You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia, yaitu
kebutuhan fisiologis. Pemenuhan kebutuhan oksigen ditunjukkan untuk
menjaga

kelangsungan

metabolism

sel

tubuh,

mempertahankan

kehidupanya, dan melakukann aktivitas bagi berbagai organ dan sel (Iqbal,
2008).
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel
tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan oksigen antara tiga
sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima
menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen. Kekurangan
oksigen juga bisa menyebabkan penurunan berat badan karena nafsu
makan yang berkurang. Tubuh akan sulit berkonsentrasi karena proses
metabolisme terganggu akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah (darah
akan mengangkut sari-sari makanan ke seluruh tubuh). Hal ini membuktikan
bahwa

Oksigen

amat

berperan

dalam

proses

metabolisme

dan

kelangsungan hidup manusia ( Devint, 2011).


Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu gangguan dalam
pemenuhan

kebutuhan

oksigen

penyebab

kematian

utama

yang

kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-

tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan


cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih (Rieja, 2010).
Masalah yang muncul dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
bisa

dikarenakan

adanya

gangguan

pada

fungsi

pernafasan

yang

menyebabkan masalah gangguan perukaran gas dan perubahan pola


napas. Selain itu gangguan lainya pada pemenuhan kebutuhan oksigen
dikarenakan sumbatan jalan nafas, contoh Bronkopneumonia adalah
inflamasi pada parenkim paru yang terjadi pada ujung akhir bronciolus yang
tersumbat oleh eksulat mukoperulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam

lobus

yang

bronkopneumonia

berada

disebabkan

didekatnya
oleh

virus,

(Wong
bakteri,

2003).
jamur,

Timbulnya
protozoa,

mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Suriadi & Rita, 2006 )


Penyakit bronkopneumonia di Indonesia barada di posisi yang
delapan dari sepuluh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh
Indonesia. Setelah diare, demam berdarah dengue, tipoid, demam
peyebabnya tidak diketahui, dsypepsia, hipertensi, ISPA.

Tabel 1.1
Penyakit terbanyak pasien rawat inap seluruh rumah sakit di
Indonesia 2009
Nama Penyakit
No
1
2
3
4

Diare
DBD
Tipoid
Demam
penyebab

tidak

Kasus
Laki-laki

Perempuan

74.161
60.705
39.262
24.957

69.535
60.629
41.588
24.243

Total

Meninggal

kasus
143.696
121.334
80.805
49.200

1.747
898
1.013
462

5
6
7
8

diketahui
Dyspepsia
Hipertensi
Ispa
Bronkopneumoni

9
10

a
Apendiks
Gastritis

18.807
15.533
19.115
19.170

28.497
21.144
16.933
16.477

47.304
36.677
36.048
35.647

520
935
162
2.365

13.920
& 12.758

16.783
17.396

30.703
30.154

234
235

Duodenitis
Sumber : Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
http:www.dokterku.org/diperoleh 22 Juli, 2012 Pukul 10.00 wib
Berdasarkan hasil survey di Rumah Sakit Immanuel Bandung
diketahui bahwa penderita penyakit bronkopneumonia berada diposisi yang
ke dua setelah diare.
Tabel 1.2
Prosentase penyakit paru dari faktor bersihan jalan nafas di
Penyakit Dalam ruang C3 lantai 2 RSUP Dr. Kariadi Semarang periode
Oktober sampai Desember 2012
No

Nama penyakit

Oktober s/d Desember

1
2
3
4
5

Infiltrat Paru
TB Paru
Pneumonia
Tipoid
Bayi sesar kompliksi

65
60
49
42
27

6
7
8

Viral infection
21
ISPA
19
Bayi sesar
29
Sumber : Rekam medis Ruang 2012
Perawatan bronkopneumonia (Wong, 2008) adalah bila terdapat
obstruksi jalan napas, dan lendir diberikan broncodilator. Pemberian oksigen
umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Menjaga kelancaran

pernafasan, dengan memposisikan klien dengan posisi semi fowler, dan


pemberian oksigen sesuai indikasi.
Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membuat
asuhan keperawatan pada pasien dengan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan sekresi yang kental di RSUP Dr. Kariadi
Semarang.

B.

Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi tujuan umum
dan tujuan khusus yaitu :

1.

Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulis
mampu melakukan pongelolaan pada Pasien dengan bersihan jalan

nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang.


