You are on page 1of 13

ZAT TAMBAHAN PADA SEDIAAN SETENGAH PADAT

Zat tambahan
Eksipien adalah zat tambahan yang tidak punya efek terapi dalam sediaan farmasi. Sediaan
farmas yang dimaksudkan disini adalah sediaan obat, kosmetik, dan obat tradisional/obat bahan
alami. Secara umum eksipien dapat dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya, sediaan padat,
cair, dan setengah padat. Selain dari itu dibedakan pula eksipien utama dan pembantu seperti
penambah rasa, warna, dan bahan stabil.
A. Unguenta atau salep
merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
Macam-macam penggunaan salep.
Antipruritik
menghilangkan gata-gatal
menthol 0.25%, Fenol 0.5%, Chamfor 2%
Keratolitik
melunakan lapisan tanduk
Asam salisilat 4-10%, Resorsinol 2-4%, sulfur 4-10%
Emollient
Melunakan permukaan kulit
Minyak-minyak mineral, cold cream
Protektif
Melindungi klit dari kelembaban udara dan zat-zat kimia
Zinc oxide ointment, silicone ointment
Anti parasitik
Salep sulfur, benzyl benzoate 10-30%

Menurut daya penetrasinya


Salep Epidermik, daya penetrasinya sedikit sekali, sebagai dasar salep yang digunakan

biasanya basis-basis berminyak, basis-basis hidrokarbon.


Salep Diadermik, daya penetrasinya dapat menembus kulit dan memberikan absorbsi
sistemik, dimana daya penetrasinya besar sekali. Basis yang digunakan biasanya basis
larut air atau emulsi bases

Salep Endodermik, memiliki daya penetrasi terhadap kulit, basinya biasanya lanolin,

campuran adeps lanae dengan aqua, minyak tumbuh-tumbuhan


Macam-macam Basis/ dasar Salep
1. Berlemak/ hidrokarbon
Tidak larut dalam air
Contoh Vaselin album dan vaselin flavum
Vaselin album merupakan campuran hidrokarbon setengah padat yang telah diputihkan ,
diperoleh dari minyak mineral . Pemerian massa lunak , lengket , bening , putih.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% , larut dalam klorofom dan
eter. Khasiat dan penggunaan untuk zat tambahan
Vaselin flavum
Merupakan campuran hidrokarbon setengah padat diperoleh dari minyak mineral
Khasiat dan penggunaan untuk zat tambahan.
Cera alba
Malam putih dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah. Pemerian
zat padat , lapisan tipis bening, putih kekuningan, bau khas lemah. Kelarutan praktis tidak
larut dalam air agak sukar larut dalam etanol. Khasiat untuk zat tambahan
Cera flava
Malam yang diperoleh dari sarang lebah , mengandung lebih kurang 70% ester, asam bebas,
hidrokarbon , ester kolesterol, dan zat warna. Pemerian zat padat coklat kekuningan bau
enak seperti madu , agak rapuh jika dingin, menjadi elastik jika hangat.
2. Salep Serap
Suka air, tidak larut dalam air, sukar dicuci dengan air
Contoh Adeps lanae / lemak bulu domba merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan.
Pemerian zat serupa lemak , liat, lengket, kuning muda. Kelarutan praktis tidak larut dalam air,
agak sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam klorofom. Digunakan untuk zat tambahan
3. Salep Emulsi (O/W)
Berair,Suka air,Tidak larut air,Mudah dicuci dengan air, Merupakan emulsi.
Contoh Hydrophilic ointment, Vanishing cream
4. Larut Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air.
Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang dapat dicuci

dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Contoh PEG, Tragacanth

BAHAN TAMBAHAN SALEP

1.

Preservativ
Softener
Thickening agent
Levigating agent
Antioksidan
Enhancer
Humectant
Preservatif
Preservatif/

pengawet

ditambahkan

pada

sediaan

semipadat

untuk

mencegah

kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi karena banyak basis salep
yang merupakan substrat mikroorganisme. Pemilihan bahan pengawet harus memperhatikan
stabilitasnya terhadap komponen bahan yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya
terhadap kulit dan aplikasi .
Sifat preservatif yang ideal: Efektif pada konsentrasi rendah ,Larut pada konsentrasi
yang diperlukan, Tidak toksik , Tidak mengiritasi pada konsentrasi yang digunakan ,
Kompatibel dengan komponen bahan dalam formulasi (tdk membentuk komplek) dan dengan
wadah (absorbsi) , tidak berbau dan berwarna , stabil pada spektrum yang luas , Koefisien
partisi baik dalam fase air maupun minyak karena preservasi dibutuhkan pada kedua fase
contoh pengawet yang digunakan: senyawa-senyawa amonium kuarterner ( cetiltrimetil
amonium bromida) , senyawa-senyawa merkuri organik (thimerosal) , formaldehid, asam
sorbit/kalium sorbat, asam benzoat/ natrium benzoat, paraben (metil/propil), dan alkoholalkohol.
2. Softener Contoh parafin cair

