Professional Documents
Culture Documents
HEPATOMA
Oleh:
Pembimbing
HEPATOMA
Latar Belakang
Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit (sel
hati). Hepatoma disebut juga dengan karsinoma hepatoselular (KHS), yang mana
merupakan kanker nomor lima tersering di Indonesia. Hepatoma meliputi 5,6% dari
seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki
dan kesembilan pada wanita sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ke tiga dari
kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.1
Penyebab pasti dari hepatoma belum diketahui dengan pasti tetapi penyakit ini
banyak ditemukan pada kelompok penduduk yang berisiko tinggi untuk mendapatkan
kanker hati yaitu pada penderita sirosis hati, hepatitis B, dan pada penderita hepatitis
C.2
Kebanyakan penderita yang datang ke rumah sakit sudah pada stadium lanujut
dan tidak tertolong lagi. Sedangkan pada stadium dini mereka tidak memeriksakan
dirinya karena mereka tidak merasakan keluhan atau gejala.2
Epidemiologi
Karsinoma hepatoselular ( hepatoma ) merupakan salah satu tumor yang paling
sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah tertentu di Asia
dan Afrika subsahara, tempat insidensi tahunan mencapai 500 kasus per 100.000
populasi. Di Amerika Serikat dan di Eropa Barat, tumor ini jauh lebih jarang. Di
negara-negara dimana frekuensinya rendah seperti di Eropa dan Amerika , umur ratarata terdapat di sekitar 50-60 tahun. Sedangkan di negara-negara yang frekuensinya
tinggi banyak dijumpai pada umur lebih muda, di Asia tenggara seperti Singapura
kebanyakan penderita berumur 20-40 tahun.3,4
Di Indonesia angka kejadiannya belum dapat dikemukakan tetapi diperkirakan
tidak berbeda dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Thailand.
Penelitian Noer dkk, menunjukkan kanker hepatoselular di Indonesia paling banyak
ditemukan pada umur antara 50-60 tahun laki-laki lima kali lebih banyak dibanding
wanita.5
Etiologi
Penyebab pasti dari hepatoma belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah infeksi/penyakit hati kronik akibat
virus hepatitis, sirosis hepatis, beberapa macam parasit seperti Clonorchis sinensis,
predisposisi herediter, ras dan zat hepatotoksik terutama aflatoksin yang berasal dari
makanan yang tercemar jamur Aspergillus, obesitas, diabetes melitus, dan alkohol.5
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya non alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi hepatoma. Berdasarkan
penelitian kohort prospektif di Amerika Serikat pada lebih dari 900.000 individu
mendapatkan peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Masa Tubuh : IMT 35-40
kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal.1
Klasifikasi
Karsinoma hati primer dibedakan atas:
1. Karsinoma yang berasal dari :
- sel-sel hati disebut karsinoma hepatoselular
- sel-sel saluran empedu disebut karsinoma kolangioselular
- campuran kedua sel tersebut disebut kolangiohepatoma
2. Kasinoma yang berasal dari jaringan ikat :
- Fibrosarkoma
- Hemangioma-endotelioma maligna
- Limfoma maligna
- Leiomiosarkoma
karsinogenesis
hepatoma
belum
diketahui.
Adapun
agen
hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam,
dan atrofi otot.1,2
Deteksi Dini dan Diagnosa Kanker Hati Selular ( Hepatoma )
Dengan perkembangan teknologi yang kian canggih dan kian maju pesat, maka
berkembang pulalah cara-cara diagnosa dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini.
Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi awal terutamanya dengan
pendekatan radiologi yang akurasinya 70-95% dan pendekatan laboratorium
alphafetoprotein yang akurasinya 60-70%.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular menurut PPHI ( Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia ), yaitu :
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP ( Alphafetoprotein ) yang menigkat lebih dari 500 mg/ml.
3. Ultrasonography ( USG ), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scan (CT
Scann ), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Angiogrphy, ataupun Positron
Emission Tomography ( PET ) yang menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker Hati
Selular.
