You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Kepolisian Indonesia saat ini sudah hampir mendekati sistem Kepolisian ideal
yang diharapkan oleh anggotanya sendiri maupun masyarakat, kemandirian Polri
sudah dilaksanakan dan terpisah dari ABRI, dan sekarang yang perlu dilakukan
Polri adalah melakukan peningkatan sumber daya manusianya serta melakukan
pembenahan secara maksimal. Program-program yang dilaksanakan dalam
tugas kepolisian di kewilayahan sudah dapat dilihat hasilnya, sementara yang
perlu dan wajib dilakukan adalah adanya penyederhanaan sistem birokrasi untuk
pelayanan kepada masyarakat.
Pelayanan Masyarakat melalui langsung maupun tidak langsung bisa dilakukan
dan disederhanakan dengan melakukan efisensi dan efektifitas yang terkait
dengan penggunaan tekhnologi Kepolisian yang maksimal dan up to date.
Pengawasan juga diperlukan dalam rangka menjaga supaya tidak ada
penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam praktek-praktek kerja di
lapangan.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
1) Definisi / Pengertian Kepolisian Negara?
2) Sejarah Kepolisian RI?
3) Pasukan Polisi Republik Indonesia?
4) Unsur-Unsur dalam Kepolisian Republik Indonesia?
5) Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf ?
6) Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus ?
7) Satuan organisasi penunjang Polri?
8) Polda?
9) Fungsi dan Kewenangan Polri?
1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
10) Definisi / Pengertian Kepolisian Negara
11) Sejarah Kepolisian RI
12) Zaman Hindia Belanda
13) Zaman pendudukan Jepang
14) Zaman revolusi fisik
15) Kepolisioan pasca proklamasi
16) Zaman Republik indonesia Serikat (RIS)
17) Zaman Demokrasi Parlementer
18) Zaman Demokrasi Terpimpin
19) Zaman Orde Baru
20) Pasukan Polisi Republik Indonesia
21) Unsur-Unsur dalam Kepolisian Republik Indonesia
22) Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf
23) Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus
24) Satuan organisasi penunjang Polri
25) Polda

26) Fungsi dan Kewenangan Polri


1.4. Sistematika Penulisan Makalah
Adapun penulisan makalah ini memiliki sistmatika:
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN:
1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1.4. Sistematika Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN:
2.1. Definisi / Pengertian Kepolisian Negara
2.2. Sejarah Kepolisian RI
2.2.1. Zaman Hindia Belanda
2.2.2. Zaman pendudukan Jepang
2.2.3. Zaman revolusi fisik
2.2.4.Kepolisioan pasca proklamasi
2.2.5. Zaman Republik indonesia Serikat (RIS)
2.2.6. Zaman Demokrasi Parlementer
2.2.7.Zaman Demokrasi Terpimpin
2.2.8. Zaman Orde Baru
2.2.9.Pasukan Polisi Republik Indonesia
2.3. Unsur-Unsur dalam Kepolisian Republik Indonesia
2.3.1.Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf
2.3.2. Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus
2.3.4.Satuan organisasi penunjang Polri
2.4. Polda
2.6. Fungsi dan Kewenangan Polri
BAB III PENUTUP:
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi / Pengertian Kepolisian Negara
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di
Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri

mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin


oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Saat ini Kapolri dijabat oleh Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri, yang
mulai bertugas tanggal 1 Oktober 2008.
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat
Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil
Kapolri (Wakapolri)
2.2. Sejarah Kepolisian RI
2.2.1. Zaman Hindia Belanda
Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian
pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah
kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak pernah sepenuhnya di
bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang
berkantor "Hoofd van de Dienst der Algemene Politie" yang hanya bertugas di
bidang administrasi/pembinaan, seperti kepegawaian, pendidikan SPN (Sekolah
Polisi Negeri di Sukabumi), dan perlengkapan kepolisian.
2.2.2. Zaman pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang 1942-1945, pemerintahan kepolisan Jepang
membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan, yaitu:
1. Sumatera, Jawa, dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang.
2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang.
Dalam masa ini banyak anggota kepolisian bangsa Indonesia menggantikan
kedudukan dan kepangkatan bagi bangsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian
di Jakarta dinamakan keisatsu bu dan kepalanya disebut keisatsu elucho.
Kepolisian untuk Jawa dan Madura juga berkedudukan di Jakarta, untuk Sumatera
berkedudukan di Bukittinggi, Indonesia bagian timur berkedudukan di Makassar,
dan Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.
2.2.3. Zaman revolusi fisik
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah
militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap
bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi
kepolisian Indonesia yang merdeka.
2.2.4.Kepolisioan pasca proklamasi
Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan perundangundangan, karena masih diberlakukan peraturan perundang-undangan Hindia
Belanda, termasuk mengenai kepolisian, seperti tercantum dalam peraturan
peralihan UUD 1945.
Tanggal 1 Juli 1946 dengan Ketetapan Pemerintah No. 11/SD/1946 dibentuk
Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada perdana
menteri. Semua fungsi kepolisian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Negara
yang memimpin kepolisian di seluruh tanah air. Dengan demikian lahirlah

