Professional Documents
Culture Documents
TERAPI CAIRAN
Disusun Oleh :
Cattleya Ananda Vilda
1102011063
Pembimbing
Dr.UusRustandi.Sp.An
Dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes
Dr.Rizky,Sp.An
JULI 2016
1. AIRWAY ASSESSMENT
Keahlian dalam tatalaksana jalan nafas sangat penting dalam berbagai
spesialisasi medis. Menjaga jalan nafas paten sangat penting untuk oksigenasi
dan ventilasi adekuat dan kegagalan dalam menjaga hal tersebut, biarpun
dalam rentan waktu yang singkat, dapat mengancam kehidupan.
Masalah respirasi merupakan cedera berkaitan dengan anestesi yang paling
sering terjadi, diikuti dengan kerusakan gigi. Tiga penyebab utama terjadinya
cedera berkaitan dengan respiratori adalah ventilasi indadekuat, intubasi
esofageal dan intubasi trakea yang sulit. Intubasi trakea yang sulit bertanggung
jawab dalam 17% cedera berkaitan dengan respiratori dan menghasilkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Istilah airway yang digunakan sehari-hari merujuk pada saluran nafas atas
yang dapat diartikan sebagai jalan nafas ekstrapulmonal, terdiri dari hidung
dan cavitas oral, faring, laring, trakea dan bronkus besar. Jalan nafas sulit
merupakan keadaan dimana terdapat masalah dalam membangun atau
mempertahankan pertukaran gas via masker, sebuah jalan nafas palsu atau
keduanya.
Difficult Airway
DIFFICULT
AIRWAY
Difficult airway / Kesulitan Jalan Napas: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahadanyafaktorfaktorklinis yangmenyulitkanbaikventilasi
denganmaskeratauintubasidilakukanolehdokteryangberpengalamandanterampil.
DIFFICULT
VENTILATION
Difficult Ventilation / Kesulitan Ventilasi: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahketidakmampuandariahlianestesiyangberpengalamanuntuk
menjaga SO2> 90%saatventilasi denganmenggunakanmasker wajah,dan O2
inspirasi100%,denganketentuanbahwatingkatsaturasioksigenventilasipramasih
dalambatasnormal.
PeniliaiaanKesulitanVentilasiIngat:asnoring(OBESE)Santa
1.
Overweight(bodymassindex>26kg/m2)
2.
Beard
3.
Elderly(>55tahun)
4.
Snoring
5.
Edentulous
PrediksiScore=Mendekatipositf5(+5)makakemungkinanadanyaDifficultMask
Ventilation(DMV)
DIFFICULT
INTUBATION
Difficult intubation / Kesulitan Intubasi: Menurut The American Society of
Anesthesiologyadalahdibutukkannya>3kaliusahaintubasiatauusahaintubasiyang
terakhir
>
10
menit.
Penilaian
Kesulitan
Intubasi
Ingat:MAGBOUL 4 (M & Ms)scoredengantanda(STOP)
1.
Mallampati
2.
Measurement3321OR1233Fingers
3.
Movementoftheneck
4.
MalformationoftheSkull(S),Teeth(T),Obstruction(O),Pathology(P)&
STOP
M
=
Mallampati
Class I = Visualisasi soft palate, fauces, uvula, pilar anterior dan posterior.
Class II = Visualisasi soft palate, fauces and uvula
Class III = Visualisasi soft palate dan base of the uvula
ClassIV=Semuasoftpalatetidakterlihat
M
=
Measurements
3-3-2-1
or
1-2-3-3
Fingers
Fingers
Mouth
Opening
3FingersHypomentalDistance.3Fingersbetweenthetipofthejawandthe
beginning
of
the
neck
(under
the
chin)
2Fingersbetweenthethyroidnotchandthefloorofthemandible(topofthe
neck)
1FingerLowerJawAnteriorsubluxation
M
=
Movement
of
the
Neck
Sudutdiatarategakdanmemanjangpadaektensileher"normal"adalah35o(The
atlantooksipital/AOjoint).Keterbatasanektensisenditerdapatpadaspondylosis,
rheumatoid arthritis, halojaket fiksasi, pasien dengan gejala yang menunjukkan
kompresisarafdenganekstensiservikal.
Ms =Malformation of the skull, teeth, obstruction, pathology (STOP)
S=
Skull
(Hydro
and
Mikrocephalus)
T= Teeth (Buck, protruded, & gigi ompong, makro dan mikro mandibula)
O= Obstruction (obesitas, leher pendek dan bengkak disekitar kepala and leher)
P=Pathologi(kraniofacialabnormal&Syndromes:TreacherCollins,Goldenhars,
PierreRobin,Waardenburgsyndromes)
Jikaskorepasien8ataulebih,makakemungkinanadakesulitanintubasi
Persiapkan pada kesulitan Manajemen Airway:
1.
Laryngoscopebilahkakudenganbeberapaalternatifdesaindanukurandari
yangbiasadipakaiorangorangsecararutin.
