You are on page 1of 26

Laporan Kasus

Insufisiensi Vena Kronik


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUDZA Banda Aceh

oleh
Desiska Rauzni
1507101030002

Pembimbing
Dr. Fauzal Aswad, Sp.JP, FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul Insufisien Vena Kronik Shalawat berangkaikan salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Fauzal Aswad, Sp.JP, FIHA selaku
pembimbing

penulisan

Laporan

Kasus

ini.

Oleh

karena

itu,

penulis

menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada


dr.Fauzal Aswad, Sp.JP, FIHA karena telah membantu penulis menyelesaikan
laporan kasus ini.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi
inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Banda Aceh, November 2015
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah..................................................... 2
2.1.1 Vena Superfisialis Estremitas Bawah .................................. 2
2.1.2 Vena Profunda Ekstremitas Bawah........................................... 3
2.2 Definisis............................................................................................. 4
2.3 Epidemiologi ..................................................................................... 4
2.4 Etiologi dan faktor Risiko.................................................................. 4
2.5 Klasifikasi.......................................................................................... 6
2.6 Patofiologi.......................................................................................... 7
2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................. 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 9
2.9 Penatalaksaan..................................................................................... 9
2.10 Komplikasi......................................................................................... 11
2.11 Pencegahan......................................................................................... 11
BAB III
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7

LAPORAN KASUS ......................................................................


Indetitas Pasien ...............................................................................
Anamnesis........................................................................................
Pemeriksaan Fisik ...........................................................................
Pemeriksaan Penunjang...................................................................
Resume.............................................................................................
Diagnosis .........................................................................................
Penatalaksanan.................................................................................
3.7.1 Terapi Kardiologi.....................................................................
3.8 Prognosis..........................................................................................

12
12
12
13
15
17
17
18
18
18

BAB IV ANALISA KASUS........................................................................... 19


BAB V

KESIMPULAN................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Anatomi dari Vena Ekstremitas inferior ...................................... 3
Gambar 2.1 Klasifiksi IVK berdasarkan Klinis .............................................. 6

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Ceap Classification Of Chronic Venous Disease................................ 7

BAB I
PENDAHULUAN
Insufisiensi Vena Kronik (IVK) dideskripsikan sebagai suatu kondisi
ketidakmampuan vena yang berefek terhadap sistem aliran vena pada ektremitas
inferior yang dapat menyebabkan keadaan perubahan tekanan tinggi di vena yang
kemudian mempengaruhi lemak dan kulit di sekitar pergelangan kaki. Keadaan
yang sering terjadi adalah pembengkakan kronis, perubahan kulit yang dapat
mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi hiperpigmentasi dan terbentuknya
ulkus. IVK merupakan permasalahan kesehatan yang signifikan di Amerika
sekitar 2-5% penduduk Amerika memiliki penurunan fungsi dalam hal sosialekonomi terkait dengan penyakit ini. Angka prevalensi pada insufisiensi vena
meningkat seiring pertambahan umur. Rata-rata penderita berumur antara 40-59
tahun pada wanita dan 70-79 tahun pada laki-laki. (Raju & Neglen , 2010; Florea,
et al., 2011)
Faktor resiko untuk IVK terdiri atas umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
yang memiliki penyakit varises, obesitas, kehamilan, flebitis dan trauma pada kaki.
Faktor lingkungan maupun kebiasaan perilaku seperti berdiri lama dan posisi duduk
yang lama saat bekerja juga memiliki peranan dalam menyebabkan terjadinya
insuffisiensi vena kronik. (Ebenhart & Rafetto, 2015)
IVK diklasifikan berdasarkan CEAP yang terdiri atas beberapa kriteria yaitu
(clinical, etiology, anatomical and pathopsyological sistem. Kriteria ini yang akan
menetukan tingkat keparahan yang nantinya akan mengarahkan kepada standar
penanganan. Prinsip pengelolaan IVK adalah memperbaiki aliran balik vena dan
mengurang hipertensi vena. Pengobatan dengan cara elevasi tungkai dan bebat
kompresi/stocking merupakan terapi pilihan. Terapi non bedah yang murah dan
aman adalah terapi kompresi yang metode ini berfungsi sebagai katup vena yang
membantu pompa otot untuk mencegah kembalinya aliran darah vena, edema
tungkai dan bocornya fibrin sehingga mencegah perbesaran vena lebih lanjut,
namun metode ini tidak dapat mengembalikan ukuran vena. (Raju & Neglen , 2010;
Florea, et al., 2011)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
1