Kepolisian Nasional Indonesia yang sampai hari ini diperingati sebagai Hari
Bhayangkara.
Hal yang menarik, saat pembentukan Kepolisian Negara tahun 1946 adalah
jumlah anggota Polri sudah mencapai 31.620 personel, sedang jumlah penduduk
saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian police population ratio
waktu itu sudah 1:500. (Pada 2001, dengan jumlah penduduk 210 juta jiwa,
jumlah polisi hanya 170 ribu personel, atau 1:1.300).
2.2.5. Zaman Republik indonesia Serikat (RIS)
Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik
Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan
Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian
Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS
dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan
perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan,
dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
2.2.6. Zaman Demokrasi Parlementer
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan
diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala
Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada
perdana menteri/presiden.
Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan
bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen
Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan
Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar
Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian
sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah
Istana Negara.

2.2.7.Zaman Demokrasi Terpimpin


Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia
kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak
menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti
dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri
Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana
Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.
Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat
sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26
Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959,
ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda
Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan
Kepolisian Negara).
Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri
ditentukan sebagai berikut:
1. Alat Negara Penegak Hukum.
2. Koordinator Polsus.

3. Ikut serta dalam pertahanan.


4. Pembinaan Kamtibmas.
5. Kekaryaan.
6. Sebagai alat revolusi.
2.2.8. Zaman Orde Baru
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan
tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan
integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus
1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bindang Pertahanan dan
Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi
Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin
oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai
Menhankam/Pangab yang pertama.
2.2.9.Pasukan Polisi Republik Indonesia
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas
pasukan polisi ini segera mengganti nama menjadi Pasukan Polisi Republik
Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh Inspektur Kelas I Polisi Mochammad
Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan
pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang,
juga membangkitkan semangat moral dan patriotisme seluruh rakyat maupun
persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan perang yang
panjang.
2.3. Unsur-Unsur dalam Kepolisian Republik Indonesia
2.3.1.Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf
Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan
dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang
berada di bawah pengendalian Kapolri.
Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Derenbang),
bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum
dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan
manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Operasi (Deops), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri
termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat
dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya
Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (De SDM), bertugas membantu
Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia
termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam
lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Logistik (Delog), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang logistik dalam lingkungan Polri
Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu
sesuai bidang keahliannya

2.3.2. Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus


Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), adalah unsur pelaksana pendidikan
dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan
ilmu dan teknologi kepolisian
Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana
pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen
Polri
Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan
Perwira Polri
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat)
Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum)
Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam),
adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan
pengamanan internal
Divisi Telekomunikasi dan Informatika (Div Telematika), adalah unsur pelaksana
staf khusus bidang Informatika yang meliputi informasi kriminal nasional,
informasi manajemen dan telekomunikasi
2.3.3.Unsur Pelaksana Utama Pusat
Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan
pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan
dalam negeri
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk
fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan
hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal (Komjen).
Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan
dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam
rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi
pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan
gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan
keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal
(Irjen).
2.3.4.Satuan organisasi penunjang Polri
Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol : Set NCB Interpol Indonesia
yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen)
Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh seorang
Brigadir Jenderal (Brigjen), termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri
(Rumkit Puspol) yang juga dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Keuangan (Pusku Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal
(Brigjen
2.4. Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan

pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas


menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang
bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah (Polwil). Ada
tiga tipe Polda, yakni Tipe A, Tipe B dan Tipe C. Tipe A dipimpin seorang perwira
tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira
tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) dan Tipe C dipimpin oleh perwira
menengah berpangkat Komisaris Besar (Kombes) yang senior. Di bawahnya
Polwil membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Kota (Polresta). Polwil dipimpin oleh
seorang perwira menengah berpangkat Komisari Besar atau Kombes, demikian
pula Poltabes juga dipimpin oleh seorang perwira menengah berpangkat
Komisaris Besar. Polres dipimpin oleh seorang [[Ajun Komisaris Besar Polisi) atau
AKBP. Lebih lanjut lagi, Polres membawahi Polsek, sedang Polresta membawahi
Polsekta. Baik Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Komisaris Polisi
(Kompol) (untuk jajaran di Polda Metro Jaya), sedangkan di Polda liannya, Polsek
atau Polsekta dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi.
Di kawasan Jabodetabek, Polres atau Polsek biasa disebut dengan kata "Metro".
Demikian juga dinama Polda wilayah tersebut, yaitu Polda Metro Jaya.
2.5. Polisi dan Lalu Lintas
Untuk mengurangi angka kecelakaan, di sejumlah Polda telah memberlakukan
aturan agar para pengendara sepeda motor menyalakan lampu sewaktu
berkendara. Pada tanggal 29 November 2006, rapat yang diadakan di Gedung
Cakra Ditlantas Polda Metro Jaya memutuskan bahwa mulai tanggal 4 Desember
2006 hingga 1 Januari 2007 sosialisasi menyalakan lampu kepada para
pengendara sepeda motor. Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala Seksi SIM (Ka Si
SIM) Polda Metro Jaya Komisaris Polisi (Kompol) Teddy Minahasa dan Direktur Lalu
Lintas Polda Metro Jaya (Dirlantas) Komisaris Besar (Kombes) Djoko Susilo. Aturan
mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2007.
2.6. Fungsi dan Kewenangan Polri
Fungsi utama itu bersifat universal dan menjadi ciri khas Kepolisian, dimana
dalam pelaksanaannya Polri lebih mengutamakan Preventif dari pada represif.
Adapun perumusan dari fungsi utama tersebut adalah :
1. Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)
Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan.
Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community Policing, dengan melakukan
pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme, maka
akan tercapai tujuan dari community policing tersebut. Namun, konsep dari
Community Policing itu sendiri saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di
Polres-polres. Sebenarnya seperti yang disebutkan diatas, dalam mengadakan
perbandingan sistem kepolisian Negara luar, selain harus dilihat dari administrasi
pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial
masyarakatnya. Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter dan
budaya Indonesia ( Jawa) dengan melakukan sistem keamanan lingkungan

( siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan kampong, secara bergantian


masyarakat merasa bertangggung jawab atas keamanan wilayahnya masingmasing. Hal ini juga ditunjang oleh Kegiatan babinkamtibmas yang setiap saat
harus selalu mengawasi daerahnya untuk melaksanakan kegiata-kegiatan
khusus.
2. Tugas di bidang Preventif
Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselematan orang, benda
dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan , khususnya
mencegah terjadinya pelanggaran hukum.
Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan kemampuan professional tekhnik
tersendiri seperti patrolil, penjagaan pengawalan dan pengaturan.
3. Tugas di bidang Represif
Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis yaitu represif justisiil dan non justisiil.
UU No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-tindakan
represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat 1(1) , yaitu weweang diskresi
kepolisian yang umumnya menyangkut kasus ringan. KUHAP memberi peran
Polri dalam melaksanakan tugas represif justisiil dengan menggunakan azas
legalitasbersama unsure Criminal Justice Sistem lainnya. Tugas ini memuat
substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara
pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap sebagai tindak
pidana;
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
3. Mencari serta mengumpulkan bukti;
4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Melihat komposisi tugas dan wewenang Kompolnas, hal ini menjadi jelas dan
kelihatan sekali, bahwa pengawasan kinerja Kepolisian dengan indikator keluhan
masyarakat sudah resmi dan efisien sebenarnya, namun saat ini Sosialisasi
Kompolnas ke daerah-daerah lain tidak maksimal dan kurang diketahuui
keberadaannya oleh masyarakat.
Masyarakat di kabupaten-kabupaten banyak yang belum mengetahui, karena
Kompolnas tidak pernah melakukan sosialisasi dan memberikan keterangan
kepada media massa akan keberadaannya. Justru Lembaga-lembaga lain yang
sebenarnya boleh dikatakan tidak mempunyai landasan hukum uyang kuat untuk
menilai Polri secara objektif seperti lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat,
Lembaga Survey, yang sering mempublikasikan hasil temuannya di media massa
yang terkadang diragukan keobjektifitasannya.
Untuk itu, sebaiknya dalam proses pengawasan Polri di masa mendatang,
sebaiknya Kompolnas melakukan tugasnya dan berperan dalam pembuatan opini
public yang dipercaya dan diterima oleh hukum dan masyarakat. Kompolnas
harus selalu terdepan dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan

Kinerja Polri dan dapat dijadikan tolak ukur atau indikator keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok Polri.

3.2. Saran-saran
Menjaga citra bersih kepolisian, dengan tidak menerima suap ketika melakukan
penilangan.
Sebagai masyarakat, sebaiknya taat hokum dan menjalankan semua aturan
yang ditetapkan.

You might also like