2.
Endotrakeatubeberbagaimacamukuran.
3.
Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets semirigid dengan atau tanpa
lubangtengahuntukjetventilasi,senterpanjang,danmangiltangdirancangkhusus
untukdapatmemanipulasibagiandistalendotrakealtube.
4.
PeralatanIntubasifiberoptik.
5.
PeralatanIntubasiretrograd.
6.
Perangkat ventilasi jalan nafas darurat nonsurgical. Contohnya sebuah jet
transtracheal ventilator, sebuah jet ventilasi dengan stylet ventilasi, LMA, dan
combitube.
7.
Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan napas darurat (misalnya,
cricothyrotomy).
8.
SebuahdetektorCO2nafas(kapnograf).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac
pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan
telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara
putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus
xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 5 cm dengan 30 kompresi (dulu
15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per
siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100
kompresi).
Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak
ventilasi ada fase silence. Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure)
Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi
/aspirasi. Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung
memberikan ekspirasi napas.
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa
diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan
kalau henti jantung pukul saja rongga dada dengan model cardiac thumb.
e. Dokumentasi
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada
hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun
pemulihan sistem pada korban diantaranya:
Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis,
bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan
bantuan pernafasan.
Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan;
terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik,
toksik,
dan
anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat
sampai kelabu.
Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada
orang dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera
setelah henti jantung.
Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan
kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan
kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan
kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberikan peluang hidup.
Kontra Indikasi Resusitasi:
1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang
berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada
suatu saat.
2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
setelah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP
2 Bahaya atau Komplikasi pada Resusitasi
Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP
tetapditeruskan walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila
posisi tangan salah.
Pneumothorax.
Hemothorax.
Kontusio paru.
Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan
procesus xipoideus ke arah hepar/limpa.
Emboli lemak.
Muntah dan aspirasi.
Distensi lambung.
B. Suction
Suction (Penghisapan lender) merupakan tindakkan penghisapan yang
bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan
terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan
secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas
dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring, atau trakeal.
1. Tujuan
1.
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2.
Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3.
Mendapatkan sampel / karet untuk tujuan diagnose
2. Prinsip
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan
bronki.
3. Komplikasi
a.
Hipoksia
b.
Trauma jaringan
c.
Meningkatkan resiko infeksi
d.
Stimulasi vagal dan bronkospasm
4. Kriteria
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c.
Menggunkan
slang
penghisap
lendir
yang
lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
5. Indikasi
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan.
2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai
terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara
crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan
meningkat, ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan
secret oral.
1) Persiapan
a)
Lingkungan
a.
Penjelasan pada kleuarga
b.
Pasang skerem/ tabir
c.
Pencahayaan yang baik
b) Klien
a. Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien :
1. Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan
posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal suction).
2. Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap
pelaksana tindakan (oral/nasal suction).
2) Alat-alat
1.
Regulator
vakum
set
2.
Kateter
penghiap
steril
sesuai
ukuran
3.
Air
steril/
normal
salin
4.
Hanscoon
steril
5.
Pelumas
larut
dalam
air
6.
Selimut/
handuk
7.
Masker
wajah
8. Tong spatel k/p
3) Pelaksanaan
A. Fase
orientasi
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan
setelah klien batuk.
1.
Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.
2.
Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
3.
Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4.
Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5.
Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6.
Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril.
7.
Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum.
8.
Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9.
Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring
dengan perlahan.
11. Sumbat port penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter
saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara
penghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan
orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17. Cuci tangan.
2. Suction ETT
1.
Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya
sekresi jalan nafas bagian atas
2.
Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3.
Persiapkan alat dan bahan
4.
Tutup pintu atau tarik gorden
5.
Berikan pasien posisi yang benar
6.
Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7.
Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan
110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95
untuk bayi.
8.
Cuci tangan
3. Suction tracheostomy
1.
Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan
negative yang sesuai
2.
Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau
sesuai program dokter
3.
Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap
menjaga kesterilan pengisap tersebut.
4.
Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka
tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5.
Kenakan masker dan pelindung mata
6.
Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung
tangan bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan
dominan.
7.
Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh
permukaaan yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak
dominan. Masukkan kateter ke dalam selang
8.
Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap
sejumlah normal saline dari Waskom
9.
Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak
dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat,
insersikan kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung
dengan gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien
menghirup nafas
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan
meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi
kateter sambil memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari
telunjuk dominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai
bersih.
B. Fase Terminasi
1. Evaluasi
terhadap
tindakan
yanmg
telah
dilakukan
2. Rencana
tindak
lanjut
3. Kontrak yang akan datang
C. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan
penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):
1.
Meningkatnya suara napas
2.
Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan
saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya
tidal volume.
3.
Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen
yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4.
Hilangnya sekresi pulmonal.
C. Oksigenasi
1. Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh
karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan
sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali
individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan
dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang