You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus papiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Dekade terakhir
ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai penyebab terjadinya
disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria yang mengalami gangguan
kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19-41%).
Etiologi pasti dari varikokel belum dapat ditentukan, namun diduga karakteristik anatomi
berperan besar sebagai faktor predisposisi terbentuknya varikokel. Beberapa mekanisme juga
telah mengungkapkan dugaan varikokel dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis.
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan bila diperlukan dilengkapi
dengan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis.
Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan
cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50- 80% dengan angka
kehamilan sebesar 20-50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar
5-20%.

BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama

: Tn.H

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Buruh bangunan

Agama

: Islam

Berat Badan

: 56 Kg

Tanggal masuk RS

: 25 Mei 2015

Tanggal pemeriksaan

: 26 Mei 2015

ANAMNESIS
Diambil dari

: Autoanamnesis

Tanggal

: 26 Mei 2015

Tempat

: Bangsal Bougenvile kamar 8

Keluhan Utama

: Benjolan di skrotum sebelah kanan

Keluhan Tambahan : Skrotum terasa berat saat berjalan

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan muncul benjolan pada skrotum kanan sejak
1 bulan yang lalu, pasien mengatakan benjolan tersebut tidak nyeri namun terasa berat pada
bagian skrotum saat berjalan, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien memeriksakan
benjolannya ke poli bedah dan didiagnosis verikokel dextra, lalu pasien mengatakan akan
menjalani pada tanggal 26 Mei 2015.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengeluhkan penyakit yang sama sebelumnya pada
skrotum kiri sejak tahun 2013 dan sudah dioperasi pada bulan maret 2015. Tidak ada riwayat
hipertensi, diabetes melitus, alergi, atau asma.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit seperti pasien dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum:
1. Kesan Umum
: Baik
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Suhu
: 36.90 Celsius
Frekuensi nadi
: 88 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
4. Status generalis
Kepala
: Normochepal, rambut hitam, tebal, rambut tidak mudah dicabut
Mata
: pupil bulat isokor, sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/Leher
: Trakea letak normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Telinga
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut
: Dalam batas normal
Thoraks
:
a. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi

: iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi : SISII normal, murmur (-), gallop (-)


b. Paru
3

Inspeksi

: Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pernapasan


simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela
iga (-)

Auskultasi

: Terdengar suara nafas bronkial di medial dan Suara


nafas vesikuler di lateral, ronki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen :
Inspeksi

: Tidak tampak adanya massa, tidak terlihat distensi


abdomen

Palpasi

: tidak teraba masa, tidak ada pembesaran hepar dan lien.

Perkusi

: timpani di seluruh quadran abdomen

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstremitas :
Akral hangat, udem (-)
C. STATUS LOKALIS
Tampak asimetris pada skrotum dextra dan sinistra. Tampak benjolan di regio scrotalis
dextra dan terlihat gambaran seperti kumpulan cacing. Permukaan tidak rata, konsistensi lunak.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah (25 Mei 2013)

Pemeriksaan
Hemoglobin

Hematologi
Hasil
14,4 g/dl
4

Nilai Normal
P: 14-18 g/dl W: 12-16 g/dl

Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Trombosit
Masa perdarahan
Masa pembekuan

Pemeriksaan
GDS

Pemeriksaan
Albumin
SGOT
SGPT

12.780/UL
1%
7%
0%
51 %
32 %
9%
42.6 %
214.000 /uL
2 menit
8 menit

5000-10.000/UL
0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
150.000-450.000
1-6
5-15

