Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan prioritas utama bagi masyarakat modern dan
menjadi tulang punggung kehidupan. Saat kondisi tubuh mengalami masalah,
akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan salah satunya perubahan ekonomi.
Perubahan ekonomi yang sangat cepat, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta situasi politik yang tidak menentu menyebabkan semakin
tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan perilaku kekerasan di masyarakat
(Yosep, 2007). Situasi ini dapat menyebabkan stress, cemas, krisis dan masalah
psikologis lainnya sehingga meningkatkan angka gangguan jiwa di masyarakat
indonesia. Melihat bahwa manusia adalah makhluk yang holistik atau unik,
kesehatan jiwa menjadi salah satu yang utama bersama kesehatan fisik.
Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri terhadap stressor di
lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya
tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun secara eksternal yang
mengarah pada kesetabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). Gangguan jiwa
adalah suatu kondisi kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain karena persepsinya tentang kehidupan dan
sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa bisa terjadi karena adanya
respon maladaptif terhadap stressor dari lingkungan dalam atau luar yang
ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
norma lokal dan menganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu (Yosep, 2007).
Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa adalah bahwa sehat-sakit dan adaptasimaladaptasi merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep berada pada rentang
yang terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis dan rentang
adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut pandang keperawatan. Jadi, seseorang
yang mengalami sakit baik fisik maupun jiwa dapat beradaptasi terhadap keadaan
sakitnya. Sebaliknya, seseorang yang tidak didiagnosis sakit mungkin memiliki
respon koping yang maladaptif. Kedua rentang ini menggambarkan model praktik
keperawatan dan medis yang saling melengkapi (Stuart & Laraia, 2005).
Masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi
unipolar, penggunaan alkohol dan gangguan obsesis kompulsif. Skizofrenia
adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya
pikiran, persepi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu.
Skizofrenia mempunyai karakteristik dengan gejala positif dan negatif. Gejala
positif antara lain thougt echo, delusi, dan halusinasi. Gejala negatif dari
skizofrenia yaitu sikap apatis, bicara jarang, efek tumpul, menarik diri. Pada klien
dengan Skizofrenia biasanya sangat berisiko terjadinya perilaku kekerasan (Stuart
& Laraia, 2005; Videbeck, 2012).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Dermawan & Rusdi, 2013).
Perilaku itu sering disebut dengan gaduh, gelisah atau amuk dimana seseorang
marah berespon terhadap stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
Melihat dari dampaknya, perilaku kekerasan dapat menimbulkan kerugian baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2007).
Proses terjadinya masalah pada perilaku kekerasan menurut (Eko
Prabowo, 2014) meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi. faktor
predisposisi merupakan faktor pengalaman yang dialami tiap orang, artinya
Jawa Tengah (6,8%) (depkes RI, 2008). Gangguan jiwa berat pada penduduk
indonesia diperkirakan 1,7%/mil. Gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah, serta proporsi RT
yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada
penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%), serta pada kelompok dengan kuantil
indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Selain itu gangguan emosional berjumlah
6,0% dari populasi orang dewasa. Bila dihitung menurut jumlah populasi orang
dewasa Indonesia saat ini sebanyak lebih kurang 150.000 orang berarti terdapat
1.740.000 orang yang mengalami gangguan mental emosional (Hasil Riskesdas,
2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 Agustus
2015 di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang di ruang perkutut, terdapat 3
pasien yang mengalami perilaku kekerasan dari 9 pasien yang mengalami
ganggguan jiwa emosional.
Dari banyaknya perilaku kekerasan yang terjadi, penyebab yang paling
utama adalah rasa frustasi dan takut. Gejala klinisnya percaya diri kurang, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit,
gangguan hubungan sosial, menciderai diri akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram (Keliat, 2005). Rasa frustasi ini meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah penduduk dan angka penganguran yang mulai tak terkendali.
Yang terjadi di masyarakat adalah banyak yang memiliki pendidikan tinggi namun
masih belum mendapatkan pekerjaan. Lapangan kerja dan persaingan yang ketat
serta kurang sehat menjadi faktor penghambat yang sulit untuk diselesaikan.
Menurut Deden dermawan dan Rusdi, 2013,
nampak dari sebagian besar pasien perilaku kekerasan adalah muka merah dan
1.4.2
pada
pasien
nyata
tentang
denganperilaku
pemberian
kekerasan
asuhan
di
RSJ.
Wediodiningrat Lawang.
Manfaat bagi Pasien dan Keluarga
Hasil studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pasien dalam membentuk
mekanisme koping yang adaptif sehingga dapat mengontrol perilaku
kekerasan yang dilakukan, dan manfaat bagi keluarga yaitu upaya dalam
1.4.3
kekerasan.
Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya.
Wawancara
Metode ini dilakukan dengan menanyakan atau tanya jawab yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien. Wawancara dapat dilakukan
pada klien, keluarga atau tenaga kesehatan lain. Ini bertujuan untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien, serta untuk menjalin
hubungan antara perawat dengan klien.
1.5.2
Observasi
Metode ini dilakukan dengan mengamati prilaku dan keadaan klien untuk