Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari
operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total yaitu
hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah
tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anestesi regional
yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif
pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dan
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi.
Perdarahan saluran cerna atas adalah masalah yang sangat sering kita
jumpai. Derajatnya dapat bervariasi dari perdarahan samar yang tidak diketahui
hingga perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Ulkus peptikum (Tukak
peptik) adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Ulkus
peptikum mengacu pada ulkus gaster dan duodenal yang disebabkan oleh asam
peptik. Ulkus peptikum adalah kecacatan pada mukosa gastrointestinal yang
disebabkan karena sel epitel terkena pengaruh asam dan pepsin yang melebihi
kemampuan mukosa melawan efek tersebut. Ulkus peptikum mempunyai sifat
penetrasi, yang dimulai dari mukosa menembus lapisan yang lebih dalam.
Penetrasi ke pembuluh darah dapat mengakibatkan perdarahan masif dan jika
terjadi penetrasi ke seluruh dinding lambung akan mengakibatkan perforasi akut.
Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua orang dan semua golongan
umur. Di Indonesia, lebih banyak ditemukan pada orang-orang Tionghoa daripada
orang jawa. Selain itu juga banyak dijumpai pada suku Tapanuli, rakyat Sulawesi.
Daerah yang banyak dijumpai ulkus peptikum diantaranya Rusia, Jepang, dan
Cili. Kejadian pada kaum pria dan wanita sangat bervariasi. Secara klinis ulkus
duodeni lebih sering dijumpai daripada ulkus gaster. Pada beberapa negara seperti
Jepang lebih banyak dijumpai ulkus gaster. Orang astenik, tinggi kurus disebut
tipe tukak (ulcer type), tetapi kelainan pada lambung dapat juga dijumpai pada
orang yang gemuk, pendek, dan obesitas. Ulkus gaster tersebar di seluruh dunia
dijumpai lebih banyak pada pria, meningkat pada usia lanjut, dan kelompok sosial
ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam.
Pemilihan jenis anestesi untuk Endoskopi pada kasus ulkus peptikum
ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana
prasarana serta keterampilan dokter ahli endoskopi, dokter anestesi dan perawat
anestesi. Mengingat endoskopi pada kasus ulkus peptikum merupakan tindakan
yang dilakukan dengan general anestesi, sehingga perlu kewaspadaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan
endoskopi dan anestesi. Adapun komplikasi yang terdapat pada teknik general
anestesi seperti mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan butuh waktu
dalam pengembalian fungsi mental normal. Terkait dengan kondisi hipotermia
yang gawat (jarang terjadi) dimana kondisi otot yang terkena paparan beberapa
zat anestesi umum dapat menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi
hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.
BAB II
LAPORAN KASUS
A.
B.
Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
No.RM
: Ny. S.
: Perempuan
: 78 tahun
: Dompon 1/9 Karanganyar
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Ulkus peptikum
: Endoskopi
: 26 Juli 2016
: 27 Juli 2016
: 37.XX.XX
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal mawar III
RSUD Karanganyar pada tanggal 27 Juli 2016
1. Keluhan Utama
Mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan utama mual.
Mual dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh terasa
tidak nyaman pada perut kiri atas. Oleh dr. N, pasien dikatakan
mengalami ulkus peptikum dan pasien setuju dilakukan Endoskopi
(EGD) yaitu suatu teknik untuk melihat secara langsung keadaan
didalam saluran cerna bagian atas pada tanggal 27 Juli 2016.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: diakui, 3 tahun yang lalu
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Alergi Obat/Makanan
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Anamnesis Sistemik
Sistem Cerebrospinal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
sulit tidur (-), pusing (-), kejang (-), perasan berputarputar (-),
(-)
Sistem Respirasi
Sistem Gastrointestinal
kuning (-)
Sistem Musculoskeletal
kemeng (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), otot
lemah (-), kesemutan (-), kebas (-).