Diagnosa kanker hati selular didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima
kriteria atau hanya satu kriteria empat atau lima.2
Stadium Kanker Hati
Stadium
Stadium
II
Stadium
III
IV
Pemeriksaan laboratorium
AFP ( Alphafetoprotein ) adalah salah satu petanda tumor yang paling umum
digunakan pada kanker Hati Selular. Kadar AFP meningkat pada 70-90% penderita
Kanker Hati Selular. AFP merupakan protein serum normal yang disintesis oleh sel
hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Nilai
normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah
diagnostik atau sangat sugestif untuk kanker Hati Selular. Nilai AFP normal dapat
ditemukan juga pada Kanker Hati Selular stadium lanjut.1,6
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks perlu dikerjakan secara rutin dan berguna untuk melihat peninggian
diafragma kanan dan ada tidaknya gambar metastasis ke paru. Pada umumnya tumor
hati yang letaknya dekat diafragma, bila mengalami pembesaran akan mendesak
diafragma. Kanker hepatoselular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan
6
berbentuk kebulatan ( nodule ) satu buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak
dan diffuse ( merata pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri
membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.2,3
2. Ultrasonografi ( USG )
Dengan USG ditemukan adanya hati yang membesar, permukaan yang
bergelopmbang dan lesi-lesi fokal intra hepatik. Biasanya menunjukkan struktur eko
yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai
anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya ireguler.7
3. Computed Tomografi Scan ( CT Scan)
Pada kanker hati primer, akan memperlihatkan suatu massa dengan densitas
rendah bila dibandingkan dengan jaringan yang normal.2
4. Sintigrafi Hati
Sintigrafi hati sering dipakai untuk mendeteksi lkelainan hati. Untuk melihat
kelainan hati secara sintigrafi, biasanya dipakai zat radiofarmaka
113
In,
99m
Tc.
Pemetriksaan sintigrafi bergantung pada aktivitas fungsi fagosit hati. Pada kanker
Hati primer akan memperlihatkan penampungan zat radiofarmaka karena kamker hati
merupakan suatu kelaiana yang vaskuler dan masih bersifat memiliki aktivitas
metabolisme.3
5. Angiografi
Angiografi bermanfaat untuk menentukan lokasi, diagnosis dan menentukan
apakah dapat di operasi atau tidak serta untuk melihat seberapa luas kanker yang
sebenarnya. Kanker yang kita lihat USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan
ukuran USG bisa saja ukuran yang senenarnya dua atau tiga kali lebih besar.3
6. Magnetic Resonansi Imaging ( MRI )
Dengan MRI dapat menjelaskan secara akurat ( tepat ) keterlibatan parenkim
dan batas-batas tumor. Struktur vaskuler, yerutama vena hepatic dan vena kava
inferior, lebih jelas bahkan pada pasien terkecil sekalipun. MRI lebih dapat menetkan
secara lebih akurat stadium tumor sebelum pengobatan dibanding CT Scan.3
7. Biopsi hati
Biopsi hati menggunakan teknik biopsi aspirasi jarum halus ( fine needle
aspiration biopsy ) terutama untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiology imaging dan laoratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.
Biopsi dilakukan sesuai dengan petunjuk USG atau CT Scan dan mempunyai nilai
diagnostik dan akurasi yang lebih tinggi.3,4
Pengobatan
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi dan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah ( soliter / multipel ) dan
ukuran tumor, atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker
sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis ke tempat lain. Untuk
pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal
pilihan terapinya adalah reseksi hepatik, sedangkan bagi pasien dengan sirosis hati,
transpalntasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan perenkim hati yang mengalami disfungsi.1,2
Prognosis
Pada umumnya prognosis kanker hepatoselular adalah jelek. Tanpa pengobatan
biasanya terjadi kematian kurang dari satu tahun sejak keluhan pertama. Pada pasien
kanker hepatoselular stadium dini yang dilakukan pembedahan dan diikuti dengan
pemberian sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang antara 4-6 tahun, sebaliknya
pasien kanker hepatoselular stadium lanjut mempunyai masa hidup yang lebih
pendek.5
BAB III
8
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn.Y
Jenis Kelamin
: Laki_laki
Umur
: 36 tahun
Alamat
: Taluk Kuantan
Tanggal Masuk RS
: 18 Desember 2013
1 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri di perut kanan atas, awalnya nyeri perut
hanya dirasakan sekali-sekali dan ringan, namun semakin hari semakin bertambah.
