You are on page 1of 14

TUGAS

TERAPI CAIRAN

Disusun Oleh :
Cattleya Ananda Vilda
1102011063
Pembimbing
Dr.UusRustandi.Sp.An
Dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes
Dr.Rizky,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

JULI 2016
1. AIRWAY ASSESSMENT
Keahlian dalam tatalaksana jalan nafas sangat penting dalam berbagai
spesialisasi medis. Menjaga jalan nafas paten sangat penting untuk oksigenasi
dan ventilasi adekuat dan kegagalan dalam menjaga hal tersebut, biarpun
dalam rentan waktu yang singkat, dapat mengancam kehidupan.
Masalah respirasi merupakan cedera berkaitan dengan anestesi yang paling
sering terjadi, diikuti dengan kerusakan gigi. Tiga penyebab utama terjadinya
cedera berkaitan dengan respiratori adalah ventilasi indadekuat, intubasi
esofageal dan intubasi trakea yang sulit. Intubasi trakea yang sulit bertanggung
jawab dalam 17% cedera berkaitan dengan respiratori dan menghasilkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Istilah airway yang digunakan sehari-hari merujuk pada saluran nafas atas
yang dapat diartikan sebagai jalan nafas ekstrapulmonal, terdiri dari hidung
dan cavitas oral, faring, laring, trakea dan bronkus besar. Jalan nafas sulit
merupakan keadaan dimana terdapat masalah dalam membangun atau
mempertahankan pertukaran gas via masker, sebuah jalan nafas palsu atau
keduanya.

Difficult Airway
DIFFICULT
AIRWAY
Difficult airway / Kesulitan Jalan Napas: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahadanyafaktorfaktorklinis yangmenyulitkanbaikventilasi
denganmaskeratauintubasidilakukanolehdokteryangberpengalamandanterampil.
DIFFICULT
VENTILATION
Difficult Ventilation / Kesulitan Ventilasi: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahketidakmampuandariahlianestesiyangberpengalamanuntuk
menjaga SO2> 90%saatventilasi denganmenggunakanmasker wajah,dan O2
inspirasi100%,denganketentuanbahwatingkatsaturasioksigenventilasipramasih
dalambatasnormal.
PeniliaiaanKesulitanVentilasiIngat:asnoring(OBESE)Santa
1.
Overweight(bodymassindex>26kg/m2)
2.

Beard

3.

Elderly(>55tahun)

4.

Snoring

5.

Edentulous

Dua factorspositif(+) Kemungkinan tinggi difficult mask ventilation (DMV)


(sensitivity,0.72;specificity,0.73)
Magboul Difficult Mask Ventilation (DMV) Prediction Score

PrediksiScore=Mendekatipositf5(+5)makakemungkinanadanyaDifficultMask
Ventilation(DMV)
DIFFICULT
INTUBATION
Difficult intubation / Kesulitan Intubasi: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahdibutukkannya>3kaliusahaintubasiatauusahaintubasiyang
terakhir

>

10

menit.
Penilaian

Kesulitan

Intubasi
Ingat:MAGBOUL 4 (M & Ms)scoredengantanda(STOP)
1.
Mallampati
2.
Measurement3321OR1233Fingers
3.
Movementoftheneck
4.
MalformationoftheSkull(S),Teeth(T),Obstruction(O),Pathology(P)&
STOP

M
=
Mallampati
Class I = Visualisasi soft palate, fauces, uvula, pilar anterior dan posterior.
Class II = Visualisasi soft palate, fauces and uvula
Class III = Visualisasi soft palate dan base of the uvula
ClassIV=Semuasoftpalatetidakterlihat
M
=
Measurements
3-3-2-1
or
1-2-3-3
Fingers

Fingers

Mouth

Opening
3FingersHypomentalDistance.3Fingersbetweenthetipofthejawandthe
beginning

of

the

neck

(under

the

chin)
2Fingersbetweenthethyroidnotchandthefloorofthemandible(topofthe
neck)
1FingerLowerJawAnteriorsubluxation
M
=
Movement
of
the
Neck
Sudutdiatarategakdanmemanjangpadaektensileher"normal"adalah35o(The
atlantooksipital/AOjoint).Keterbatasanektensisenditerdapatpadaspondylosis,
rheumatoid arthritis, halojaket fiksasi, pasien dengan gejala yang menunjukkan
kompresisarafdenganekstensiservikal.
Ms =Malformation of the skull, teeth, obstruction, pathology (STOP)
S=

Skull

(Hydro

and

Mikrocephalus)
T= Teeth (Buck, protruded, & gigi ompong, makro dan mikro mandibula)

