Professional Documents
Culture Documents
TERAPI CAIRAN
Disusun Oleh :
Cattleya Ananda Vilda
1102011063
Pembimbing
Dr.UusRustandi.Sp.An
Dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes
Dr.Rizky,Sp.An
JULI 2016
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menyusun
tugas referat yang berjudul Terapi Cairan.
Terwujudnya presentasi referat ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Uus
Rustandi.Sp.An,dr.RubySatriaNugraha,Sp.An,Mkes,dandr.Rizky,Sp.An
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi
masukan kepada penyusun dan koass lainnya selama kepaniteraan di bagian ilmu
anestesi. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas
bantuan yang diberikan selama ini,
Penyusun menyadari referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat
menjadi lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga ALLAH SWT selalu
meridhoi kita semua dan semooga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Terapi cairan perioperatif tetap menjadi topik yang sering diperdebatkan.
Tujuan terapi tersebut adalah untuk mempertahankan atau mengembalikan volume
sirkulasi darah selama periode operasi yang berlangsung. Mempertahankan volume
sirkulasi darah dan tekanan darah yang efektif merupakan komponen kunci dalam
menjamin perfusi organ adekuat untuk menghindari resiko yang berkatian dengan
hiper atau hipoperfusi organ. Mempertahankan volume intravaskular penting dalam
mencapai hasil perioperatif optimal.
Terapi cairan dilakukan untuk mengganti volume cairan intravaskular (perfusi)
atau volume cairan interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki abnormalitas
elektrolit (hiperkalsemia, hipokalemia, hiper- atau hiponatremia). Tujuan utama terapi
cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan
pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping
untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada
penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda
kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadangkadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit
primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca
bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih
berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah selama
12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1
liter pada pasien orang dewasa. Gejala dari defisit cairan ini belum dapat
dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk,
dan pusing kepala. Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap
memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638
pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan
faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan
pasca bedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 CAIRAN TUBUH
2.1.1 FISIOLOGI CAIRAN TUBUH
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur jumlahnya
sebesar 80% dari berat badan; bayi normal sebesar 7075% dari berat badan,
sebelum pubertas sebesar 6570% dari berat badan; orang dewasa sebesar 5060%
dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk atau obesitas
lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk.1
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi
secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi
lebih besar.2
Cairan dalam tubuh dibagi menjadi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh
total atau sebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume cairan ekstrasel
sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari berat badan pada orang
dewasa. Carian ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan interstisium
sebsear 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan pada orang dewasa
(Gambar). Cairan ekstrasel dan cairan intrasel dibatasi oleh membaran sel (lipidsoluble), merupakan membran semipermeabel oleh solut yang ada di kedua
kompartemen tersebut kecuali urea. Cairan interstisium dan cairan intravaskular
dibatasi oleh membran permeabel yang bebas dilewati oleh air dan solut kecuali
albumin. Albumin hanya terdapat di intravaskular.1
Kadar
natrium
dalam
tubuh
58,5mEq/kgBB
dimana
70%
atau
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 4
a. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.3
2.1.4 PROSES PERPINDAHAN CAIRAN DALAM TUBUH
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. 3,4,5
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis
adalah
bergeraknya
molekul
(zat
terlarut)
melalui
membran
2.1.5
ASUPAN
DAN
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan
natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan
hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih
banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air
di
kompartemen
intravaskular
berpindah
ke
kompartemen
GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,
sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi
dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara
perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk
menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila
kadar
natrium lebih
dari
dengan
hipernatremia. Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus,
keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi
3. Perubahan komposisi
a
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yang terjadi.
c
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal
yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling
umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat
dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
d
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
B Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa
elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional
RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus
KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan
intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Kristaloid
- Tidak mahal
-
Aliran
Koloid
Mempertahankan
urin
(meningkatkan
intravaskular)
-
Pilihan
cairan
u/ plasma
Mengembalikan
kehilangan sedikit
Kerugian
cairan
Dapat
menurunkan
tekanan
intrakranial
- Mengencerkan tekanan osmotik - Mahal
koloid
helastarch)
terjadinya
interstitial
- Mengencerkan
faktor
pembekuan
dan trombosit
- Berpotensi
menghambat
tubulus
adanya
anafilaksis (dextran)
2.3.3
reaksi
gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal
dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat
hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
(suction pump).
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml
darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah10010 ml.
meningkat.
Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan
urin Hipotonis
2.3.4
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status
cairan ini didapat dari :
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
dan mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin
dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500
ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
Usia
Dewasa
Anak
Bayi
Neonatus
1,5 2
24
46
3
Table 4. Pengganti defisit prabedah
Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian
sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan
beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan,
sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2
ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti
akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6
ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan
perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama
pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang
sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain
operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol
suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu
lembar duk dapat menampung 100 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa
sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap
sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman,
yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%. 20 25% pada individu sehat atau
anemia kronis.
