You are on page 1of 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Preeklampsi dan Eklampsi


Preeklampsi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik , karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran
tekanan darah harus diulang berselang 4 jam.

Preeklampsi merupakan penyulit

kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa
nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan
dan preeklampsi berat (Haryono, 2006).
Preeklampsi adalah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi
(hipertensi), disertai protein dalam urine (proteinuria) dengan atau tanpa edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester

ketiga

kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak
diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa
disadari dalam waktu singkat terjadi

preeklampsi berat bahkan dapat menjadi

eklampsi yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma. Kedatangan
penderita sebagian besar dalam keadaan preeklampsi berat dan eklampsi (Sarwono,
2008).
Preeklampsi merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsi terjadi pada umur kehamilan
di atas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi
dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsi dapat
berkembang dari preeklampsi yang ringan sampai preeklampsi yang berat
(Cunningham et al, 2003).
Preeklampsi berat adalah suatu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas
20 minggu yang ditandai dengan tekanan darah >160/110 mmHg, proteinuria+2,
dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala, gangguan
penglihatan dan oliguria (Hariadi, 2004)
Superimposed preeklamsi adalah preeklampsi yang terjadi pada wanita
menderita hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Hipertensi kronik yaitu hipertensi
oleh sebab apapun yang ditemukan atau timbul sebelum kehamilan 20 minggu tanpa
adanya molahidatidosa atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca
persalinan (Chistopher, 2006).
Eklampsi disertai kejang yang terjadi pada kehamilan atau post partum yang
bukan disebabkan penyakit/gangguan lain yang terjadi pada otak. Sering terjadi pada
primigravida muda dan meningkat pada kehamilan kembar. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya kejang, proteinuria dengan atau tanpa edema setelah hamil 20 minggu
atau 48 jam post partum. Lebih kurang 75% terjadi pada ante partum dan 25% terjadi
pada post partum. Faktor risiko terjadinya eklampsi antara lain nullipara, hamil
kembar, kehamilan mola, hipertensi dan penyakit ginjal sebelum kehamilan, adanya
preeklampsi berat dan eklampsi pada kehamilan sebelumnya dan pada hidropsfetalis.

Universitas Sumatera Utara

Gejala-gejala yang sering timbul sebelum kejang adalah sakit kepala dan gangguan
visus (Sastrawinata, 2004).

2.2. Epidemiologi Preeklampsi/Eklampsi


Frekuensi preeklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya antara lain jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan dan lain-lain. Frekuensi kejadian preeklampsi di Indonesia sekitar
3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan kejadian
preeklampsi sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran
(Dawn C. Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsi lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsi dan eklampsi di RSU Tarakan Kalimantan
Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000
sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsi sebesar 61 kasus (4,2%) dan
eklampsi 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun
dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidropsfetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya preeklampsi (Triatmojo, 2003).
Peningkatan kejadian preeklampsi pada usia >35 tahun mungkin disebabkan
karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed. Di
samping itu, preeklampsi juga dipengaruhi oleh paritas (Cunningham, 2003). Surjadi
(1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsi di RSU Dr.

Universitas Sumatera Utara

Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu
sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37
minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi
gestasional (13% : 6%) dan preeklampsi (13% : 5%) yang secara bermakna lebih
tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis
neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham,
2003).
2.3. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
The Working Group Report dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000)
dalam Hariadi (2004) menetapkan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai
berikut:
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai
dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan
dan tanda-tanda preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir ditegakkan pasca
persalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,
selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan
tanda-tanda preeklampsia lainnya.

Universitas Sumatera Utara

3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia


muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.
4. Preeklampsi ringan, preeklampsi berat, eklampsi
a. Preeklampsi ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, tapi <160/110
mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsi berat adalah jika tekanan darah >160/110 mmHg, proteinuria
+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,
gangguan penglihatan dan oliguria.
c. Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita
ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsi berat. (kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik).
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan
tekanan darah diastolik 90 mmHg dan tekanan darah sistolik 140 mmHg pada dua
kali pemeriksaan yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai protein
dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif minimal
positif (+) satu.

