You are on page 1of 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hemostasis
Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk

mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh


darah dan menutup kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga mengurangi
kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah. Faal hemostasis
melibatkan sistem berikut:
1. Sistem vaskular.
2. Sistem trombosit
3. Sistem koagulasi
4. Sistem fibrinolisis
Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat sistem
tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling
mengontrol. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan menyebabkan
kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan
kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan pendarahan.12 Faal hemostasis
untuk dapat berjalan normal memerlukan 3 langkah yaitu :
1.

Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan primary platelet


plug

2.

Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable


hemostatic plug (platelet+fibrin plug)

Universitas Sumatera Utara

3.

Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah


dinding vaskuler mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh
darah kembali paten

Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen yaitu :


1.

Faal koagulasi : yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil

2.

Faal fibrinolisis : yang berakhir dengan pembentukan plasmin

Faal koagulasi melibatkan 3 komponen, yaitu :


1. Komponen vaskuler
2. Komponen trombosit
3. Komponen koagulasi
2.1.1. Sistem Vaskular13
Pembuluh darah memiliki peran penting dalam menjaga hemostasis. Sel
endotel menghasilkan :
1. Prostasiklin, yang menyebabkan vasodilatasi dan mencegah terjadinya
agregasi dari trombosit
2. Anti trombin (AT) dan protein C activator (thrombomodulin), dimana
keduanya mencegah terjadinya koagulasi
3. Tissue plasminogen activator (t-PA), yang berperan mengaktifkan
fibrinolisis
Perlukaan yang terjadi pada dinding pembuluh darah menyebabkan
aktifnya membran yang mengikat tissue factor (TF) yang mengaktfkan koagulasi
dan membentuk jaringan subendothelial yang memungkinkan pengikatan platelet
ke faktor von Willebrand (vWF), protein multimerik dibuat oleh sel-sel endotel,

Universitas Sumatera Utara

yang memediasi adhesi platelet pada endotel dan membawa faktor pembekuan VII
dalam plasma.
2.1.2. Sistem trombosit
Trombosit diaktifkan pada lokasi cedera vaskular untuk membentuk
sebuah plug trombosit yang memberikan respon hemostatik awal untuk
menghentikan pendarahan.14
Respon fungsional trombosit diaktifkan melibatkan empat proses yang
berbeda:
2.1.2.1.Adhesi trombosit
Setelah aktivasi, trombosit mengalami perubahan bentuk yang signifikan,
menghasilkan pseudopods yang membuat trombosit sangat gampang melekat.
Adhesi trombosit terutama dimediasi oleh pengikatan platelet pada permukaan
reseptor kompleks GP Ib /IX /V dengan vWF dalam matriks subendothelial.15
Defisiensi komponen dari kompleks GP Ib/IX/V atau vWF menyebabkan
gangguan pendarahan kongenital seperti penyakit Bernard-Soulier dan penyakit
von Willebrand.16
Selain itu, ada interaksi perekat lainnya yang berkontribusi terhadap adhesi
platelet. Salah satu contoh adalah pengikatan reseptor platelet kolagen GPIA / IIa
dengan kolagen fibril dalam matriks.17
2.1.2.2.Agregasi trombosit
Hasil aktivasi trombosit pada reseptor GP IIb/IIIa pada permukaan
platelet, menyebabkan pengikatan pada vWF dan fibrinogen.18 GP IIb/IIIa adalah
anggota superfamili dari reseptor protein yang disebut integrin perekat yang

Universitas Sumatera Utara

ditemukan di banyak jenis sel yang berbeda. Kompleks GP IIb/IIIa (integrin alpha
IIb beta 3) adalah reseptor yang paling banyak di permukaan platelet, dengan
sekitar 80.000 kompleks per platelet. GP IIb/IIIa tidak mengikat fibrinogen, suatu
divalen molekul simetris yang menjembatani yang menyebabkan trombosit
diaktifkan, pada trombosit yang belum distimulasi. Namun, setelah trombosit
distimulasi, GP IIb/IIIa mengalami perubahan afinitas dan dikonversi dari afinitas
rendah ke afinitas tinggi dari reseptor fibrinogen, sebuah proses yang disebut
sebagai sinyal "inside-out".
Selain memediasi agregasi platelet, bagian dari sitosol diaktifkan
kompleks GP IIb /IIIa yang mengikat sitoskeleton platelet dan dapat memediasi
trombosit menjadi menyebar dan membentuk retraksi bekuan, yang telah disebut
sebagai

sinyal

"outside-in".

