You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma
okuli yang parah. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli, namun tidak jarang terjadi pada usia lanjut
juga. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan dirumah,
kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas. Trauma okuli
merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata rongga orbita. Kerusakan ini
akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi mata sebagai sebagai indera
penglihatan.1
Trauma tumpul dapat menyebabkan berbagai cedera pada mata dan salah
satunya adalah hifema. United States Eye Injury Registry (USEIR) menemukan
33% dari trauma serius pada mata akan menyebabkan terjadinya hifema dan 80%
penderita hifema adalah laki-laki.2 Hifema merupakan suatu kondisi dimana bilik
mata depan terisi oleh darah yang terjadi akibat pecah atau robeknya pembuluhpembuluh darah di iris atau badan siliar. Sebuah studi mengatakan bahwa setiap
tahunnya kejadian hifema lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu 20,2 per
100.000 populasi dibandingkan perempuan yaitu 4,1 per 100.000 populasi dan
diantara kedua kelompok tersebut 70 persennya adalah anak-anak. Namun, hifema
karena komplikasi medispun sering terjadi, pada umumnya manipulasi yang
melibatkan struktur kaya pembuluh darah biasanya terjadi pada umur dewasa. 3
Adanya hifema memiliki beberapa komplikasi yaitu peningkatan tekanan
intraokular, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior dan
katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan kerusakan saraf mata dan
penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan
diagnosis, evaluasi serta tatalaksana dari hifema.1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata
depan yang berasal dari pembuluh darah iris atau badan siliar yang pecah yang
dapat terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehingga darah terkumpul di
dalam bilik mata yang mengisi sebagian ataupun seluruh bilik mata depan.4

2.2 Anatomi Bilik Mata Depan


Secara anatomis, mata dapat dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu bilik mata
depan, bilik mata belakang dan ruang vitreus. Bilik mata depan adalah ruang di
antara iris dan kornea yang berisi cairan aqueous. Kedalaman ruang tersebut
sekitar 3 mm dan volume sekitar 200 uL. Bilik mata belakang adalah ruang yang
terletak posterior terhadap iris dan anterior terhadap lensa. Ruangan ini juga berisi
cairan aqueous dengan volume sekitar 60 uL. Kompartemen terbesar adalah ruang
vitreus, dengan ukuran lebih dari dua pertiga volume mata (5-6 ml) yang berisi
cairan vitreus. Volume rata-rata mata orang dewasa adalah 6,7-7 ml.5

Gambar 2.1 Potongan sagital mata.5


Bilik mata depan di anterior berbatas dengan kornea dan di posterior
berbatas dengan diafragma iris dan pupil. Pada bilik mata depan terdapat sudut
yang terdiri dari garis Schwalbe, kanalis schlemm, anyaman trabekula, scleral

spur, dan batas anterior terdiri dari badan siliar dan iris. Kedalaman bilik mata
depan bervariasi, bilik mata depan pada aphakia, pseudophakia dan miopia lebih
dalam sedangkan pada hipermetropia lebih dangkal.5
Bilik mata depan berisi cairan aqueous yang di produksi oleh epitel badan
siliar pada di bilik mata belakang. Cairan aqueous merupakan sumber utama
nutrisi bagi lensa dan kornea, serta menjadi rute untuk membuang zat sisa.Volume
cairan aqueous pada orang dewasa adalah sekitar 250 uL dengan kecepatan
produksi sekitar 2,5 uL/menit.1,5
Cairan aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, cairan aqueous
mengalir melalui pupil ke bilik mata depan, lalu menuju anyaman trabekula. Pada
periode ini terjadi pertukaran komponen dengan darah pada pembuluh darah iris.1

Gambar 2.2 Stuktur bilik mata depan.1


Anyaman trabekular terdiri dari jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus
oleh sel-sel trabekular membentuk suatu saringan dengan pori-pori yang semakin
mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam anyaman trabekuler memperbesar pori-pori pada anyaman

tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aqueous meningkat. Saluran eferen


dari kanalis schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
menyalurkan cairan ke sistem vena. Sejumlah kecil cairan aqueous keluar dari
mata antara berkas otot siliaris ke ruangan suprakoroid dan ke dalam sistem vena
korpus siliaris (aliran uveoskleral).1

