Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2.
3.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan responsi ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
1.4 Manfaat
Penulisan responsi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
dokter muda mengenai penegakan diagnosis dan penatalaksaan kaki diabetes
sehingga memahami kasus yang diangkat pada responsi ini. Diharapkan kelak
pemahaman mengenai kasus-kasus tersebut dapat meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dokter muda dalam menanganinya saat sudah terjun di
masyarakat sehingga status kesehatan masyarakat dapat menjadi lebih baik.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Diabetes Mellitus (DM)
Berdasarkan American Diabetes Association tahun 2010, Diabetel Mellitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
Berdasarkan etiologinya, Diabetes Mellitus dibagi menjadi 3, yaitu DM tipe
1, DM tipe 2, dan DM tipe lain.
osmolar,
hipoglikemia,
makroangiopati,
mikroangiopati,
dan
saraf, kelainan pembuluh darah, dan kemudian adanya infeksi karena daya
tahan tubuh menurun (Chadwick, 2013).
Dari ketiga hal tersebut, yang paling menentukan dalam proses terjadinya
kaki diabetes adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan pada pembuluh
darah lebih berperan nyata pada proses penyembuhan luka. Keadaan kelainan
saraf dapat mengenai saraf sensorik, motorik, atau saraf otonom. Bila mengenai
saraf sensoris, akan terjadi hilang rasa yang menyebabkan penderita tidak dapat
merasakan
rangsangan
nyeri
sehingga
menyebabkan
hilangnya
daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsang dari luar. Akibatnya, kaki lebih
rentan terhadap luka meskipun dengan benturan kecil sekalipun. Bila sudah
terjadi luka, akan memudahkan kuman masuk sehingga terjadilah infeksi yang
didukung juga oleh kondisi tubuh yang immunokompromais pada penderita
diabetes mellitus. Jika infeksi ini tidak segera diatasi, hal itu akan berlanjut pada
proses pembusukan (gangren) yang bahkan dapat diamputasi (Chadwick, 2013).
Gangguan pada serabut saraf motorik (serabut saraf yang menuju otot)
dapat mengakibatkan pengecilan (atrofi) otot interosseus pada kaki. Akibat lanjut
dari keadaan ini terjadi ketidakseimbangan otot kaki, terjadi perubahan bentuk
(deformitas) pada kaki seperti jari menekuk (cock up toes), bergesernya sendi
(luksasi) pada sendi kaki depan (metatarsofalangeal) dan terjadi penipisan
bantalan lemak di bawah daerah pangkal jari kaki (kaput metatarsal). Hal ini
menyebabkan adanya perluasan daerah yang mengalami penekanan, terutama
dibawah kaput metatarsal (Apelqvist, 2013).
Sementara itu, kelainan saraf otonom bisa menyebabkan perubahan pola
keringat sehingga penderita tidak dapat berkeringat, kulit menjadi kering, mudah
timbul pecah-pecah pada kulit kaki, akibatnya mudah terkena infeksi. Selain itu,
terjadi perubahan daya membesar-mengecil pembuluh darah (vasodilatasivasokonstriksi) di daerah tungkai bawah, akibatnya sendi menjadi kaku. Keadaan
lebih lanjut terjadi perubahan bentuk kaki (Charchot), yang menyebabkan
perubahan daerah tekanan kaki yang baru dan berisiko terjadinya luka.
Kelainan pembuluh darah berakibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah, mengganggu suplai oksigen, bahan makanan atau
obat antibiotika yang dapat menggangu proses penyembuhan luka. Pada
gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika
ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang.
Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan,
5
Inspeksi
Inspeksi terhadap kaki sangatlah penting dilakukan karena dapat
digunakan sebagai penanda awal adanya tanda-tanda terjadinya ulkus pada
kaki. Menurut Andrew, et.al. 2008, terdapat korelasi antara pemakaian sepatu
yang tidak pas dan adanya deformitas pada kaki merupakan faktor penting yang
berkontribusi terhadap berkembangnya ulserasi pada kaki. Oleh karena itu,
sepatu yang digunakan pasien harus dilihat apakah pas dikaki atau tidak.