Dengan

demikian,

kompleks

GP

IIb/IIIa

mengintegrasikan interaksi reseptor-ligan yang terjadi pada bagian eksternal dari


membran dengan peristiwa sitosol yang terjadi secara dua arah19; hal ini
merupakan jalur akhir yang umum untuk agregasi platelet, terlepas dari modus
stimulasi trombosit.
2.1.2.3.Sekresi trombosit
Trombosit mengandung dua jenis butiran: butiran alpha dan butiran padat.
Granul alpha mengandung banyak protein

termasuk fibrinogen,

vWF,

thrombospondin, platelet derived growth factor (PDGF), faktor trombosit 4, dan


P-selektin. Butiran padat mengandung ADP, ATP, kalsium terionisasi, histamin,
dan serotonin. Trombosit mengeluarkan berbagai zat dari butiran mereka pada
stimulasi sel antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1. ADP dan serotonin merangsang dan merekrut tambahan trombosit.20


Platelet yang merilis serotonin biasanya menyebabkan vasodilatasi,
Namun dapat menyebabkan vasokonstriksi pada endotelium yang
rusak atau abnormal. Trombosit ADP yang aktif meningkatkan
ekspresi permukaan antar molekul adhesi (ICAM) -1 pada sel
endotel.21
2. Fibronektin dan trombospondin adalah protein adhesi yang dapat
memperkuat dan menstabilkan agregat trombosit.
3. Fibrinogen dilepaskan dari butiran alpha trombosit, menyediakan
sumber fibrinogen pada daerah endotel yang cedera selain itu
fibirnogen juga dijumpai pada plasma.22
4. Tromboksan

A2,

merupakan

metabolit

prostaglandin

yang

menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.


5. Faktor pertumbuhan, seperti PDGF, memiliki efek mitogenik yang
kuat pada sel-sel otot polos. Pelepasan PDGF dari trombosit pada
lokasi vaskular yang vaskular mungkin mempengaruhi perbaikan
jaringan fisiologis dan pada tempat yang mengalami cedera berulang,
dapat berkontribusi untuk terjadinya aterosklerosis dan oklusi koroner
setelah angioplasti.
Pelepasan dari thiol isomerase, protein disulfida isomerase (PDI), oleh
trombosit mengganggu sel-sel dinding pembuluh dan dapat berfungsi untuk
mengaktifkan TF dan meningkatkan pembentukan fibrin dan pembentukan
trombus pada daerah vaskular yang luka.23

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.4.Aktifitas prokoagulan
Aktivitas platelet prokoagulan merupakan aspek penting dari aktivasi
platelet

dan

melibatkan

paparan

fosfolipid

prokoagulan,

terutama

phosphatidylserine, dan pembentukan berikutnya dari kompleks enzim dalam


kaskade pembekuan pada permukaan platelet 24. Kompleks ini merupakan contoh
penting dari keterkaitan erat antara aktivasi trombosit dan aktivasi kaskade
pembekuan.
2.1.3. Sistem Koagulasi 12
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang
terdapat dalam plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Jika terjadi
aktivasi protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen), protein
aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara
beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjun (water fall).

Gambar 2. Sistem koagulasi

Universitas Sumatera Utara

Proses pembentukan fibrin jika digambarkan secara skematik mirip seperti


fenomena air terjun (waterfall) atau seperti tangga (cascade). Artinya aktivasi
faktor awal akan mengaktifkan faktor berikutnya disertai dengan proses
amplifikasi sehingga molekul yang dihasilkan akan bertambah banyak. Gambaran
kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar 2.
Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury
sehingga tidak terjadi pendarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini
harus dilokalisir hanya pada daerah injury, tidak boleh menyebar ke tempat lain
karena akan membahayakan peredaran darah. Untuk itu, tubuh membuat
mekanisme kontrol dimana endotil yang intak memegang peranan penting.
1. Adanya AT

III (anti-thrombin III) yang terikat pada permukaan

endotil dengan perantaraan heparan sulfat. AT III akan menginaktifkan


thrombin dan faktor Xa.
2. Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat
trombin. Kompleks trombin-trombomodulin akan mengaktifkan
protein-C