Glukosa darah
Hasil
50 mg/dl

Fungsi liver
Hasil
4,4 g/dl
24 g/dl
46 g/dl

Pemeriksaan
Natrium
Kalium
Klorida

Nilai normal
3-6 g/dl
P: <37, W: <31 u/l
P: <41, W: <31 u/l

Fungsi Ginjal
Hasil

Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
Asam Urat

Nilai normal
< 200 mg/dl

34 g/dl
1,3 g/dl
12,2 g/dl

Elektrolit
Hasil
150,1
4,04
113,1

E. DIAGNOSIS KERJA
Varikokel dextra

Nilai normal
17-43 g/dl
P 0,7-1,1 W 0,6-0,9
P 3,6-8,2 W 2,3-6,1

Nilai normal
135 155 mmol/l
3,6 5,5 mmol/l
95 107 mmol/l

F. PENATALAKSANAAN
Operasi Ligasi
Pre Op :
Infus Ringer Laktat
Cefotaxim
Ketorolac
Bed rest

G. FOLLOW UP
Hari/ tanggal : Selasa, 26 Mei 2015
S
: Pasien mengeluh terdapat benjolan di daerah kemaluan, nyeri (-), terasa berat saat
berjalan
O

: KU ; Baik, Kesadaran ; composmentis


TTV : Suhu 35,6 oC
Nadi 88 x/menit
RR 16 x/menit
TD 120/80 mmHg
Status lokalis : Regio skrotalis
- Inspeksi : Terdapat benjolan pada regio skrotalis dextra, tampak gambaran bag of
worms
- Palpasi : Teraba benjolan pada regio skrotalis dextra, konsistensi lunak, permukaan
tidak rata, nyeri tekan (-)

: Pre-op varikokel dextra


6

Hari/ tanggal : Rabu/ 27 Mei 2015


S
: Pasien mengatakan nyeri luka operasi berkurang
O

: KU; Baik, kesadaran; composmentis


TTV : Suhu 36,1 oC
Nadi 96 x/menit
RR 24 x/menit
TD 120/80 mmHg
Status lokalis: Regio skrotalis
Terdapat luka bekas operasi di regio skrotalis dextra, luka tertutup verban , rembesan (-)

: Post op varikokel dextra H +1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Testis dan Epididimis
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dengan panjang sekitar 4 cm
dan diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada dalam kantung skrotum
yang merupakan sebuah kantung ekstraabdomen tepat di bawah penis. Dinding yang
memisahkan testis dan epididimis disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari
peritoneum intraabdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif selama
perkembangan genitalia interna pria (Haffner, 2006).

Gambar 1. Penis, skrotum dan korda spermatika

Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas


posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak
teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600
cm. Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis dan
berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas deferens (Haffner, 2006).

Gambar 2. Struktur testis dan epididmis

Testis dan epididimis mendapatkan asupan darah dari arteri testikularis. Darah vena dari testis
dan epididimis mengalir menuju vena testikular di area mediastinum testis dan membentuk
jaring- jaring vena yang memanjang terutama di bagian distal disebut pleksus pampiniformis.
Pleksus pampiniformis mengelilingi cabang cabang dari arteri testikular dan naik melalui
8

kanalis

inguinal

masuk

ke

retroperitoneum.Vena testikular dextra akan


bermuara pada vena cava inferior, sedangkan
vena testikularis sinistra akan bermuara ke
vena renalis sinistra (Terry, 2006). Aliran
limfatik testis mengalir menuju nodus paraaorta (Haffner, 2006).

Semua pembuluh darah yang


menuju

testis

dan

epididimis

berkumpul dalam korda spermatika


yang juga mengandung vas deferens
dan sisa prosesus vaginalis. Korda
spermatika memasuki skrotum dari
abdomen melalui kanalis inguinalis

Gambar 3. Perdarahan testis

(Haffner, 2006).
Testis merupakan tempat terjadinya spermatogenesis dan produksi steroid seks
pada pria. Sedangkan epididimis merupakan tempat terjadinya maturasi akhir sperma.
Skrotum pada dasarnya merupakan kantung kulit khusus yang melindungi testis dan
epididimis dari cedera fisik dan merupakan pengatur suhu testis. Spermatozoa sangat
sensitif terhadap perubahan suhu, karena testis dan epididimis berada di luar rongga
badan, suhu di dalam testis biasanya lebih rendah daripada suhu didalam abdomen
(Haffner, 2006).
2.2 Definisi Varikokel
Varikokel merupakan dilatasi abnormal dari vena yang memperdarahi testis yaitu
plexus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna
sehingga bentuknya menjadi berbelit-belit ( Dajaba et al, 2013).

