Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Hukum pada intinya merupakan suatu aturan yang mengikat pada tiap diri
seseorang sebagai kontrol, dan dengan kontrol itu diharapkan seseorang tidak akan
melakukan perbuatan yang melanggar batas dan nantinya akan merugikan orang lain.
Hukum itu sendiri muncul karena pada dasarnya setiap diri manusia memiliki dua sifat
yang cenderung bertentangan. Yang satu selalu ingin melakukan kebaikan karena
memang manusia pada dasarnya memiliki nurani yang bersih namun pada sisi yang lain
manusia juga tak terlepas dari nafsu memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu (makan,
minum, berbuat kemaksiatan, dll) . Untuk itu, perlu adanya sebuah pembatas sebagai
kontrol agar terciptanya sebuah ketenteraman dan kemaslahatan dalam sebuah
masyarakat.
Dalam hal ini yang menjadi persoalan dasar adalah hukum yang pernah diterapkan
dalam sebuah masyarakat itu beragam. Kita ambil contoh saja hukum Islam dan hukum
positif yang mana keduanya sama-sama mengikat. Dan tentu prinsip dari masing-masing
hukum itu berbeda pula. Hukum positif tidak diperbolehkan menembus pada aspek privat,
yakni hal-hal yang tidak berimplikasi pada publik. Sedangkan hukum Islam sebaliknya,
yakni mengatur hal-hal yang demikian. Misalkan, setiap orang Islam harus melaksanakan
sholat fardhu. Tentu apabila ada orang yang tidak melaksanakannya tidak akan dihukum
melalui pengadilan sebagai lembaga eksekusi hukum positif.
III. PEMBAHASAN
mengenai aspek moral/individu, yang diungkapkan pada kalimat terakhir. Inilah ciri
utama yang dimiliki hukum Islam yang tidak ada bandingannya.
Yang kedua hukum Islam itu bersifat universal. Mencakup seluruh manusia ini
tanpa ada batasnya. Tidak dibatasi pada negara tertentu, benua, daratan, atau lautan.
Seperti halnya pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya.[2] Misalkan, Nabi Musa hanya
mencakup pada kawasan Mesir dan sekitarnya, Nabi Isa mencakup pada kawasan Israel,
dan lain sebagainya. Ini didasarkan pada Al-Quran yang memberikan bukti bahwa
hukum Islam tersebut ditujukan kepada seluruh manusia di muka bumi. Allah berfirman :
Artinya : Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiyya : 107)
Sifat dinamis dan elastis ini dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari. Sebagai
contohnya adalah jual beli yang sesuai dengan syariat Islam. Pada masa Rasulullah, jual
beli dilakukan dengan saling tatap muka, artinya antara si penjual dan si pembeli saling
bertemu untuk melakukan akad. Tetapi pada zaman sekarang ini, jual beli bahkan tanpa
hadirnya salah satu orang tersebut bisa dilakukan seperti di Swalayan, Plaza, Mall, dan
sebagainya. Nah, dari persoalan ini bagaimana kedudukan hukum Islam menanggapi
sistem seperti ini agar jual beli itu sesuai dengan syariat Islam. Untuk itu, perlu adanya
hukum asal/nash yang menerangkan jual beli. Diantaranya Q.S. Al-Baqarah : 275 dan
282, An-Nisa : 29, Al-Jumah : 9.
C. Sistematis
Hukum Islam memiliki sifat yang sistematis, artinya bahwa hukum Islam itu
mencerminkan sejumlah ajaran yang sangat bertalian. Beberapa diantaranya saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Contohnya saja wajibnya hukum shalat
tidak terpisahkan dengan wajibnya hukum zakat. Itu menunjukkan bahwa Islam tidak
hanya mengajarkan aspek kebatinan saja yang mengutamakan hal-hal ukhrawi tetapi juga
diperintahkan untuk mencapai aspek keduniaan.[5] Al-Quran menyebutkan :
Artinya : Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniawimu seakan-akan kamu
akan hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk kepentingan ukhrawimu seakan-akan
kamu akan mati besok.
mewujudkan pergaulan yang sehat, akhlaqlah yang menjadi pondasi utama. Bila akhlaq
itu sudah terkontaminasi dengan keburukan dan kemaksiatan, maka tidak akan
mewujudkan suatu pergaulan sosial yang baik dan nantinya juga dapat berimbas pada
pelanggaran aturan-aturan hukum positif. Dalam Al-Quran disebutkan :
Artinya :Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
serta banyak mengingat kepada Allah. (Q.S. Al-Ahzab : 21)
IV. KESIMPULAN
Dilihat dari berbagai karakteristik hukum Islam yang telah dipaparkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa aspek moral (privat) pada hukum Islam yang mengikat pada
setiap diri insan itu bertujuan untuk kepentingan akhirat mereka. Berbeda dengan hukum
positif yang hanya mengedepankan aspek legal. Ini disebabkan, hukum positif hanya
bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tenteram dalam berkehidupan.
Namun, hukum Islam mengatur kedua hal tersebut.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua. Kami yakin dalam pemaparan materi makalah ini masih ada banyak
kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997
Usman, Suparman, Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama), .hal 64
Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN
Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama
RI, 1987
[1] Dr. Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis
Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hal
47
[2]
Prof.. Dr. H. Suparman Usman, S.H., Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media
Pratama), .hal 64
[4]
Ibid., hal 51
Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI, 1987, hal 98
[6]