O= Obstruction (obesitas, leher pendek dan bengkak disekitar kepala and leher)
P=Pathologi(kraniofacialabnormal&Syndromes:TreacherCollins,Goldenhars,
PierreRobin,Waardenburgsyndromes)
Jikaskorepasien8ataulebih,makakemungkinanadakesulitanintubasi
Persiapkan pada kesulitan Manajemen Airway:
1.
Laryngoscopebilahkakudenganbeberapaalternatifdesaindanukurandari
yangbiasadipakaiorangorangsecararutin.
2.
Endotrakeatubeberbagaimacamukuran.
3.
Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets semirigid dengan atau tanpa
lubangtengahuntukjetventilasi,senterpanjang,danmangiltangdirancangkhusus
untukdapatmemanipulasibagiandistalendotrakealtube.
4.
PeralatanIntubasifiberoptik.
5.
PeralatanIntubasiretrograd.
6.
Perangkat ventilasi jalan nafas darurat nonsurgical. Contohnya sebuah jet
transtracheal ventilator, sebuah jet ventilasi dengan stylet ventilasi, LMA, dan
combitube.
7.
Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan napas darurat (misalnya,
cricothyrotomy).
8.
SebuahdetektorCO2nafas(kapnograf).

2. ALGORITMA KESULITAN NAFAS

3. RESUSITASI JANTUNG PARU


A. Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan
atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu
memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung Paru) adalah
hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam
menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban
yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas
(misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas
mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung
(chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance
datang.
1. Langkah-Langkah Resusitasi pada orang dewasa
a. Tujuan
Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory
arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut
gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal
selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
b. Peralatan
Tidak menggunakan alat-alat.
c. Persiapan Pasien.
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
Posisi pasien diatur terlentang datar.
Baju bagian atas pasien di buka.
d. Cara Resusitasi
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah
yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah
dagu korban dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi (Head tilt chin lift), kalau
kita curiga ada fraktur servikal maka pakai model jaw trust.
Kalau tidak ada napas berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup
hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik,
lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien
masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di
arteri karotis sebelah kanan kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik
rasakan.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary
Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12
kali), sampai napas OK (satu siklus).

Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac
pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan
telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara
putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus
xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 5 cm dengan 30 kompresi (dulu
15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per
siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100
kompresi).
Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak
ventilasi ada fase silence. Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure)
Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi
/aspirasi. Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung
memberikan ekspirasi napas.
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa
diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan
kalau henti jantung pukul saja rongga dada dengan model cardiac thumb.
e. Dokumentasi
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada
hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun
pemulihan sistem pada korban diantaranya:

Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis,
bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.

Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan
bantuan pernafasan.

Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.

Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.

Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.

Nadi akan berdenyut kembali.


Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi Dalam keadaan darurat,
resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada
dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau
hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 1
jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1.
Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada
pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang
menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di
bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum

2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara


pasti/ireversibel.
Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol)
selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat
yang optimal. Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk
membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi.
Indikasi Resusitasi
1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi
pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer,
jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa
oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan
dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat
mencegah henti jantung.
Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total

Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.

Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.

Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.

Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.


b. Sumbatan jalan napas parsial
Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang
menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya
jaringan lunak, misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi
lengking (crowing) yang
menandakan
laringospasme;
bunyi
kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan; dan
bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas
bawah setelah bronkiolus respiratorius. Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan
klinis:

Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian


PCO2 arteri.

Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada


hipoksemia, terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi
sianosis. Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
2. Henti jantung (cardiac arrest)
Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang
tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat
disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa
penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi
elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti
napas sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis
obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan
isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia,
hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik,

tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan;
terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik,
toksik,
dan
anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:

Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.

Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah


15-30 detik henti jantung.

Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat
sampai kelabu.

Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.

Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada
orang dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera
setelah henti jantung.
Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan
kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan
kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan
kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberikan peluang hidup.
Kontra Indikasi Resusitasi:
1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang
berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada
suatu saat.
2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
setelah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP
2 Bahaya atau Komplikasi pada Resusitasi
Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP
tetapditeruskan walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila
posisi tangan salah.
Pneumothorax.
Hemothorax.
Kontusio paru.
Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan
procesus xipoideus ke arah hepar/limpa.
Emboli lemak.
Muntah dan aspirasi.
Distensi lambung.
B. Suction
Suction (Penghisapan lender) merupakan tindakkan penghisapan yang
bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan
terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan
secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas
dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring, atau trakeal.
1. Tujuan
1.
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2.
Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3.
Mendapatkan sampel / karet untuk tujuan diagnose