Nyeri perut tersebut tidak menjalar dan dirasakan saat istirahat maupun
beraktivitas, nyeri tidak berhubungan dengan makanan. Nafsu makan pasien
menurun, perut terasa penuh, mual, tidak ada muntah darah, kembung, lesu, berat
badan menurun 6 kg, demam (-). Pasien Sulit BAB sejak 2 minggu yang lalu.
BAK berwarna pekat seperti teh. Selama sakit pasien berobat ke dukun kampung.
4 hari SMRS, pasien merasakan perut kanan atas semakin nyeri, perut agak
membesar, ada benjolan di perut dan terasa menyesak ke atas sehingga dada terasa
sesak, tidak ada suara ngik saat bernafas, batuk tidak ada. Pasien juga merasakan
mual tetapi tidak muntah. Sulit BAB, BAK berwarna pekat seperti teh. Tidak ada
kaki bengkak. Pasien masih belum berobat ke dokter di rumah sakit Taluk Kuantan
dan dirujuk ke RSUD Arifin Achmad .
Riwayat Kebiasaan :
-
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan gizi
BB
: 46 kg
TB
: 160 cm
IMT
Vital Sign
TD
: 110/70 mmHHg
Nadi
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Kepala
10
Mata
Lidah
Leher kiri
Thorak
Paru :
-
I :
Dada simetris kiri dan kanan, gerak nafas simetris, tidak ada
Pa :
Pe :
Au :
Jantung :
-
: LSD
: 1 jari medial LMCS RIC V
Abdomen :
-
Ekstremitas : Kulit tampak kuning, udem di kedua tungkai (+), pitting oedem (+),
akral hangat, CRT< 2 detik.
11
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Laboratorium : Tanggal 18 Desember 2013
Darah rutin
WBC
: 9,3 x 10-3/ul
HBG
: 9,8 gr%
RBC
: 3,34 x 106
HCT
: 29,0%
PLT
: 347 x 10-3
Kimia darah
Glu
: 82 mg%
Ureum
: 20,2 mg/dl
Creatinin
: 0,81 mg/dl
D bil
: 0,7 mg/dl
T bil
: 2,8 mg/dl
Indirect Bil
: 2,1 mg/dl
BUN
: 19 mg/dl
ALP
: 344 IU/dl
TP
: 5,7 gr/dl
AST
: 116,9u/l ( meningkat)
ALT
Elektrolit
Na : 135,3 mmol/L
K : 4,16 mmol/L
CL : 104 mmol/ L
Imunologi
HBsAg : (+)
Anti HCV (-)
12
lien membesar
kesimpulan :
- hepatosplenomegali
- terdapat massa di lobus dextra hepar Hepatoma lobus dextra
RESUME
Tn.Y, 54 tahun, datang ke RSUD AA Pekanbaru dengan keluhan utama nyeri di
perut kanan atas sejak 8 jam SMRS. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan
sakit perut kanan atas sejak 2,5 bulan yang lalu. Sakit perut tersebut tidak menjalar
dan dirasakan saat istirahat maupun beraktivitas. Pasien juga tidak nafsu makan, perut
terasa penuh, mual (+), kembung, lesu, berat badan menurun dan mata kuning. Perut
agak membesar, ada benjolan, menyesak ke atas sehingga dada terasa sesak. Mual
(+), muntah (-). Sakit perut kanan atas semakin hebat sejak 2 minggu SMRS, pasien
merasakan mata serta telapak tangannya berwarna kuning. Pasien juga mengeluhkan
sesak nafas sejak 40 tahun, sesak nafas hilang timbul, mendadak terutama muncul
pada malam hari, cuaca dingin, aktivitas yang berat, dan dalam keadaan emosi
(marah). Gejala sesak nafas 1 kali dalam seminggu, gejala sesak nafas malam > 2
kali dalam sebulan, sesak nafas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Bila sesak
nafas timbul terdapat suara ngik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kulit serta kedua
13
telapak tangan terlihat kuning, konjungtiva anemis, sklera ikterik, hepar teraba 5 jari
di bawah arcus costae dan 9 jari di bawah procesus xypoideus, teraba keras,
konsistensi padat, permukaan tidak rata dan berbenjol- benjol, tidak mobile, tepi
tumpul. Ekstremitas kedua tungkai udem. Pitting udem (+). Auskultasi paru
didapatkan wheezing (+/+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kadar AST: 208
IU/dl, ALT: 121 IU/dl, ALP: 344 IU/dl, TP: 5,7 gr/dl, D Bil: 0,7 mg/dl, T Bil: 2,8
mg/dl, BUN: 19 mg/dl. Gambaran darah tepi didapatkan anemia normositik
normokrom dan hipereosinofilia. Dari USG Abdomen didapatkan Hepatoma lobus
dextra hepar.