Anatomi Vena Ekstremitas Bawah


Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah
Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.
Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi
terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.
V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis
(bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior selebar tangan di belakang
patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian anteromedial
paha. Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan mengalir ke vena.femoralis
pada hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna biasanya mendapat
percabangan superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen.
Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari femoralis
karena satu-satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. Cabangcabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari aspek
medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena magna di bawah
hiatus safenus
V. safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di beberapa
tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan di
bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio pertengahan betis, di bawah lutut,
dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-katup pada perforator
mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem
profunda dari mana kemudian darah dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot
betis. Akibatnya sistem profunda memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada
superfisialis, sehingga bila katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang
meningkat diteruskan ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem
ini. (Price & Wilson, 2006)
V. safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena ini
melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian belakang betis
kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi untuk mengalir ke
v.poplitea. (Price & Wilson, 2006)

Vena Profunda Ekstremitas Bawah


2

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis


anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena
profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis pleksus
soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot
saat olahraga. (Price & Wilson, 2006)

Gambar 1.1 anotomi dari vena ekstremitas inferior

Definisi
Insufisiensi Vena Kronik adalah kondisi dimana pembuluh darah tidak

dapat memompa oksigen dengan cukup (poor blood) kembali ke jantung yang
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada tungkai. IVK paling sering
3

disebabkan oleh perubahan primer pada dinding vena serta katup-katupnya dan
perubahan sekunder disebabkan oleh thrombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. (Willenberg, et al., 2010)
3

Epidemiologi

Prevalensi IVK pada populasi dewasa, lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pria (3:1), meskipun studi saat ini menunjukkan prevalensi Lebih
besar pada pria The San Valentino Screening Project menemukan bahwa di antara
30.000 subjek yang dinilai secara klinis dan ultrasonografi duplex, prevalensi
varises sebesar 7% dan IVK simptomatik 0,86%. Dari Framingham Heart Study
diperkirakan bahwa insiden tahunan varises pada perempuan 2,6% dan pada pria
1,9%. Varises mempunyai dampak bermakna bagi perawatan kesehatan, setiap
tahun jutaan orang berobat ke dokter karena masalah kosmetik. Konsekuensi
masalah kosmetik pada varises dapat mempengaruhi kualitas hidup dan dikaitkan
dengan manifestasi lain yang lebih serius, seperti ulkus vena yang prevalensinya
diperkirakan sekitar 0,3%, meskipun ulkus aktif atau yang telah sembuh
ditemukan pada sekitar 1% populasi dewasa. Di AS, diperkirakan 2,5 juta orang
menderita IVK dan 20%-nya berkembang menjadi ulkus vena. Prognosis ulkus
vena secara keseluruhan buruk, sering terlambat dalam hal penyembuhan dan
terjadi kekambuhan ulkus. Lebih dari 50% ulkus vena memerlukan terapi hingga
lebih dari 1 tahun. Ketidakmampuan terkait ulkus vena dapat menyebabkan
hilangnya jam kerja produktif, diperkirakan 2 juta hari kerja/tahun. (Ebenhart &
Rafetto, 2015)
4

Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan
sekunder. (Florea, et al., 2011)

Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan


dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak
terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya yang
baru diketahui setelah penderitanya berumur.
4

Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari
dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlalu panjang
(elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur
tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup yang panjang
melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun
katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan terjadinya katup
tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran retrograd atau refluks.
Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup
(valve repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi

baik kembali.
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder)
disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat
adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan
kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi
sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena
dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada
sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi,
trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga
akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup),
perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya
akan menimbulkan penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun
katup telah sangat parah tidak memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian
insufisiensi vena kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis
vena dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita
yang sama.
Faktor resiko Insufisiensi Vena Kronik antara lain diabetes mellitus,

hipotiroidisme, pasca operasi ekstremitas bawah, obesitas, usia lanjut, berjenis


kelamin perempuan, pekerjaan yang berdiri dalam jangka waktu yang lama ( >
6jam/hari), herediter (riwayat varises dalam keluarga), merokok, sedentary
lifestyle, riwayat deep vein thrombosis, dan kehamilan.
5