2.4. Tanda dan Gejala Preeklampsi/Eklampsi


Preeklampsi ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang
mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) 140/90 mmHg dan adany a protein

Universitas Sumatera Utara

urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium urine) +1/+2 dan terjadi pada usia
kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).
Tanda dan gejala preeklampsi ringan dalam kehamilan, antara lain edema
(pembengkakan) terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan
cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air
seni terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsi berat
terjadi bila ibu dengan preeklampsi ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati
dengan benar. Preeklampsi berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi
kejang-kejang menjadi eklampsi (Bandiyah, 2009).
Preeklampsi terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks
dan aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang
dibutuhkan janin berkurang. Makanya, preeklampsi semakin parah atau berlangsung
lama bisa menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsi dapat menyebabkan bahaya
pada ibu dan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian tubuh,
terutama muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai peningkatan tekanan
darah secara tiba-tiba serta kadar protein yang tinggi pada urin (Indiarti, 2009).
Preeklampsi harus segera diatasi, bila tidak akan berlanjut menjadi eklampsi
yang ditandai dengan kejang, bahkan sampai koma, karena dalam darah ibu hamil
yang mengalami preeklampsi ditemukan adanya zat yang bisa menghancurkan sel
endotel yang melapisi pembuluh darah. Kondisi ini sangat berbahaya bagi ibu hamil
dan janin, jika tidak segera ditangani akan terjadi kerusakan menetap pada syaraf,
pembuluh darah atau ginjal ibu. Sementara itu, bayi akan mengalami keterbelakangan

Universitas Sumatera Utara

mental sebab kurangnya aliran darah melalui plasenta dan oksigen di otak (Indiarti,
2009).
Menurut Bandiyah (2009), bahaya preeklampsi dalam kehamilan antara lain
preeklampsi berat, timbul serangan kejang-kejang (eklampsi). Sedangkan bahaya
pada janin antara lain memberikan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim ibu
dan bayi lahir lebih kecil, mati dalam kandungan. Bahaya preeklampsi berat dalam
kehamilan antara lain bahaya bagi ibu dapat tidak sadar dan bahaya bagi janin
dalam kehamilan antara lain gangguan pertumbuhan janin dan bayi lahir kecil, mati
dalam kandungan.
Tabel 2.1. Klasifikasi Tanda Preeklampsi /Eklampsi
Diagnosa
Hipertensi

Pre Eklampsi
Ringan
Pre Eklampsi
Berat

Eklampsi
Hellp Sindrom

Tekanan Darah
Kenaikan sistole30 mmHg,
distolik 15 mmHg atau
90
mmHg dalam 1 jam
TD 140/90 mmHg tetapi
160/110 mmHg
Tekanan darah istirahat
160/110 mmHg
PEB + kejang kronik dan tonik
disertai dengan koma
PEB

Tanda Lain
Proteinuria (-)
Kehamilan >20 minggu
Proteinuria 300 mg/24 jam
Proteinuria 300 mg/24 jam
Oliguria 500 ml/24 jam
Serum Kreatinin meningkat
Edema
Hamil 35 tahun
Nyeri epigastrium
Hemolisis, peningkatan kadar
fungsi hati d a n
trombositopenia

Sumber : Roeshadi, RH (2006)

2.5. Etiologi Preeklampsi/Eklampsi


Sampai saat ini penyebab preeklampsi/eklampsi

belum diketahui

secara

pasti. Beberapa teori tentang etiologi preeklampsi/eklampsi telah diajukan belum ada