(dengan bantuan protein-S

sebagai

kofaktor) akan

menginaktifkan faktor Va dan faktor VIIIa, dengan demikian


pembentukan trombin akan berkurang.
Adanya proses pengendali (natural anticoagulant) serta pengenceran faktor
aktif di luar tempat injury dapat mengendalikan proses koagulasi sehingga tidak
menyebar ke tempat lain.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Sistem Fibrinolisis13


Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna
untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin
setelah proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah
tersebut kembali paten. Fibrinolosis merupakan proses dimana fibrin di degradasi
oleh plasmin. Sirkulasi pro-enzim, plasminogen, diaktifkan oleh plasmin :
1. Pada saat terjadi perlukaan, oleh t-PA dan urokinase-like plasminogen
activator (UPA) yang dilepaskan oleh sel yang rusak atau oleh sel
yang aktif
2. Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh t-PA atau UPA
terapetik
Plasmin mengubah fibrin atau fibrinogen

menjadi fibrin degradation

product (FDPs) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di
nonaktifkan oleh plasma 2 antiplasmin dan 2 makroglobulin

Gambar 3. Sistem fibrinolisis

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Pemeriksaan Fungsi Hemostais25


Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dilakukan untuk menilai fungsi

trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis.


Pemeriksaan penyaring ini meliputi : pemeriksaan darah lengkap, evaluasi
darah apus, waktu pendarahan, waktu protrombin (PT), aPTT, agregasi trombosit.
2.2.1. Pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi hapusan darah tepi.
Trombositopenia

merupakan

penyebab

tersering

dari

terjadinya

pendarahan yang abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita
kelainan darah, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap
dan pemeriksaan hapusan darah tepi. Selain untuk memastikan adanya
trombositopenia, dari pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menyingkirkan
kemungkinan lain seperti leukemia.
2.2.2. Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi
Pemeriksaan meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstirnsik dari sistem
koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin :
2.2.2.1.Waktu protormbin (PT)
PT digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik pembekuan, yang terdiri dari
faktor jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi pada jalur umum (faktor II
(protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 10-14 detik.
Rasio waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana
hasil nya adalah = (PT pasien kontrol : PT). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan
dengan peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam
studi retrospektif multicenter26. Dalam penelitian ini, reagen yang digunakan

Universitas Sumatera Utara

memiliki kepekaan yang sama (indeks sensitivitas internasional [ISI] berkisar


1,03-1,09). Keterbatasan metode ini adalah bahwa variabilitas pereaksi atau
instrumen dapat mempengaruhi hasil.
2.2.2.2.aPTT
Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein,
tinggi kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang
umum (faktor II, V, X, dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi
pemakaian heparin.Nilai normal aPTT antara 30-40 detik.
2.2.2.3.Waktu trombin (thrombin time, TT)
Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan
terhadap trombin. TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur
pembekuan, konversi fibrinogen menjadi fibrin27. Nilai normal antara 14-16 detik.
2.2.3. Pemeriksaan faktor koagulasi khusus
Termasuk disini adalah fibrinogen, faktor vW, dan faktor VII.
Pemeriksaan bisa secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek
koreksi dari plasma yang mengandung kekurangan substrat tertentu yang
mempunyai perpanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT) dengan efek koreksi
terhadap plasma normal, yang hasilnya dinyatakan dengan presentase aktivitas
normal.
2.2.4. Waktu pendarahan
Waktu pendarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit. Pada
keadaan trombositopenia dengan gangguan fungsi trombosit waktu pendarahan
akan memanjang, namun trombositopeni tanpa gangguan fungsi trombosi, waktu

Universitas Sumatera Utara

pendarahan biasanya normal. Pada keadaan normal, pendarahan akan berhenti


dalam waktu 3-8 detik.
2.2.5. Pemeriksaan fungsi trombosit
Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai
penting. Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya
trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan
agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari
dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya : ADP,
kolagen, ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin.
2.2.6. Pemeriksaan Fibrinolisis
Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan
memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik imunologik digunakan
untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen (D-Dimer)