Klasifikasi

Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta


akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian.
Klasifikasi CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab (Etiologic),
Anatomic, dan Pathophysiology. Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit
berdasarkan sifat congenital, primer, atau sekunder. Anatomi berdasarkan vena
yang terkena termasuk vena superfisial, profunda, atau perforantes. Sedang
klasifikasi

patofisiologi

mengidentifikasikan

refluks

pada

system-sistem

superficial, communicantes, atau profunda, serta obstruksi outflow. Kekurangan


utama system ini adalah karena sifatnya yang statis, klasifikasi jenis ini sulit
dipakai untuk menilai perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap terapi ang
telah

diberikan.

(R.,

Gambar 2.1 klasifikasi IVK berdasarkan keadaan klinis

2012)

TABLE 2.1

CEAP Classification of Chronic Venous Disease

Klasifikasi
Deskripsi/ definisi
C. klinis ( terbagi atas A
untuk asimptomatik , S
untuk simptomatik)
0
Tidak ada penyakit vena
1
Telangiektasis
2
Varises vena
3
Edema
4
Lipodermatosclerosis atau
hyperpigmentation
5
Ulkus yang sudah sembuh
6
Ulkus aktif
E, Etiologi
Congenital
Primer
Sekunder

A, Kondisi Anatomi
Superficial
Deep

Perforator
P, Pathophysiological
Reflux
Obstruksi
Kombinasi keduanya

Muncul sejak lahir


Idiopatik
Berkaitan dengan posttrombotik
Trauma
Great and short saphenous
veins
Cava,
iliac, gonadal,
femoral,
profunda,
popliteal,
tibial,
and
muscular veins
Thigh and leg perforating
veins
Vena axial dan perforasi
Akut dan kronik
Kombinasi
kerusakan
katup dan trombus

Patofisiologi

Keadaan patologis pada vena muncul ketika terjadi peningkatan tekanan


vena dan aliran balik darah terganggu akibat beberapa mekanisme. Gangguan
7

pada vena ini dapat disebabkan oleh inkompeten katup dari vena superficial;
maupun vena profunda, katup perforator yang inkompeten, obstruksi vena
maupun kombinasi antara beberapa hal tersebut. Faktir-faktor terebut diperparah
dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas bawah. Mekanisme ini
yang menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan maupun saat berdiri.
Hipertensi vena yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan membuat perubahan
kulit menjadi hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan juga dapat
menyebabkan ulkus.
Terdapat beberapa mekanisme yang memiliki kerterkaitan dengan
kegagalan katup pada vena superficial. Hal yang paling sering terjadi adalah
adanya kelainan kongenital yang menyebabkan kelemahan pada dinding katup
vena yang berdilatasi sehingga menyebabkan tekanan rendah dan terjadilah gagal
katup sekunder.

Kelainan kongenital pada katup juga dapat menyebabkan

inkompeten katup meski dalam keadaan tekanan darah yang rendah. Vena yang
normal dan katup yang normal juga dapat membengkak akibat pengaruh hormon
seperti hormon-hormon pada kehamilan. (R., 2012)
Tekanan darah vena yang meningkat nantinya akan menyebabkan sindrom
insufisiensi vena. Pada keadaan normal, terdapat dua mekanisme tubuh yang
mencegah terjadinya hipertensi vena. Pertama, katup trikuspid pada vena
mencegah aliran balik dan perlekatan vena. Deep Vein Thrombosis sering kali
menyumbat katup dan nantinya akan menyebakan kerusakan irrversibel pada
katup. Kedua, dalam keadaan ambulasi yang nornal, otot betis menurunkan
tekanan vena sebesar 70% pda ekstremitas bawah. Dengan istirahat, tekanan
kembali menjadi normal selama 30 detik. Pada penyakit vena, dengan bergerak
teknan vena hanya menurun sebesar 20%. Ketika ambulasi berhenti, tekanan pada
lumen vena menurun secara perlahan dan kembali ke normal dalam beberapa
menit. (R., 2012)
7