Gambar 2.3 Sistem perdarahan mata.1


Pemasok arteri utama pada mata dan bagian-bagiannya berasal dari arteri
oftalmika yaitu cabang pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang
ini berjalan di bawah nervus optikus melalui kanalis optikus menuju orbita.
Cabang intra orbital pertama adalah arteri sentralis retina yang memasuki nervus
optikus 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang arteri lainnya adalah arteri
lakrimalis yang memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata, cabangcabang maskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan
brevis, arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata dan arteri supra orbitalis
serta supratroklearis. Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan

bagian nervus optikus. Arteri siliaris posterior longus memperdarahi korpus


siliaris bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus anterior major iris.
Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang maskularis dan menuju ke
muskulus rekti. Arteri ini memasok darah ke sklera, episklera, limbus dan
konjungtiva.1

Gambar 2.4 Sistem perdarahan bilik mata depan1


2.3 Etiologi
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul
maupun trauma tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan.
Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor pada iris,
retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan
pada dinding-dinding pembuluh darah. Perdarahan dapat terjadi segera setelah
trauma yang disebut perdarahan primer atau 5-7 hari sesudah trauma yang
disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan
mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk.4

2.4 Klasifikasi 1, 6
a. Berdasarkan Waktu Terjadinya

Hifema Primer
Timbul segera setalah trauma hingga hari ke 2
- Hifema Sekunder
Biasanya timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma
b. Berdasarkan Penyebabnya
- Hifema Traumatik
Hifema traumatik merupakan jenis hifema yang paling banyak terjadi
akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu,
-

projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball, maupun tinju.3


Hifema Iatrogenik
Hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses medis,
seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif
maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan

struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.


Hifema Spontan
Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya
proses neovaskularisasi seperti pada diabetes melitus, iskemia, maupun
sikatrik, neoplasma seperti retinoblastoma dan melanoma maligna,
maupun adanya gangguan hematologi serta penggunaan obat-obatan

yang mengganggu sistem hematologi seperti aspirin dan warfarin


c. Berdasarkan Tampilan Klinisnya
- Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
- Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
- Grade III : Darah mengisi lebih dari setengah COA (14%)
- Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)

Gambar 2.5 Klasifikasi hifema berdasarkan tampilan klinisnya6


2.5 Patofisiologi
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang
sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi penyebaran tekanan ke
cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi
perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea
dan badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan.1,4

Gambar 2.6 Mekanisme trauma tumpul pada hifema.6

Gambar di atas menunjukkan mekanisme trauma tumpul pada hifema.


Gaya yang dihasilkan oleh trauma akan mendorong iris dan lensa ke posterior dan
sklera terdesak ke zona ekuator. Proses ini akan menyebabkan kerusakan dan
robeknya arteri mayor iris, cabang arteri badan siliaris dan arteri vena koroid
rekuren.4
Perdarahan secara umum muncul pada :
-

Arteri sirkulus mayor dan cabang dari arteri korpus siliaris

Arteri koroid

Vena korpus siliaris

Pembuluh darah iris pada pinggir pupil atau sudut COA2


Trauma tumpul yang datang ke mata menyebabkan kompresi antero-posterior

pada bola mata dan ekspansi ke lateral pada bola mata yang akan menimbulkan
stres pada struktur bilik mata depan mata. Berpindahnya volume aqueous ke
perifer mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, iris dan trabekula
meschwork. Jika tekanan tersebut melebihi kekuatan tarik dari struktur okular
maka pembuluh darah iris atau badan siliaris akan ruptur sehingga menimbulkan
hifema.4,6
Robeknya otot sfingter iris dapat mengakibatkan miosis atau midriasis.
Kombinasi dari kerusakan pada iris dan jaringan parut sebagai respon terhadap
peradangan selama 24 jam hingga 48 jam pertama dapat menyebabkan penuruan
reaktivitas pada pupil dan anisokor pada pupil. Penurunan reaktivitas pupil juga
dapat mengakibatkan fotofobia pada penderita hifema traumatik.4,6
Fotofobia (tidak tahan sinar) terjadi akibat nyeri pada mata karena mata tidak
dapat merespon dengan baik terhadap datangnya cahaya. Cahaya terang yang
masuk ke mata seharusnya menyebabkan penyempitan pupil dan kontraksi pada
otot-otot iris. Namun, pada hifema darah yang mengisi bilik mata depan dapat
mengganggu penyempitan pupil karena peradangan yang terjadi pada iris oleh
darah tersebut serta akibat turunnya reaksi pupil terhadap datangnya cahaya.4,6
Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan
dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal sclemm
dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh
enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris.5

Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat


hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan
pigmen ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan
kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea
menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.5
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,
namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aqueuos
ke dalam trabekula sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.8

2.6 Gejala Klinis


Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epiforia
dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.4
2.7 Diagnosis 1,4
Untuk

mengetahui

kelainan

yang

ditimbulkan

perlu

dilakukan

pemeriksaan yang terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan fisik.


a.

Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses

terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah
datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas,
samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika
kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau
nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
akibat perdarahan sekunder.
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan apakah
pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat
kesehatan mata sebelum terjadi trauma, ambliopia, penyakit kornea atau
glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik

seperti aspirin atau warfarin, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan


apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan
tersebut.
b.

Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Bila ditemukan kasus

hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini
penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis,
endoftalmus dan fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata.
Saat melakukan pemeriksaan hal terpenting adalah hati-hati dalam
memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan
endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat
terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab
hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi
lensa.
Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat kelainan pada segmen posterior bola mata setelah trauma. Kadangkadang pemeriksaan ini tidak mungkin dilakukan karena terdapat darah pada
media penglihatan yang mengganggu akses ke bagian dalam mata.
c.

Pemeriksaan Penunjang

o Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okular


o USG, untuk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
o Slit Lamp Biomicroscopy, untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal kontak, aqueous flare dan sinekia posterior
o Pemeriksaan oftalmoskopi, untuk melihat struktu internal okular,
papiledema dan retina hemoragik
o Tes provokatif, untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan
2.8 Penatalaksanaan 1,4,6
Walaupun tatalaksana penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan,
namun pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :

Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang


Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan

traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :


a. Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi
Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di
angkat (diberi alas bantal) kurang dari 30-450, hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring
sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya
komplikasi perdarahan sekunder.
Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatik tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya
dan menekan komplikasi yang timbul. Obat obatan yang digunakan adalah
seperti :
a. Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan atau menghentikan perdarahan, misalnya : anaroxil,
koagulen, transamin, vit K dan vit C, asam aminokaproat oral 100 mg/kg
setiap 4 jam sampai maksimum 30g/hr selama 5 hari untuk menstabilkan
pembentukan bekuan darah sehingga dapat menurunkan risiko perdarahan
ulang.

b. Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi


iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik. Pemberian steroid
tetes harus segera dimulai jika menemukan kasus hifema.1
c. Ocular Hypotensive Drug
Pemberian acetazolamide (diamox) secara oral 250 mg empat kali sehari jika
terapi topical tidak efektif atau ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokular. Tatalaksana lain meliputi terapi topikal dengan penyekat beta
misalnya timolol 0,25% dua kali sehari, analog prostaglandin seperti
latonoprost 0,005% malam hari, dorzolamide 0,5% tiga kali sehari atau
apraclonidine 0,5% tiga kali sehari.1
d. Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,
tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
e. Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit
diberikan analgetik atau acetazolamide bila sakit pada kepala akibat tekanan
bola mata naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti
asetaminofen dengan atau tanpa kodein.
b. Perawatan Operasi
Tatalaksana operasi pada kasus hifema akan dikerjakan apabila :
-

Terjadi glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis


kornea dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan

perawatan non-operasi selama 3-5 hari.


Tekanan bola mata maksimal lebih dari 50 mmHg selama 5 hari atau
lebih dari 35 mmHg selama 7 hari, dilakukan pembedahan untuk

mencegah atrofi papil saraf optik dan pewarnaan kornea.


Tekanan bola mata rata-rata lebih dari 25 mmHg selama 6 hari atau

bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.