Sebagai contoh, pasien yang terlalu sering menggunakan sepatu dan ukuran
sepatu yang mungkin terlalu kecil yang bisa berakibat terjadinya gesekan,
eritema, melepuh, atau terbentuknya kalus (Bronze et.al., 2015)
7
Dermatologi
Status kulit: warna, ketebalan, kekeringan, pecah-pecah
Keringat
Infeksi: Lihat diantara sela jari ada tidaknya infeksi jamur
Ulserasi
Kalus: Pendarahan pada kalus
Muskuloskeletal
Ada tidaknya deformitas, misalnya claw toes, prominent
Pemeriksaan Kulit
Pada pemeriksaan kulit yang dilihat adalah inspeksi secara keseluruhan
dipermukaan kulit dan juga meliputi sela-sela jari, adanya ulserasi, adanya area
eritema, dan perbedaan suhu antara kaki satu dengan kaki lainnya. Adanya
kalus, distropi kuku, atau paronikia haruslah diperhatikan juga. Jika terdapat
tanda-tanda tersebut, hendaknya langsung dirujuk ke ranah spesialistik (Andrew,
et.al. 2008).
Pemeriksaan Muskuloskeletal
Pada pemeriksaan musculoskeletal yang perlu dievaluasi adalah adanya
deformitas. Deformitas yang sifatnya kaku termasuk dalam kontraktur yang tidak
mudah di lemaskan secara manual dan keadaan ini paling sering muncul pada
jari-jari. Deformitas kaki secara umum ditandai dengan peningkatan tekanan
plantar dan dikaitkan dengan kerusakan kulit termasuk persendian metatarsal
falangeal yang hiperekstensi dengan interfalangeal yanf fleksi (Claw toe) atau
falang distal yang ekstensi (hammer toe) (Andrew, et.al. 2008).
Charcot artropati adalah kondisi
mengenai bagian midfoot. Kondisi ini biasanya terjadi pada kaki yang unilateral
dan ditandai dengan warna kemerahan, hangat, bengkak, dan telapak kaki yang
datar. Kondisi artropati ini paling sering tidak disadari dan sering terjadi
misdiagnosis.
Gambar 2.1. A. Claw Toe, B. Bunion dan Overlaping Toe, C. Charcot Arthropati
(Andrew, et.al. 2008).
Pemeriksaan Neurologi
Neuropati perifer merupakan kondisi paling berperan dalam terjadinya
ulserasi pada Diabetic Foot. Neuropati perifer ditandai dengan adanya gejala
klaudikasio dan sensasi mati rasa pada kaki.Pemeriksaan klinis sangat
diperlukan guna mendeteksi secara dini adanya neuropati dan pemeriksaannya
pun cukup mudah dan tidak mahal. Pemeriksaan yang bisa dilakuakan
diantaranya: 10-g monofilament, vibrasi menggunakan garpu tala 128-HZ,
pinprick sensation, reflex ankle, dan VPT (Andrew, et.al. 2008).
sensai
rasa
yang
diberikan.
Kemudian
pasien
dimnta
mengatakan iya jika terasa atau tidak jika tidak terasa. Pasien harus
merasakan sensasi yang sama dengan sisi kaki yang sehat jika area
10
Reflek ankle. Tidak adanya reflex pada ankle juga merupakan faktor
risiko terjadinya ulserasi kaki. Pada pemeriksaan ini, pasien diminta
duduk dikursi dengan posisi kaki tergantung, kemudian telapak kaki di
psosisikan dorsofleksi kemudian mengetok tendon Achilles dengan
hammer, kemudian dilihat reflex telapak kakinya ada atau tidak. Jika tidak
ada reflex, pasien diminta untuk menekuk dan mengangkat jari-jari
kakinya kemudian mengulanginya dengan memukul tendon sedikit lebih
keras.Jika tetap tidak ada reflex, maka reflex dinyatakan negatif. (Andrew,
et.al. 2008).
Vibration perception threshold testing (VPT). Pemeriksaan ini pada
prinsipnya hampir sama dengan tes garpu tala 128-Hz, yaitu persepsi
getaran. Pada pemeriksaan dengan menggunakan VPT, bagian stilus dari
alat ditempatkan pada dorsal hallux dan amplitudonya ditingkatkan
sampai pasien merasakan getarannya, hasil pencatatan itulah yang
dinamakan VPT.pemeriksaannya juga dilakukan pada area proksimalnya,
dilakukan sebanyak 3 kali dan dirata-rata hasilnya.jika VPT > 25 V maka
disebut abnormal dan merupakan kondisi yang diprediksikan bisa muncul
ulserasi kaki. (Andrew, et.al. 2008).