DAFTAR MASALAH
1. Hepatosplenomegali e.c hepatoma lobus dextra
2. Asma bronkial persisten ringan dengan serangan ringan
3. Anemia normositik normokrom
DIAGNOSIS
Hepatosplenomegali e.c hepatoma + Asma bronkial persisten ringan dengan serangan
ringan
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
1. Tirah baring
2. Diet Hati tipe 2
3. Menghindari faktor pencetus
4. Pengendalian emosi
Farmakologi:
1. O2 3L/hari
2. IVFD Dextrose 5% 12 gtt/i
3. Omeprazole 1x20 mg
4. Dimenhidrinat 2x1
14
5. Solbutamol 3x4 mg
6. Injeksi dexametason 3x1 amp
RENCANA PEMERIKSAAN
CT-Scan Abdomen
Biopsi hati
Spirometri
Pemeriksaan feses rutin
Benzidin tes/tes darah samar
FOLLOW UP
Hari ke-1
S
: Nyeri perut kanan atas, sesak nafas, mual (+), nafsu makan menurun, perut
terasa penuh, kaki bengkak.
: Sklera ikterik, konjungtiva anemis nafas sesak, udem pada tungkai (+), hepar
teraba 5 jari BAC dan 9 jari BPX.
TD : 120/70 mmHg, nadi : 92x/mnt, pernafasan : 24 x/mnt, S : 36,60C
Wheezing (+/+)
: - O2 3L/hari
- IVFD Dekstrose 5% 12 gtt/i
- Omeprazole 1x20 mg
Dimenhidrinat 2x1
Solbutamol 3x4 mg
15
Hari ke-2
S
: Nyeri perut kanan atas, sesak nafas berkurang, mual (+), nafsu makan
menurun, perut terasa penuh, kaki bengkak.
: Sklera ikterik, konjungtiva anemis, udem pada tungkai (+), hepar teraba 5 jari
BAC dan 9 jari BPX.
TD : 120/70 mmHg, nadi : 92x/mnt, pernafasan : 24 x/mnt, S : 36,50C
Wheezing (+/+)
: - T/ lanjut
Hari ke-3
S
: Nyeri perut kanan atas, mual (+), nafsu makan menurun, perut terasa penuh,
kaki bengkak.
: Sklera ikterik, konjungtiva anemis, udem pada tungkai (+), hepar teraba 5 jari
BAC dan 9 jari BPX, asites (-)
TD : 130/80 mmHg, nadi : 124x/mnt, pernafasan : 17 x/mnt, S : 36,50C
Hari ke-4
S
: sesak nafas
: Sklera ikterik, konjungtiva anemis, hepar teraba 5 jari BAC dan 9 jari BPX
TD : 100/60 mmHg, nadi : 96x/mnt, pernafasan : 28 x/mnt, S : 36,50C
Wheezing (+/+)
: - O2 3L/hari
- IVFD Dekstrose 5% 12 gtt/i
- Omeprazole 1x20 mg
16
Dimenhidrinat 2x1
Solbutamol 3x4 mg
MST 1x1
Hari ke-5
S
: sesak nafas (-), BAB (+) warna kuning, makan (+), nyeri perut (+)
: Sklera ikterik, konjungtiva anemis, udem pada tungkai (+), hepar teraba 5 jari
BAC dan 9 jari BPX
TD : 120/80 mmHg, nadi : 72x/mnt, pernafasan : 20 x/mnt, S : 36,50C
: hepatoma
: Omeprazol 1x20 mg
Dimenhidrinat 2x1
Hari ke-6
Pasien meninggal dunia
17
PEMBAHASAN
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien ini menderita hepatoma disertai asma bronkial persisten
ringan dengan serangan ringan.
