Professional Documents
Culture Documents
Secara ideal semua pasien dengan LFG < 15 ml/mnt dapat mulai menjalani
dialisis. Namun dalam pelaksanaan klinis pedoman yang dapat dipakai sebagai
berikut :
Komplikasi Hemodialisis
A. Komplikasi Intradialisis
1. First use syndrome
Patofisiologi:
Reaksi anafilaktik terhadap dialisat dari cuprophane karena adanya akivasi sistem
komplemen alternatif dan terpajan oleh elyline oxide. Reaksi anafilaktik terhadap
membran dialisis polyacrylonitrile pada pasien yang mendapat pengobatan ACE inhibitor.
Terapi : epinefrin dan steroid
2. Hipotensi
Penyebab:
Ultrafiltrasi berlebihan
Gejala:
Lemas,berkeringat,pandangan kabur,berkunang-kunang
Sakit dada
Penanganan:
Berikan O2 1-2liter
o Heparin tetap dijalankan agar tidak ada sisa bekuaan darah dalam selang
o Jika tensi sudah naik(kembali normal),dialisis dapat dimulai kembali
o Catat semua tindakan yang telah dilakukan dalam catatan dialisis.
Pencegahan :
Ketakutan
Reaksi obat
Hipertensi
Penangan:
Bantu kebutuhan pasien (kalau perlu berikan minyak gosok pada daerah
epigastrik)
Pencegahan:
Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan
yang keluar
4. Sakit kepala
Penyebab:
Ketakutan
Penanganan:
Mencari penyebab sakit kepala; cairan dialisat asetat, minum kopi atau ada
masalah
Pencegahan:
Reaksi pirogen
Reaksi transfusi
Penanganan:
Berikan selimut
Beri tahu dokter untuk pemberian terapi (panadol bila suhu meningkat)
Mencari penyebab demaqm karena: bahan pirogen dari set dialisis atu infeksi
pada pasien
6. Nyeri dada
Penyebab:
Penanganan:
Pencegahan:
7. Gatal-gatal
Penyebab:
Jadwal diyalisis yang tidak teratur (toksik toksin uremia kurang terdialisis)
Kulit kering
Penaganan:
Jika karena transfusi beri tahu dokter untuk pemberian avil 1 ml/IV
Pencegahan:
Penanganan:
Tekan daerah tusukan dengan tepat dan cari penyebab perdarahan kemudian
observasi tanda-tanda vital dengan ketat
Pencegahan:
9. Kram otot
Penyebab:
Penaganan:
Guyur dengan NaCl 0,9 % sebanyak 100-200 ml dan sesuaikan dengan keadaan
umum pasien
Pencegahan:
Jangan menarik cairan terlalu cepat atu UFR tinggi pada awal dialisis
Anjurkan pasien untuk mentaati diet agar kenaikan berat badan interdialisis
tidak lebih dari 1 Kg/hari
B. Komplikasi Kronik
1. Renal osteodistrofi
Hiperparatiroidisme sekunder
Patogenesis:
Hipokalsemi
Gejala:
Nyeri tulang
Pruritus
Terapi:
Menurunkan intake fosfat ; diet rendah fosfat dan penggunaan pengikat fosfat
(contoh : kalsium asetat dan kalsium karbonat, aluminium hidroksida)
Penggunaan
analog
doxerkalsiferol)
Vitamin
(contoh
kalsitriol,
parakalsitriol,
Kalsimimetik agent
Parathyroidektomi
2. Amiloidosis
Amilidosis dapat dijumpai pada pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis
jangka panjang karena adanya amyloid fibril yang mengandung B2 protein
mikroglobulin. Gejala antara lain : carpal turner syndrome, nyeri sendi kronik, destruksi
athropathy.
Terapi : hemofiltrasi atau high Flux hemodialisis untuk menyingkirkan B 2
mikroglobulin, pengobatan simptomatik dan pembedahan Carpal turner syndrome dan
transplantasi ginjal.
3. Malnutrisi protein dan kalori
Patogenesis:
Terapi nutrisi
Adekuasi dialisis
Definisi
Adekuasi dialisis adalah pengukuran kecukupan dosis hemodialisis yang
diberikan. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung Urea Reduction Ratio dan (Kt/V).
Kt/V urea merupakan pedoman yang akurat untuk merencanakan peresepan HD serta
menilai AHD, dan Urea reduction ratio = Rasio reduksi ureum (RRU) merupakan
pedoman yang sederhana dan praktis untuk menilai AHD.
National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian prospektif
skala luas pertama yang menilai AHD. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ureum
merupakan pertanda yang memadai untuk penilaian AHD, dan tingkat bersihan ureum
dapat dipakai untuk prediksi keluaran (outcome) dari penderita. Lowrie dkk dalam
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
blood
urea-nitrogen
(BUN)
yang
tinggi
klearensi dalam satuan L/menit diperhitungkan dari KoA dializer, serta kecepatan aliran
darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan menit.
Kt/V kurang dari 0,8 dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V
1,0-1,2 dihubungkan dengan mortalitas yang rendah.
Rumus Daugirdas
Kt/V=2,2 3,3 (R-0,03)-UF/W)
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V 1,0-1,2 dihubungkan
dengan mortalitas yang rendah, batasan minimal Kt/V=1,2 untuk penderita yang
menjalani HD 3 kali seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes dimana
risiko kematian pada GGT lebih tinggi, Collins menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi
1,4. Hemodialisis 2 kali seminggu tidak dianjurkan oleh NKFDOQI. HD 2 kali seminggu
hanya dilakukan untuk sementara, dan hanya penderita yang masih mempunyai klirens
sisa >5 ml/menit. Dapat pula dipertimbangkan pada penderita dengan berat badan ringan.
Daugirdas menganjurkan jika masih melakukan HD 2 kali seminggu, Kt/V adalah 1,82,0. Cara lain untuk mengukur AHD adalah dengan mengukur RRU. Rumus yang
dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut :
RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co)
Ct adalah BUN sesudah-HD dan Co adalah BUN sebelum-HD
Cara lain untuk menghitung adekuasi dialisis adalah total dialysate collection
yaitu pengumpulan dialisat total akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90-150
liter sangat tidak praktis. Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD,
independen dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan HD, klirens dari molekul
yang lebih besar dari ureum diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi intravaskuler
euvolemia yang lebih baik dimana hal ini akan mengurangi komplikasi kardiovaskuler.
Meskipun data penunjang secara klinis belum lengkap, lama HD yang dianjurkan
minimal adalah 2,5 jam. Urea removal indek yaitu indeks pembersihan dari ureum
merupakan cara baru untuk mengukur AHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis
dalam penggunaannya.
REFERAT
HEMODIALISIS