Pemeriksaan Vaskuler
Penyakit arteri perifer (PAD) merupakan penyebab dari kira2-kira
sepertiga ulkus kaki dan sering menjadi faktor risiko signifikan yang berkaitan
dgn luka yang berulang. Sehingga penilaian PAD menjadi penting dalam
menentukan status risiko. Pemeriksaan vaskuler harus meliputi palpasi pulsasi A.
Tibialis posterior dan A. dorsalis pedis yang dilaporkan dengan ada pulsasi
atau tidak ada pulsasi (Andrew, et.al. 2008).
Pasien diabetes dengan tanda dan gejala penyakit vaskular atau defisit
pulsasi pada skrining pemeriksaan kaki harus dilakukan penilaian terhadap skor
ABI
yg mudah dan
11
LOPS deformitas
(LOPS dengan atau
tanpa deformitas)
Rekomendasi terapi
Follow up
Setiap tahun
(oleh dokter
umum dan/atau
dokter
spesialis)
Setiap 3-6
bulan (oleh
dokter umum
atau dokter
spesialis)
Pertimbangkan
penggunaan alas kaki
yang tepat
Pertimbangkan
tindakan pembedahan
profilaksis jika
12
deformitas dapat
terjadi melalui
penggunaan alas kaki
yang tidak aman/tidak
sesuai. Lanjutkan KIE.
2
Pertimbangkan
penggunaan alas kaki
yg tepat
Konsultasi dan follow
up
Sama seperti kategori
1
Pertimbangkan untuk
melakukan konsultasi
dan follow up jika
terdapat PAD
Setiap 2-3
bulan (oleh
dokter
spesialis)
Setiap 1-2
bulan (oleh
dokter
spesialis)
13
2. Wagner
Klasifikasi Wagner menilai kedalaman ulkus dan adanya infeksi serta
gangren dengan nilai mulai dari 0 (pra atau postulcerative ) sampai 5 ( gangren
seluruh kaki ). Sistem ini hanya berkaitan secara eksplisit dengan infeksi dari
semua jenis (abses luka dalam, sepsis sendi, atau osteomyelitis ) di derajat 3.
Klasifikasi kaki diabetes menurut Wagner adalah sebagai berikut:
-
Derajat I
tulang
-
Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang
dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa
osteomyelitis.
Derajat IV : Gangrene terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit
14
kaki
diabetes
berdasar
risiko
terjadinya
masalah
(Frykberg):
1). sensasi normal tanpa deformitas;
2). sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi;
3). insensitivitas tanpa deformitas;
4). iskemia tanpa deformitas;
5). kombinasi/ complicated:
(a) kombinasi insensitivitas, iskemia danlatau deformitas,
(b) riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: Untuk kaki
yang kurang merasa/insensitif (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan
benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Kalau sudah ada
deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai
sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
15
Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.
Pemakaian Alas Kaki
Pendapat sebelumnya menunjukkan bahwa sepatu dapat menyebabkan
cedera kaki. Berbagai penulis telah menyarankan bahwa 21-82% dari ulkus kaki
berhubungan dengan tekanan dari sepatu yang terlalu sempit atau tidak
memadai. Angka ini merujuk terutama untuk luka pada permukaan non plantar
kaki. Dalam konten ini, tidak layak bahwa banyak pasien diabetes memakai
sepatu yang terlalu kecil. Dalam suatu studi, 93% veteran Amierica yang
kehilangan sensasi rasa menggunakan sepatu yang terlalu kecil, yang konsisten
dengan hipotesis bahwa pasien dengan sensasi miskin lebih memilih sepatu
ketat, sehingga mereka dapat merasa mereka lebih baik. Hal ini memiliki
implikasi penting bagi perawatan pasien dan pendidikan.