3. Stiffener/ thickening agent (bahan pengental)


Bahan pengental digunakan agar diperoleh struktur yang lebih kental ( meningkatkan
viskositas ) sehingga diharapkan akan lebih baik daya lekatnya. Bahan-bahan yang umum
ditambahkan sebagai pengental yaitu polimer hidrifilik, baik yang berasal dari alam ( natural
polimer ) seperti agar, selulosa, tragakan, pektin, natrium alginat; polimer semisintetik seperti
metil selulosa, hidroksi etil selulosa, dan CMC Na; serta polimer sintetik seperti karbopol
( karbomer, karboksipolimetilen)
4. Levigating agent
Levigating agent digunakan untuk membasahi serbuk dan menggabungkan serbuk yang telah
terbasahi dengan basis salep. Contoh minyak mineral
5.Antioksidan
Antioksidan ditambahkan ke dalam salep bila diperkirakan terjadi kerusakan basis karena
terjadinya oksidasi, pemilihannya tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, potensi,
kompatibel, bau, kelarutan, stabilitas dan iritasi.Sering kali digunakan dua antioksidan untuk
mendapatkan efek sinergis. Contoh antioksidan yang sering ditambahkan: Butylated
Hydroxyanisole

BHA ),

Butylated

Hydroxytoluene

(BHT),

Propyl

gallate,

dan

Nordihydroguaiaretic acid ( NCGA)


6. Surfaktan
Surfaktan dibutuhkan sebagai emulsifying untuk membentuk sistem o/w atau w/o, sebagai
bahan pengsuspensi, thickening, cleansing, penambah kelarutan, pembasah dan bahan
pemflokulasi. Surfaktan yang biasa digunakan yaitu surfaktan nonionik ( contoh ester
polioksietilen), kationik ( benzalkonium klorida) atau anionik (contoh natrium dodesil sulfat).
7. Humectant
Material-material seperti gliserin, propilen glikol, polietileni glikol BM rendah, dan sorbitol
mempunyai tendensi berikatan dengan air, sehingga dapat mencegah hilangnya air dari,
penyusutan wadah ( shrinkage ) air dari produk / sediaan. Senyawa-senyawa ini dapat juga
berfungsi untuk memudahkan aplikasi sediaan pada kulit, melunakkan/melembutkan kulit.

B. KREAM
Menurut Farmakope Indonesia III hal 8 definisi Cream adalah sediaan setengah padat berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Dan menurut Farmakope Indonesia IV hal 9, Cream adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Sedangkan menurut Formularium Nasional Cream adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
1.BASIS TIPE A/M (lanolin, cold cream) Emolien , Mengandung air, Beberapa mengasorbsi air
yang ditambahkan , Berminyak.
2. BASIS TIPE M/A (hidrofilik ointment) Mudah dicuci dengan air , Tidak berminyak ,Dapat
diencerkan dengan air .
Bahan tambahan
Untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada kulit:
1. Zat untuk memperbaiki konsistensi
Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain itu
juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang estetis dan acceptable. Konsistensi
yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu
melekat dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan
konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi diperhatikan ratio
perbandingan fasa.
2. Zat Pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah
ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme tersebut.