Manifestasi Klinis

Gejala Insufisiensi vena kronik dapat meliputi :

Bengkak di kaki atau pergelangan kaki


Kaki terasa berat atau pegal, panas dan gatal

Nyeri saat berjalan yang berhenti saat istirahat


Perubahan warna kulit
Varises
Ulkus kaki
8

Pemeriksaan Penunjang
Duplex Doppler ultrasonography
Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah,
aliran darah serta struktur vena-vena kaki. (Krishnan & Nikholis, 2010)
Venogram
Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena (IV) pewarna

kontras untuk memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras


menyebabkan pembuluh darah muncul suram pada pencitraan x-Ray,
yang memudahkan menvisualisasikan pembuluh darah yang di evaluasi
(Krishnan & Nikholis, 2010)
Pletismografi vena

Teknik pletismografi mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di


dalam tungkai. Obstruksi vena dan refluks katup mengubah pola normal
pengisian dan pengosongan vena ke ekstremitas. Teknik pletismography
yang umum mencangkup 1. Impendance plestimography 2. Strain gauge
pletismography 3. Air pletismography 4. Photopletismography.
9

Penatalaksanaan
Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah

usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan
elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan,
dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan membuat
posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran darah vena akan
menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak
mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan
merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Beberapa penetalaksanaan lain yang
dapat dilakukan yaitu:
a

Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan


hemodinamik dengan varises vena dan menghilangkan edema. Kaus kaki
dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal.
Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang menggunakan

kaus kaki kompresi selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah


terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan penggunaan kaos kaki adalah harga
yang relative mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang
kurang baik.
b Medikamentosa, beberapa jenis obat dapat digunakan untuk mengobati
insufisiensi vena kronis. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi
pembengkakan. Pentoxifylline untuk meningkatkan aliran darah melalui
pembuluh darah, dapat dikombinasikan dengan terapi kompresi untuk
membantu menyembuhkan ulkus kaki. Terapi antikoagulan dapat
direkomendasikan untuk orang-orang yang memiliki masalah belulang
c

dengan pembuluh darah di kaki.


Sclerotherapy, digunakan pada pasien dengan usia lanjut, Caranya dengan
menginjeksi bahan kimia kedalam pembuluh darah sehingga tidak
berfungsi lagi. Darah kemudian kembali ke jantung melalui vena lain dan

tubuh menyerap pembuluh darah yang terluka.


d Operasi, pembedahan dapat digunakan untuk mengobati chronic venous
insufficiency meliputi :
Ligasi
Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena
tersebut. Jika vena atau katup rusak berat, pembuluh darah akan

diangkat (vein stripping).


Surgical repair
Vena atau katup diperbaiki dengan operasi, melalui sayatan terbuka

atau dengan penggunaan kateter.


Vein Transplant
Mengganti pembuluh darah yang rusak dengan pembuluh darah

sehat dari bagian tubuh yang lain.


Subfascial endoscopic perforator surgery
Prosedur invasive minimal dilakukan dengan endoskopi. Vena
perforator dipotong dan diikat. Hal ini memungkinkan darah
mengalir ke pembuluh darah yang sehat dan meningkatkan
penyembuhan ulkus.

2.10 Komplikasi

10

Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Komplikasi
berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk dihindari.
Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan
10%), dan terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari.