6. Riwayat Operasi dan Anestesi
Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Compos Mentis
Vital Sign
:
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 94x/ menit
Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 o C
Status Gizi
:
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan 155 cm
(-)
Leher
Retraksi suprasternal (-/-), deviasi trachea (-), peningkatan JVP (-),
retraksi intercostae
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, depan = belakang
Perkusi
:
Depan
Sonor
Sonor
Sonor
-
Auskultasi
Belakang
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Depan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Sonor
Sonor
Sonor
Belakang
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Jantung
-
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
jantung (-)
Abdomen
-
Inspeksi
ada darm contour, tidak ada darm steifung, tidak ada luka
bekas operasi
- Auskultasi
: Peristaltik usus (+) normal
- Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-)
- Perkusi
: Timpani (+)
Ekstremitas :
Clubbing finger tidak ditemukan
Tidak ditemukan edema
Akral hangat
+
D. Pemeriksaan penunjang
1. Darah Rutin
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Gran
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Clotting Time
Bleeding Time
Golongan
Nilai
12,2
39
8,15
190
5,05
91,0
28,1
32,9
60,4
35,6
4,0
1,5
0,5
04,00
01,30
A
Nilai normal
12.00 16.00
37 47
5,0 10,0
150 300
4,50 5,50
82 92
27 31
32-37
50-70,0
25,0 40,0
3,0 9,0
0 ,55,0
0,0-1,0
2-8
1-3
Satuan
g/dL
Vol%
10^3/uL
mm3
10^6/uL
fL
Pg
g/dL
%
%
%
%
%
Menit
Menit
darah
GDS
creatinin
124
0,83
70 150
0,5-0,9
mg/dL
mg/dL
Ureum
HbsAg
37
NR
10-50
NR
mg/dL
Seorang perempuan usia 78 tahun dengan diagnosis ulkus peptikum yang akan
dilakukan tindakan endoskopi pada tanggal 27 Juli 2016. Hasil laboratorium,
EKG dan Vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah
: (-)
Derajat ASA
: III
Rencana tindakan anestesi : General anestesi TIVA
F. Laporan Anestesi
1. Persiapan Anestesi
a. Persetujuan operasi tertulis dan identitas pasien
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Puasa 8 jam pre operatif
d. Cek obat dan alat
e. Jenis anestesi
: General Anestesia
f. Teknik Anestesi
: TIVA (Total Intravenous Anesthesia)
g. Induksi
: Midazolam
h. Obat yang diberikan
: Cefuroxime
i. Monitoring tanda vital selama anestesi setiap 5 menit, cairan,
perdarahan, ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi
j. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan.
2. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis anestesi
b. Premedikasi
:-
Tekanan
Nadi
SpO2
Keterangan
78
99
General anestesi
darah
12.20
160/80
dilakukan
12.25
162/84
84
99
Terpasang Fimahaes
12.30
172/82
92
99
Pelaksanaan endoskopi
12.35
170/82
90
99
12.40
166/84
86
99
12.45
160/82
84
99
12.50
164/80
84
99
Selesai endoskopi
Selesai anestesi
1. Di Ruang Recovery
-
Waktu
Tekanan
Nadi
RR
Keterangan
82
20
Darah
13.00
160/80
Vital
13.05
160/80
80
18
13.10
160/80
80
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anestesi Umum (General Anestesi)
1. Definisi
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara
sentral yang dihasilkan ketika pasien diberikan obat-obatan untuk
amnesia, analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi. Pada pasien yang
dilakukan anestesi dapat dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran
yang terkontrol dan reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk
mentolerir tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak
tertahankan, yang berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Komponen anestesi yang ideal terdiri dari hipnotik, analgetik, dam
relaksasi otot.
Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara
inhalasi untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat
dimana akan dilakukan
Metode
Pemberian anestesi umum dapat dilihat dari cara pemberian obat,
terdapat 3 cara pemberian obat pada anestesi umum :
a.
Parenteral
Anestesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena
maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan operasi
yang singkat atau untuk induksi anestesi. Obat anestesi yang sering
digunakan adalah :
Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis
permulaan 4-6 mg/kg BB danselanjutnya dapat ditambah sampai
1 gram.
Penggunaan :
- Untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi.
- Operasi-operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi
abses.
Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50
mg/cc.Dosis: IV 1-3 mg/kgBB,IM 8-13 mg/kgBB1-3 menit
setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.