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai
hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85
ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30%
dapat dihitung sebagai berikut :
EBV
Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC
30%)
Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan
Class II
1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer(haemorrhage 800-1500 ml (15- lactate solution
30%))
Class III
1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5
(haemorrhage 1500-2000 ml (30- l whole blood or 0.1-1.5 l equal
40%))
volumes of concentrated red cells and
polygelatin
Class IV
(haemorrhage 2000 ml (48%))
translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.
Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak
perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma
pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
2.3.5 KECEPATAN TERAPI CAIRAN
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus.
Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Dewasa
Anak-anak
2 cc/kgBB/jam
10 kg I: 4 cc/kgBB/jam
10 kg II: 2 cc/kgBB/jam
10 kg III: 1 cc/kgBB/jam
Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg membutuhkan cairan rutin
perhari:
10 kg I: 4 cc/kgBB/jam x 10 kg = 40
10 kg II: 2 cc/kgBB/jam x 10 kg = 20
10 kg III: 1 cc/kgBB/jam x 10 kg = 10
Ringan
4 cc/kgBB/jam
Sedang
6 cc/kgBB/jam
Berat
8 cc/kgBB/jam
Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg dan suhu 38C untuk koreksi
suhu membutuhkan terapi cairan tambahan:
Kecepatan Infus
Jenis
Tetes makro
Tetes mikro
Kecepatan Infus
15 tetes/cc
20 tetes/cc
60 tetes/cc
diberikan.
Transfusi darah prabedah
Anemia defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang
dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap
ventrikel kiri
Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia
ini dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar
Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam,
Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang
sama terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau
corinebacterium
Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada
c.
II.8.
mielotoksik
Kelainan fungsi trombosit
Trombositopenia akibat pengenceran
Pintas kardiopulmoner
Purpura trombositopenia autoimun
Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal
7,3 7,4
-
Tekanan
osmotic
Keseimbangan
cairan
intravaskulerinterstitial
Waktu paruh
efektif
Gangguan
pada blood
typing
Gangguan
pada
homeostasis
Fisiologis
Fungsi ginjal
Terpelihara
Larutan
elektrolit
5,5 6,5
-
Albumin
20%
6,47 7,2
66.000
Dekstran
40+10
4,5 5,7
40.000
Nonosmotik
Resiko
edema
Isoosmotik
Perbaikan
Beberapa
hari
Tidak
HES 6%
Haemaccel
7,0 7,6
35.000
Hiperosmotik
Dehidrasi
5,0 7,0
200.000/
450.000
Hiperosmotik
Dehidrasi
6-8 jam
12 jam
4-6 jam
Pseudoaglu
tinasi
Tidak
Tidak
Iso-osmotik
Perbaikan
Ada
Hanya
Hanya
Menurunkan Menurunkan Hanya
kemungkinan
pengence- pengence- fungsi
fungsi
pengenceran
(aktivasi faktor) ran
ran
trombosit
trombosit
dan
dan
koagulopati koagulopati
?
Membaik Membaik Mungkin
Tidak
Membaik
terganggu
ditemukan
Overload
Mungkin
cardiovaskule
r
Efek samping Anafilaksis/
yang mungkin inkompatibilita
s
Transmisi
penyakit
Waktu
penyimpanan
Suhu
penyimpanan
Akumulasi
pada RES
Tidak
Tidak
mungkin
Mungkin
Edema
pulmonal
Reaksi
kutis,
demam,
hipotensi
sementara
Tidak
Tidak
Tidak
3-5 tahun
5 tahun
3 tahun
5 tahun
2-250C
Tidak
Beberapa
minggu
Suhu
ruangan
Beberapa
bulan
Suhu
ruangan
Tidak
data literatur
Mungkin
Tidak
mungkin
Suhu
ruangan
Tidak
BAB III
KESIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam
batas-batas fisiologis.
2. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
3. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
4. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan
kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.
5. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama bedah dan
pasca bedah.
6. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid
(memiliki tekanan onkotik) dan darah.
7. Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah,
yaitu: V = (Hb target Hb inisial) x 80% x BB
8. Setiap unit darah mengganti 1 gr% Hb, dan setiap transfusi 3 ml/KgBB mengganti
3 gr% Hb.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta.
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Dipenogoro 71 Jakarta Pusat. 2009:175
2. Pandey CK, Singh RB.
J.Anaesh.2003;47(5):380-387)
Fluid
and
electrolyte
disorders.
Indian
3. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
4. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
5. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
6. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.