Hifema total bertahan selama 4 hari atau hifema difus bertahan selama
9 hari, dilakukan pembedahan untuk mencegah terjadinya sinekia
anterior perifer.

Teknik pembedahan yang dipakai


-

Parasintesis/AC washout
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah dari bilik mata
depan dengan cara membuat insisi sekitar 2mm dari limbus kearah
kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Bila darah tidak keluar
seluruhnya makan dapat dibilas dengan cairan fisiologis. Teknik ini
merupakan metode yang paling sederhana dan cepat untuk
mengevakuasi sel darah merah di bilik mata depan. Keuntungannya

adalah4:
a. Mudah dalam pengerjaan
b. Dapat dilakukan berulang-ulang
c. Aman bagi konjungtiva untuk bedah filtrasi selanjutnya
d. Pendarahan intraoperatif terkontrol
e. Dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cepat
Evakuasi viskoelastik
Tindakan ini dimulai dengan membuat sebuah insisi kecil di limbus
untuk menyuntikkan bahan viskoelastik dan sebuah insisi besar
berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk memungkinkan hifema

didorong keluar.1
Pemotongan/aspirasi bimanual untuk bekuan hifema
Menggunakan probe vitrectomy, efektif dalam mengeluarkan sel darah
yang bersirkulasi dan bekuan darah melalui insisi kornea.1

2.9 Komplikasi 1,6


Komplikasi yang paling sering ditemukan pada hifema traumatik adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain itu komplikasi
dari traumanya sendiri dapat berupa dislokasi dari lensa, ablasio retina, katarak
dan irido dialisis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya
derajat hifema.
a. Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan
insidensinya sangat bervariasi antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya atau merupakan lanjutan dari
perdarahan primernya. Terjadinya rebleeding berkaitan dengan lisis dan retraksi
bekuan yang sebelumnya menutup pembuluh darah yang rusak. Perdarahan
sekunder muncul jika ukuran hifema meningkat, jika lapisan darah segar terdapat

diatas bekuan, warna lebih gelap dibilik anterior atau jika sebaran eritrosit muncul
diatas bekuan.
b. Peningkatan Tekanan Intraokular
Satu dari tiga penderita hifema mengalami peningkatan tekanan
intraokular. Hal ini disebabkan oleh 8 :
-

Oklusi trabekular meshwork oleh bekuan darah, sel-sel inflamasi,

debris/sisa eritrosit
Pupil blok, yang melibatkan ruang anterior dan posterior
Sinekia anterior perifer (hifema>9hari)
Penyebab lainnya seperti rusaknya trabekular meshwork, fibrosis

trabekular meshwork
c. Glaukoma Sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya anyaman trabekular oleh darah atau fibrin/agregasi trombosit
sehingga mengganggu proses keluarnya humor aqueous dari bilik mata depan.
d. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer terjadi pada pasien yang hifemanya bertahan
dibilik mata depan lebih dari 9 hari. Patogenesis dari sinekia perifer anterior
diperkiraan ada dua. Pertama, karenanya adanya irirtis yang lama yang berkaitan
dengan trauma awal atau chemical iritis yang berasal dari darah dibilik mata
depan. Kedua, bekuan pada sudut bilik depan mata akan bersatu sehingga akan
terjadi fibrosis trabekular meshwork yang akan menutup sudut bilik mata depan.
Sinekia perifer akan memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup.

e. Atrofi Optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik.
Dalam hal hifema traumatik, atrofi optik dapat terjadi karena peningkatan TIO
atau karena kontusio nervus optikus. Risiko atrofi optik dapat meningkat dengan
adanya peningkatan TIO> 50 mmHg atau lebih selama 5 hari atau 35 mmHg atau
lebih selama 7 hari.
f. Hemosiderosis Kornea

Hemosiderosis ini akan timbul apabila ada perdarahan atau perdarahan


sekunder disertai kenaikan tekanan intraokular. Gangguan visus karena
hemosiderosis tidak selalu permanen tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih
dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya 1-10 persen.
2.10 Prognosis
Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata
depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang
dan jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya
bilik mata depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa
penyulit. Hifema yang penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan
prognosis lebih buruk.4