2. Prinsip
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan
bronki.
3. Komplikasi
a.
Hipoksia
b.
Trauma jaringan
c.
Meningkatkan resiko infeksi
d.
Stimulasi vagal dan bronkospasm
4. Kriteria
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c.
Menggunkan
slang
penghisap
lendir
yang
lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
5. Indikasi
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan.
2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai
terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara
crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan
meningkat, ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan
secret oral.
1) Persiapan
a)
Lingkungan
a.
Penjelasan pada kleuarga
b.
Pasang skerem/ tabir
c.
Pencahayaan yang baik
b) Klien
a. Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien :
1. Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan
posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal suction).
2. Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap
pelaksana tindakan (oral/nasal suction).
2) Alat-alat
1.
Regulator
vakum
set
2.
Kateter
penghiap
steril
sesuai
ukuran
3.
Air
steril/
normal
salin
4.
Hanscoon
steril
5.
Pelumas
larut
dalam
air
6.
Selimut/
handuk
7.
Masker
wajah
8. Tong spatel k/p
3) Pelaksanaan
A. Fase
orientasi
1. Suction Orofaringeal

Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan
setelah klien batuk.
1.
Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.
2.
Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
3.
Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4.
Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5.
Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6.
Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril.
7.
Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum.
8.
Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9.
Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring
dengan perlahan.
11. Sumbat port penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter
saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara
penghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan
orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17. Cuci tangan.
2. Suction ETT
1.
Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya
sekresi jalan nafas bagian atas
2.
Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3.
Persiapkan alat dan bahan
4.
Tutup pintu atau tarik gorden
5.
Berikan pasien posisi yang benar
6.
Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7.
Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan
110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95
untuk bayi.
8.
Cuci tangan
3. Suction tracheostomy
1.
Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan
negative yang sesuai
2.
Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau
sesuai program dokter
3.
Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap
menjaga kesterilan pengisap tersebut.
4.
Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka
tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5.
Kenakan masker dan pelindung mata

6.
Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung
tangan bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan
dominan.
7.
Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh
permukaaan yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak
dominan. Masukkan kateter ke dalam selang
8.
Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap
sejumlah normal saline dari Waskom
9.
Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak
dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat,
insersikan kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung
dengan gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien
menghirup nafas
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan
meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi
kateter sambil memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari
telunjuk dominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai
bersih.
B. Fase Terminasi
1. Evaluasi
terhadap
tindakan
yanmg
telah
dilakukan
2. Rencana
tindak
lanjut
3. Kontrak yang akan datang
C. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan
penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):
1.
Meningkatnya suara napas
2.
Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan
saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya
tidal volume.
3.
Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen
yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4.
Hilangnya sekresi pulmonal.
C. Oksigenasi
1. Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh
karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan
sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali
individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan
dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang

menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan


oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini,
individu merasakan pentingnya oksigen.
2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi
Saluran pernapasan bagian atas:
a. Hidung, proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung.
b. esophagus.
c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring.
d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat
proses menutup.
Saluran pernapasan bagian bawah:
a. Trakhea, merupakan kelanjutan dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebrae torakalis kelima.
b. Bronkhus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi
bronchus kanan dan kiri.
c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronchus.
d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen
dengan karbondioksida.
e. Paru-Paru (Pulmo), Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem
pernapasan.
3.
Proses Oksigenasi
a.
Ventilasi
b.
Difusi Gas
c.
Transfortasi Gas
4.
Jenis Pernapasan
a)
Pernapasan Eksternal
b)
Pernapasan Internal
5.
Pemeriksaan Fungsi Paru Dengan Alat Spirometri
Respirasi (Pernapasan atau ventilasi) sebagai suatu siklus inspirasi dan
ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali
permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru.
Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan
malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa
spirometer atau spirometri, sedang hasil rekamannya disebut dengan
spirogram.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi
sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap
orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang
dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke
bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam
proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di
ruang rugi (anatomic dead space).
Volume total udara yang ditukarkan dalam satu menit disebut dengan minute
volume of respiration (MVR) atau juga biasa disebut menit vantilasi. MVR ini
didapatkan dari hasil kali antara volume tidal dan frekuensi pernapasan normal

permenit. Rata-rata MVR dari 500 ml volume tidal sebanyak 12 kali


pernapasan permenit adalah 6000 ml/menit.
6.
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan
oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
7. Gangguan Oksigenasi
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari
adanya gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun
fisiologis dari organ-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan tersebut
dapat disebabkan adanya gangguan pada sistem tubuh lain, misalnya sistem
kardiovaskuler.
Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh
peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degeneratif dan lain-lain. Gangguan
tersebut akan menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi
secara adekuat. Secara garis besar, gangguan-gangguan respirasi
dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama/frekuensi pernapasan,
insufisiensi
pernapasan
danhipoksia.
8.
Masalah Keperawatan Berkaitan dengan kebutuhan oksigen
a. Tidak efektifnya jalan napas
b.Tidak efektifnya pola napas
c. Gangguan pertukaran gas
d. Penurunan perfusi jaringan
e. Intoleransi aktivitas
f. Perubahan pola tidur
g. Risiko terjadinya iskemik otak
9. Pemberian oksigen
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan tabung oksigen
5. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan
kondisi pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga,
setelah itu berikan lubrikan dan masukkan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci tangan

You might also like