasien,sehingga dalam pelayanannya,seorang dokter hany mendiagnosa dengan keterangan
secukupnya,hal ini juga akan mebuka peluang besar dalam ketidak tepatan dalam
mendiagnosa dan merencanakan tindakan penanganan.
Para dokter juga seharusnya dibekali ilmu komunakasi

terlebih dahulu sebelum

mengahadapi pasien ,karena tidak mudah bagi seorang dokter untuk menggali keterangan dari
pasien,dibutuhkan kepercayaan dan keterbukaan diantara keduanya untuk menciptkan
komunikasi efektif.
*MEDAN, KOMPAS.com *- Para dokter di Medan akan dibekali ilmu komunikasi untuk
menjawab keluhan masyarakat yang menyebutkan tenaga kesehatan itu
dianggap kurang komunikatif dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
"Para dokter akan diberi pelajaran ilmu komunikasi sehingga bisa berkomunikasi dengan baik
saat melayani pasien," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan, dr M Nur
Rasyid Lubis di Medan.
Dalam dialog interaktif yang disiarkan salah satu radio swasta di Medan, ia mengakui
adanya keluhan masyarakat tentang kurang komunikatifnya para

dokter.
Diakuinya, tidak semua dokter yang bertugas baik di rumah sakit maupun tempat praktek
memiliki kemampuan komunikasi yang baik kepada pasien.
"Kemampuan dokter memberi penjelasan kepada pasien berbeda-beda,"
katanya.Salah seorang warga Medan, Nurhasanah mengaku, merasa dirugikan
karena dokter sering hanya memberikan resep tanpa penjelasan lebih lanjut.
"Dokter sering cuma kasih resep, tapi apa penyakit yang diderita pasien
tidak dijelaskan secara detil," kata warga Desa Kelambir Lima, Kecamatan Medan Helvetia
itu.
Menurut Nur Rasyid, sudah menjadi hak pasien untuk mendapatkan pelayanan
dan informasi yang cukup tentang apa yang dideritanya.Namun tidak semua hasil diagnosa
pasien bisa disampaikan secara terbuka karena jika kurang tepat caranya, justru bisa
berdampak kurang baik terhadap kesehatan yang bersangkutan.
"Hasil diagnosa ada yang tidak bisa disampaikan secara gamblang untuk menghindari trauma
pada pasien," katanya.
Dia menampik bahwa kurangnya komunikasi dokter kepada pasien sengaja dilakukan agar
pasien tidak punya pilihan obat selain resep yang diberikan.
Jika ada tindakan atau pelayanan dokter yang kurang, di setiap rumah sakit biasanya tersedia
pusat pengaduan pasien. Kalau di rumah sakit tak tersedia itu, maka bisa dianggap melanggar
kode etik rumah sakit.
Soal diganosa penyakit oleh tim sebagaimana pelayanan di luar negeri untuk menghindari
kesalahan, Nur Rasyid mendukung ke arah itu. Persoalnya masyarakat kerap memilih
dilayani oleh dokter tertentu dengan alasan sudah saling mengenal.
Kompas.Rabu,10 juni 2009
3.2 Masalah dalam komunikasi dengan pasien
Komunikasi seakan telah menjadi bagian dari sistem pengobatan,bagaimana
tidak,dengan komunikasi dokter memahami keadaan pasien.Dokter seharusnya tidak hanya
memahami tentang penyakit apa yang di idap oleh pasien tetapi dokter juga harus mengetahui
bagaimana keadaan psycis dari sang pasien.sehingga di dalam berkomunikasi di harapkan
dokter tidak hanya menjelaskan apa penyakit pasien dan bagaimana pengobatannya,tetapi

dokter juga memberikan motivasi kepada pasien sebagai salah satu media pemercepat
kesembuhan seoang pasien.dengan demikian psycis dari seorang pasien tidak lagi takut
dengan penyakit yang diderita tetapi pasien tahu apa yang harus di perbuat demi
kesembuhannya.
Namun pada kenyataannya,komunikaso dokter dan pasien tidak semulus dengan apa yang
dibayangkannya,namun kadang kali kerap terjadi beberapa kendala dalam berkomunikasi.
Beberapa masalah dalam komunikasi antara tenaga kesehatan dengan ibu yang dapat diamati:
Adanya gap antar mereka baik dalam status sosial maupun bahasa.
Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh tenaga kesehatan.
Tidak mampu memperoleh keterangan yang diperlukan.
Keterangan yang didapat tidak diartikan secara benar atau sama sekali tidak dimengerti
pasien tidak memahami petunjuk yang diberikan oleh dokter/tenaga kesehatan.
pasien tidak sepakat dengan pengobatan yang diberikan.
pasien tidak sanggup melaksanakan petunjuk-petunjuk.
Petunjuk yang diberikan pada pasien tidak lengkap.
pasien lupa tentang hal-hal yang harus dikerjakan.

