Professional Documents
Culture Documents
Peritonitis
Tanggal kasus: 6 Maret 2016
Nama: Ny I
Kasus
e-mail
Audit
pos
No Registrasi: 0091969
Riwayat keluarga:
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan asma disangkal.
Riwayat pekerjaan:
Tidak ada
Daftar Pustaka:
1.
Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Diagnosis Peritonitis.
Mengetahui Etiologi Peritonitis.
Mengetahui Patofisiologi Peritonitis.
Mengetahui Klasifikasi Peritonitis
Mengetahui Penatalaksanaan Peritonitis
Mengetahui Komplikasi Peritonitis.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
SUBJEKTIF
Pasien wanita usia 60 tahun dating dengan keluhan nyeri perut seluruh bagian perut
yang dirasakan sejak 3 hari SMRS disertai sesak nafas. Selain itu pasien juga
mengeluhkan perut membesar disertai muntah yang berisi makanan serta cairan
kekuningan setiap kali habis makan dan minum serta diare mencret sehari lebih dari 3x,
diare cair warna kekuningan tanpa darah dan ampas minimal.
5 hari SMRS pasien datang ke puskesmas Lede dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang dirasakan menetap disertai mual muntah. Nyeri perut awal mulanya dirasakan di
bagian pusar lalu lama kelaman dirasakan pada perut kanan bawah. Pasien memiliki riwayat
nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul sejak 1 bulan SMRS.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat asma disangkal.
Riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan
asma disangkal.
OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisis
Kesadaran
: Kompos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit Berat
Tanda vital
:
Tekanan Darah : 100/70 MmHg
Frekuensi Nadi : 108 x/menit
Frekuensi Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 38.8 C
Kepala
- Bentuk
- Rambut
- Mata
: normocephali
: rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
: edema palpebra -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/
: normotia, membran timpani intak, serumen -/: bentuk normal, sekret -, nafas cuping hidung -/: faring tidak hiperemis, T1-T1
: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
: pergerakan dinding dada simetris
: gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
: sonor dikedua lapang paru
: Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Cor BJ I & II normal, murmur -, gallop -
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
Kulit
Ekstremitas
: perut cembung
: bising usus 1x/menit
: nyeri tekan + diseluruh kuadran, nyeri lepas +
: shifting dullness -, nyeri ketok +
: ikterik -, petechie : akral hangat, sianosis -, udem -/-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap:
Hb 14,4 g/dL
Leukosit 10.800/mm3
Eritrosit 5,1 jt/mm3
Ht 42,5 %
Trombosit 350.000 /mm3
MCV 83,3 fL
MCH 28,2 pg
MCHC 33,3 g/dL
Differential Count
Limfosit 5,8 %
Monosit 7,6 %
Granulosit 72,7 %
Kimia darah:
Ureum
115 mg/dl
Nilai Normal :
11 17 g/dl
4000-10.000/mm3
4-6,2 jt/mm3
37,0-48,0 %
150.000-400.000 /mm3
80-97 fL
26-34 pg
31,0-35,5 g/dL
20 - 40 %
2-8 %
50-80 %
8-50 mg/dl
Creatinin
SGOT
SGPT
3,6 mg/dl
80 U/I
35 U/1
0,6-1,0 mg/dl
6-25 U/I
7-26 U/I
bakteremia
Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster
dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat
divertikulitis, volvulus, kanker, serta strangulasi usus halus.
Peritonitis tertier
Peritonitis tersier lebih sering terjadi pada pasien immunocompromised dan pada
orang dengan kondisi komorbiditas yang sudah ada sebelumnya yang signifikan .
Peritonitis tersier juga bisa terjadi karena mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,
dan akibat tindakan operasi sebelumnya
Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa,
yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen.
Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul
gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan
cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended.
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus
selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang
sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan
dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang
meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati
dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.
Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.
Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal
ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi, yaitu :
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu: terlihat kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal.
Memuasakan pasien
1.
Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse oximetri
atau BGA.
2.
resusitasi cairan
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi. Penggantian
elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus dikateterisasi untuk
memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik
sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga
peritoneal dan menurunkan cairan ke dalam ruang vaskuler.
3.
analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.
4.
Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang
sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem
atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus dipikirkan
untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida.
PLAN (TATA LAKSANA)
Diagnosis : Peritonitis e c susp appendicitis perforasi
Pengobatan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
02
IVFD RL
Inj. Ketorolac
Inj. Omeprazol
Inj. Ondansetron
Inj. Ceftriaxon
3 lpm
28 tpm
3 x 1 amp IV
2 x 1 vial IV
3 x 1 amp IV
2 x 1gr IV
7. Inf. Metronidazole
8. Inf. Sanmol
9. Pasang NGT
10. Pasang kateter
11. Konsul Bedah
3 x 500 mg
3 x 500 mg
Balasan Konsul :
1. Acc terapi
2. Loading RL 500 cc
Selanjutnya 20 tpm cairan RL 1000 cc, D5 500 cc, futrolit 500 cc dalam 24 jam.
3. Cek Lab Cito.
4. Rontgen abdomen dan thorax Cito.
FOLLOW UP
1. 6 Maret 2016
Pukul 17.00 :
KU : Jelek
Pupil : Melebar
Nadi tidak teraba
Pukul 17.05 :
Pasien dinyatakan meninggal dunia