2. Tujuan Khusus
Penulis dapat :
a
Penulis dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan bersihan
b

jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan benar.
Penulis dapat melakukan analisa data pada pasien dengan bersihan

jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan benar.
Penulis dapat membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan
bersihan jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang

dengan benar.
Penulis dapat melakukan intervensi keperawatan pada pasien
dengan bersihan jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dengan benar.

Penulis dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien


dengan bersihan jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi

Semarang dengan benar.


Penulis dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan bersihan

jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan benar.
Penulis dapat melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien
dengan bersihan jalan nafas tidak efektif di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dengan benar.

C.
Manfaat
1.
Bagi Penulis
a Dapat menambah pengetahuan penulis dalam asuhan perawatan

2.

pada pasien dengan bersihan jalan nafas tidak efektif .


b Menambah pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan.
c Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan.
d Sebagai bekal penulis sebelum terjun di lapangan.
Bagi Pasien dan keluarga
a Pasien dan keluarga dapat mengerti tentang bersihan jalan nafas
b

tidak efektif yang diderita.


Mengetahui cara perawatan pada pasien dengan bersihan jalan
nafas tidak efektif.

D.

Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 4 bab,
yaitu :
1.

Bab I terdiri dari Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, tujuan

2.

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.


Bab II yaitu Tinjauan teori, yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi (klasifikasi proses perjalanan penyakit dan manifestasi
klinis), komplikasi, penatalaksanaan, konsep tumbuh kembang anak,
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

3.

Bab III terdiri dari tinjauan kasus dan pembahasan, tinjauan yang
meliputi

pengkajian

keperawatan,

diagnosa

keperawatan,

perencanaan, intervensi dan evaluasi keperawatan. Pembahasan,


yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
4.

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.


Bab IV terdiri dari simpulan dan saran yang berisikan kesimpulan
pelaksanaan keperawatan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1. Pengertian
Bersihan jalan nafas tidak efektif menurut Widianoto,P.(2011)
adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Sedangkan bersihan jalan nafas tidak efektif menurut Rieja(2010)
adalah tersumbatnya sebagian jalan nafas karena sekresi atau obstruksi
saluran pernapasan sehingga tidak bisa mempertahankan jalan napas
yang bersih.
2. Penyebab
Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah
darah dan sputum. Adanya darah maupun sputum di jalan nafas atas
yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita dapat
menyumbat jalan nafas dan mengganggu pemenuhan kebutuhan
oksigen. Selain itu sumbatan jalan nafas bisa juga dikarenakan dasar
lidah. Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma,
karena pada penderita koma otot lidah dan leher lemas sehingga tidak
mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ini
sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi (Brunner &
Suddarth, 2002).
Penderita yang mendapat anestesi atau tidak, dapat terjadi
laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan
nafas atas pada penderita stupor atau koma yang dangkal. Sumbatan
jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini

terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus,


masuknya isi lambung atau benda asing kedalam paru (Rieja, 2010).
3. Patofisiologi
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut
masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan
terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke
Saluran Pernafasan Atas

pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan gambaran


sebagai berikut:
Kuman terbawa di saluran pencernaan
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
Kuman berlebih di bronkus

Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan

tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan


Proses peradangan

Infeksi saluran pencernaan


Dilatasi pembuluh darah
Peningkatan
Edema
suhu
antara kaplier dan a

suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.


Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian

Akumulasi sekret di bronkus


masuk
ke dalam
salurandalam
pencernaan
dan menginfeksinya
Peningkatan
flora normal
usus
Eksudat plasma masuk alveoli
Septikimia
Iritasi PMN eritrosit pe

mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam


usus, peristaltik meningkat
akibat difusi
usus mengalami
malabsorbsi
Gangguan
dalam plasma
Peningkatan peristaltik usus
Bersihan jalan nafas
Mukus
tidakbronkus
efektif meningkat
Peningkatan metabolisme
Edema paru
dan

kemudian

terjadilah

diare

yang

beresiko

terhadap

Gangguan pertukaran gas


gangguan
Bau mulut tidak
sedap keseimbangan
Malabsorbrsi cairan dan elektrolit.(Soeparman,
Evaporasi meningkat
Pengerasan dinding pa

1991)
Anoreksia

Diare

Penurunan compliance p

Intake kurang
Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari kebutuhan

Suplai O2 menurun

Hipoksia
Hiperventilasi

Metabolisme anaeraob men

4. Pathway

Dispneu
Bakteri Stafilokokus aureus

Akumulasi asam laktat


Bakteri Haemofilus
influezae
Retraksi dada
/ nafas cuping hidung
Fatigue
Gangguan pola nafas
Intoleransi aktivitas

Penderita sakit berat yang dirawat di RS


Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
Kontaminasi peralatan RS

5. Tanda dan Gejala

10

Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar


ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).(Sandra
M. Nettina, 2001 : 683)
6. Penatalaksanan
Menurut Wong, 2008 :
a Bila terdapat obstruksi
b

jalan

napas,

dan

lendir,

diberikan

broncodilator.
Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai

dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.