2.11 Pencegahan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya IVK
yaitu:
1
2
3
4
5

Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk


Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di kaki.
Berolahraga secara teratur.
Menurunkan berat badan
Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan membantu

aliran darah.
Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. SH

11

Umur

: 62 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Blang Pidie

CM

: 1069866

Tanggal Masuk

: 5-11- 2015

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
: bengkak di kedua kaki
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki. Bengkak awalnya
hilang timbul, sejak 2 tahun yang lalu, hilang setelah minum obat, kemudian
bengkak memberat sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak terlihat jelas pada seluruh
kaki. Pada bagian tumit sampai jari-jari kaki terlihat menghitam. Pasien
mengeluhkan tungkai yang bengkak terasa kebas, keluhan nyeri tidak ada, akan
tetapi adanya luka pada kaki kanan yang sebelumnya gelembung lalu pecah dan
mengakibatkan luka.
Pasien selama 2 tahun terakhir ini sudah didiagnosis menderita sirosis
hepatis, kontrol dirumah sakit daerah
Pasien juga mengeluhkan lemas dan sulit menjalani aktifitas sehari-hari.
Selain lemas, pasien juga mengeluhkan sesak napas. Pasien tidur dengan posisi
kepala harus ditinggikan menggunakan kedua bantal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya, ketika melakukan
perjalanan jauh, kemudian kakinya bengkak, lalu hilang dalam 3 hari,
setelah minum obat. Pasien memiliki riwayat DM 4 tahun yang lalu, dan
tidak terkontrol.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

12

e. Riwayat Pemakaian Obat


- Untuk obat Hati pasien mapupun keluarga lupa obat apa saja yang
diberikan dan tidak membawa contoh obat yang dikonsumsi.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki riwayat merokok berat, namun sudah berhenti sejak 2 tahun
lalu.
3.3

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Nafas
Temperatur
b. Status General
Kulit
Warna
Turgor
Ikterus
Anemia
Sianosis
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata

: Baik
: E4 M6 V5
: 100/70 mmHg
: 70 x/menit, reguler
: 20 x/menit
: 36,50C (aksila)
: Sawo matang
: Kembali cepat
: (-)
: (-)
: (-)

Telinga
Hidung

: Kesan Normocephali
: Tersebar rata, sukar dicabut.
: Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
konj.palpebra inf pucat (-/-), ptosis OS(+)
: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), nafas cuping hidung (-)

Bibir
Faring

: Sianosis (-)
: Hiperemis (-)

Mulut

Leher
Bentuk
Kel. Getah Bening
Peningkatan TVJ

: Kesan simetris
: Kesan simetris, Pembesaran (-)
: (-), R -2 cmH2O

Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak
: Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan
: Abdominal Thoracal
13

Retraksi

: (-)

2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan = kiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis Sinistra

Perkusi
Batas jantung atas

: di ICS III

Batas jantung kanan

: di ICS V Linea Parasternalis dekstra

Batas jantung kiri

: di ICS V 2 cm ke arah lateral linea axilaris anterior

sinistra.
Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: Kesan simetris, distensi (-)

Palpasi

: Soepel (+), distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani (+)

Auskultasi

: Peristaltik usus kesan normal

Genetalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

14

Ekstremitas : - Superior : Edema (-), Sianosis (-) - Inferior : Edema dextra dan
sinistra(+), Sianosis (-)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (09 November 2015)
Darah Rutin
Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Haemoglobin

10,1 gr/dl*

14,0- 17,0 gr/dl

Eritrosit

3,0. 106/mm3*

4,7-6,1. 106/mm3

Leukosit

4,6.103/mm3

4,5-10,5.103/ul

Trombosit

76. 103/mm3

150-450.103/ul

Hematokrit

30%*

35-55%

Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Waktu Perdarahan

1-7 menit

Waktu Pembekuan

5-15 menit

Faal Hemostasis

Diabetes
Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Gula Darah sewaktu

136mg/dl

200 mg/dl

HbA1c

5,5%

< 6,5 %

Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Protein total

8,1 g/dL

6,4-8,3g/dl

Albumin

2,82 g/dL*

3,5-5,2 g/dL

Hati dan Empedu

15

Globulin

5,28 g/dL

Lemak Darah
Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Kolesterol total