Alas kaki sebagai Primary Prevention
Banyak ulkus kaki terjadi pada permukaan plantar pada titik-titik tekanan
plantar tinggi, paling sering di bawah metatarsal. Terapi Alas kaki dapat
mendistribusikan beban dan dengan demikian mengurangi tekanan pada titik-titik
tersebut dan harus memiliki utilitas dalam mencegah ulkus tersebut. Tidak ada
studi yang meneliti peran alas kaki dalam mencegah ulkus pertama pada orangorang berisiko diabetes. Namun, alas kaki memiliki efek perlindungan dalam
pencegahan sekunder, Dan pemberian resep yang tepat alas kaki untuk semua
pasien yang memiliki faktor risiko untuk cedera kaki adalah hal yang tepat.
Alas kaki sebagai Secondary Prevention
Kekambuhan ulkus adalah masalah dominan dalam mengobati penyakit
kaki diabetik. Perkiraan untuk kekambuhan tahunan bervariasi dari <5% sampai
hampir 60% tergantung pada tingkat perawatan yang ditawarkan. Risiko relatif
ulkus untuk pasien dengan riwayat ulkus sebelumnya adalah 10 kali lipat dari
pasien tanpa riwayat tersebut. Bukti luas menunjukkan efek perlindungan dari
alas kaki untuk mencegah kekambuhan ulkus, walaupun banyak bukti ini berasal
dari studi klinis yang tidak selalu acak atau tepat dikendalikan. Dua penelitian
benar-benar gagal menunjukkan efek alas kaki, namun kedua percobaan ini
memiliki cacat desain yang signifikan. Jadi, sementara bukti-bukti tidak kuat,
yang berlaku praktek klinis memberikan pasien dengan ulkus kaki sembuh hati-
16
hati ditentukan alas kaki terapi sebagai bagian dari program perawatan kaki
secara keseluruhan ditingkatkan dalam standar perawatan yang masuk akal.
Alas kaki untuk pasien dengan ulkus
Pasien dengan ulkus kaki tidak harus memakai sepatu yang mereka ntuk
kegiatan sehari-hari karena sepatu jenis ini tidak bisa digunakan terus menerus,
secara umum, sepatu ini menyediakan offloading mekanik yang diperlukan untuk
mencapai kesembuhan. Sepatu ini dirancang untuk memberikan penghapusan
sementara tekanan, baik dalam farefoot atau rearfoot dan tidak boleh digunakan
setelah penyembuhan telah dicapai.
Peresepan untuk alas kaki
Langkah-langkah berikut ini memberikan pendekatan berguna dalam peresepan
alas kaki :
1. Tentukan tujuan penggunaan sepatu misalnya untuk di rumah, pekerjaan,
tahan air, atau yang dapat digunakan untuk semua cuaca
2. Pilih tingkat perlindungan plantar yang diperlukan, seperti ketebalan insole,
keringanan dan penyokong, bagian bawah yang kuat.
3. Tentukan volume / bentuk sepatu yang diperlukan untuk mengakomodasi
deformitas dorsal
4. Yang berguna untuk menstabilkan
Pedoman Pengobatan
Bagi pasien untuk memenuhi syarat terapi alaskaki diabetes yang benefit,
setidaknya harus ada salah satu kondisi berikut.
- Riwayat amputasi sebagian atau seluruhnya
- Riwayat ulkus kaki sebelumnya
- Riwayat kalus pre ulkus
- Neuropati perifer dengan bukti pembentukan kalus
- Deformitas Foot
- Sirkulasi yang buruk
Pernyataan ini harus disimpan dalam arsip oleh pemasok, bersama
dengan memesan resep alas kaki diabetes, insole, dan perangkat lainnya.
Cakupan dalam satu tahun kalender disediakan untuk satu pasang sepatu
sepatu yang terbentuk ditambah dua pasang sol. Modifikasi sepatu (seperti
wedges, flare, roller / rocker, metatarsal bar) bisa diganti dengan sepasang sol.
17
18
19
seperti
cilostazol,
keduanya
aspirin
dan
clopidogrel
klaudikasio.
Berdasarkan
trial
terpeutik,
cilostazol
vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi
ajuvan. Walaupun demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapi
hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.
3. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridemen yang adekuat.
Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang masing-masing
tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka
tersebut.
Dressing
yang
mengandung
komponen
zat
penyerap
seperti
yang baik dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat
mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau yodine encer,
senyawa silver sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara
debridemen non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan
jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti
hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan.
Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka kaki diabetes,
suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan.