2.3.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK)11

2.3.1. Definisi
PGK adalah kelainan dari struktur ginjal atau fungsi, yang terjadi lebih
dari 3 bulan dengan adanya gambaran :
1. Kelainan struktur histopatologi ginjal.
2. Petanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin,
atau uji pencitraan ginjal.
3. Penurunan dari laju filtrasi glomerolus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2
lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Klasifikasi PGK


Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockroft-gault sebagai berikut :
*

pada

perempuan dikalikan 0.82

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit


Stadium

Penjelasan

LFG
(ml/mt/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

meningkat
2

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

60-80

ringan
3

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

30-59

sedang
4

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

Gagal Ginjal

15-29
< 15 atau dialisis

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Klasifikasi PGK atas dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit

Tipe mayor

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomerular (penyakit otoimun,


infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit

tubulointerstitial

(pielonefritis

kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)


Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi

Rejeksi

kronik,

keracunan

(siklosporin/takrolimus),
reccurent

(glomerular)

obat
Penyakit

Transpalnt

glomerulopathy

2.3.3. Patofisiologi PGK


Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi pada struktur dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

Universitas Sumatera Utara

peningkatan

aktivitas

memberikan

kontribusi

aksis

renin-angiotensin-aldosteron

terhadap

terjadinya

hiperfiltrasi,

intrarenal,

ikut

sklerosis

dan

progressifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF-).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas PGK
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dilipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus dan maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini dari PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (
renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Ketika LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang
nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo
atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan

Universitas Sumatera Utara

kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau trasplantasi ginjal. Pada keadaan ini pastilah
dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

2.4.

Gangguan hemostasis pada PGK


Dalam

berbagai

penyakit

ginjal

progresif

yang

lambat

seperti

glomerulonefritis kronis, nefropati diabetik, dan penyakit ginjal, sangat sulit untuk
memperbaiki penyakit yang mendasari terjadinya PGK. Progresifitas gagal ginjal
pada pasien dengan berbagai penyakit ginjal adalah dengan melihat nilai serum
kreatinin yang melebihi 1,5 hingga 2,0 mg / dL. Hal ini bahkan dapat terjadi jika
gangguan yang mendasarinya sudah teratasi. Gagal ginjal dapat dikaitkan dengan
berbagai tanda dan gejala yang secara kolektif disebut sebagai keadaan uremik.
Kehilangan dari fungsi ginjal dilihat dengan akumulasi dari produk sisa
metabolisme dan mengubah mekanisme homeostatis normal. Potensi dari kelainan
ini adalah tanda-tanda dan gejala uremia. Dengan terapi pengganti ginjal dalam
bentuk dialisis atau transplantasi ginjal , dokter dapat mengobati gangguan ini dan
meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan PGK stadium terminal.28

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Gangguan hemostasis pada PGK


Gangguan hemostasis pada PGK
1. Peningkatan dari tissue factor (TF)
2. Peningkatan dari faktor von Willebrand
3. Peningkatan faktor XIIa
4. Peningkatan faktor VIIa
5. Peningkatan aktivasi protein C
6. Peningkatan dari fibrinogen
7. Penurunan dari tissue plasminogen activator
8. Peningkatan dari plasminogen activator inhibitor 1

2.4.1. Meningkatnya resiko pendarahan


Resiko pendarahan meningkat 2 kali lipat pada pasien dengan gagal
ginjal31 Pendarahan telah dilaporkan pada 40-50% pasien dengan PGK atau
hemodialisis (HD)29. Studi lain melaporkan 24% kejadian pendarahan pada
pasien HD30. Sebuah studi berbasis rumah sakit menunjukkan bahwa. Secara
klinis, kecenderungan pendarahan meningkat pada pasien dengan gagal ginjal
dapat dijumpai keadaan seperti

pendarahan gastrointestinal, pendarahan dari

daerah kanulasi, pendarahan retina, hematoma subdural, epistaksis, hematuria,


ecchymosis, purpura, pendarahan

dari gusi, pendarahan gingiva, pendarahan

genital, hemoptisis, telangiectasia, hemarthrosis dan petechiae (Tabel 3).29

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Gambaran klinis dari gangguan ginjal


PENDARAHAN

TROMBOSIS

Pendarahan saluran cerna

Deep venous thrombosis (DVT)

Pendarahan retina

Pulmonal Emboli (PE)

