Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma
okuli yang parah. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan kelompok yang
paling sering mengalami trauma okuli, namun tidak jarang terjadi pada usia lanjut
juga. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan dirumah,
kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas. Trauma okuli
merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata rongga orbita. Kerusakan ini
akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi mata sebagai sebagai indera
penglihatan.1
Trauma tumpul dapat menyebabkan berbagai cedera pada mata dan salah
satunya adalah hifema. United States Eye Injury Registry (USEIR) menemukan
33% dari trauma serius pada mata akan menyebabkan terjadinya hifema dan 80%
penderita hifema adalah laki-laki.2 Hifema merupakan suatu kondisi dimana bilik
mata depan terisi oleh darah yang terjadi akibat pecah atau robeknya pembuluhpembuluh darah di iris atau badan siliar. Sebuah studi mengatakan bahwa setiap
tahunnya kejadian hifema lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu 20,2 per
100.000 populasi dibandingkan perempuan yaitu 4,1 per 100.000 populasi dan
diantara kedua kelompok tersebut 70 persennya adalah anak-anak. Namun, hifema
karena komplikasi medispun sering terjadi, pada umumnya manipulasi yang
melibatkan struktur kaya pembuluh darah biasanya terjadi pada umur dewasa. 3
Adanya hifema memiliki beberapa komplikasi yaitu peningkatan tekanan
intraokular, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior dan
katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan kerusakan saraf mata dan
penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan
diagnosis, evaluasi serta tatalaksana dari hifema.1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata
depan yang berasal dari pembuluh darah iris atau badan siliar yang pecah yang
dapat terjadi akibat trauma ataupun secara spontan, sehingga darah terkumpul di
dalam bilik mata yang mengisi sebagian ataupun seluruh bilik mata depan.4
spur, dan batas anterior terdiri dari badan siliar dan iris. Kedalaman bilik mata
depan bervariasi, bilik mata depan pada aphakia, pseudophakia dan miopia lebih
dalam sedangkan pada hipermetropia lebih dangkal.5
Bilik mata depan berisi cairan aqueous yang di produksi oleh epitel badan
siliar pada di bilik mata belakang. Cairan aqueous merupakan sumber utama
nutrisi bagi lensa dan kornea, serta menjadi rute untuk membuang zat sisa.Volume
cairan aqueous pada orang dewasa adalah sekitar 250 uL dengan kecepatan
produksi sekitar 2,5 uL/menit.1,5
Cairan aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, cairan aqueous
mengalir melalui pupil ke bilik mata depan, lalu menuju anyaman trabekula. Pada
periode ini terjadi pertukaran komponen dengan darah pada pembuluh darah iris.1
2.4 Klasifikasi 1, 6
a. Berdasarkan Waktu Terjadinya
Hifema Primer
Timbul segera setalah trauma hingga hari ke 2
- Hifema Sekunder
Biasanya timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma
b. Berdasarkan Penyebabnya
- Hifema Traumatik
Hifema traumatik merupakan jenis hifema yang paling banyak terjadi
akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu,
-
Arteri koroid
pada bola mata dan ekspansi ke lateral pada bola mata yang akan menimbulkan
stres pada struktur bilik mata depan mata. Berpindahnya volume aqueous ke
perifer mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, iris dan trabekula
meschwork. Jika tekanan tersebut melebihi kekuatan tarik dari struktur okular
maka pembuluh darah iris atau badan siliaris akan ruptur sehingga menimbulkan
hifema.4,6
Robeknya otot sfingter iris dapat mengakibatkan miosis atau midriasis.
Kombinasi dari kerusakan pada iris dan jaringan parut sebagai respon terhadap
peradangan selama 24 jam hingga 48 jam pertama dapat menyebabkan penuruan
reaktivitas pada pupil dan anisokor pada pupil. Penurunan reaktivitas pupil juga
dapat mengakibatkan fotofobia pada penderita hifema traumatik.4,6
Fotofobia (tidak tahan sinar) terjadi akibat nyeri pada mata karena mata tidak
dapat merespon dengan baik terhadap datangnya cahaya. Cahaya terang yang
masuk ke mata seharusnya menyebabkan penyempitan pupil dan kontraksi pada
otot-otot iris. Namun, pada hifema darah yang mengisi bilik mata depan dapat
mengganggu penyempitan pupil karena peradangan yang terjadi pada iris oleh
darah tersebut serta akibat turunnya reaksi pupil terhadap datangnya cahaya.4,6
Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan
dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal sclemm
dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh
enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris.5
mengetahui
kelainan
yang
ditimbulkan
perlu
dilakukan
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses
terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah
datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas,
samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika
kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau
nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
akibat perdarahan sekunder.
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan apakah
pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat
kesehatan mata sebelum terjadi trauma, ambliopia, penyakit kornea atau
glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Bila ditemukan kasus
hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini
penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis,
endoftalmus dan fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata.
Saat melakukan pemeriksaan hal terpenting adalah hati-hati dalam
memeriksa kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan
endotel kornea. Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat
terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab
hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi
lensa.
Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat kelainan pada segmen posterior bola mata setelah trauma. Kadangkadang pemeriksaan ini tidak mungkin dilakukan karena terdapat darah pada
media penglihatan yang mengganggu akses ke bagian dalam mata.
c.
Pemeriksaan Penunjang
Parasintesis/AC washout
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah dari bilik mata
depan dengan cara membuat insisi sekitar 2mm dari limbus kearah
kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Bila darah tidak keluar
seluruhnya makan dapat dibilas dengan cairan fisiologis. Teknik ini
merupakan metode yang paling sederhana dan cepat untuk
mengevakuasi sel darah merah di bilik mata depan. Keuntungannya
adalah4:
a. Mudah dalam pengerjaan
b. Dapat dilakukan berulang-ulang
c. Aman bagi konjungtiva untuk bedah filtrasi selanjutnya
d. Pendarahan intraoperatif terkontrol
e. Dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cepat
Evakuasi viskoelastik
Tindakan ini dimulai dengan membuat sebuah insisi kecil di limbus
untuk menyuntikkan bahan viskoelastik dan sebuah insisi besar
berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk memungkinkan hifema
didorong keluar.1
Pemotongan/aspirasi bimanual untuk bekuan hifema
Menggunakan probe vitrectomy, efektif dalam mengeluarkan sel darah
yang bersirkulasi dan bekuan darah melalui insisi kornea.1
diatas bekuan, warna lebih gelap dibilik anterior atau jika sebaran eritrosit muncul
diatas bekuan.
b. Peningkatan Tekanan Intraokular
Satu dari tiga penderita hifema mengalami peningkatan tekanan
intraokular. Hal ini disebabkan oleh 8 :
-
debris/sisa eritrosit
Pupil blok, yang melibatkan ruang anterior dan posterior
Sinekia anterior perifer (hifema>9hari)
Penyebab lainnya seperti rusaknya trabekular meshwork, fibrosis
trabekular meshwork
c. Glaukoma Sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya anyaman trabekular oleh darah atau fibrin/agregasi trombosit
sehingga mengganggu proses keluarnya humor aqueous dari bilik mata depan.
d. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer terjadi pada pasien yang hifemanya bertahan
dibilik mata depan lebih dari 9 hari. Patogenesis dari sinekia perifer anterior
diperkiraan ada dua. Pertama, karenanya adanya irirtis yang lama yang berkaitan
dengan trauma awal atau chemical iritis yang berasal dari darah dibilik mata
depan. Kedua, bekuan pada sudut bilik depan mata akan bersatu sehingga akan
terjadi fibrosis trabekular meshwork yang akan menutup sudut bilik mata depan.
Sinekia perifer akan memicu terjadinya glaukoma sudut tertutup.
e. Atrofi Optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik.
Dalam hal hifema traumatik, atrofi optik dapat terjadi karena peningkatan TIO
atau karena kontusio nervus optikus. Risiko atrofi optik dapat meningkat dengan
adanya peningkatan TIO> 50 mmHg atau lebih selama 5 hari atau 35 mmHg atau
lebih selama 7 hari.
f. Hemosiderosis Kornea
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
3.2
Nama
: Tn.MF
Umur
: 78 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Aceh
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Didoh Pidie
CM
: 1-08-40-17
Tanggal Pemeriksaan
: 27 Juni 2016
Anamnesis
a. Keluhan Utama
: Nyeri pada mata kiri
b. Keluhan Tambahan
: Penglihatan mata kiri kabur
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada mata
sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka mata
kiri. Hal ini dirasakan setelah pasien setelah terkena ujung tongkat kayu yang
dipakai selalu saat berjalan yang mengenai ke mata kiri. Keluhan ini juga disertai
mata kiri merah, berair, silau melihat cahaya. Pasien mempunyai riwayat sering
mengucek mata.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami seperti pasien
f. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah operasi katarak 6 bulan yang lalu
3.3
Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
: Baik
: Compos Mentis
VOS
5/20
Tekanan Darah
Frekuensi Jantung
Frekuensi Nafas
Temperatur
b. Status Oftalmologis
: 100/80 mmHg
: 78 x/menit, reguler
: 18 x/menit
: 36,5 0C
VOD
VOS
5/60
1/
OD
Bagian Mata
OS
Normal
Palpebra Superior
Normal
Normal
Palpebra Inferior
Normal
Normal
Sulit dinilai
Normal
Terdapat kemosis
Normal
Konjungtiva Bulbi
Hiperemis
Jernih
Normal
Kornea
COA
Edema, keruh
Tampak darah
Bulat, RCL(+),
Pupil
(hifema)
Sulit dinilai
RCTL(+)
Kripta jelas
Jernih
Iris
Lensa
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Resume
Pasien datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada mata
sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka mata
kiri. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terkena ujung tongkat yang ia gunakan
sehari-hari. Keluhan ini juga disertai mata kiri merah, berair, silau melihat cahaya.