Yakinkan bahwa luka selalu dalam keadaan optimal, dengan demikian
penyembuhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan yang harus selalu
dilewati dalam rangka proses penyembuhan.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak
akan beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian
epitelialisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula
dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak
sekali tempat perawatan kaki diabetes.
4. Microbiological control
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan
adanya infeksi sebaiknya lakukan kultur. Tidak jarang penderita datang dengan
sepsis sehingga pemberian antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur.
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Umumnya didapatkan infeksi bakteri yang multipel,
anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas, mencakup kuman
gram
positif
dan
negatif
(seperti
misalnya
golongan
sefalosporin),
5. Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan
berat badan-weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan
sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weightbearing dapat dilakukan
antara lain dengan: removable cast walker, total contact casting, temporary
shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, craddled insoles.
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka seperti: l). Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses, 2). Prosedur
koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
6. Education control.
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung
berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.
Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah
amputasi, untuk memberikan bantuan bagipara amputee menghindari terjadinya
ulkus baru. Pemakaian alas kaki/ sepatu khusus untuk mengurangi tekanan
plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang
terjadi berikut memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang
pertama.
2.8. Financial Cost
Penyakit kaki diabetes menjadi beban besar untuk pasien, keluarga
pasien, maupun tenaga medis. Beban yang ditanggung sebanding dengan usia
seseorang dan dapat meningkat sesuai peningkatan kelompok usia. Total biaya
tahunan untuk 86.000 amputasi yaitu lebih dari $1.1milyar dolar. Biaya ini belum
termasuk biaya dokter bedah, biaya rehabilitasi, alat, waktu yang hilang dari
pekerjaan. Kaki diabetes merupakan komplikasi paling umum dari diabetes yang
menyebabkan rawat inap. Biaya perawatan medis langsung untuk usia 40
sampai 65 tahun laki-laki dengan ulkus kaki baru adalah $ 27.987 selama 2
tahun setelah diagnosis.
23
jumlah
24
BAB 3
KESIMPULAN
Kaki diabetes merupakan sebuah penyakit komplikasi kronik dari diabetes
mellitus yang terjadi pada ekstremitas bawah bagian distal dan merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi. Deteksi dini terhadap risiko terjadinya kaki
diabetes sangatlah penting, karena menyangkut pencegahan terhadap derajat
keparahan.
Komponen pemeriksaan
25
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2003. Peripheral Arterial Disease in People with
Diabetes. Diabetic care volume 26 number 12. Hal 3333-41.
Andrew J., Armstrong D.G., Albert S. 2008. Comprehensive Foot Examination
and Risk Assessment. the American Association of Clinical Endocrinologists
Armstrong D.G., Lavery L.A. 2010. Clinical Care of The Diabetic Foot Second
Edition. American Diabetes Association. United State of America.
Benjamin L., Berent A.R., Cornia P.B., Pile J.C., Peters, Armstrong D. 2012. 2012
Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infectionsa. Oxford University
Press on behalf of the Infectious Diseases Society of America 2012.
Bowering CK. 2001. Diabetic Foot Ulcers: Patophysiology and therapy. CME vol
47. Canadian Family Physician. Hal: 1007-16.
Bronze S.M., Boid D.R., 2015. Diabetic Foot Infections. Department of Medicine,
Stewart G Wolf Endowed Chair in Internal Medicine, Department of
Medicine, University of Oklahoma
Chadwick P., Edmonds M., McCardle J., 2013. Best Practice Guidelines: Wound
Management in Diabetic Ulceration. Wounds International A division of
Schofield Healthcare Media Limited Enterprise House 12 Hatfields London
SE1 9PG, UK.
Deguchi T, Rosales RL, Hashiguci T, Arimura K. 2012. Antiplatelet therapy,
Diabetic Neurophaty and Peripheral Vascular Disease: A Unitary Approach.
Journal of Diabetes Metabolism S:5.
Moore. 2012. Peripheral Nervous System 1: The Somatic System. Dept. of
Biomedical Sciences Heritage College of Osteopathic Medicine, Ohio
University Athens, Ohio 45701
Perkeni. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe2 di Indonesia 2011. Jakarta
Sullivan F. 2015. Diabetic Foot. http://www.emed.ie/Metabolic/Diabetic_Foot.php.
Diakses tanggal 15 April 2015.
26
27
28