KRITERIA PENGAWET IDEAL


Tdk toksik dan mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
Lebih mempunyai daya bakterisida daripada bakteriostatik
Efektif pada konsentrasi rendah
Stabil pada penyimpanan
Tdk berbau dan tdk berasa
Tdk mempengaruhi bahan lain dalam formula dan wadah
Larut dalam konsentrasi yang digunakan
Tdk mahal
Metil, etil, propil, dan butil ester dari parahidroksi benzoic acid dan garam sodiumnya
popular sebagai preservative
Sifatnya stabil, inert, non toksik, tdk berbau, tdk berasa, meskipun menimbulkan mati rasa
pada mulut.
Aktif terhadap jamur, bakteri dalam jumlah sedikit dan efektif pada pH 7-9
Aktivitas meningkat tapi solubilitas menurun meningkatnya panjang rantai gugus alkil
Aktivitas ester berkurang dengan adanya emulgen nonionik
Propil Paraben
Konsentrasi yang dibutuhkan 0,01-0,6% untuk topikal
Aktif terhadap berbagai jenis bakteri terutama jamur dan yeast (ragi)
Aktif dalam rentang pH yang luas
Digunakan untuk pengawet industri makanan, obat-obatan, dan kosmetik
Penggunaan kombinasi 0.02% dengan metilparaben 0.18%

Metil paraben=Nipagin
Digunakan dalam industri makanan, kosmetik, dan obat-obatan, paling umum digunakan
dalam industri kosmetik
Penggunaan kombinasi dengan paraben lain atau propilenglikol 2-5% meningkatkan efikasi
Efektif terhadap bakteri terutama pada jamur dan yeast
Kurang larut sehingga tersedia juga bentuk garamnya
Efektif pada rentang pH luas
Penggunaan untuk sediaan topikal 0.02-0.3%
Fenoksietanol
Efektif untuk Pseudomonas aeruginosa tapi kurang efektif untuk bakteri gram negatif yang
lain dan gram positif, untuk itu dikombinasi dengan preservatif lain. Kombinasi dengan ester
parahidroksibenzoic acid digunakan untuk mengawetkan krim dan lotion.
Klorokresol
Merupakan bakterisid kuat, digunakan dengan kadar 0,1% untuk mengawetkan krim dan
sediaan topikal lain. Aktivitasnya turun dengan kondisi alkali dan ketika produk mengandung
minyak dan lemak yang berasal dari tanaman.
Kloroform
Digunakan bersama asam benzoat dalam parafin likuid B.P.C
Amonium kuartener
Konsentrasi yang digunakan 0.002-0.01 % untuk mempertahankan produk emulsi untuk
pemakaian luar. Bersifat bakterisid terhadap bentuk vegetatif organisme gram positif kurang
efektif untuk gram negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa, inaktif terhadap spora bakteri.
Aktivitasnya dikurangi oleh sabun dan komponen anionik, diatas porsi yang yang umum dipakai
inkompatibel dengan nonionik emulgent

Senyawa Merkuri Organik


Fenilmerkuri nitrat dan asetat digunakan dengan konsentrasi 0.004-0.01% untuk
mempertahankan emulsi yang mengandung emulgen nonionik. Untuk mengkompensasi
defisiensi preservatif karena kompleksasi penggunaan dikombinasi dengan pengawet lain seperti
pada cetomacrogol cream
CONTOH PENGAWET & KETERBATASANNYA
1. Amm. Kuartener (diinaktivasi senyawa ionik, nonionik, dan protein)
2. Senyw. Organik merkuri (toksik dan mensensitisasi kulit dibatasi untuk pemakaian dekat
mata)
3. Formaldehid (mudah menguap, berbau, mengiritasi dan sensitivitas tinggi)
4. Fenol Terhalogenasi (berbau, diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan protein)
5. Asam sorbat (kalium sorbat) untuk formula dengan pH 6,5-7 dalam konsentrasi tinggi
dapat dioksidasi oleh cahaya menyebabkan penghilangan warna sediaan
6. Asam benzoat (Na benzoat) untuk pH 5,5 atau kurang. Tdk banyak digunakan lagi hanya
terbatas untuk antibakteri
7. Metilparaben dan Propilparaben (senyawa ini umum digunakan) Metil paraben 0,120,18% 2. Propilparaben 0,02%-0,05% Tween 80 dan Tween 20 mengikat paraben sehingga
konsentrasi harus
8

ditingkatkan

Na benzoat (potensi akan turun dengan adanya makromolekul) penggunaan dalam


konsentrasi tinggi 0,5%

3. Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas sediaan. pH
dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus diperhitungkan
ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk
pengawet.Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau zat
tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau

lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali merupakan
katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.
4. Pelembab.
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol
5. Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses pembuatan
atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.
6. Anti Oksidan.
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya
pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas :
a. Anti oksidan sejati (anti oksigen)
Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas dan mencegah reaksi
cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT.
b. Anti oksidan sebagai agen produksi
Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi sehingga lebih mudah teroksidasi
dibandingkan zat yang lain kadang kadang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal
bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit.
c.Anti oksidan sinergis.
Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena adanya sedikit
logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tartrat, EDTA.
7. Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat
digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit).
Syarat-syarat:
- Tidak mempunyai efek farmakologi.
- Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
- Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).

- Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.


- Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
- Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
- Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
- Dapat menyebar pada kulit.
- Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
- Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Pada umumnya senyawa peningkat penetrasi akan meningkatkan permeabilitas kulit dengan
mengurangi tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya secara reversible.
Contoh; dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar, aprotik dan dapat bercampur dengan
air, pelarut organik pada umumnya.

8. EMULGATOR
ASAM LEMAK DAN ALKOHOL
Setil alkohol
Asam stearat
ZAT PENGEMULSI
Setil alkohol dan asam stearat menstabilkan emulsi M/A. ion polivalen seperti Ca, Mg, Al
menstabilkan emulsi A/M
EMULGATOR
Surfaktan anionik (ion lauril sulfat, TEA stearat) Kationik (garam amm. Kuartener) dan
nonionik (polioksietilenlauril alkohol)
EMULGATOR YANG IDEAL
Stabil
Inert
Bebas dari bahan yang toksik dan iritan
Sebaiknya tdk berbau, tdk berasa dan tdk berwarna
Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan
W/O Emulsifying Agent
Wool Fat = Anhidrous Lanolin
Lemak yang dimurnikan dari lemak bulu domba
Dapat mengasorbsi air 50% dari beratnya
Mengandung kolesterol dan oksikolesterol
Tdk larut air tapi larut dalam alkohol panas
Warna kuning, melelh pada suhu 36-42C
Waxes
Merupakan ester asam lemak

Mengandung jumlah signifikan alkohol, sterol, and asam lemak


Memiliki nilai penyabunan yang tinggi
Bavalent soap
Diperoleh melalui reaksi yang terjadi secara alami trigliserid dengan alkali atau reaksi antara
asam lemak dan alkali
Sorbitan Ester = Span
Dibentuk melalui esterifikasi asam lemak dengan turunan sorbitol
Wool Fat=Hidrous lanolin
Tdk larut dalam air tapi larut dalam eter dan kloroform
Merupakan campuran 70% w/w lemak dan 30% purified water
O/W Emulsifying Agent
Polisorbat = Tween
Merupakan surfaktan nonionik
Merupakan turunan polioksietilen
Tween-80=polioksietilen sorbitan monooleat
Tween-21=Polioksietilen sorbitan monolaurat
Tween-40=Polioksietilen sorbitan monopalmitat
Metil selulose
Digunakan dalam emulsi minyak mineral, digunakan dalam konsentrasi 2% Monovalent
soap
O/W emulsifying agent
Terkenal sebagai sabun alkali
Acacia , Tragacanth Terdiri dari 70% bassorin dan 30% soluble gum. Tdk larut dalam
alcohol, Digunakan sebagai emulsifying agent untuk meningkatkan konsistensi , Trietanolamin
oleat (Kombinasi TEA dan asam oleat. Terbuat dari mono dan dietanolamin)
C.GEL
Gel merupakan system semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel kadang kadang
disebut jeli. (FI IV, hal 7) Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari
zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus
dan saling terserap oleh cairan. Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang
dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makrom.olekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan . (FI IV hal 8)
Penggolongan
Menurut sifat fasekoloid
1. Gel anorganik, contoh : bentonit magma

2. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer


Berdasar fase terdispersi
Gel fase tunggal , Gel dua fase

KOMPONEN GEL :
a. ZAT AKTIF
b. GELLING AGENT
c. BAHAN TAMBAHAN
Humektan
Substansi yang mengasorbsi atau membantu substansi lain agar dapat mempertahankan
kelembaban. Sifatnya higroskopis , Molekul dengan gugus hidrofil yang mampu membentuk
hidrogen bonds untuk mendukung fungsinya Ex:gliserin, propilenglikol, litiumklorida, xylitol,
sorbitol, dll.
Stabilizer
Basis dan obat sensitive logam berat perlu diproteksi dengan kelating agent seperti EDTA
(Ansel, H.C.1989:35)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, Jakarta : UI Press
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H., A.,
Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Tim Farmakope.1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Tim Farmakope .1996. Farmakope Indonesia IV. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

You might also like