Professional Documents
Culture Documents
A. KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
1) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
2) AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
3) AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu
sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama
karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh
virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1
(HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.
Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3)
4. PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama
sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia
melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya
untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung
menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel
imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel
limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang penting sebagai
daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh)
berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk
melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem
imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis
5
PATOGENESIS
HIV-1
Jarum suntik
Ibu
Transfusi
Hub sexual
Transplasental
Sel Host
Limfosit T
Perinatal
CD4+
Hiperplasi
folikel
Internalisasi
Enzim RT-ase
Transkripsi terbalik
Mengubah RNA
menjadi DNA
Replikasi
virus masit
Limfadenopati
Viremia
Destruksi sel
CD4
Bertahap
Inf. Akut
Laten
Kel. Getah
bening perifer
Lim B
Kel. Sel. B
Pe Ab
spesifik
Pe Ig
total
Krisis
Integritas DNA
provirus ke Host
Hiper gamma
globulinemia
Transkripsi / translasi
& propagasi virus
Respon IgM
me
Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder
AIDS
Monosit
makrorag
Penyebaran patogenesis
SSP
AIDS
1.
Inf. Oportunistik
SSP
Mata
Cryptococcus
Toxoplasma
Candida
Mycobacterium
TB
Tumor
CM V
Toxoplasma
Hidung
Mulut
Paru
Meningitis
Encepalitis
Demensia
Gangguan psikomotor
Kejang-kejang
Perivaskulitis
Retinitis
Sinusitis
Jamur oral thrush
Stomatitis herpes
Parotitis
Kandidiasis oral / faring
Pnemonia pneumocystis carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein Barr bronkopneumonia
Jantung
Kardiomiopati DC
Limpa
Splenomegali
pankreas
Hepar
hepatitis
GI track
Diare
Malabsorbsi
Kel. limfe
Ensepalopati
Salmonella
CMV
Kandida
Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter
Limfodenopati
Ginjal
Focal glomerulosclerosis
Mesangial hyperplasia
Kulit
Darah
Proteinuria
2. Hypergammaglobulinemia
8
VIREMIA
Sal. napas
SSP
Batang otak
Paru
Hidung
Alveolar
Hepatomegali
Splenomegali
Sinusitis
Hipotalamus
Menekan N. Vagus
Pirogen
Nyeri
Simpatis
Pneumonitis
interstisiel
Termostat
Vasodilatasi
PD
Akumulasi
sekret
Takikardi
TD
peHCL
Kejang2
Kardiomegali
Vasodilatasi
Kelj.
Sebasea
Batuk
Tidak spontan
Obstruksi sel
napas
Kerusakan
pertukaran
gas
Akumulasi
sekret
Ronki / tridor
Suplai O2
Pe perfusi
Intoleran aktifitas
Kardiomiopati
DC
Mual,
muntah,
anorexia
Usus
Otak
Ensefalitis
Resiko G3
integritas
kulit
Meningitis
Ensefalopathy
G3 motorik
Mal
absorbsi
BB
Diare
Integritas
kulit
G3 neuropati
pe
peristaltik
Nutrisi
Erithema
Dispneu
Perub. Pola napas
Resiko injuri
Keringat
Bersihan
jalan napas
Fatique
Lambung
Hipertermi
Eksudasi
spontan
Jantung
G3 neuro
psikiatrik
Eliminasi
alvi
Keseimbangan
cairan
Defisit /
hipovolume
Dehidrasi
Peperfusi
Vasodilatasi PD
Pe TIK
Demensia
Atralgia & / mialgia
Pe fungsi
kognitif
Immobilitas
fisik
Istirahat tidur
Nyeri
Ginjal
Turgor
Mata cowong
Ubun-ubun cekung
Mukosa kering
Oligouria
Eliminasi
uri
5. MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan
anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat mematikan
adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi terinfeksi HIV-1
merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea, dispnea dan
hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler alveolar (mis ;
proses radang interstisial). Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus
bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi
fleksibel dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista
maupun tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait
mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis
jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+..
Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang
mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC
(trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita
pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati
dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii
Toxoplasma
gondii.
Infeksi
Mycobacterium
avium
complex
biasanya
10
tidak
sering
pada
penderita
terinfeksi
HIV-1
pediatri.
(Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang
asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda
dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum
tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala tersebut antara
lain:
1) Demam
11
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
12
Hepatitis
Leimiosarkoma
Nefropati
Nokardiosis
Ensefalopati HIV.
Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
13
Sarkoma kaposi.
Kompleks
Mycobacterium
avium
atau Mycobacterium
kansasii,
6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari pada
orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang
meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai
diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering
membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat
merupakan antibodi yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat
menembus plasenta, yang dapat menetap berada dalam darah si anak sampai
berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka memerlukan pemeriksaan serial
dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada
umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan
menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM
atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
14
Gejala Minor :
b)
c)
d)
e)
f)
g)
15
P-2
Subklas / kategori
Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap
lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC
untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh
infeksi H HIV
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut AIDS Related Complex (ARC).
Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis interstitialis, diare
16
17
18
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal
dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan
terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular
1. Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat
Nucleoside-reserve
Transcriptase
Nama generik
Azidotimidin/zidovudin
Didanosin
Stavudin
Zalbitabin
Lamivudin
Singkatan
AZT
DDI
D4T
DDC
3TC
Indinavir
Ritonavir
Saquinavir
IDV
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Nevirapin
19
Pedoman terapi
PI + (1 atau 2 NRTI)
Didanosin
Kombinasi 2 NRTI
PI + (1 atau 2 NRTI)
Pindah ke terapi PI NRTI
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali sehari
peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati
dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran
viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi
selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi
proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2, diberikan
secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral selama
1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera
membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian obat.