Penggunaan :
- Operasi-operasi yang singkat
- Untuk indikasi penderita tekanan darah rendah
b.
Perectal
Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan
selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic
(katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaanmata, telinga,
oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi dan anak
kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada
bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah:
- Rectum betul-betul kosong
- Tak ada infeksi di dalam rectum. Lama narkose 20-30 menit.
Obat-obat yang digunakan:
- Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB
- Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB
c.
Per inhalasi
Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paruparu, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan
narkose.
a. N2O
Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar
dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2
minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat,
sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti
halotan.
b. Induksi halotan
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan
analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran
N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau
campuran N2O : O2 = 3 : 1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk
konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah
tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi
vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor.
Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat
pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
c. Induksi enfluran
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih
kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia.
Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
d. Induksi isofluran
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga
isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap
depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
tinggi
sampai
vol
%.
Seperti
dengan
3.
b. Faktor sirkulasi
c. Faktor jaringan.
d. Faktor obat anestesi.
Stadium anestesi
Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi
anestesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa
penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman
Stadium I
Disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai
sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium
ini operasi kecil bisa dilakukan.
b.
Stadium II
Disebut juga stadium delirium atau stadium exitasi. Dimulai dari
hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini
penderita bisa meronta ronta, pernafasan irregular, pupil melebar,
refleks cahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+),
tonus otot meninggi, reflex fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk
atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi. Stadium ini
diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata dan
selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan
penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa
dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan
psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. Keadaan
emergency delirium juga dapat terjadi pada fase pemulihan dari
anestesi.
c.
Stadium III
Disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai
paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4 plane:
Plane I: Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata.
Ditandai dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan
abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks
cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah
menghilang, tonus otot menurun.
Stadium IV
Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut
stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan
hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure
dan dikuti dengan circulatory failure.
4.
berarti
membutuhkan
tersedianya
sebuah
mesin
yang
rutin terbatas
ASA 4:pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakit merupakan ancaman
h. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan
bangun dari anestesi diantaranya :
i. Persiapan induksi
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :
a. S : Scope (stetoskop, laringoskop)
Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut
lebih luas serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi
epiglotis, pita suara dan trakea.
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
-
laringoskopi dewasa.
- Blade lurus.
b. T : Tube (pipa endotraceal, LMA)
- Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke
dalam trakea.
-
face
mask
atau
intubasi
ET. Kontraindikasi
pipa oropharing)
Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah
dari dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang
masih bernapas spontan, alat ini juga membantu saat
Gambar 2. Nasopharyngeal
airway
-
lama,
kedalaman
anestesi perlu
operasi-operasi
yang
memerlukan
relaksasi
otot,
bila
relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa
bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka
usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan
penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bisa terjadi
pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu
usaha untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan
anestesi, yaitu dengan cara menambah dosis obat.
Pada umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis
obat
anestesi
yang
diberikan
sedemikian
tinggi,
sehingga
tidak sadar.
Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa
melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam
darah sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak.
Dengan hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah
maka
Respirasi
kendali/respirasi
terkontrol
/balance
anestesi:
disebut
anesthesia/TIVA).
anestesi
Bila
intravena
induksi
total
dan
(total
intravenous
maintenance
anestesi
Pemulihan anestesi
Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri
dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada anestesi inhalasi
bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan,
hal ini disebut oksigenisasi. Dengan oksigenisasi maka oksigen akan
mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi
diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi.
Dengan demikian tekanan parsiel obat anestesi di alveoli juga
berangsur-angsur turun, sehingga lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan parsiel obat anestesi inhalasi didalamdarah. Maka terjadilah
difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli. Semakin
tinggi perbedaan tekanan parsiel tersebut kecepatan difusi makin
meningkat. Sementara itu oksigen dari alveoli akan berdifusi ke dalam
darah.
Semakin
tinggi
tekanan
parsiel
oksigen di
alveoli
(akibat
sedangkan
bagi
penderita
yang
menggunakan
pipa
maka
dilakukan
reverse,
yaitu
memberikan
obat
antikolinesterase.