Subdural haematoma

Trombosis pada daerah vaskular pada pasien

Epikstasis

dengan hemodialisa

Haematuria

Central venous catheter thrombosis

Ecchymosis

Central vein thrombosis

Purpura

Right atrial thrombus

Pendarahan pada gusi

Acute coronary syndrome (ACS)

Pendarahan ginggiva

Cerebrovascular event

Pendarahan genital

Peripheral artery occlusion

Haemoptysis

Telangiectasia

Haemarthrosis

Petechiae

2.4.1.1.Gangguan trombosit karena uremia


Telah terbukti bahwa fungsi trombosit terganggu pada pasien dengan
gangguan ginjal yang berat30. Dimana kelainan fisiologi pada trombosit
berkontribusi terhadap disfungsi platelet dengan masalah pendarahan pada pasien
dengan gangguan ginjal yang disebabkan karena gangguan granule platelet 32.
Platelet mengandung faktor trombosit 4, transforming growth factor-1, platelet
yang berasal dari faktor pertumbuhan, fibronektin, B thromboglobulin, vWF,
fibrinogen, serotonin dan faktor koagulasi V dan XIII. Pada pasien uremik,
granule meningkatkan rasio ATP / ADP dan mengurangi jumlah dari serotonin.
Selanjutnya, trombin memicu pelepasan ATP secara bersama-sama dengan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan kandungan kalsium dan terganggunya aliran kalsium, telah memiliki


hubungan dengan terjadinya disfungsi trombosit dan pendarahan pada pasien
uremik. Trombosit pada pasien uremik juga menunjukkan deregulasi asam
arakidonat dan metabolisme prostaglandin dengan gangguan sintesis dan atau
pelepasan tromboksan A2 yang mengakibatkan berkurangnya adhesi dan agregasi
trombosit pada gangguan pendarahan32, yang dapat diperbaiki dengan dialisis ,
sehingga menunjukkan bahwa toksin uremik terkait dengan efek ini33. Selain itu,
ultrafiltrasi uremik menghambat platelet-activating factor synthesis yang dapat
menjelaskan mengapa aktivitas platelet menurun.34
Sirkulasi dari fragmen fibrinogen juga dapat mengganggu homeostasis
karena mengikat dengan reseptor glikoprotein (GP) IIb / IIIa pada trombosit yang
mengakibatkan adhesi dan potensi agregasi trombosit menurun.35
Peningkatan kandungan kalsium bersama dengan mobilisasi abnormal
kalsium pada rangsangan yang berbeda juga dapat memberikan kontribusi dengan
aktivitas penurunan trombosit pada pasien uremik. Karena gangguan pada
metabolisme kalsium, hormon paratiroid, yang diasumsikan terlibat dalam
gangguan ini. Meskipun hormon paratiroid telah terbukti dapat menghambat
agregasi platelet in vitro, penyelidikan klinis menunjukkan tidak ada efek hormon
paratiroid pada waktu pendarahan pada pasien dengan gagal ginjal36. Selain itu
dapat terjadi stres oksidatif serta peradangan, kedua kondisi ini muncul pada
pasien dengan gagal ginjal, memiliki efek yang besar pada fungsi platelet.37

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.2.Interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah


Pengikatan trombosit ke dinding pembuluh dimediasi oleh adhesi dari
protein fibrinogen dan vWF dan reseptor GP Ib serta kompleks GP IIb / IIIa30.
Penurunan dari jumlah GP Ib pada trombosit telah diamati pada pasien uremik,
yang kemungkinan disebabkan oleh proteolisis tinggi dari GP Ib38. Gangguan
pengikatan vWF dan fibrinogen untuk mengaktifkan trombosit pada pasien
uremik dapat disebabkan dari fungsi kompleks GP IIb / IIIa yang menurun.39
Selain itu, kerusakan fungsional dalam interaksi vWF dengan trombosit dapat
berhubungan dengan meningkatnya resiko pendarahan.40
Selain itu, zat vasoaktif seperti oksida nitrat (NO) juga menghambat
agregasi platelet melalui pembentukan cGMP, atau prostasiklin, yang memodulasi
tonus pembuluh darah, dapat juga berperan dalam gangguan hemostasis pada
gagal ginjal. Kadar plasma dari prostasiklin, NO generasi trombosit dan
konsentrasi metabolit NO meningkat dalam plasma pasien uremik, sehingga
memberikan kontribusi untuk terganggunya hemostasis dengan risiko pendarahan
yang meningkat41. Semua perubahan ini dapat berhubungan dengan faktor yang
muncul dalam plasma uremik.
2.4.1.3.Anemia
Salah satu faktor penting dalam terjadinya gangguan pendarahan pada
pasien uremik adalah anemia pada gangguan ginjal itu sendiri42. Pada pasien
dengan gagal ginjal, anemia secara langsung mempengaruhi waktu pendarahan.43
Eritrosit mempengaruhi konsentrasi trombosit pada dinding pembuluh
dalam aliran darah bersama-sama dengan stimulasi dari pelepasan ADP trombosit

