Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Di Indonesia
demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5- 9 tahun. Sehingga masih diperlukan adanya
pengkajian mengenai demam tifoid. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid
adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang
terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh
patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati,
limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum. 3
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterik serotype typhi maupun paratyphi. Nma lain penyakit ini
adalah enteric fever, ataupun paratyphus abdominalis. Tifoid karier adalah
seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung S. Typhi setelah
satu tahun pasca demam tifoid tanpa gejala klinis.4
virulen
(Vi)
merupakan
polisakarida,
berada
di
kapsul.
1.3 Patofisiologi
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke
manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau
urin dari penderita tifoid. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :
1
penyakit
tersebut
untuk
masa
tertentu,
yang
masa
jaringan
(S.
typhi
intra
makrofag
menginduksi
reaksi
timbulnya
komplikasi
seperti
gangguan
neuropsikiatrik,
Rose Spot
2. Pemeriksaan Fisik
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 540 hari dengan
rata-rata antara 1040 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi,
hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status
nutrisi dan imunologik penjamu, serta lama sakit di rumahnya. Penampilan
demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu stepladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi
pada akhir minggu pertama. Setelah itu demam akan bertahan tinggi. Pada
minggu ke-4, demam turun perlahan secara lisis. Demam lebih tinggi saat
sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. 4
Pada minggu pertama, gejala klinisnya yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk, dan epistaksis. Dalam minggu ke-2, gejala telah lebih
jelas, yaitu berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 oC tidak
diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis. 1
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 2
a. Pemeriksaan darah tepi2
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah
leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser
ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif,
terutama pada fase lanjut.
mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap
darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai perkiraan
yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita
demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan
limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
b. Identifikasi kuman mekakui isolasi / biakan2
dalam
isolasi/biakan
dapat
disebabkan
oleh
ke
dalam
tabung
tanpa
antikoagulan.
Metode
10
positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 6474% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini
harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas,
spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status
imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan
11
12
OMP ini
partikel
yang
berwarna
untuk
meningkatkan
100%
dan
spesifisitas
100%.15
Penelitian
lain
13
pengikatan
kompetitif
dan
memungkinkan
keuntungan
metode
ini
adalah
memberikan
14
belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila
disimpan pada suhu 4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3
jam setelah penerimaan serum pasien.
4) Metode Enzime-Linked Immunirbent Assay (ELISA)2
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai
untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9,
antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap
antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi
adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double
antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan
sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73% pada sampel
feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang
didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine
didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95%
pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%.18 Penelitian oleh
Fadeel dkk (2004) terhadap sampel. urine penderita demam tifoid
mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi antigen.
Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen
Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan,
terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul,
namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada
kasus dengan Brucellosis.1
5) DIPSTIK2
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di
Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap
antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa
yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan
antibodi IgM antihuman immobilized sebagai reagen kontrol.
Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan,
15
16
17
d. Medikamentosa
Obat
terpilih
untuk
penderita
demam
tifoid
adalah
18
1.6 Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak adalah 2,6% dan pada orang
dewasa adalah 7,4 %. Sehingga rata-ratanya adalah 5,7%.7
19
1.7 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :1
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi
kardiovaskular:
kegagalan
sirkulasi
perifer
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
2. WHO. Background Document; The Diagnosis, Treatment, And Prevention
of Typhoid Fever. Geneva;2003.
3. Soedarmo, S. Poorwo Sumarmo,dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
4. Tanto, Chris. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
5. Brook, Geo .F,dkk. Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology.
United States: McGraw-Hill Companies; 2013.
6. Kliegman, Robert M.Nelson Textbook of Pediatrics 20th Edition.
Philadephia: Elsevier; 2016.
7. Kasper, Dennis L., Faci Anthony S. Horrisons Infectious Disease. United
States; McGraw-Hill Companies; 2010.
8. Bruton, Laurance L. Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of
THERAPEUTICS 12th Twelfth. United States: McGraw-Hill Companies; 2011.
22