108 mg/dl

<200mg/dl

Kolesterol HDL

33 mg/dl*

>60 mg/dl

Kolesterol LDL

59 mgdl

<150 mg/dl

3.5 RESUME
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki. Bengkak awalnya
hilang timbul, sejak 2 tahun yang lalu, hilang setelah minum obat, kemudian
bengkak memberat sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak terlihat jelas pada seluruh
kaki. Pada bagian tumit sampai jari-jari kaki terlihat menghitam. Pasien
mengeluhkan tungkai yang bengkak terasa kebas, keluhan nyeri tidak ada, akan
tetapi adanya luka pada kaki kanan yang sebelumnya gelembung lalu pecah dan
mengakibatkan luka.
Pasien selama 2 tahun terakhir ini sudah didiagnosis menderita sirosis
hepatis, kontrol dirumah sakit daerah
Pasien juga mengeluhkan lemas dan sulit menjalani aktifitas sehari-hari.
Selain lemas, pasien juga mengeluhkan sesak napas. Pasien tidur dengan posisi
kepala harus ditinggikan menggunakan kedua bantal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi : edema pada kedua tungkai
berwarna hiperpigmentasi dan pada kaki kanan terdapat luka.
3.6 DIAGNOSIS
1. DD/ a DVT

16

b. Selulitis
c. Obtruksi limfatik
2. Sirosis hepatis Stadium decompensita
3.Hernia umbilicus
4. Hipoalbuminemia.
5. DM tipe 2
6. Parkinson disease

3.7 PENATALAKSANAAN
3.7.1 TERAPI KARDIOLOGI
Terapi Non-Farmakologi
- Bed rest
- Diet hati III 1500 kkal
Terapi Farmakologi
- IVFD aminofusuin hepar 1fs/ hr.
- Inj. Omeprazole 40mg /12 jam
- Inj. Cefotaxine 1 gr/ 8 jam
- Spironolactone 2x100mg
- Propanolol 2x10mg
- Dulcolatoc 3 CII

3.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam


Quo ad Functionam

: dubia ad malam

BAB IV

17

ANALISA KASUS
Pasien merupakan seorang laki-laki dengan umur 62 tahun. memiliki
riwayat DM sejak 4 tahun lalu. Pasien didiagnosis dengan DVT Selulitis Obtruksi
limfatik

Sirosis

hepatis

Stadium

decompensita

Hernia

umbilicus

Hipoalbuminemia. DM tipe,Parkinson disease Pasien merupakan perokok namun


berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Hal tersebut di atas merupakan faktor resiko
yang terdapat pad pasien yang meningkatkan resiko terjadinya IVK. Menurut
penelitian yang dilakukan Scott et all faktor resiko terjadinya IVK adalah berada
pada rentangan umur 49-79 tahun dimana pasien berada diantaranya. Selain umur
faktor resiko lain lain pada penelitian ini yang merupakan penyebab IVK adalah
penyakit jantung 22.6%, diabetes mellitus 22.6 %, penyakit ginjal kronik 4,4%
dan pasien merupakan bagian dari penyakit tersebut. Selain itu merokok juga
merupakan faktor resiko terhadap IVK. (Scott, et al., 2009)
Manifestasi klinis dari IVK bervariasi dan terdiri dari beberapa bentuk
seperti

flebedema,

deratitis

pigmentary

purpuric,

dermatitis

statis,

dermohypodermatitis, thrombophlebitis vena superfisial dan ulkus vena.


Anamnesis dan pemeriksaan fisik memiliki peranan penting dalam menegakkan
IVK. Inspeksi dan palpasi dapat saja menampilkan gejala khas yang dapat
membantu penegakan IVK. Dari anamnesis yang didapat pada pasien, Pasien
datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki. Bengkak awalnya hilang
timbul, sejak 2 tahun yang lalu, hilang setelah minum obat, kemudian bengkak
memberat sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak terlihat jelas pada seluruh kaki. Pada
bagian tumit sampai jari-jari kaki terlihat menghitam. Pasien mengeluhkan
tungkai yang bengkak terasa kebas, keluhan nyeri tidak ada, akan tetapi adanya
luka pada kaki kanan yang sebelumnya gelembung lalu pecah dan mengakibatkan
luka.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, dari inspeksi terlihat
bahwa terdapat pembengkakan pada kedua tungkai dengan kulit terlihat
menghitam dan terdapat luka pada daerah yang bengkak di sebelah kanan.. Selain
itu ditemukan juga adanya pitting edema . Sesuai dengan teori, pada IVK keluhan
utama yang muncul dari pasien adalah munculnya edema pada kedua tungkai