Universitas Sumatera Utara

yang memuaskan, sehingga penyakit ini disebut the disease of theories. Setiap teori
menunjukkan bahwa hipertensi yang ditimbulkan akan diperberat oleh kehamilan
yang terjadi pada ibu terpapar villi korialis untuk pertama kalinya dengan jumlah
besar, mempunyai riwayat penyakit vaskular atau mempunyai kecenderungan genetik
(Cunningham, 2003).
Ada 4 hipotesis sebagai konsep etiologi dan patogenesis preeklampsi berat
dan eklampsi (Dekker & Sibai, 1998):
1. Iskemia Plasenta
Pada preeklampsi berat perubahan arteri spiralis terbatas hanya pada lapisan
desidua dan arteri spiralis yang mengalami perubahan hanya lebih kurang 3550%. Akibatnya perfusi darah ke plasenta berkurang dan terjadi iskemia plasenta.
2. Maladaptasi Imun
Maladaptasi imun menyebabkan dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel-sel
sitotrofoblast endovaskular dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh
peningkatan pelepasan sitokin desidual, enzim proteolitik dan radikal bebas.
3. Genetik Imprinting
Timbulnya preeklampsi berat/eklampsi didasarkan pada gen resesif tunggal atau
gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing
Activity (TxPA)
Terjadi akibat kompensasi meningkatnya kebutuhan energi selama hamil dengan
memproses asam lemak non sterifikasi. Pada wanita dengan kadar albumin yang

Universitas Sumatera Utara

rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak nonsterifikasi dan jaringan lemak ke


dalam hepar menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik dimana
toksisitas VLDL menjadi terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka
efek toksik dan VLDL akan muncul dan menyebabkan disfungsi endotel.
Keempat faktor etiologi preeklampsi berat/eklampsi ini saling berkaitan dan
akhirnya invasi sel-sel trofoblast abnormal, iskemia plasenta dan kerusakan serta
aktivasi sel-sel endotel merupakan titik temu dan fenomena preeklampsi
berat/eklampsi (Dekker & Sibai, 1998).
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsi adalah teori
iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit preeklampsi/eklampsi (Rustam, 1998). Adapun teori-teori
lain yang dipakai sebagai penyebab preeklampsi tersebut adalah :
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsi dan eklampsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi
aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi
plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

Universitas Sumatera Utara

sempurna. Pada preeklampsi terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi


komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
c. Peran Faktor Genetik
Preeklampsi hanya terjadi pada manusia. Preeklampsi meningkat pada anak
dari ibu yang menderita preeklampsi.
d. Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.
e. Defisiensi kalsium
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi
dari pembuluh darah.
f. Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
patogenesis terjadinya preeklampsi. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan preeklampsi. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester
pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan
kehamilan.

2.6. Faktor Risiko Preeklampsi/Eklampsi


Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsi, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsi. Menurut Sarwono (2008) bahwa faktor risiko
tersebut meliputi:

Universitas Sumatera Utara

1. Riwayat preeklampsi
Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsi atau riwayat keluarga dengan
preeklampsi maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsi.
2. Primigravida
Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies)
belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsi.
Perkembangan preeklampsi semakin meningkat pada kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrim seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3. Kegemukan
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan maka makin gemuk seseorang makin
banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat
pula fungsi pemompaan jantung, sehingga dapat menyumbangkan terjadinya
preeklampsi.
4. Kehamilan ganda
Preeklampsi dan klampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempunyai bayi
kembar atau lebih.
5. Riwayat penyakit tertentu
Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko
terjadinya preeklampsi. Penyakit tersebut meliputi riwayat hipertensi kronik,

Universitas Sumatera Utara

riwayat diabetes militus, penyakit ginjal atau penyakit vaskular hipertensi


sebelumnya.