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

3.2

Nama

: Tn.MF

Umur

: 78 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Didoh Pidie

CM

: 1-08-40-17

Tanggal Pemeriksaan

: 27 Juni 2016

Anamnesis
a. Keluhan Utama
: Nyeri pada mata kiri
b. Keluhan Tambahan
: Penglihatan mata kiri kabur
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada mata

sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka mata
kiri. Hal ini dirasakan setelah pasien setelah terkena ujung tongkat kayu yang
dipakai selalu saat berjalan yang mengenai ke mata kiri. Keluhan ini juga disertai
mata kiri merah, berair, silau melihat cahaya. Pasien mempunyai riwayat sering
mengucek mata.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami seperti pasien
f. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah operasi katarak 6 bulan yang lalu

3.3

Pemeriksaan Fisik

a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran

: Baik
: Compos Mentis

VOS
5/20

Tekanan Darah
Frekuensi Jantung
Frekuensi Nafas
Temperatur
b. Status Oftalmologis

: 100/80 mmHg
: 78 x/menit, reguler
: 18 x/menit
: 36,5 0C

VOD

VOS

5/60

1/

Pemeriksaan Segmen Anterior

OD

Bagian Mata

OS

Normal

Palpebra Superior

Normal

Normal

Palpebra Inferior

Normal

Normal

Konjungtiva Tarsal Superior

Sulit dinilai

Normal

Konjungtiva Tarsal Inferior

Terdapat kemosis

Normal

Konjungtiva Bulbi

Hiperemis

Jernih
Normal

Kornea
COA

Edema, keruh
Tampak darah

Bulat, RCL(+),

Pupil

(hifema)
Sulit dinilai

RCTL(+)
Kripta jelas
Jernih

Iris
Lensa

Sulit dinilai
Sulit dinilai

Gambar 3.1 Mata kiri


3.4

Resume
Pasien datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada mata

sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka mata
kiri. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terkena ujung tongkat yang ia gunakan
sehari-hari. Keluhan ini juga disertai mata kiri merah, berair, silau melihat cahaya.
Pasien mempunyai riwayat mempunyai riwayat sering mengucek mata. Mata
kanan tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan
konjungtiva tarsal inferior terdapat kemosis, konjuntiva bulbi hiperemis dan
tampak memenuhi setengah dari kamera okuli anterior.
3.5

Diagnosa Kerja
Hifema grade 2 Okuli Sinistra

3.6

Tatalaksana
- Tirah baring
- Kompres dingin
- Levocin ED 8x1 tetes OS
- Timolol ED 2x1 tetes OS

3.7

Prognosis
Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: Dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap seorang pasien lakilaki berusia 78 tahun datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada
mata sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka
mata kiri. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terkena ujung tongkat yang ia
gunakan sehari-hari. Keluhan ini juga disertai mata kiri merah, berair, silau
melihat cahaya. Pasien mempunyai riwayat sering mengucek mata. Mata kanan
tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan,
konjungtiva tarsal inferior terdapat kemosis, konjuntiva bulbi hiperemis dan
tampak memenuhi setengah dari kamera okuli anterior.
Studi penelitian mengatakan bahwa hifema banyak terjadi akibat trauma
tumpul pada mata, namun juga sering terjadi akibat dari komplikasi dari proses
medis, seperti proses pembedahan Pasien ini berjenis kelamin laki-laki dan
berusia 78 tahun. Penelitian menyebutkan bahwa hifema lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 5:1 dan umumnya hifema terjadi
usia dewasa tua.3
Pasien mengeluh nyeri pada mata sebelah kiri, penglihatan berkurang silau
mlihat cahaya, mata berair dan sulit membuka mata. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa gejala klinis dari hifema adalah berupa nyeri pada mata dan sulit membuka
mata. Pasien mengeluh nyeri pada mata disebabkan karena benturan yang dialami
pada mata serta terdapat edema pada palpebra sehingga pasien sulit membuka
mata. Penglihatan pasien yang berkurang diakibatkan oleh darah yang menumpuk
di bilik mata depan sehingga mengganggu media refraksi dalam menghantarkan
cahaya.4,6
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan konjungtiva bulbi hiperemis,
konjungtiva tarsal inferior kemosis, edema pada kornea dan terdapat darah yang
hampir memenuhi setengah

