You are on page 1of 37

REFERAT

TERAPI CAIRAN

Disusun Oleh :
Cattleya Ananda Vilda
1102011063
Pembimbing
Dr.UusRustandi.Sp.An
Dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes
Dr.Rizky,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

JULI 2016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menyusun
tugas referat yang berjudul Terapi Cairan.
Terwujudnya presentasi referat ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Uus
Rustandi.Sp.An,dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes,dandr.Rizky,Sp.An
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi
masukan kepada penyusun dan koass lainnya selama kepaniteraan di bagian ilmu
anestesi. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas
bantuan yang diberikan selama ini,
Penyusun menyadari referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat
menjadi lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga ALLAH SWT selalu
meridhoi kita semua dan semooga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Arjawinangun, Juli 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Terapi cairan perioperatif tetap menjadi topik yang sering diperdebatkan.
Tujuan terapi tersebut adalah untuk mempertahankan atau mengembalikan volume
sirkulasi darah selama periode operasi yang berlangsung. Mempertahankan volume
sirkulasi darah dan tekanan darah yang efektif merupakan komponen kunci dalam
menjamin perfusi organ adekuat untuk menghindari resiko yang berkatian dengan
hiper atau hipoperfusi organ. Mempertahankan volume intravaskular penting dalam
mencapai hasil perioperatif optimal.
Terapi cairan dilakukan untuk mengganti volume cairan intravaskular (perfusi)
atau volume cairan interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki abnormalitas
elektrolit (hiperkalsemia, hipokalemia, hiper- atau hiponatremia). Tujuan utama terapi
cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan
pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping
untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada
penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda
kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit
primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca
bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih
berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah selama
12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1
liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini belum dapat
dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk,
dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap
memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638
pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan
faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan
pasca bedah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 CAIRAN TUBUH
2.1.1 FISIOLOGI CAIRAN TUBUH
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur jumlahnya
sebesar 80% dari berat badan; bayi normal sebesar 7075% dari berat badan,
sebelum pubertas sebesar 6570% dari berat badan; orang dewasa sebesar 5060%
dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk atau obesitas
lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk.1
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi
secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi
lebih besar.2
Cairan dalam tubuh dibagi menjadi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh
total atau sebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume cairan ekstrasel
sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari berat badan pada orang
dewasa. Carian ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan interstisium
sebsear 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan pada orang dewasa
(Gambar). Cairan ekstrasel dan cairan intrasel dibatasi oleh membaran sel (lipidsoluble), merupakan membran semipermeabel oleh solut yang ada di kedua
kompartemen tersebut kecuali urea. Cairan interstisium dan cairan intravaskular
dibatasi oleh membran permeabel yang bebas dilewati oleh air dan solut kecuali
albumin. Albumin hanya terdapat di intravaskular.1

Gambar 2.1 Kompartemen Cairan Tubuh Manusia


Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut berupa kation dan anion
(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada
dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan
osmotik cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel.
Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium (kation utama) dan kalium, kalsium, dan
magnesium. Untuk menjaga netralitas (elektronetral), didalam cairan ekstrasel
terdapat anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam
cairan intrasel adalah kalium dan sebagai anion utama adalah fosfat.1
2.1.2 DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi
cairan intravaskular dan intersisial.3
a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.

Gambar 2.2 Distribusi Cairan Tubuh Manusia


b. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah
dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah
cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70kg.3
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3
1. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi
baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3
2. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
platelet.3
3. Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti


serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah
sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari
ruang transeluler.3
2.1.3 KOMPONEN CAIRAN TUBUH
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.3
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).3
a. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na +),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium
(K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa
keluar sodium dan potassium ini.
b. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO4).