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Preeklampsi/Eklampsi


1. Usia Ibu
Usia reproduksi yang sehat bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia
tersebut bentuk dan fungsi alat reproduksi sudah mencapai tahap yang sempurna
untuk dapat digunakan secara optimal. Usia ibu yang terlalu muda memiliki risiko
yang cukup besar untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi dalam kehamilan dan
persalinan. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia <20
tahun meningkat 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang berusia 20- 35
tahun (Manuaba, 2001).
Setiap ibu nullipara yang masih sangat muda memiliki risiko yang lebih besar
untuk mengalami preeklampsi berat (Cunningham, 2003). Sebaliknya pada wanita
usia >35 tahun juga merupakan usia yang berisiko untuk hamil dan melahirkan
karena pada saat itu telah terjadi penurunan fungsi alat reproduksi sehingga
memudahkan untuk terjadinya berbagai masalah obstetrik termasuk diantaranya
preeklampsi berat/eklampsi. Kejadian preeklampsi berat/eklampsi semakin meningkat
pada wanita yang lebih tua.
Usia ibu di atas 40 tahun insiden preeklampsi berat meningkat tiga kali lipat
dibandingkan dengan pada wanita kelompok kontrol yang berusia 20-3 5 tahun. Hasil
ini juga didukung oleh Hansen pada tahun 1986 yang melaporkan adanya

Universitas Sumatera Utara

peningkatan insiden preeklampsi berat/eklampsi sebesar 2-3 kali lipat pada nullipara
yang berusia >40 tahun (Cunningham, 2003).
Ibu dengan umur yang lebih tua di mana dengan bertambahnya usia
menunjukkan peningkatan insidensi hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih
besar untuk menderita preeklampsi berat/eklampsi (Cunningham, 2003). Selain itu
pendapat lain juga menyatakan bahwa wanita hamil yang berada pada usia awal
ataupun akhir usia reproduksi memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang
preeklampsi berat/eklampsi (Achadiat, 2004).
Menurut Saifuddin (2002), bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi
yang prima seyogyanya harus menghindari 4 Terlalu dimana dua diantaranya
adalah menyangkut dengan usia sang ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya
hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang mungkin dapat terjadi jika
hamil pada usia di bawah 20 tahun antara lain keguguran, preeklampsi, bayi lahir
sebelum waktunya, berat badan bayi lahir rendah (BBLR). Sedangkan T yang kedua
adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi
jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya keguguran,
preeklampsi berat/eklampsi, perdarahan, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
Usia kehamilan yaitu terlalu muda dan terlalu tua sama-sama mempunyai
resiko dapat meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Hal ini sejalan
seperti yang diungkapkan oleh Priyatini. T (2003) bahwa kematian ibu pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

daripada kematian ibu yang terjadi pada usia 20-29 tahun, kematian ibu meningkat
kembali sesudah usia 30-35 tahun.
2. Pendidikan
Pendidikan seseorang memiliki pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih baik umumnya memiliki akses yang
lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk informasi kesehatan (Notoatmodjo,
2007). Hal ini akan mempengaruhi kemampuan dan peran serta wanita dalam
menentukan fungsi reproduksinya dan perawatan kehamilan. Selain itu juga
pendidikan dan pengetahuan ibu yang lebih baik akan mempengaruhi kemampuan ibu
dalani mengenali berbagai masalah kesehatan dan pertolongan yang harus diperoleh
(Sastrawinata, 2004).
3. Usia Kehamilan
Berdasarkan penelitian kasus preeklampsi berat/eklampsi dapat timbul
sebelum kehamilan 20 minggu yaitu pada kasus molahidatidosa. Tetapi sebagian
besar terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu dan semakin tua usia kehamilan maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi. Hal ini
terjadi berkaitan dengan semakin tua usia kehamilan maka plasenta juga semakin tua
dimana telah mulai terjadi penurunan sirkulasi darah intra plasenter (Cunningham,
2003).
4. Paritas
Menurut Siregar dalam Suswati (2008), Paritas juga dapat mempengaruhi
kehamilan dan persalinan. Paritas ibu yang sehat adalah pada paritas 2-3. Preeklampsi