3.3 Keterampilan Dalam Berkomunikasi


Komunikasi bukanlah hal yang mudah bagi seoarang dokter dalam menghadapi
pasiennya,seorang dokter perlu latihan dan pembekalan teori komunikasi terlebih dahulu
dalam menghadapi pasiennya.seringkali dokter terkesan tertutup dan hanya berbicara
seadanya.keadaan seperti ini tentunya membuat pasien tidak nyaman dalam pelayanan yang
diterima.
Kelemahan seorang dokter dalam berkomunikasi secara efektif seharusnya diatasi
sejak dini.Universitas Muhammadiyah Malang khususnya fakultas kedokteran misalnya,telah
memberikan pembelajaran teori maupun praktek untuk mengasah skill komunikasi para
mahasiswanya dalam berkomunikasi dengan pasien (Anamnesis).Sehinnga saat mahasiswa
kedokteran telah menyelesakan masa studynya dan telah menjalankan keprofesiannya sebagai
seorang dokter tidak lagi kesulitan dalam berkomunikasi terhadap pasien

Beberapa petunjuk berkomunikasi yang diperlukan:


1. Cara mengajukan pertanyaan pemeriksaan
a. cara melakukan penilaian penderita dengan baik
b. cara meyakinkan bahwa pasien mengerti apa yang harus dilakukan di rumah,
c. cara memuji sehingga pasien merasa yakin dengan apa yang dilakukan dokter dalam
penanganannya
2. Cara menggunakan contoh-contoh/alat peraga, agar petunjuk-petunjuk yang diberikan kepada
pasien menjadi lebih menarik dan mengesankan, sehingga akan lebih mudah diterapkan
3. Cara menggunakan pamflet/poster
4. Cara memuji dan memberikan dukungan terhadap hal-hal yang benar yang sudah diketahui
pasien.

Keterampilan seorang dokter dalam berkomunikasi dengan pasien juga bisa didukung
dengan media penunjang.media cetak.hanphone dan internet dapat membantu para dokter
dalam

menjalankan

keprofesiannya.Sehingga

dokter

tidak

lagi

kerepotan

dalam

berkomunikasi dan akan membuat komunikasi antara dokter dan pasien menjadi lebih baik.
Beberapa contoh komunikasi yang baik dan komunikasi tidak baik:
Contoh Hasil Komunikasi Efektif:
Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai tujuannya berobat.Berdasarkan
pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun mengerti anjuran dokter, misalnya
perlu mengatur diet, minum atau menggunakan obat secara teratur, melakukan pemeriksaan
(laboratorium,foto/rontgen, scan) dan memeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikan
kegiatan (menghindari kerja berat, istirahat cukup, dan sebagainya).Pasien memahami
dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang dideritanya (membatasi diri, biaya
pengobatan), sesuai penjelasan dokter.Pasien merasa dokter mendengarkan keluhannya dan
mau memahami keterbatasan kemampuannya lalu bersama mencari alternatif sesuai kondisi
dan situasinya, dengan segala konsekuensinya.Pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam
menjalankan semua upaya pengobatan/perawatan kesehatannya.

Contoh Hasil Komunikasi Tidak Efektif:


Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak menjelaskan,hanya mengambil
anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan mencatat seperlunya, melakukan pemeriksaan,
menulis resep, memesankan untuk kembali, atau memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen,
dan sebagainya.Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal
ia yang merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia mengerti dan
karenanya ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia karena sepulang dari dokter ia tetap
tidak tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja.
Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek,bukan sebagai subjek
yang memiliki tubuh yang sedang sakit.Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjuran dokter
atau tidak.Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.Pasien memutuskan untuk pergi ke
pengobatan alternatif atau komplementer atau menyembuhkan sendiri (self therapy).

You might also like