Universitas Sumatera Utara

dan inaktivasi PGI2, sehingga menstimulasi fungsi trombosit44. Selain itu,


hemoglobin mengikat NO45. Dengan demikian, anemia mengurangi fungsi
trombosit oleh karena berkurangnya interaksi dinding platelet dengan dinding
pembuluh darah, mengurangi pelepasan ADP atau inaktivasi PGI2 serta
mengurangi pengikatan NO.
Temuan ini didukung oleh pengamatan pada pasien uremik dimana
aktivitas dari eritrosit atau erythropoietin mengurangi waktu pendarahan. Namun,
hematokrit yang normal dikaitkan dengan peningkatan insiden infark miokard dan
angka kematian yang lebih tinggi. Jadi sejauh ini, hematokrit optimal pada pasien
dialisis perlu ditentukan untuk menghindari gangguan pendarahan di satu sisi dan
peristiwa trombotik di sisi lain.46

Gambar 4. Faktor penyebab meningkatnya pendarahan pada gangguan ginjal

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Peningkatan resiko trombosis


Risiko tromboemboli vena meningkat pada pasien dengan gagal ginjal31.
Angka kematian yang berhubungan dengan emboli paru (PE) adalah lebih besar
pada pasien dengan gagal ginjal bila dibandingkan dengan tanpa penyakit ginjal47.
Resiko terjadinya tromboemboli meningkat 2 kali lipat pada pasien dengan
penyakit ginjal lanjut, sementara risiko yang lebih tinggi memiliki telah
ditunjukkan pada pasien rawat inap dengan gangguan ginjal48. Resiko mulai
meningkat ketika LFG <75 mL/min/1.73 m2. Selama tahap awal dari PGK, resiko
trombosis tampaknya berhubungan dengan albuminuria.49
Klinis trombosis relevan pada pasien dengan gagal ginjal dapat muncul
dengan trombosis vena dalam dengan atau tanpa PE, trombosis vaskular akses
pada hemodialisis termasuk trombosis pemasangan arteriovenous serta trombosis
AV fistula, sentral trombosis vena kateter dengan atau tanpa trombosis vena
sentral, trombus atrium kanan. Selain itu, pembentukan trombus juga dapat terjadi
pada arteri yang sering mengalami aterosklerosis, dan bisa dijumpai sebagai
sindrom koroner akut, kejadian serebrovaskular atau oklusi arteri perifer (Tabel
3).47
2.4.2.1.Kaskade koagulasi
Pasien dengan PGK menyebabkan tingginya kadar fibrinogen yang secara
langsung berkonstribusi terhadap keadaan hiperkoagulasi. Hal ini terkait dengan
peningkatan tanda pro inflamasi seperti protein C-reaktif dan interleukin-650.
Selain itu, peningkatan kadar plasma TF telah diamati pada pasien dengan gagal
ginjal51. Koagulasi dapat berkontribusi juga untuk peradangan karena dapat