Universitas Sumatera Utara

berat/eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia
> 35 tahun dan menurun pada kehamilan berikutnya kecuali bila ibu mengalami
kelebihan berat badan, diabetes melitus (DM), kehamilan kembar dan hipertensi
essensial. Insiden preeklampsi berat/eklampsi cenderung meningkat pada nullipara
dimana persalinan pertama biasanya memiliki risiko relatif lebih tinggi dan akan
menurun pada paritas 2 dan 3.
Namun Sudhaberata (2001) berpendapat lain di mana ditemukan 20% dari
nullipara menderita preeklampsi berat/eklampsi sebelum, selama persalinan dan pada
masa nifas dibandingkan dengan insiden sebesar 7% pada multipara (Cunningham,
2003).
Menurut Dekker (1998) preeklampsi/eklampsi paling sering dijumpai pada
primigravida yang umumnya diakibatkan oleh adanya respon immunitas ibu terhadap
antigen janin dan akan menurun pada kehamilan berikutnya. Namun pada penelitian
lain juga ditemukan peningkatan kejadian juga terjadi pada nullipara. Hasil penelitian
ditemukan 70% dan wanita hamil yang mengalami preeklampsi berat/eklampsi adalah
primipara dan nullipara. Pengaruh paritas sangat besar terhadap proporsi preeklampsi
berat/ekianipsi dimana hampir 20% nullipara dan primipara menderita preeklampsi
berat/eklampsi sebelum, selama persalinan dan pada masa nifas bila dibandingkan
dengan proporsi pada multipara sebesar 7% (Cunningham, 2003).
Menurut Tanjung (2004) dalam Suswati (2008) ditemukan peningkatan
kejadian preeklampsi berat/eklampsi pada multipara karena pada multipara terutama
dengan umur yang lebih tua sering dijumpai adanya penyakit ginjal.

Universitas Sumatera Utara

5. Riwayat Penyakit
Preeklampsi/eklampsi dapat juga dipicu oleh karena adanya beberapa
penyakit sistemik yang diderita ibu sebelum ataupun selama kehamilan. Pada wanita
dengan riwayat hipertensi kronik dapat memperburuk terutama pada kehamilan
brikutnya. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan seperti itu dapat disertai
dengan proteinuria atau edema patologis yang disebut superimposed preeklampsi
berat/eklampsi (Cunningham, 2003).
Superimposed preeklampsi berat/eklampsi timbul lebih awal dalam kehamilan
bila dibandingkan dengan preeklampsi berat murni dan cenderung menjadi berat pada
kebanyakan kasus. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan umumnya terjadi pada
multipara yang menderita penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial yang
kronis dan DM atau dengan penyakit ginjal. Insiden hipertensi yang diperberat oleh
kehamilan atau superimposed preeklampsi berat/eklampsi berkisar antara 15-25%
(Cunningham, 2003).
6. Pemeriksaan Kehamilan (Kunjungan Antenatal)
Preeklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,
oleh karena itu melalui pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mencegah
perkembangan preeklampsi atau setidaknya dapat mendeteksi secara dini
preeklampsi dapat mengurangi kejadian kesakitan. Masih rendahnya kesadaran ibuibu hamil untuk memeriksa kandungannya pada sarana kesehatan, sehingga faktorfaktor yang sesungguhnya dapat dicegah atau komplikasi kehamilan yang dapat
diperbaiki serta tidak segera dapat ditangani. Seringkali mereka datang setelah