Gambar 4.
Gambaran

2.3 Epidemiologi Varikokel


Varikokel merupakan kelainan yang terdapat pada 15% pria dan kasus varikokel lebih
sering dijumpai pada pria dengan infertilitas. 30% - 40% pasien yang sedang dievaluasi
dengan dugaan infertilitas didiagnosis varikokel. Meskipun dua per tiga dari jumlah
pasien akan menunjukkan peningkatan parameter semen pasca operasi, namun hanya
40% yang bisa mencapai kesuburan, dimana hasil ini jauh dibawah ideal. Kasus varikokel
yang dominan dilaporkan adalah pada sebelah kiri (77% - 92%) (Glassbergh, 2007).
2.4 Etiologi Varikokel
Varikokel diduga berkembang selama proses pubertas. Hasil penelitian menunjukkan
varikokel tidak ditemukan pada 188 laki-laki diantara usia 6-9 tahun, namun mulai dapat
dideteksi dengan peningkatan frekuensi pada anak laki-laki usia 10-14 tahun. Diduga
perubahan fisiologis yang terjadi selama masa pubertas (peningkatan tekanan intraabdominal) menyebabkan peningkatan aliran darah pada testis sehingga terjadi dilatasi
vena sebagai akibat dari peningkatan perfusi vena spermatika interna (Goldstein & Peter,
2013).
2.5 Patofisiologi Varikokel
Beberapa karakteristik anatomi kemungkinan besar berperan sebagai faktor
predisposisi terbentuknya varikokel. Vena spermatika interna kiri bermuara ke vena
renalis kiri dimana berarti beban kerja vena sprematika interna kiri lebih besar daripada

10

vena spermatika interna kanan yang bermuara langsung ke vena cava inferior (Goldstein
& Peter, 2013).
Perbedaan secara anatomis ini menyebabkan varikokel pada sisi sebelah kiri lebih
sering terjadi. Selain itu, posisi vena renalis kiri yang menyilang aorta dan arteri
mesentrika superior berpotensi menyebabkan sumbatan arteri renalis yang dikenal
sebagai nutcracker effect. Aliran darah retrograde kearah plexus pampiniformis karena
inkompetensi katup pada vena spermatika interna juga berkontribusi pada terjadinya
varikokel (Hopps & Marc, 2010).
Berbagai mekanisme telah

diungkapkan

untuk

menjelaskan

gangguan

spermatogenesis akibat varikokel :


1. Suhu
Skrotum adalah regulator suhu untuk testis, varikokel dapat menyebabkan
meningkatnya suhu pada skrotum dan merusak proses spermatogenesis.
2. Metabolit
Karena varikokel dapat menyebabakan aliran darah retrograde dari vena
renalis dan adrenal, darah ini mungkin mengandung zat toksik seperti
katekolamin yang dapat menyebabkan vasokontriksi plexus pampiniformis
dan mengganggu proses spermatogenesis.
3. Iskemia
Ketika varikokel terbentuk, pleksus pampiniformis terisi darah vena dalah
jumlah cukup banyak. Hal ini mungkin dapat menghambat input arteri ke
testis, sehingga asupan oksigen ke testis berkurang dan testis mengalami
hipoksia (Cavallini & Giovanni, 2015).
2.6 Diagnosis Varikokel
Kebanyakan varikokel bersifat asimtomatik. Nyeri pada skrotum terjadi pada 210% pasien varikokel. Nyeri yang dirasakan biasanya bersifat kronis disertai perasaan
berdenyut di daerah inguinal, dan bertambah buruk saat mengejan atau berdiri.
Pemeriksaan fisik sangat menentukan diagnosis varikokel. Sensitivitas dan spesifisitas
dari pemeriksaan fisik untuk varikokel adalah 71% dan 69% ( Alshahrani et al, 2014).
Pemeriksaan fisik untuk pasien varikokel dilakukan dalam posisi berdiri dan
posisi supinasi. Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk
melihat dilatasi vena. Bagian yang pertama kali dilihat adalah skrotum, dilatasi vena yang
besar akan terlihat kebiruan di bagian bawah skrotum. Jika varikokel tidak terlihat secara
11

visual, pasien diminta untuk melakukan maneuver valsava untuk menilai aliran darah
balik dengan cara mempalpasi adanya denyut berbeda dari pleksus pampiniformis yang
mengalami dilatasi dan isi korda akan teraba asimetris ( Alshahrani et al, 2014).
Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun
pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena (Kandell,
Fouad R., 2007). Sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan palpasi funikulus spermatikus,
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membandingkan kiri dan kanan untuk
menentukan adanya sisa tunika vaginalis, tanda peradangan atau bendungan di pleksus
pampiniformis (Sjamsuhidajat, 2010).

