You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Kejang Demam
Di Ruang Anak Lantai 1, RSUP dr. Kariadi,
Semarang

Nama: Kamila Aulia


NIM :P1337420614025

PRODI D-IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2016

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu
zat. Dapat pula dikatakan sebagai ukuran panas / dinginnya suatu benda.
Sedangkan dalam bidang thermodinamika suhu adalah suatu ukuran
kecenderungan bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan.
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak antara hemisfer
serebral, mengontrol suhu tubuh. Suhu yang nyaman adalah pada saat sistim
panas beroperasi. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu
tubuh, hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus
posterior mengontrol produksi panas. Bila sel saraf di hipotalamus anterior
menjadi panas melebihi set point maka inpuls akan dikirim untuk
menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk
berkeringat, fasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah dan hambatan
produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan
untuk meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior
merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set point maka mekanisme
konservasi panas bekerja. Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah
mengurangi aliran darah kekulit dan extremitas. Kompensasi produksi panas
distimulasi melalui kontraksi otot volunteer dan getaran atau menggigil pada
otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan tambahan
pengeluaran panas, tubuh mulai menggigil. Lesi atau trauma pada
hipotalamus atau korda spinalis yang membawa pesan hipotalamus dapat
menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu
Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, dan atau
gangguan fenomena sensori (Doengoes, 1999).
Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada di atas 37.5 derajat
celsius. Infeksi ringan hingga parah bisa menyebabkan demam. Demam
merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang melawan
infeksi akibat virus, bakteri atau parasit.

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh ( suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure
(1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )
2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2012. Kejang dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
a) Intrakranial meliputi :
b) Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler
c) Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis.
d) Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebi.
Ekstrakranial meliputi :
a) Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
b) Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat
c) Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan
dan kekurangan piridoksin.

a)
b)
c)

Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu :


Riwayat kejang dalam keluarga
Usia kurang dari 18 bulan
Tingginya suhu badan sebelum kejang, semakin tinggi suhu sebelum
kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan

berulang.
d) Lamanya demam sebelum kejang, semakin pendek jarak antara
mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang
demam berulang.

3. KLASIFIKASI
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar antara 6
bulan sampai 5 tahun, insidens tertinggi pada umur 18 bulan.
Kejang demam dibagi atas :
a) Kejang demam sederhana (simple febrile seizure).5,6
Berlangsung singkat (< 15 menit) dan umumnya akan berhenti sendiri.

Kejang berbentuk umum (bangkitan kejang tonik dan atau klonik),


tanpa gerakan fokal.
Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang


demam.

b) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)5,6


Berlangsung lama (> 15 menit).
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
Keterangan :

Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.


Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didauhului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%
diantara anak yang mengalami kejang demam.
4. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa gejala kejang demam, antara lain :

a) Suhu tubuh lebih dari 38 derajat ( bila diukur lewat ketiak, tambah 0.7
derajat )
b) Kehilangan kesadaran atau pingsan
c) Tubuh (kaki dan tangan) kaku
d) Kepala menjadi terkulai disertai rasa seperti orang terkejut
e) Kulit berubah pucat bahkan menjadi biru
f) Bola mata terbalik keatas
g) Bibir terkatup kadang disertai muntah
Disamping gejala diatas ada juga beberapa anak yang nafasnya
berhenti dan biasanya buang air kecil serta besar tanpa terkontrol. Serangan
kejang demam biasanya hanya sebentar dan gejala-gejala tersebut akan
menghilang pada saat kejang demam berhenti, dan anak tersebut akan pulih
kembali secara bertahap.

5. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat

pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah


oleh :
a) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit /
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat.

6. PATHWAY
Infeksi bakteri, virus
dan parasit

Reaksi Inflamasi

Proses Demam
Penurunan
RESIKO
RESIKO
Kesadaran
ASPIRASI
CIDERA
menurun
menelan
HIPERTERMI
Resikorefleks
kejang
berulang

Rangsangan mekanik dan


biokimia. Gangguan cairan
dan elektrolit
Pelepasan muatan listrik semakin meluas
keseluruh sel
maupun membran sel
Ketidakseimbangan
sekitarnya
dengan
bantuan
potensial
ATP,
Perubahan
konsentrasi
ion
Perafasanmembran
Meningkat
neurotransmiter
Kurang dariKebutuhan
Kontraksi
Metabolisme
15diruang
menit
otot
(KDS)
O2meningkat
meningkat
ASE
ekstraseluler
/Takipnea

RESIKO
Perubahan
beda
Penurunan
suplaipotensial
darah
ke
KETIDAKEFEKTIFAN
Kelainan
Resiko
neurologis
kerusakan
sel
neuron
+
membran
sel
neuron
otak
Lebih
Perubahan
Suhu
dari 15
tubuh
menit
difusi
meningkat
(KDS)
Na
PERFUSI
JARINGAN
Kejang
prenatal
otak

RESIKO
KETERLAMBATAN
PERKEMBANGAN

Penafasan Meningkat
/Takipnea
KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS

Suhu tubuh meningkat


TERMOREGULASI
TIDAK EFEKTIF

7. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien


dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas
harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian
antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan intravena atau intrakranial.

b. Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.