Universitas Sumatera Utara

menginduksi faktor transkripsi proinflamasi Nf-kB serta protease-activated


receptor-152. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi faktor koagulasi XIIa dan
VIIA serta diaktifkannya kompleks protein C dan kompleks trombin-antitrombin
yang meningkat pada pasien dengan gagal ginjal53. Sehingga menyebabkan
aktivitas antitrombin berkurang.54
Sebuah sistem klinis penting yang mungkin terlibat dalam keadaan
hiperkoagulasi pasien dengan gagal ginjal adalah kemungkinan dari sistem reninangiotensin-aldosteron sebagai aktivasi telah dikaitkan dengan peningkatan
tingkat fibrinogen plasma, D-dimer dan PAI-155. PAI-1 telah dikaitkan dengan
penghambatan dari perubahan matriks ekstraseluler, stimulasi makrofag dan
infiltrasi myofibroblast serta regulasi TGF-, sehingga menyebabkan fibrosis
jaringan dengan progresifitas dari PGK56. Selain itu, PAI-1 menghambat aktivasi
sistem fibrinolitik melalui penghambatan t-PA dan urokinase.
2.4.2.2.Trombosit
Pada pasien dengan gagal ginjal, peningkatan kadar phosphatidylserine
dapat diamati pada permukaan trombosit yang terkait dengan aktivasi dari caspase
- 3. Phosphatidylserine terikat pada faktor V yang menyebabkan pengikatan
faktor X yang menyebabkan pembentukan trombin dengan pembentukan trombus.
Trombosit pada pasien uremik mengandung peningkatan kadar dari p - selectin
serta reseptor fibrinogen PAC 1 yang menghasilkan platelet atau pengumpulan
leukosit, diikuti oleh peningkatan reaktivitas trombosit. Selain itu, trombosit juga
menengahi pembentukan platelet atau pengumpulan leukosit, terkait dengan

Universitas Sumatera Utara

pembentukan oksigen radikal bebas oleh granulosit neutrofil yang menyebabkan


pembentukan trombus pada pasien dengan gagal ginjal .57
2.4.2.3.Endothelium
Endotelium penting untuk hemostasis. Endotelium bertanggung jawab
untuk sekresi faktor modulasi kaskade koagulasi seperti PAI - 1 dan vWF,
berperan dalam pengaturan vaskular, mengatur stres oksidan dan respon inflamasi
dan menghasilkan

endotel

mikropartikel (MPs)58.

Selanjutnya,

hal

ini

mempengaruhi hemostasis melalui proses proliferasi atau perbaikan yang juga


termasuk sel-sel progenitor endotel ( EPC )59. Endotelium mungkin kehilangan
sifat anti trombogeniknya jika dirangsang oleh trombin, hipoksia, oksidan,
interleukin-1, tumor necrosis factor, -interferon, desmopressin asetat dan
endotoksin58. Pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir, kerusakan sel
endotel dapat menyebabkan gangguan koagulasi bersama dengan trombofilia.
Homosistein dapat memainkan peran sebagai mediator antara disfungsi
ginjal dan kerusakan sel endotel . Hal ini dapat menghambat trombomodulin
dependen mengaktifkan sistem protein C yang menghasilkan aktivasi trombin
yang permanen dengan pembentukan selanjutnya adalah fibrin. Keadaan ini
mengganggu pelepasan endothelial dari t - PA menjadi hipofibrinolisis. Hal ini
juga dapat disebabkan oleh gangguan dari pelepasan t - PA dari endotelium
dengan vasodilatasi endothelium dependen.
Hiperhomosisteinemia juga mengganggu proliferasi sel sub endotel
melalui gen metalloproteinase-inducible yang menyebabkan aktivasi matriks
metaloproteinase-9. Dalam pengaturan ini juga, peningkatan kadar PAI-1

Universitas Sumatera Utara

diketahui sebagai penanda aktivasi sel endotel. Namun, konsentrasi tinggi dari
plasma fibrinogen, D-dimer, kompleks trombin-antitrombin, koagulasi faktor VII,
vWF, trombomodulin dan PAI-1 semua dapat menunjukkan kerusakan sel endotel
dan keadaan trombofilik pada pasien uremik.58
Aterosklerosis sendiri tampaknya dikaitkan dengan peningkatan risiko
terjadinya trombosis vena pada pasien dengan gagal ginjal60. Alasan dari
fenomena ini bisa tumpang tindih yang berhubungan dengan faktor risiko seperti
obesitas, hipertensi, merokok, diabetes dan dislipidemia. Selain itu, pada pasien
dengan gagal ginjal, trombosit dan sistem koagulasi dapat diaktifkan dalam
pembuluh darah yang aterosklerotik yang berkontribusi terhadap pembentukan
trombosis vena pada pembuluh darah yang berbeda. Dalam sebuah studi berbasis
populasi baru-baru ini, 26% dari pasien dengan trombosis vena juga memiliki
riwayat gejala aterosklerosis61. Menariknya, mikroalbuminuria juga terkait dengan
terjadinya trombosis vena. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa
mikroalbuminuria mencerminkan keparahan kerusakan endotel yang pada
gilirannya dapat menyebabkan trombosis.62
2.4.2.4.Mikropartikel
Mikropartikel (MPs) baru-baru ini ditemukan memiliki kemampuan
prokoagulasi sehingga dapat memainkan peran penting dalam koagulasi. MPs
terbentuk dari membran plasma dari banyak sel termasuk sel endotel , trombosit
serta monosit atau makrofag. Merupakan hasil dari aktivasi sel selama proses
inflamasi tetapi juga terjadi selama proses fisiologis seperti diferensiasi sel dan
penuaan. Peningkatan kadar MPs telah dijelaskan pada penyakit dengan keadaan