Gambar 5. Palpasi funikulus spermatikus

Pemeriksaan

dilanjutkan

dengan

pasien

dalam

posisi

supinasi,

untuk

membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi
berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel. Konsistensi testis
maupun ukurannya diukur dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk
lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan
alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak,
karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Para klinisi membagi penentuan
derajat varikokel menjadi (Kandell, Fouad R., 2007) :
Grade
Grade I
Grade II

Temuan dari pemeriksaan fisik


Ditemukan dengan palpasi, dengan manufer valsava
Ditemukan dengan palpasi, tanpa manufer valsava, tidak terlihat dari
kulit skrotum
12

Grade III

Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum

Pemeriksaan imaging color Doppler ultasonography (CDU) dapat digunakan


sebagai pemeriksaan tambahan pada varikokel. Pemeriksaan ini bersifat sederhana, cepat,
dan non invasif. Pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosis varikokel subklinis dan dapat
digunakan untuk follow-up pasca operasi. Pemeriksaan imaging dilakukan dengan posisi
pasien berdiri dan supinasi, varikokel akan tampak sebagai struktur tubular, multiple,
hypoechoic yang meningkat dengan manufer valsava. Diameter vena > 3mm pada
pemeriksaan ini juga merupakan kriteria varikokel ( Alshahrani et al, 2014). Pemeriksaan
penunjang ini juga digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti,
spermatokel, inflamasi atau tumor epididimis, tumor testis, dan hidrokel (Jecht and
Zeitler, 2012).
2.7 Penatalaksanaan Varikokel
Gold standar untuk penatalaksaan varikokel adalah operasi, teknik operasi yang
dapat digunakan diantaranya adalah open conventional varicocelectomy, microsurgical
varicocelectomy, dan laparascopic varicocelectomy.
1. Open conventional varicocelectomy
Dapat dilakukan insisi subinguinal, insisi ingunal, atau insisi retroperitoneal.
Melalui teknik operasi ini dilakukan ligasi pada vena spermatika.

Gambar 6.
Lokasi insisi varikokelektomi

13

Gambar 7.
Vena spermatika, arteri, dan vas deferens

Gambar 8.
Vena
spermatika

2. Microsurgical varicocelectomy
Teknik operasi ini menggunakan bantuan surgical microscope yang bisa memberikan
8-25 kali pembesaran dengan insisi subinguinal atau inguinal.
3. Laparascopic varicocelectomy
Teknik operasi ini hampir sama dengan insisi retroperitoneal dengan bantuan
mikroskop ( Alshahrani et al, 2014).

2.8 Komplikasi varikokel


1. Terbentuk hidrokel
Kemungkinan disebabkan oleh ligasi sekunder dari saluran limfatik testikular dan
akumulasi dari cairan tunika vaginalis.
2. Varikokel rekurens
Komplikasi ini relatif jarang terjadi, namun kemungkinan disebabkan oleh ligase
inkomplit dari pleksus pampiniformis.
3. Cedera arteri testikular
Jika arteri testikular tidak sengaja diligasi maka akan menyebabkan atrofi testis,
karena 2/3 asupan darah untuk testis diperoleh dari arteri testikular ( Alshahrani et al,
2014).

14

2.9 Prognosis Varikokel


Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi dengan melihat beberapa
indikator antara lain:
1. Bertambahnya volume testis,
2. Perbaikan hasil analisis semen (dikerjakan selama 3 bulan),
3. Pasangan pasien menjadi hamil.
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah didapatkan 80%
terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50%
pasangan pasien menjadi hamil (purnomo, 2003).