Menjaga kelancaran pernafasan, dengan memposisikan klien

dengan posisi semi fowler, dan pemberian oksigen sesuai indikasi


Kebutuhan istirahat, karena pada pasien mengalami susuah tidur

karena sesak napas


Kebutuhan nutrisi atau cairan, yang kegunaan untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori maka dipasang infusan glukosa 5%

dan NaCl 0.9% dalam perbandingan 3:1.


f Mengontrol suhu tubuh setiap sejam sekali
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk

dapat

menegakkan

diagnosa

keperawatan

dapat

digunakan cara:
a

Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M.
Nettina, 2001 : 684)
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk
yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan

11

mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk


mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
b

Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan

c
d

status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)


Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk

mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)


Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai
pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple
seringkali

dijumpai

pada

infeksi

stafilokokus

dan

haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)


2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah
jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M,
Nettina, 2001)

B. Tinjauan Proses Keperawatan


Proses keperawatan adalah adalah suatu proses pemecahan
masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien
sampai ke taraf optimal melalui pendekatan yang sistematis untuk mengenal
dan membantu kebutuhan klien. (Nursalam, 2005)
Tahap tahap dalam proses keperawatan saling bergantungan
satu sama lainnya. Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap, yaitu :

12

Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi yang dilaksanakan


secara berurutan dan berkaitan secara dinamis. ( Nursalam, 2005 )
1. Pengkajian
Tahap tahap dalam proses keperawatan saling
bergantungan satu sama lainnya. Proses keperawatan terdiri dari
6 tahap, yaitu : Pengkajian, perumusan diagnosa, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi yang dilaksanakan secara berurutan
dan berkaitan secara dinamis.
a.

Identitas
Biodata klien terdiri atas Nama, jenis klamin, umur,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat
Biodata penanggung jawab terdiri atas Nama, jenis
klamin, umur, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, hubungan
dengan klien

b. Keluhan utama
Keluhan utama pada umumnya klien sesak napas.

c. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang dikembangkan dari keluhan
utama dengan PQRST
a.

P(Paliative): yaitu faktor yang memperberat dan


meringankan keluhan utama dari sesak, apa yang
dapat memperberat atau meringankan keluhan utama
seperti sesak pada penderita. Aktivitas apa yang dapat

13

yang dilakukan saat gejala pertama dirasakan, apa


ada hubungan dengan aktivitas.
b. Q (Quantity) seberapa berat

gangguan

yang

dirasakan klien, bagaimana gejala yang dirasakan,


pada saat dikaji apa gejala ini lebih berat atau lebih
ringan dari yang sebelumnya.
c. R(Regio) Dimana tempat

terjadinya

gangguan,

apakah mengalami penyebaran / tidak.


d. S(Skala) seberapa berat sesak yang diderita klien.
Tabel 2.1 Kriteria sesak napas
Tingkat

Derajat

Kriteria

Normal

Tidak ada kesulitan bernapas.

Ringan

Terdapat

kesulitan

bernapas.

Tapi

masih

dapat

melakukan aktifitas tampa bantuan orang lain


3

Berat

Berjalan lebih lambat dari pada orang yang seumurnya


karena sulit bernapas, atau harus berhenti berjalan
untuk bernapas.

Sangat berat

Sangat sulit untuk bernapas,dan mengunakan otot


bantu napas.