Profilaksis Intermiten saat demam


Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat
pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB <>
10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38.50C..

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.


Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap
hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat
lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 40
mg/kg BB/hari.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
Lumbal pungsi :
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Meningitis dapat menyertai
kejang,

walupun

kejang

biasanya

bukan

satu-satunya

tanda

meningitis. Factor resiko meningitis pada pasien yang datang dengan


kejang dan demam meliputi berikut ini:
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit
Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti
merah-merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi
Pemeriksaan saraf yang abnormal pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada :
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
Bayi
>
18
bulan
tidak
rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
b) Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis Nervus VI
Papiledema
CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks.
c) Tes lain (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas;
misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
EEG tidak diperlukan pascakejang demam sederhana karena
rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan
temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk
kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang

epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama


lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang
setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan
sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko
untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah
riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9
bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang
terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi
adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada dibanding dengan
insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam dan tidak ada faktor
resiko.
9. KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lebih lama (>15 menit) yaitu:
a. Kerusakan otak
b. Retardasi mental
c. biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat,
hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEJANG
DEMAM
1. PENGKAJIAN
a) Identitas klien dan penanggung jawab
b) Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Genogram
Riwayat prenatal
Anak ke

Usia

Jenis

sekarang

persalinan

Penolong

Ket
Hidup/mati

c) Data umumkesehatan saati ini


Keadaan umum/kesadaran
TTV
Pengkajian kepala
Pengkajian dada
Pengkajian abdomen
Pengkajian genetalia
Pengkajian ekstremitas
d) Pola fungsional
Manajemen kesehatan
Eliminasi (BAB/BAK)
Nutrisi dan cairan
Istirahat dan pola tidur
Mobilisasi dan latihan
Persepsi sensori dan kognitif
Pola seksual dan reproduksi
Hubungan dan peran
Mekanisme koping dan stress
Spiritual/keyakinan
e) Obat-obatan
f) Hasil pemeriksaan penunjang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipertermi b/d proses penyakit
b) Resiko keterlambatan perkembangan b/d kejang
c) Resiko cedera b/d penurunan kesadaran
d) Resiko aspirasi b/d penurunan refleks menelan
e) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penurunan suplai darah
ke otak
f) Resiko ketidakefektifan pola nafas b/d
g) Ketidakefektifan termoregulasi b/d
3. Intervensi
No
.
1.

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Hipertermi b/d NOC

NIC

proses penyakit

Fever treatment

Thermoregulation

Monitor TTV

Kriteria Hasil:

Suhu tubuh dalam


rentang normal
Nadi

dan

dalam

RR

rentang

Tidak
perubahan

Monitor warna kulit


Monitor WBC, Hb, dan
Hct

normal

ada

pusing

intake

dan

output cairan
Kompres hangat pada
dahi, aksila dan lipatan

warna

kulit dan tidak ada

Monitor

paha

Selimuti pasien
Kolaborasi pemberian
cairan intravena dan

2.

Resiko

NOC

keterlambatan

perkembangan

antipiretik
NIC
and Pendidikan
masa bayi

Growth
development

b/d kejang

Ajarkan

delayed

orangtua

Breastfeeding

penanda perkembangan

ineffective

normal

tentang

Nutritional status: Demonstrasikan


nutrient intake

aktivitas

Parenting

menunjang

performance

perkembangan
Tekankan

perkembangan
anak meningkat
BB=index
tubuh

yang

pentingnya

perawatan

Pengetahuan
orangtua terhadap

kepada

Family coping

Kriteria hasil

orangtua:

masa

prenatal

sejak dini
Ajarkan ibu mengenai
pentingnya

berhenti

mengkonsumsi alkohol,
merokok,

dan

obat-

selama

kehamilan

sesuai umur

Ajarkan

Fungsi

cara-cara

gastrointestinal

memberi

adekuat

yang berarti untuk ibu

Makanan
asupan
bergizi

3.

obatan

Perkembangan

dan

rangsangan

dan bayi

tentang
cairan Ajarkan
perilaku yang sesuai

NOC

dangan usia anak


NIC

risk kontrol

Manajemen lingkungan
sediakan

Kriteria hasil :

lingkungan

yang aman

klien terbebas dari identifikasi

kebutuhan

cidera

keamanan,

sesuai

mampu

kondisi fisik

memodifikasi gaya menghindarkan


hidup

untuk

mencegah cidera

menggunakan
fasilitas kesehatan

mampu mengenali

kesehatan

yang

berbahaya
memasang

side

status

rail

tempat tidur
menyediakan

yang ada
perubahan

lingkungan

tempat

tidur yang nyaman dan


bersih
membatasi pengunjung
menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
memindahkan
barang

4.