BAB III
KESIMPULAN
Varikokel merupakan dilatasi abnormal dari vena yang memperdarahi testis yaitu plexus
pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna sehingga bentuknya
menjadi berbelit-belit. Kasus varikokel lebih sering dijumpai pada pria dengan infertilitas dan
kasus varikokel yang dominan dilaporkan adalah pada sebelah kiri.
Varikokel diduga berkembang selama proses pubertas, perubahan fisiologis berupa
peningkatan tekanan intra-abdominal menyebabkan peningkatan aliran darah pada testis
sehingga terjadi dilatasi vena sebagai akibat dari peningkatan perfusi vena spermatika interna.
Karakteristik anatomi kemungkinan besar berperan sebagai faktor predisposisi terbentuknya
varikokel. Vena spermatika interna kiri bermuara ke vena renalis kiri dimana berarti beban kerja

15

vena sprematika interna kiri lebih besar daripada vena spermatika interna kanan yang bermuara
langsung ke vena cava inferior. Perbedaan secara anatomis ini menyebabkan varikokel pada sisi
sebelah kiri lebih sering terjadi.
Pemeriksaan fisik sangat menentukan diagnosis varikokel. Sensitivitas dan spesifisitas
dari pemeriksaan fisik untuk varikokel adalah 71% dan 69%. Bagian yang pertama kali dilihat
adalah skrotum, dilatasi vena yang besar akan terlihat kebiruan di bagian bawah skrotum.
Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai bag of worms Untuk lebih objektif
dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer.
Dari pemeriksaan fisik dapat ditentukan grading dari varikokel :
1. Grade I : ditemukan pada palpasi dengan manufer valsava
2. Grade II : Ditemukan pada palpasi tanpa manufer valsava, tidak terlihat dari kulit
skrotum
3. Grade III : Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum
Pemeriksaan imaging color Doppler ultasonography (CDU) dapat digunakan sebagai
pemeriksaan tambahan pada varikokel. Pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosis varikokel
subklinis dan dapat digunakan untuk follow-up pasca operasi. Pemeriksaan penunjang ini juga
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti, spermatokel, inflamasi atau tumor
epididimis, tumor testis, dan hidrokel.
Gold standar untuk penatalaksaan varikokel adalah operasi, teknik operasi yang dapat
digunakan

diantaranya

adalah

open

conventional

varicocelectomy,

microsurgical

varicocelectomy, dan laparascopic varicocelectomy. Komplikasi yang mungkin terjadi akibat


pembedahan pada varikokel diantaranya adalah hidrokel, varikokel rekurens, dan cedera arteri
testikular.
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah didapatkan 80% terjadi
perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan pasien
menjadi hamil.

16

DAFTAR PUSTAKA
Alshahrani, Saad, et al. 2014. Varicocelectomy in infertile Male ( Principle and Practice of
Assisted Reproductive Technology). New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Cavallini, Giorgio and Giovanni Beretta. 2015. Clinical Management of Male Infertility.
Switzerland: Springer International Publishing
Dabaja, Ali et al. 2013. Varicocele and Hypogonadism. Men's health (j mulhall, section editor).
Vol (14): 309-314
Glassberg, Kenneth I. 2007. The Adolescent Varicocele: Current Issues. Current Urology Reports
2007. Vol (8): 100-103
Goldstein, Marc and Peter N. Schlegel.2013. Surgical and Medical Management of Male
Infertility. USA: Cambridge University Press, New York.
Haffner, Linda J & Danny J. Schust. 2006. At a glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
17

Hopps, Carin V and Marc Goldstein. 2010. Varicocele: General Consideration (Glenns Urologic
Surgery). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, a Wolters Kluwer
Jecht, E.W and E. Zeitler. 2012. Varicocele and Male Infertility: Recent Advances in Diagnosis
and Therapy. Springer-Verlag
Purnomo., B., B., 2003. Dasar-dasar Urologi edisi kedua. Jakarta, Sagung Seto.
Schuenke, et al. 2006. Thieme Atlas of Anatomy: General Anatomy and Musculoskeletal
System. USA : Thieme New York.
Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat- De Jong, ed: 3. Jakarta: EGC

18

You might also like