18

yang diikuti dengan rasa kram, yang biasanya tampak pada regio malleous. Kulit
pada daerah kaki menjadi hiperpigmentasi. Kulit yang hiperpigmentasi terjadi
akibat adanya akumulasi haemosiderin setelah terjadinya ekstravasasi eritrosit.
Pada beberapa kasus, hiperpigmentasi juga dapat terjadi akibat post-inflammatory
melanosis yaitu melanin muncul akibat proses inflamasi. Pigmentasi biasanya
muncul pada daerah mata kaki dan mulai berkembang membentuk indurasi dan
inflamasi,

kejadian

ini

menandakan

terjadinya

lipodermatosclerosis.

Lipodermatosclerosis adalah kelainan pada kulit yang disebabkan karena adanya


keadaan patologis akibat hipertensi pada vena dan limfe. (Burns, et al., 2010)
(Florea, et al., 2011)
Prinsip penatalaksaan pada IVK adalah usaha memperlancar aliran darah
vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan elevasi tungkai sesering mungkin,
terutama setelah kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi
duduk atau berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung.
Dengan posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar.

BAB V
KESIMPULAN
Insufisiensi vena kronik merupakan masalah yang memiliki dampak secara
langsug terhadap individu dan sistem pelayanan kesehatan. Disfungsi dari struktur
vena dapat menyebabkan terjadinya hipertensi vena dan akhirnya mengarah ke

19

IVK. Gejala yang timbul dari IVK dapat berupa perubahan warna kulit dari hanya
eritem hingga ulkus. Keluhan utama pasien dengn IVK adalah munculnya kram
terutama jika pasien banyak berjalan, Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
berupa invasive maupun noninvasive yang membantu penegakan diagnosis IVK.
Pengobatan dari IVK tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Penanganannya
dipertimbangkan berdasarkan keadaan anatomi dan patofisiologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alguire, P. C. & Mathes , B. M., 2007. Chronic Venous Insufficiency and


Venous Ulceration. JGIM, Volume 37.

20

2. Burns, T., Breathnach, S., Cox, N. & Griffits, C., 2010. Rook's : Textbook
of Dermatology. 8th ed. s.l.:s.n.
3. Ebenhart, R. T. & Rafetto, J. D., 2015. Chronic Venous Insufficiency.
Cilculation, Volume 23, pp. 2398-2408.
4. Florea, Stoica, L. E. & Tolea, 2011. Chronic Venous Insufficiency : Clinical
Evolutional Aspect. Health Science Journal, Volume 37, pp. 21-25.
5. Inrhaoun, H., Kullmann, T., Mrabti, H. & Errihani, H., 2012. Treatment of
Chemotherapy Induced Nausea and Vomitting. Journal of Gastrointestinal
Cancer , 43(4), pp. 541-546.
6. Krishnan, S. & Nikholis, S. C., 2010. Chronic Venous Insufciency:
Clinical Asessment and Patient Selection. Seminars in Interventional
Radiology.
7. Price, S. A. & Wilson, M. L., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Perjalanan Penyakit. s.l.:s.n.
8. R., S., 2012. Chronic venous insufficiency : epidemiology. Bratisl Lek
Listy, pp. 166-168.
9. Raju, S. & Neglen , P., 2010. Chromic Venous Insufficiency and Varicouse
Vein. The New England Journal of Medicine, pp. 2319-27.
10. Rutterman, M. & Buckkhart, M., 2013. Local Treatment of Chronic Wound
in Patient with peripheral Vaskular disease, Chronic Venous Insufficiensy
and Diabetes. Dscth Arzbel Int.
11. Scott, T. E., LaMorte, W., Gorin, D. R. & Menzoian, J. O., 2009. Risk
factors for chronic venous insufficiency ; a dud case, control study. J Vasc
Surg, pp. 622-8.
12. Willenberg, T., Schumacher, A., Vesti, B. A. & Jacomella , V., 2010. Impact
of obesity on venous hemodynamics of the lower limbs. J Vasc Surg, pp.
664-8.

21

You might also like