20
Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan sampai 44
minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
-
Peningkatan T4
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia
dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis.
Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat
dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space
occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
21
22
4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih bersifat
lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah lanjut, hanya
radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi / interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik sampai
berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia di atas
2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada umur 4 tahun.
Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan Program Pengembangan
Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap diberikan, dengan
pertimbangan yang lebih terhadap pemberian vaksin hidup, terutama
BCG dan Polio.
Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4
Kelompok Usia :
Jumlah
CD4 dan Persentase
Kategori Imun
0 11 bulan
1 5 tahun
6 12 tahun
1) Tidak ada tanda>1500
>1000
>500
tanda supresi
>25%
>25%
>25%
2) Tanda-tanda
750-1499
500-999
200-499
supresi sedang
15-25%
15-25%
15-25%
3) Tanda
supresi
<750
<500
<200
hebat
<15%
<15%
<15%
23
9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-34
kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4 yang
jumlahnya lebih dari 200 sel/mmtanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi
zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan
sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini
mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )
10.
KONSEP ASKEP
11. PENGKAJIAN
1.1
Anamnese
1.1.1
Identitas
-
1.1.2
Keluhan Utama
-
24
1.1.3
1.1.4
1.1.5
Penyalahgunaan zat
1.1.6
1.1.7
Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
1.1.9
Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR
2 bulan
4 bulan
6 bulan
12 bulan
15 bulan
18 bulan
VAKSIN
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
DPT, Polio, Hepatitis B
Tes Tuberculin
MMR, Hepatitis
DPT, Polio, MMR
25
24 bulan
4 6 tahun
14 16 Tahun
Vaksin Pnemokokkus
DPT, Polio, MMR
DT, Campak
Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live
attenuated polio vaccine virus mati bukan virus hidup
1.2
1.2.1
Sistem Penginderaan :
Pada Mata :
-
retinitis
dan
toxoplasma
choroiditis,
1.2.2
1.2.3
26
1.2.4
Sistem Kardiovaskuler.
1.2.5
Sistem Integumen :
1.2.6
1.2.7
Sistem Perkemihan
Proteinurea
1.2.8
1.2.9
Sistem Neurologi
Keterlambatan perkembangan .
1.2.10 Psikososial
27
1.3
Pemeriksaan Penunjang
1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium :
Darah :
-
LFT
RFT
28
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
29
Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.
terjadinya infeksi.
3. Berikan antibiotik, anti viral, anti jamur sesuai advis dokter.
R.III Membunuh kuman penyebab.
4. Berikan Intra Venus Gamma Globulin sesuai advis dokter.
R.IV Memperkecil resiko kambuh.
5. Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat.
30
R.V
31
14. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh,
jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk
antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah
gunakan masker dan pelindung mata.
R.XIVProteksi diri terhadap cairan tubuh.
15. Tempatkan jarum suntik sesegera mungkin dalam tempat yang kedap air
dan tidak mudah tembus jarum.
R.XV Proteksi diri terhadap perlukaan.
16. Kontak personal dengan anak tanpa menggunakan sarung tangan,
masker, baju pelindung ketika melakukan kontak bicara mengukur tanda
vital dan menyuapi.
R.XVIMengurangi rasa terisolir secara fisik dan menciptakan suatu
kontak sosial yang positif.
3.4 Diagnosa 2
Resiko terjadi infeksi (transmisi) sehubungan dengan virus yang menular.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi (transmisi).
Kriteria Hasil : Anak bebas dari infeksi / komplikasi.
Intervensi dan Rasional :
1. Gunakan isolasi ketat sesuai protokol, pencegahan penyakit menular.
R.XVII
infeksi.
2. Perlindungan ketat dengan prosedur cuci tangan.
R.XVIII
penularan.
3. Gunakan alat-alat yang disposible.
R.XIXMencegah kontaminasi silang.
3.5 Diagnosa 3
Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan
nyeri, anoreksia, diare.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
32
Kriteria Hasil :
secara adekuat.
4. Rencanakan makanan enteral atau parenteral.
R.XXIII
3.6 Diagnosa 4
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran
dari pernafasan, bakteri pnemonia.
Tujuan : Pertukaran gas normal.
Kriteria Hasil :
Tidak sianosis.
33
terjadinya hipoksemia.
3. Kaji tanda-tanda gangguan pertukaran gas ( sianosis, takikardia,
takipnea, kecemasan / gelisah, iritabilitas, perubahan status mental ).
R.XXVI
dilakukan tindakan.
4. Atur posisi klien agar ventilasi paru maksimal dan efektif (misal : posisi
semi fowler)
R.XXVII
dada.
5. Berikan O2 sesuai keperluan.
R.XXVIII
mempermudah pengeluaran.
7. Anjurkan anak batuk secara efektif, chest fisioterapi nafas.
R.XXX
Batuk
merupakan
mekanisme
alamiah
untuk
34
R.XXXI
5. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa
membran, ubun-ubun tiap 4 jam.
R.XXXVII
35
36
3.10 Diagnosa 8
Hipertermia
sehubungan
dengan
infeksi
pengobatan.
Tujuan : Anak menunjukkan temperatur normal.
HIV, infeksi
oportunistik
37
Kriteria Hasil :
38
39
HIV / AIDS.
Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.
40
Pemahaman
yang
memadai,
meningkatkan
sikap
Kewaspadaan
terhadap
efek
samping
obat
akan
Mencegah
terjadinya
diskriminasi
dan
penolakan
41
42
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta :
EGC
Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.
Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media
Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan
Informasi Indonesia