NOC :

yang

membahayakan
NIC:

barangdapat

Respiratory

Status : Ventilation

precaution

Aspiration
control

Aspiration
Monitor

kesadaran, reflek batuk


dan

Swallowing

Kriteria Hasil :

Monitor

bernafas

dengan

Pelihara

frekuensi

Lakukan

suction

jika diperlukan

pernafasan normal

Pasien mampu
menelan,

Cek

tanpa

bernafas,

tidak

merasa tercekik dan


ada

residu

masih

Potong

makanan

kecil kecil
nafas
mudah

paten,

makan

banyak

oral hygiene
Jalan

Hindari
kalau

terjadi aspirasi, dan


mampumelakukan

nasogastrik

sebelum makan

mengunyah

tidak

jalan

nafas

mudah, tidak irama,

status

paru
dapat

Klien

kemampuan

menelan

Status

tingkat

suara

Haluskan

obat

sebelumpemberian

Naikkan

kepala

30-45 derajat setelah


makan

nafas abnormal
5.

Resiko

NOC

NIC

ketidakefektifan

Circulation status

Manajemen

perfusi jaringan
otak
penurunan

b/d

Tissue
cerebral

prefusion:

sensasi

perifer
Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya

suplai darah ke Kriteria Hasil:


otak

TTV

peka

terhadap

panas/dingin/tajam/tu

dalam rentang

mpul

yang diharapkan

ada tanda-tanda Monitor


paretese
peningkatan

Tidak

adanya

Gunakan sarung tangan

intracranial

Mendemonstrasikan

untuk proteksi

kemampuan kognitif Batasi

gerakan

pada

leher

dan

kepala

yang baik

punggung
monitor

kemampuan

BAB
kolaborasi
6.

Resiko

analgetik
Airway Management

NOC :

ketidakefektifan
pola nafas b/d

Respiratory
status : Ventilation

status

lift atau jaw thrust bila


perlu

Airway

patency
Vital

Buka jalan nafas,


guanakan teknik chin

Respiratory

pemberian

Posisikan

pasien

untuk memaksimalkan

sign

ventilasi

Status

Identifikasi pasien

Kriteria Hasil :

perlunya pemasangan

alat jalan nafas buatan

Mendemonstra
sikan batuk efektif
dan

suara

nafas

yang bersih, tidak


ada sianosis
dyspneu

dan

(mampu

Pasang mayo bila


perlu
Lakukan
fisioterapi dada jika
perlu

mengeluarkan
sputum,

mampu

dengan

bernafas

dengan

suction

mudah, tidak ada


pursed lips)

Menunjukkan
yang
paten (klien tidak
merasa

tercekik,
nafas,

irama
frekuensi

dalam

rentang

normal,
ada

Tanda

atau

Auskultasi
nafas,

catat

suara
adanya

Lakukan

suction

pada mayo
Berikan
bronkodilator

bila

Tanda

pernafasan)

basah

Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan

(tekanan
nadi,

Kassa

NaCl Lembab

vital dalam rentang


darah,

Berikan pelembab
udara

suara

nafas abnormal

normal

batuk

perlu

pernafasan
tidak

sekret

suara tambahan

jalan nafas

Keluarkan

keseimbangan.

Monitor respirasi
dan status O2

Terapi Oksigen

Bersihkan mulut,
hidung

dan

secret

trakea

Pertahankan jalan
nafas yang paten

Atur

peralatan

oksigenasi

Monitor

aliran

oksigen

Pertahankan posisi
pasien

Onservasi adanya
tanda

tanda

hipoventilasi

Monitor

adanya

kecemasan

pasien

terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi,


suhu, dan RR

Catat

adanya

fluktuasi

tekanan

darah

Monitor VS saat
pasien

berbaring,

duduk, atau berdiri

Auskultasi

TD

pada kedua lengan dan


bandingkan

Monitor TD, nadi,


RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas

Monitor

kualitas

dari nadi

Monitor frekuensi
dan irama pernapasan

Monitor

suara

paru

Monitor

pola

pernapasan abnormal

Monitor

suhu,

warna,

dan

kelembaban kulit

Monitor

sianosis

perifer

Monitor

adanya

cushing triad (tekanan


nadi

yang

melebar,

bradikardi,
peningkatan sistolik)

Identifikasi
penyebab

7.

Ketidakefektifa

NOC :

n termoregulasi termoregulasi.
termoregulasi
b/d
neonatus

dari

perubahan vital sign


Pengaturan suhu
Pemantuan TTV
Manajemen
lingkungan
Pengobatan demam

You might also like