Diagnosis hepatoma ditegakkan karena adanya keluhan nyeri perut kanan
atas, nafsu makan menurun, perut terasa penuh, mual, kembung, lesu, berat badan
menurun, mata kuning, udem pada kaki (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera
ikterik, perut buncit, hepar membesar, permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol,
konsistensi keras, tepi tumpul, udem di kedua kaki (+). Dari pemeriksaan USG
disimpulkan Hepatoma lobus dextra. Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular menurut
PPHI ( Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia ), yaitu :
1.
2.
4.
tubuh: IMT 35-40 kg/m2). Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) khususnya non alcoholic steatohepatitis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut
menjadi hepatoma. Namun pada pasien ini tidak pernah mengalami berat badan yang
berlebih hingga obesitas. Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang
diproduksi oleh jamur Aspergillus, bersifat karsinogen, mampu membentuk ikatan
dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah
kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
Riwayat kebiasaan pasien mengkonsumsi aflatoksin tidak ditanyakan. Risiko relatif
hepatoma dengan aflatoksin saja adalah 3,4 bila disertai dengan infeksi HBV kronik
risiko relatifnya 7, dan meningkat menjadi 59 bila disertai dengan kebiasaan
mengkonsumsi aflatoksin.
Diagnosis asma bronkial persisten ringan dengan serangan ringan ditegakkan
karena adanya keluhan sesak nafas hilang timbul, mendadak terutama muncul pada
malam hari, cuaca dingin, aktivitas yang berat, dan dalam keadaan emosi (marah).
Gejala sesak nafas 1 kali dalam seminggu, gejala sesak nafas malam > 2 kali dalam
sebulan, sesak nafas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Bila sesak nafas
timbul terdapat suara ngik. Selain itu pasien juga memiliki riwayat alergi (+) terhadap
debu, makanan, cuaca dingin. Riwayat alergi dalam keluarga (+). Dari pemeriksaan
fisik didapatkan adanya wheezing (+/+) pada lapangan paru. Dari pemeriksaan
gambaran darah tepi didapatkan hipereosinofilia. Untuk klasifikasi asma berdasarkan
derajat asma dibuat atas dasar gejala sesak nafas dalam seminggu , serangan asma
malam, dan gangguan terhadap aktivitas, dari ketiga kriteria ini dapat ditentukan
derajat asma. Sedangkan klasifikasi serangan asma ringan dibuat berdasarkan kriteria:
Sesak nafas waktu berjalan, berbicara kalimat, frekuensi nafas meningkat, mengi
keras, nadi 100-120 kali/menit. Namun sesak nafas ini bisa juga diakibatkan oleh
besarnya tumor yang menekan diafragma.
Anemia yang terjadi pada pasien ini mungkin disebabkan oleh asupan makanan
yang kurang karena pasien mengeluhkan nafsu makan menurun. Anemia juga dapat
terjadi oleh karena perdarahan tersamar/occullt bleeding, difikirkan karena pasien
19
tidak mengeluhkan BAB hitam. Anemia juga dapat disebabkan oleh adanya parasit
seperti cacing, dan seharusnya pada pasien ini dilakukan pemeriksaan feses, hal ini
juga disarankan oleh dokter spesialis patologi klinik. Pada pasien hepatoma dapat
terjadi anemia yang disebut anemia pada penyakit kronik atau anemia pada kanker
(cancer related anemia). Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan pemendekan
masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, dan gangguan produksi eritrosit
akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoetin. Berdasarkan penelitian invitro pada
sel hepatoma dimana sel hepatoma atau sel-sel yang rusak mengeluarkan sitokin
seperti IL-1 dan TNF- yang berperan mengurangi sintesis eritropoetin. Banyak
penelitian yang membuktikan bahwa faktor-faktor yang dihasilkan oleh sel-sel yang
mengalami inflamasi menurunkan respons eritropoetin endogen dan eksogen. Pada
pemeriksaan laboratorium gambaran anemia yang didapatkan berupa normokromnormositer.
20