(Hidayat, 2005)
5) T (Timing ) kapan keluhan mulai dirasakan? Apakah
keluhan terjadi mendadak atau bertahap, Seberapa
lama keluhan berlangsung ketika kambuh.
d. Riwayat kesehatan dahulu.
Keadaan masa lalu yang ada hubunganya dengan apa
yang dialam iklien saat ini misalnya:
1)

Riwayat penyakit yang pernah dialami sebelumnya

14

2)

Apakah klien pernah di rawat di rumah sakit


sebelumnya

3)

Apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit


saluran pernapasan seperti, asma, bronhitis dan lain
lain

e. Riwayat kesehatan Keluarga


Dikaji riwayat kesehatan keluarga, apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit menular seperti TBC,
penyakit saluran pernapasa dan penyakit keturunan
seperti asma.
Fokus Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan gangguan jalan
nafas tidak efektif yang pertama adalah menemukan
masalah yang menyebabkan terjadinya sumbatan jalan
nafas, sumbatan jalan nafas ini bisa karena darah atau
sputum. Pada pasien gangguan jalan nafas tidak efektif
perlu di kaji tentang adanya penurunan suara nafas,
cyanosis, kelainan suara nafas, produksi sputum, gelisah,
perubahan frekuensi dan irama nafas, maupun orthopneu
untuk menilai keadaan pasien (Iqbal, Wahit. 2008).
Pengkajian pada pasien dengan gangguan jalan
nafas tidak efektif pada penderita dengan pengkajian
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap.
Manifestasi klinis seperti nyeri dada, keringat malam,
batuk menetap, dan pembentukan sputum mengharuskan
pengkajian fungsi pernafasan lebih menyeluruh. Setiap

15

perubahan suhu tubuh dan frekwensi pernafasan, jumlah


dan warna sekresi, frekwensi dan batuk parah, nyeri dada
dikaji. Paru-paru dikaji terhadap konsolidasi dengan
mengevaluasi bunyi napas (bunyi bronkial, krekles) dan
frekwensi pemeriksaan perkusi (Brunner & Suddarth,
2002).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang mucul adalah bersihan

2.
jalan

nafas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

sekresi

trakeobronkial yang banyak. Jika dalam penanganan gangguan


kebutuhan oksigen tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
muncul masalah-masalah lain yaitu gangguan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi

spuntum/batuk,

dyspnea

atau

anoreksia

dan

Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan keletihan, perubahan


3.

status nutrisi, dan demam (Brunner & Suddarth, 2002).


Rencana Keperawatan
Rencana tindakan pada pasien dengan gangguan bersihan
jalan nafas yang pertama dengan posisikan pasien dengan
nyaman seperti semifowler tujuanya untuk memaksimalkan
ventilasi. Keluarkan secret dengan batuk atau suction dengan
tujuan membebaskan saluran pernafasan akibat sumbatan.
Latihan batuk efektif bila memungkinkan dan lakukan fisioterapi
dada sesuai indikasi: postural drainase, perkusi dan vibrasi, selain
itu juga bisa dengan anjurkan untuk minum air hangat jika
sumbatan berupa secret kental agar mudah untuk dikeluarkan.
Jelaskan penggunaan peralatan

pendukung dengan benar

16

diperlukan

(oksigen,

penghisap,

spirometer,

inhaler,

dan

intermitten pressure breathing/IPPB) karena dengan pendidikan


kesehatan dapat memberikan pengetahuan dan mengurangi
kegelisahan pada pasien dengan bersihan jalan nafas tidak efektif
4.

(Brunner & Suddarth, 2002).


Evaluasi
Tujuan tindakan bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi. Evaluasi yang
dilakukan dengan memastikan tidak adanya sumbatan pada jalan
nafas dengan criteria hasil suara nafas bersih, tidak ada sianosis,
gelisah dan dyspnea (Iqbal, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010).Penemuan Kasus bronkopneumonia Masih rendah. (online),


(www.antarajateng.com/detail/index.php?id=37625,diakses

pada

tanggal 3 april 2012).

Brunner & Suddarth.( 2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Terjemahan


oleh Monica Ester. 2001. Jakarta: EGC.

Devint.

(2011).

Dampak

Kekurangan

Oksigen

Dalam

Tubuh.

(online),

(http://devintmoo99.blogspot.com/2011/12/dampak-kekuranganoksigen-dalam-tubuh.html,diakses pada tanggal 10 juni 2012).

Iqbal, Wahit. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Terjemahan oleh Eka
Anisa M. 2007. Jakarta: EGC.

17

Rieja. (2010). Sumbatan Jalan Nafas Dan Penanganannya.

(online),

(http://www.scribd.com/doc/60875128/Sumbatan-Jalan-Nafas-DanPenanganannya, diakses pada tanggal 3 april 2012).

Widianoto, P. (2011). Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


Dan

Pola

Nafas

Tidak

Efektif.

(online),

(http://puspowidi.blogspot.com/2011/11/diagnosa-keperawatanbersihan-jalan.html, diakses pada tanggal 3 april 2012).

You might also like