Universitas Sumatera Utara

keadaannya buruk. Oleh karena itu (Depkes RI, 2008) menganjurkan agar setiap ibu
hamil mendapatkan paling sedikit 4 kali kunjungan selama periode antenatal :
a. Satu kali kunjungan pada trimester pertama (usia kehamilan 14 minggu).
b. Satu kali kunjungan pada trimester kedua (usia kehamilan 14-28 minggu).
c. Dua kali kunjungan pada trimester ketiga (usia kehamilan 28-36 minggu dan
sesudah usia kehamilan 36 minggu).
Hasil assement safe motherhood di Indonesia tahun 1990-1991 bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi terjadi kesakitan dan kematian ibu hamil antara lain:
a) Faktor medik, meliputi faktor risiko kehamilan, adanya komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas serta kurang gizi dan anemia.
b) Faktor non medik, meliputi kurangnya kesadaran ibu hamil untuk mendapatkan
antenatal care, terbatasnya pengetahuan ibu hamil/bersalin tentang bahaya
kehamilan risiko tinggi, ketidakberdayaan ibu hamil untuk mengambil keputusan
dalam rujukan dan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat.
c) Faktor pelayanan kesehatan meliputi belum mantapnya jangkauan pelayanan
kesehatan ibu dan anak serta penanganan ibu hamil berisiko, masih rendahnya
cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan dan tingginya persalinan di rumah
oleh dukun bayi (Depkes RI, 2002).
Dalam upaya menurunkan AKI, maka pemerintah menjalankan berbagai
program yang dicanangkan secara internasional. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah Making Pregnancy Safer (MPS). MPS memiliki 3 pesan kunci yaitu (1) setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik dan

Universitas Sumatera Utara

neonatal ditangani secara adekuat dan (3) setiap perempuan usia subur mempunyai
akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran. MPS memiliki empat strategi utama yaitu:
1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
berkualitas.
2. Membangun kemitraan yang efektif melaui kerjasama lintas program, lintas
sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan
sumber daya yang tersedia.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi baru
lahir serta pemanfaatan pelayanan yang tersedia.
4. Mendorong

keterlibatan

masyarakat

dalam

menjamin

penyediaan

dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2008).
MPS merupakan lanjutan dari program 4 pilar Safe Motherhood sebagai
prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional yaitu:
1. Keluarga Berencana untuk menjamin tiap individu dan pasangannya memiliki
informasi dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah dan jarak kehamilan.
2. Pelayanan Antenatal untuk mencegah komplikasi dan menjamin bahwa komplikasi
dalam persalinan dapat terdeteksi secara dini serta ditangani secara benar.
3. Persalianan aman untuk menjamin bahwa semua tenaga kesehatan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan peralatan untuk melaksanakan persalinan yang

Universitas Sumatera Utara

bersih, aman dan menyediakan pelayanan pasca persalinan kepada ibu dan bayi
baru lahir.
4. Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial/Emergensi untuk menjamin tersedianya
pelayanan esensial pada kehamilan risiko tinggi dengan gawat-obstetrik/GO,
pelayanan

emergensi

untuk

gawat-darurat-obstetrik/GDO

dan

komplikasi

persalianan pada setiap ibu yang membutuhkannya.


Keempat pilar tersebut harus disediakan melalui pelayanan kesehatan primer
yang bertumpu pada pondasi keadilan (equity) bagi seluruh kaum perempuan. Safe
Motherhood merupakan upaya global untuk mencegah/menurunkan angka kematian
ibu.

2.8. Pencegahan Preeklampsi/Eklampsi


Preeklampsi

dan

eklampsi

merupakan

komplikasi

kehamilan

yang

berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau
memperhatikan kenaikan berat badan, diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini
diperlukan pengawasan kehamilan yang teratur dengan memperhatikan kenaikan
berat badan, kenaikan tekanan darah dan pemeriksaan untuk menentukan proteinuria.
(Wiknjosastro, 2005).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda- tanda
dini preeklampsi dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena
pada wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang memperhatikan tanda

Universitas Sumatera Utara

tanda preeklampsi yang sudah terjadi maka deteksi dini keadaan ini memerlukan
pengamatan

yang cermat dengan masa-masa interval yang tepat (Cunningham,

2003). Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsi dengan adanya faktor
faktor risiko seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklampsi
tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun dapat dikurangi dengan pemberian
penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil
antara lain :
a. Diet makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan

bertambah cepat dan edema .untuk

meningkatkan protein dengan tambahanan satu butir telur setiap hari.


b. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada ibu hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya
dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah
punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.
c. Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke
tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
1) Uji kemungkinan preeklampsi
a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

Universitas Sumatera Utara

c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema


d) Pemeriksaan protein urine
e) Bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum dan pemeriksaan retina mata.
2) Penilaian kondisi janin dan rahim
a) Pemantauan tinggi fundus uteri
b) Pemeriksaan janin gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin dan
pemantauan air ketuban
c) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi
Pencegahan terbaik preeklampsi adalah dengan memantau tekanan darah ibu
hamil. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai kalsium,
vitamin C dan vitamin A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu
banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai
petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil
mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009).

2.9. Penanganan Preeklampsi/Eklampsi


Eklampsi merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan 2030%
kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah sejak masa
kehamilan (preeklampsi). Preeklampsi yang tidak mendapatkan tindak lanjut yang
adekuat (dirujuk kedokter, pemantauan yang ketat, konseling dan persalinan di rumah

Universitas Sumatera Utara

sakit) dapat menyebabkan terjadinya eklampsi pada trimester ketiga yang dapat
berakhir dengan kematian ibu dan janin.
Penanganan preeklampsi bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi
eklampsi dan pertolongan

kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan

optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pengobatan hanya


dilakukan secara simptomatis karena etiologi preeklampsi dan faktor-faktor apa
dalam kahamilan yang menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan
ialah a) mencegah terjadinya preeklampsi berat dan eklampsi; b) melahirkan janin
hidup; c) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya. Pada dasarnya
penanganan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obtetrik
(Wiknjosastro, 2005).
Pada

preeklampsi ringan (tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/100

mmHg) penanganan simptomatis dan berobat jalan masih mungkin ditangani di


puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan tindakan yang diberikan:
1. Menganjurkan ibu untuk istirahat (bila bekerja diharuskan cuti) dan menjelaskan
kemungkinan adanya bahaya.
2. Sedativa ringan.
a. Phenobarbital 3 x 30 mg
b. Valium 3 x 10 mg
3. Obat penunjang
a. Vitamin B kompleks
b. Vitamin C atau vitamin E
c. Zat besi

Universitas Sumatera Utara

4. Nasehat
a. Garam dalam makan dukurangi
b. Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janin
c. Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata
kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak,
nyeri epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemahberkurang, pengeluaran urin berkurang.
5. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat
Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk
penderita perlu memperhatikan hal berikut:
a) Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b) Protein dalam urin 1 plus atau lebih
c) Kenaikan berat badan 11/2 kg atau lebih dalam seminggu
d) Edema bertambah dengan mendadak
e) Terdapat gejala dan keluhan subyektif.
Seorang bidan diperkenankan merawat penderita preeklampsi berat bersifat
sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan. Penanganan obstetri
ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati
dalam kandungan akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah
persalinan berakhir, jarang terjadi eklampsi dan janin yang sudah cukup matur lebih
baik hidup diluar kandungan dari pada dalam uterus (Manuaba, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.10. Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan


Tujuannya adalah untuk mengenali dan menemukan secara dini setiap
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklampsi
lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya. Hasil yang diharapkan
adalah ibu hamil dengan tanda preeklampsi mendapat perawatan yang memadai dan
tepat waktu serta dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi
(UNICEF, 1999).

2.11. Kerangka Pikir

- Karakteristik
- Pemeriksaan kehamilan
- Deteksi dini
a. Faktor penghambat
b. Faktor pendorong
Keluhan-keluhan yang dialami
- Keluhan fisik
- Keluhan psikologi
Tanggapan terhadap kehamilan
dan keluhan yang dialami

Pengalaman
Ibu Hamil/
Bersalin

Preeklampsi
Berat

Program pelayanan ibu


hamil/bersalin
- Informasi kesehatan
- Petugas kesehatan
- Sarana/prasarana di tempat
rujukan
- Birokrasi biaya operasional
kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

You might also like