Sebagian ahli anestesi tetap memberikan reverse walaupun napas
sudah adekuat bagi penderita yang sebelumnya mendapat muscle
relaxant. Sebagian ahli anestesi melakukan ekstubasi setelah penderita
sadar, bisa diperintah menarik napas dalam, batuk, menggelengkan
kepala dan menggerakkan ekstremitas. Penilaian yang lebih obyektif
tentang seberapa besar pengaruh muscle relaxant adalah dengan
menggunakan alat nerve stimulator.
Adapun setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan dan terus diobservasi dengan cara menilai Aldrettes score,
Nilai
1. Kesadaran:
Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon
2
1
0
2. Respirasi:
Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk
Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan
Apnoe
2
1
0
2
1
0
4. Aktivitas:
dapat
menggerakkan
ekstremitas
atas
2
1
0
perintah:
4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak dapat
5. Warna kulit
Normal
Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik
Cyanotic
2
1
0
B. Ulkus Peptikum
1. Definisi
Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar
atau oval pada lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum).
Ulkus pada lambung disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkus
pada usus dua belas jari disebut ulkus duodenalis. Tukak lambung/gastric
ulcer/maag merupakan luka/ulkus yang terjadipada lambung yang
diakibatkan oleh karena gangguan keseimbangan asam-basa pada
lambung dimana terjadi peningkatan keasaman lambung danatau
penurunan daya tahan/proteksi jaringan lambung. Ulkus peptikum
Anatomi
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang terdapat pada lambung.
Dimana lambung merupakan bagian dari abdomen.
Lambung
3.
Ulkus lambung
Ulkus duodeni
Ulkus jejeunum
BAB IV
PEMBAHASAN
3.
4.
5.
akan digunakan
O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)
Menyiapkan stetoskop, kanul oksigen
Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah
6.
7.
a. Maintenance 2 cc/kgBB/jam
= 2 x 50 = 100 cc/jam
b. Stress operasi (ringan) 4cc/kgBB/jam
= 4 x 50 = 200 cc/jam
c. Pengganti puasa
= 8 x 100 = 800 cc/jam
Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan
kristaloid
Pemberian Cairan :
Kebutuhan cairan selama endoskopi 10 menit
= maintenance + stress operasi
= 100 + 200
= 300 cc/ jam
= 50 cc untuk 10 menit
Endoskopi berlangsung selama 10 menit, sehingga kebutuhan cairan pasien
adalah sebanyak 50 cc.
Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah sebagai berikut:
1.
Maintenance 2 cc/kgBB/jam
2.
= 50x 2 cc
= 100cc/jam
= 33 tetes/menit
Point
Nilai
Pada Pasien
Motorik
4 ekstermitas
2 ekstremitas
Spontan + batuk
Nafas kurang
Beda <20%
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Kulit
20-50%
>50%
Sadar penuh
Ketika dipanggil
Kemerahan
Pucat
Sianosis
Total
10
Apabila total Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal.
Pada saat malam hari post operasi.
Sistem Pernapasan
Respiratory Rate : 20 x/mnt
Sistem Sirkulasi
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi
: 82 x/mnt
Sistem Saraf Pusat
GCS
: 15
Sistem Perkemihan
Dalam batas normal
Sistem Pencernaan
Bising usus
: 5x/mnt
Sistem Muskuloskeletal
Dalam batas normal
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ny. S, usia 78 tahun, berat badan 50 kg, tinggi badan 155 cm. Pasien
pada kasus ini didiagnosis dengan ulkus peptikum dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien berencana endoskopi.
Untuk rencana endoskopi pasien ini dengan anestesi general.
Kebutuhan cairan selama endoskopi yaitu jumlah dari maintanance
dan stress operasi (100 + 200 = 300 cc) untuk 1 jam pertama karena pasien
hanya memerlukan 10 menit untuk endoskopi jadi hanya memerlukan cairan
50 cc, sedangkan cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 250 cc,
sehingga balance cairannya adalah +200cc. Selama proses operasi tidak
terjadi masalah gejolak hemodinamik.
Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas
normal dan nilai aldrette score mencapai 10 sehingga pasien selanjutnya
bisa dipindahkan ke bangsal.
B.
Saran
BAB V
DAFTAR PUSTAKA