Pasien mempunyai riwayat mempunyai riwayat sering mengucek mata. Mata
kanan tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan
konjungtiva tarsal inferior terdapat kemosis, konjuntiva bulbi hiperemis dan
tampak memenuhi setengah dari kamera okuli anterior.
3.5
Diagnosa Kerja
Hifema grade 2 Okuli Sinistra
3.6
Tatalaksana
- Tirah baring
- Kompres dingin
- Levocin ED 8x1 tetes OS
- Timolol ED 2x1 tetes OS
3.7
Prognosis
Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: Dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap seorang pasien lakilaki berusia 78 tahun datang ke Poli Mata RSUDZA dengan keluhan nyeri pada
mata sebelah kiri. Keluhan ini juga disertai pandangan kabur dan sulit membuka
mata kiri. Keluhan ini dirasakan setelah pasien terkena ujung tongkat yang ia
gunakan sehari-hari. Keluhan ini juga disertai mata kiri merah, berair, silau
melihat cahaya. Pasien mempunyai riwayat sering mengucek mata. Mata kanan
tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan,
konjungtiva tarsal inferior terdapat kemosis, konjuntiva bulbi hiperemis dan
tampak memenuhi setengah dari kamera okuli anterior.
Studi penelitian mengatakan bahwa hifema banyak terjadi akibat trauma
tumpul pada mata, namun juga sering terjadi akibat dari komplikasi dari proses
medis, seperti proses pembedahan Pasien ini berjenis kelamin laki-laki dan
berusia 78 tahun. Penelitian menyebutkan bahwa hifema lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 5:1 dan umumnya hifema terjadi
usia dewasa tua.3
Pasien mengeluh nyeri pada mata sebelah kiri, penglihatan berkurang silau
mlihat cahaya, mata berair dan sulit membuka mata. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa gejala klinis dari hifema adalah berupa nyeri pada mata dan sulit membuka
mata. Pasien mengeluh nyeri pada mata disebabkan karena benturan yang dialami
pada mata serta terdapat edema pada palpebra sehingga pasien sulit membuka
mata. Penglihatan pasien yang berkurang diakibatkan oleh darah yang menumpuk
di bilik mata depan sehingga mengganggu media refraksi dalam menghantarkan
cahaya.4,6
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan konjungtiva bulbi hiperemis,
konjungtiva tarsal inferior kemosis, edema pada kornea dan terdapat darah yang
hampir memenuhi setengah
pasien ini didiagnosa dengan hifema grade 3 yang disebabkan karena trauma
proses medis.6
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka pasien harus dirawat. Penanganan pada hifema terdiri dari
penanganan konservatif dan penanganan operatif. Penanganan konservatif pada
pasien hifema grade IV salah satunya adalah tirah baring dengan posisi kepala di
elevasi 30-45 derajat (semi fowler). Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat mengenai tirah baring sebagai tindakan
awal bila menemui kasus hifema traumatik. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dengan tirah baring tersebut dapat mempercepat absorbi dari hifema dan
mengurangi komplikasi perdarahan sekunder.1,9
Salah satu komplikasi yang ditimbulkan hifema adalah dapat terjadinya
glaukoma. Untuk itu dapat diberikan terapi topikal dengan penyekat beta seperti
timolol 0,25% dua kali tetes perhari. Tatalaksana lain meliputi terapi topikal
dengan penyekat beta misalnya timolol 0,25% dua kali sehari, analog
prostaglandin seperti latonoprost 0,005% malam hari, dorzolamide 0,5% tiga kali
sehari atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari.1
Selain terapi obat-obatan pada pasien ini juga dilakukan tatalaksana
pembedahan yaitu dengan menggunakan teknik parasentesis. Tujuannya adalah
untuk mengevakuasi darah dari bilik mata depan serta mengurangi tekanan
intraokular dengan cepat. Pembedahan dilakukan karena pasien menderita hifema
grade IV yang tidak berkurang setelah lebih dari 8 hari.1,6
BAB V
KESIMPULAN
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata
depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul (gaya-gaya kontusif) dan proses
medis, seperti proses pembedahan yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar dan bercampur dengan humor aqueous yang jernih. Hifema lebih banyak
terjadi pada laki-laki yaitu 3-5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan dan
sering terjadi pada usia dewasa tua pada kasus traumatik.1,3
Hifema dapat diklasifikan berdasarkan penyebab, waktu terjadinya dan
berdasarkan tampilan klinisnya. Pasien hifema biasanya akan mengeluhkan nyeri
pada mata disertai epifora, penglihatan kabur hingga sangat menurun. Prinsip
pengobatan pada hifema adalah menghentikan perdarahan atau mencegah
perdarahan berulang, mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mencegah
imbibisi kornea serta mengendalikan tekanan bola mata.4
Komplikasi yang dapat terjadi adalah uveitis, glaukoma sekunder, imbibisi
kornea hingga kebutaan. Prognosis dari kasus hifema bergantung pada banyaknya
darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.1,6
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2015 Nov 17, Cited: 2016
Mar
24.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-
overview
7.
8.
9.