Universitas Sumatera Utara

prokoagulan yang meningkat pada PGK serta kanker63. Efek prokuagulasi yang
berasal dari phosphatidylserine memfasilitasi konversi dari protrombin menjadi
trombin oleh karena adanya TF64. Selain dari membran yang terikat dengan TF
,MPs juga melepaskan TF yang larut sehingga menyebabkan koagulasi yang
mengakibatkan pembentukan trombus yang berlebihan. Selain itu, MPs dapat
mempengaruhi koagulasi oleh mekanisme lain, yaitu melalui penemuan baru dari
microRNAs ( miRNAs )63. miRNAs adalah RNA rantai tunggal yang kecil yang
memodulasi sasaran ekspresi gen dengan modulasi paska transkripsi dan
dinyatakan dalam sebagian besar sel . Hubungan antara miRNAs dan sistem
koagulasi tidak jelas sejauh ini. Namun, beberapa data yang ada menghubungkan
miRNAs dengan fungsi trombosit melalui tranlasi dari trombosit mRNA. Ekspresi
dari reseptor P2Y12 , yang penting bagi ADP dirangsang oleh aktivasi reseptor
GP IIb / IIIa sehingga menyebabkan pemanjangan dari agregasi platelet , diatur
melalui miRNAs

65

penting

proses

untuk

. Vesicle associated membran protein 8 (VAMP8 ) adalah


sekresi

trombosit

dengan

hiperreaktif

trombosit

menunjukkan peningkatan kadar VAMP8 , sementara hiporeaktif menunjukkan


penurunan kadar trombosit66. Dengan demikian bisa ditunjukkan bahwa
konsentrasi miRNA adalah 2,6 kali lebih tinggi dalam trombosit hiporeaktif .
Bagaimana proses peraturan tersebut dipengaruhi pada gagal ginjal sejauh ini
belum diketahui.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Faktor yang meningkatkan keadaan trombosis pada gangguan ginjal

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Kerangka Teori

PGK
Interaksi antara trombosit
dan dinding pembuluh
darah
Fungsi
kompleks
GP IIb/IIIa

Gangguan
pengikatan
vWF dan
Fibrinogen

Trombosit

Kadar
prostatiklin, NO
trombosit,
konsentrasi NO
Kerusakan
fungsional
interaksi
vWF
dengan
trombosit

Resiko
pendarahan

Granule platelet
terganggu
- rasio
ATP/ADP
- jumlah
seretonin

Anemia

Aktivitas
eritrosit atau
eritropoitin

Koagulasi

-Protein C
-Interleukin-6

Fibrinogen
- p-selectin
-reseptor
fibrinogen
PAC-1

Hiperkoagulas
i

Reaktivitas
trombosit

Endothel

Mikro partikel

-Anti
thrombogenik

Prokoagulan

Gangguan sekresi faktor


modulasi kaskade
koagulasi (PA-1, vWF,
pengaturan vaskular,
mengatur stres oksidan,
respon inflamasi,
menghaslikan endotel
MPs)

Prokoagulasi

Kerusakan
sel endotel

Pembentukan
trombus
Resiko trombosis

Universitas Sumatera Utara

47

2.6.

Kerangka konsep

PGK stadium
III,IV,V pre
dialisis

LFG
aPTT, PT, D-Dimer,
Waktu pendarahan,
trombosit

Resiko pendarahan

Resiko trombosis

Universitas Sumatera Utara

You might also like