bilik mata depan. Sehingga sesuai dengan teori

pasien ini didiagnosa dengan hifema grade 3 yang disebabkan karena trauma
proses medis.6
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka pasien harus dirawat. Penanganan pada hifema terdiri dari
penanganan konservatif dan penanganan operatif. Penanganan konservatif pada

pasien hifema grade IV salah satunya adalah tirah baring dengan posisi kepala di
elevasi 30-45 derajat (semi fowler). Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat mengenai tirah baring sebagai tindakan
awal bila menemui kasus hifema traumatik. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dengan tirah baring tersebut dapat mempercepat absorbi dari hifema dan
mengurangi komplikasi perdarahan sekunder.1,9
Salah satu komplikasi yang ditimbulkan hifema adalah dapat terjadinya
glaukoma. Untuk itu dapat diberikan terapi topikal dengan penyekat beta seperti
timolol 0,25% dua kali tetes perhari. Tatalaksana lain meliputi terapi topikal
dengan penyekat beta misalnya timolol 0,25% dua kali sehari, analog
prostaglandin seperti latonoprost 0,005% malam hari, dorzolamide 0,5% tiga kali
sehari atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari.1
Selain terapi obat-obatan pada pasien ini juga dilakukan tatalaksana
pembedahan yaitu dengan menggunakan teknik parasentesis. Tujuannya adalah
untuk mengevakuasi darah dari bilik mata depan serta mengurangi tekanan
intraokular dengan cepat. Pembedahan dilakukan karena pasien menderita hifema
grade IV yang tidak berkurang setelah lebih dari 8 hari.1,6

BAB V
KESIMPULAN
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata
depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul (gaya-gaya kontusif) dan proses
medis, seperti proses pembedahan yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar dan bercampur dengan humor aqueous yang jernih. Hifema lebih banyak
terjadi pada laki-laki yaitu 3-5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan dan
sering terjadi pada usia dewasa tua pada kasus traumatik.1,3
Hifema dapat diklasifikan berdasarkan penyebab, waktu terjadinya dan
berdasarkan tampilan klinisnya. Pasien hifema biasanya akan mengeluhkan nyeri
pada mata disertai epifora, penglihatan kabur hingga sangat menurun. Prinsip
pengobatan pada hifema adalah menghentikan perdarahan atau mencegah
perdarahan berulang, mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mencegah
imbibisi kornea serta mengendalikan tekanan bola mata.4
Komplikasi yang dapat terjadi adalah uveitis, glaukoma sekunder, imbibisi
kornea hingga kebutaan. Prognosis dari kasus hifema bergantung pada banyaknya
darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.1,6

DAFTAR PUSTAKA
1.

Vaughan, Daniel G, MD. Hifema dalam : Oftalmologi Umum. Edisi 17,


EGC : Jakarta, 2009

2.

Shingleton BJ, Kuhn F. Chapter 17 : Anterior Chamber. In: Kuhn F,


Piramici DJ. Ocular Trauma, Principles and Practice. 2002. New York:Thieme

3.

Ghafari, AB. Siamin, H. Aligolbandi, K. et.all. Hyphema Caused by


Trauma. Original Paper. Med.Arh. 2013 Oct ; 67(5) : 354-356

4.

Ilyas, S. Hifema dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Cetakan


Ke-3. Jakarta ; Balai penerbit FKUI. 2005

5.

Fundamentals and Basic Principles of Ophthalmology : Basic and Clinical


Science Course Section 2. San Francisco : American Academy of Ophthalmology;
2014

6.

Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2015 Nov 17, Cited: 2016
Mar

24.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1190165-

overview
7.

Bansal S, Gunasekeran DV, Ang B, Lee J, Khandelwal R, Sullivan P,


Agrawal R, Controversies in the pathophysiology and management of hyphema,
Survey of Ophthalmology; 2015

8.

Dohuk Medical Journal Volume 2 Number 1. 2008. Traumatic Hyphema :


A Study of 40 cases

9.

Soeroso, A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa


(Traumatic Hyphaema. Bagian llmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret/RSU Mangkubumen Surakarta

You might also like