Gambar 2.3 Komposisi Cairan pada Tubuh Manusia


Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler
tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.3
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter.2 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar

natrium

dalam

tubuh

58,5mEq/kgBB

dimana

70%

atau

40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter,


faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (615 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan
natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma
akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.4
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan
yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.7
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter. 4
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.4
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feses. 4
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali

bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 4
a. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.3
2.1.4 PROSES PERPINDAHAN CAIRAN DALAM TUBUH
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. 3,4,5
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis

adalah

bergeraknya

molekul

(zat

terlarut)

melalui

membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju


larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.3,4,5
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut.
Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.3,4,5
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 3,4,5

2.1.5

ASUPAN

DAN

KEHILANGAN CAIRAN DALAM KEADAAN NORMAL


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera
pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang
mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan
maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 8001500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.6
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan
yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat
sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin
(rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg
untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada ratarata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam
yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas
37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan
jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible
loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L
tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.3
2.2 PERUBAHAN CAIRAN TUBUH
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal
akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya
dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi
jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan
cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat
dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai
defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan
natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan
hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih
banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air

di

kompartemen

intravaskular

berpindah

ke

kompartemen

ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.


Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan
hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada

GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,
sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi
dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila

kadar

natrium lebih

dari

145 mEq/L disebut

dengan

hipernatremia. Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus,
keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi

keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air


sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi
akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan
kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa
disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi,
hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam
(untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40
mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L
disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.

3. Perubahan komposisi
a

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)


Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk

menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan


akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif
adalah sangat penting.
b

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)


Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan

ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yang terjadi.
c

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)


Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau

kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal
yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling
umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat
dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
d

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan

bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume

ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan


penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode
24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
2.2.2 GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA
PEMBEDAHAN
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
intraoperatif dan postoperatif.
A Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Persiapan bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

B Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

2.3 TERAPI CAIRAN


2.3.1 DEFINISI
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan
sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan dapat terdiri dari:
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi
dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat
(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine,
sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau
dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Tabel 2.1 Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.
Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,
dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan

yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa
elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional
RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus
KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

2.3.2 JENIS CAIRAN


Jenis cairan yang dapat digunakan dalam terapi cairan antara lain:
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan
intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun

Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan


Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan
gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin

Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid


Keuntungan

Kristaloid
- Tidak mahal
-

Aliran

Koloid
Mempertahankan
urin

lancar intravaskular lebih baik (1/3 cairan

(meningkatkan

volume bertahan selama 24 jam)

intravaskular)
-

Pilihan

cairan

- Meningkatkan tekanan onkotik


pertama

u/ plasma

resusitasi perdarahan & trauma


-

Mengembalikan

- Membutuhkan volume yang lebih

kehilangan sedikit

pada ruang cairan ke-3

- Mengurangi kejadian edema perifer


-

Kerugian

cairan

Dapat

menurunkan

tekanan

intrakranial
- Mengencerkan tekanan osmotik - Mahal
koloid

- Menginduksi koagulopati (dextran &

- Menginduksi edema perifer


- Insidensi

helastarch)

terjadinya

edema - Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt

pulmonal lebih tinggi

berpotensi tjd perpindhn cairan ke

- Membutuhkan volume yg lebih


besar
- Efeknya sementara

interstitial
- Mengencerkan

faktor

pembekuan

dan trombosit
- Berpotensi

menghambat

tubulus

renalis dan sel retikuloendotelial


di hepar
- Kemungkinan

adanya

anafilaksis (dextran)

2.3.3

Terapi Cairan dalam Pembedahan


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan

pemberian cairan perioperatif, yaitu :


1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut
merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi

reaksi

gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal
dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat
hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :

Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah

(suction pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml
darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah10010 ml.

Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan


berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis
penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi
digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain
penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan
internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan
perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau

sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.


Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa
(ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang
ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah
dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan
dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.


Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh

meningkatnya kadar aldosteron.


Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya
retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)

meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan
urin Hipotonis

2.3.4

PELAKSANAAN TERAPI CAIRAN DALAM PEMBEDAHAN

A. TERAPI CAIRAN PREOPERATIF

Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status
cairan ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing

terakhir, jumlah dan warnya.


Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari
status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata

dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin

dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500
ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan

lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.


Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi
pada kehilangan cairan 7-15

% BB. Kegagalan penggantian cairan dan

elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB


atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa
2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20
kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB
II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap
keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya
produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum
induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama
pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan
cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis,
Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat
nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini
lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif)
harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit
karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali
menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan
atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

Usia

Jumlah Kebutuhan (ml/Kg/Jam)

Dewasa
Anak
Bayi
Neonatus

1,5 2
24
46
3
Table 4. Pengganti defisit prabedah

B. Terapi Cairan Intraoperatif

Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian
sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan
beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan,
sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2
ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti
akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6
ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan
perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama
pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang
sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain
operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol
suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu
lembar duk dapat menampung 100 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa
sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap
sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman,
yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%. 20 25% pada individu sehat atau
anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85
ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30%
dapat dihitung sebagai berikut :

EBV
Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)

Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC

30%)
Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan

akibat perdarahan adalah sebagai berikut :


Berdasar berat-ringannya perdarahan :

Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti

dengan cairan elektrolit.


Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti

dengan cairan kristaloid dan koloid.


Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.

Klasifikasi Shok Akibat Perdarahan :


Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock
Class I
(haemorrhage 750 ml (15%))

2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L


polygelatin

Class II
1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer(haemorrhage 800-1500 ml (15- lactate solution
30%))
Class III
1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5
(haemorrhage 1500-2000 ml (30- l whole blood or 0.1-1.5 l equal
40%))
volumes of concentrated red cells and
polygelatin
Class IV
(haemorrhage 2000 ml (48%))

1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l


polygelatin plus 2.0 l whole blood or
2.0 l equal volumes of concentrated
red cells and polygelatin or
hestastarch

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan


kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan,

translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.

C. Terapi Cairan Postoperatif


Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :

Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.


Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein
dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace
element. Pemberian kalori sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 0,24
N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang
tidak mendapat nutrisi sama sekali akan kehilangan protein 75 125 gr/hari.
Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka
operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang menyulitkan proses
realimentasi.

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.

Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.
Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak
perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma
pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
2.3.5 KECEPATAN TERAPI CAIRAN
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus.
Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.

Kebutuhan Cairan Rutin (Pemeliharaan)


Usia

Dewasa

Anak-anak

Kebutuhan Cairan Rutin

2 cc/kgBB/jam

10 kg I: 4 cc/kgBB/jam

10 kg II: 2 cc/kgBB/jam

10 kg III: 1 cc/kgBB/jam

Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg membutuhkan cairan rutin
perhari:

10 kg I: 4 cc/kgBB/jam x 10 kg = 40

10 kg II: 2 cc/kgBB/jam x 10 kg = 20

10 kg III: 1 cc/kgBB/jam x 10 kg = 10

Kebutuhan Cairan Selama Operasi


Jenis Operasi

Kebutuhan Cairan Selama Operasi

Ringan

4 cc/kgBB/jam

Sedang

6 cc/kgBB/jam

Berat

8 cc/kgBB/jam

Penggantian Cairan Selama Puasa

50 % selama jam I operasi

25 % selama jam II operasi

25 % selama jam III operasi

Terapi Cairan untuk Koreksi Suhu


Untuk setiap kenaikan 1C membutuhkan terapi cairan tambahan:

10 % x kebutuhan cairan rutin

Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg dan suhu 38C untuk koreksi
suhu membutuhkan terapi cairan tambahan:

10 % x 1700 cc/hari = 340 cc/hari

Kecepatan Infus
Jenis

Tetes makro

Tetes mikro

Kecepatan Infus

15 tetes/cc

20 tetes/cc

60 tetes/cc

Berikut penjelasan dan contoh bagaimana cara menghitung tetesan cairan


infus:
Rumus Hitung Cairan
Tetesan/menit= keb.Cairan (cc) x Tetesan Dasar
Waktu
x
60(dtk)
2.3.6 TRANSFUSI DARAH2,13,14
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama
perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang
diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak
menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah,
sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan

mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi


sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan
cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan
retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12
jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan
akan terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini
sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%,
darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid
dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun
bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.Untuk mengganti darah
yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu:
V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB
1. Transfusi sel darah merah
Indikasi transfusi sel darah merah
Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel
darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh
volume darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari
separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang

diberikan.
Transfusi darah prabedah
Anemia defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap

pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.


Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan

transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.


Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau
infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun

juga komponen darah yang lain.


Penderita yang tergantung trasnfusi

Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik


membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu,
sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.
Penderita sel bulan sabit
Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur,

terutama setelah stoke, karena sindrom dada berulang yang mengancam


jiwa, dan selama kehamilan.
Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi

pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.


Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah::
a. Masalah Mendesak
Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga
redistribusi cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi
jantung. Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal

ventrikel kiri
Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia

ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar
Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam,

dan penyusutan trombosit serta faktor koagulasi


Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri
selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya
gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC
Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi

anafilaktik berat, walaupun jarang terjadi


b.

Masalah Jangka Menengah

Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang
sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau

corinebacterium
Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada

thalasemia mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan teratur


Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi

c.

Masalah jangka panjang


Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat
diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan
tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan

pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid,


gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi
besi harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan
organ yang serius.
2. Transfusi Trombosit dan Granulosit
Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita trombositopenia
yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum
tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya
leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum tulang.
Indikasi transfusi trombosit:
Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan

II.8.

mielotoksik
Kelainan fungsi trombosit
Trombositopenia akibat pengenceran
Pintas kardiopulmoner
Purpura trombositopenia autoimun
Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal

Perbandingan Plasma Substitusi:


Kriteria
Whole blood
pH
BM rata-rata

7,3 7,4
-

Tekanan
osmotic
Keseimbangan
cairan
intravaskulerinterstitial
Waktu paruh
efektif
Gangguan
pada blood
typing
Gangguan
pada
homeostasis

Fisiologis

Fungsi ginjal

Terpelihara

Larutan
elektrolit
5,5 6,5
-

Albumin
20%
6,47 7,2
66.000

Dekstran
40+10
4,5 5,7
40.000

Nonosmotik
Resiko
edema

Isoosmotik
Perbaikan

Beberapa
hari
Tidak

Beberapa hari- Beberapa


minggu
menit
Biasanya tidak Tidak

HES 6%

Haemaccel
7,0 7,6
35.000

Hiperosmotik
Dehidrasi

5,0 7,0
200.000/
450.000
Hiperosmotik
Dehidrasi

6-8 jam

12 jam

4-6 jam

Pseudoaglu
tinasi

Tidak

Tidak

Iso-osmotik
Perbaikan

Ada
Hanya
Hanya
Menurunkan Menurunkan Hanya
kemungkinan
pengence- pengence- fungsi
fungsi
pengenceran
(aktivasi faktor) ran
ran
trombosit
trombosit
dan
dan
koagulopati koagulopati
?
Membaik Membaik Mungkin
Tidak
Membaik
terganggu
ditemukan

Overload
Mungkin
cardiovaskule
r
Efek samping Anafilaksis/
yang mungkin inkompatibilita
s

Transmisi
penyakit

Waktu
penyimpanan
Suhu
penyimpanan
Akumulasi
pada RES

Tidak

Tidak
mungkin

Mungkin

Edema
pulmonal

Reaksi
kutis,
demam,
hipotensi
sementara
Tidak

Anafilaksis Anafilaksis Reaksi kulit


yang perlu atau reaksi lokal,
premedikasi anafilaksis
hipotensi
sementara
Tidak

Tidak

Tidak

3-5 tahun

5 tahun

3 tahun

5 tahun

2-250C

Tidak

Beberapa
minggu

Suhu
ruangan
Beberapa
bulan

Suhu
ruangan
Tidak

Resiko infeksi Tidak


virus
seperti
HIV,
HBV,
HCV
21 hari
3 tahun
4-60C
Tidak

data literatur
Mungkin
Tidak
mungkin

Suhu
ruangan
Tidak

Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:

pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah


Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko overload

pada sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema


Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis
Tidak mengganggu homeostasis
Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching
Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial
Lama penyimpanan produk panjang
Ekonomis

BAB III
KESIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam
batas-batas fisiologis.
2. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
3. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
4. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan
kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.
5. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama bedah dan
pasca bedah.
6. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid
(memiliki tekanan onkotik) dan darah.
7. Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah,
yaitu: V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB
8. Setiap unit darah mengganti 1 gr% Hb, dan setiap transfusi 3 ml/KgBB mengganti
3 gr% Hb.

DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta.
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Dipenogoro 71 Jakarta Pusat. 2009:175
2. Pandey CK, Singh RB.
J.Anaesh.2003;47(5):380-387)

Fluid

and

electrolyte

disorders.

Indian

3. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
4. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
5. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
6. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.

You might also like